Love and Hate


Cast: Park Chanyeol || Kris Wu

Support cast: Shim Changmin, Park Yoora, Bae Irene

Pair: KrisYeol

Warning! Yaoi/BoyxBoy/BL, typo bertebaran, cerita yang pasaran, ageswitch.

NO BASH! Kalo nggak suka nggak usah baca. Oke? ;-)


Chanyeol memandang pantulan dirinya di cermin. Blazer dark blue dengan celana berwarna senada —sebuah seragam kantoran wanita- telah ia kenakan. Ditambah dengan high-heels, make-up tipis, tak ketinggalan sebuah wig —rambut palsu. Semua yang bisa membuatnya terlihat seperti wanita kantoran kini telah menempel sempurna di tubuhnya.

Tentu saja ia tidak akan melakukan semua ini tanpa suatu tujuan. Bagaimanapun ia adalah pria tulen yang akan bereaksi negatif ketika dirinya diharuskan mengenakan pakaian wanita. Sungguh, tidak pernah terbesit dipikirannya sebelumnya bahwa ia akan mengenakan semua ini suatu saat nanti.

Ia harus melakukannya. Demi membuat bajingan itu merasakan suatu kehancuran seperti apa yang noona-nya rasakan. Bajingan yang membuat noona-nya kesepian dengan dilingkupi rasa ketakutan dan trauma berat menghantuinya. Tanpa sadar Chanyeol mengepal tangannya geram sambil menatap bayangan dirinya sendiri dengan tajam, seolah-olah bajingan yang ia maksud ada dihadapannya saat ini.

Chanyeol menghela napas berusaha menetralkan emosinya. Ia lalu berbalik dan mengambil tas selempang milik noona-nya yang tergeletak di atas ranjang, suara sol high-heels menggema memecah keheningan ketika ia melangkah pergi dari kamarnya.


Chanyeol menatap lurus beberapa orang yang berlalu-lalang didepannya sambil menopang dagu bosan. Ia telah bekerja disini, Wu Corporation selama tiga hari. Tempat dimana bajingan itu bekerja sebagai posisi terpenting —direktur utama. Tentu saja ia harus sedikit memalsukan identitasnya dengan bantuan Shim Changmin, yang tak lain adalah partner-nya dalam misi menghancurkan hidup bajingan itu.

Chanyeol bekerja sebagai resepsionis, yang artinya ia bekerja di lantai terbawah perusahaan ini. Sedangkan bajingan itu sebagai direktur utama tentunya bekerja di lantai teratas perusahaan. Sebuah jarak sepanjang 20 lantai terbentang di antara mereka, ditambah sampai sekarang ia belum juga melihat rupa dari bajingan itu. Bagaimana caranya ia bisa ikut andil dalam misi penghancuran ini?

Ia belum diberi tugas apapun dari Changmin, yang ia lakukan selama tiga hari ini hanyalah menjawab telepon dari beberapa perusahaan yang menjalin kerja sama dengan Wu Corporation. Bukannya menghancurkan justru Chanyeol merasa dirinya membuat pundi-pundi uang milik bajingan itu terus bertambah.

"Hei." Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya, Chanyeol refleks menoleh. Bae Irene, partner-nya sebagai resepsionis tersenyum manis kearahnya.

"Kulihat selama tiga hari ini kau tidak banyak bicara." Irene masih tersenyum. "Apakah ada sesuatu yang mengganggumu? Raut wajahmu terlihat seperti orang yang mempunyai beban."

Chanyeol balas tersenyum, bekerja dengan seorang wanita cantik mungkin bisa menjadi salah satu hiburan untuknya selama bekerja disini. "Tidak apa-apa Irene-ssi. Mungkin aku hanya sedikit gugup karena untuk pertama kalinya aku diterima oleh perusahaan sebesar ini." setidaknya bukan suara khas pria yang keluar dari mulutnya —berkat pelatihan selama dua minggu lebih dari Changmin tentu saja.

Irene tertawa. "Aku juga merasakan hal yang sama denganmu saat pertama kali menginjakan kaki di perusahaan ini. Aku langsung berpikir 'bisakah aku melakukan tugasku dengan baik?' syukurlah sampai sekarang aku belum mendapat masalah yang berarti selama aku bekerja di perusahaan ini."

"Berapa lama kau bekerja disini?" Chanyeol bertanya.

"Sekitar tiga tahun lebih." Jawab Irene.

"Kau sangat mencintai pekerjaanmu yang sekarang ini?"

"Tentu, dengan gaji perbulan yang cukup besar, setidaknya aku bisa membelikan makanan enak untuk Ibuku, juga untuk merenovasi rumahku menjadi lebih layak untuk ditinggali."

Wanita pekerja keras, itu adalah kesan pertama Chanyeol untuk Irene. Rupanya begitu banyak orang yang bergantung kepada perusahaan ini. Chanyeol jadi berpikir apakah tidak ada cara lain untuk menghancurkan bajingan itu? Ia hanya ingin menghancurkan hidup si bajingan, bukan orang-orang yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa seperti Irene.

Chanyeol hendak membuka mulutnya ketika ponsel miliknya yang diletakkan di atas meja kerjanya bergetar. Setelah minta diri sebentar kepada Irene, ia mengangkat ponselnya sambil berjalan sedikit menjauh dari Irene. Irene yang mengerti kembali fokus kepada pekerjaannya, tidak sedikitpun menguping untuk menghargai privasi teman barunya itu.

"Halo?" Chanyeol sedikit memelankan suaranya.

"Chanyeol." Ternyata Changmin. Chanyeol membulatkan matanya antusias, ia baru akan mengatakan sesuatu ketika Changmin melanjutkan kata-katanya. "Bajingan itu akan datang. Bersiaplah. Ikuti saja apa yang karyawan lain lakukan nanti untuk penyambutan direktur mereka."

"O... Oke" jawab Chanyeol. "Uhm, bolehkah aku menanyakan sesuatu, hyung?"

"Maaf Chanyeol, aku sedang terburu-buru. Aku bahkan harus mencuri waktu untuk menelponmu sekarang ini. Ingat Chanyeol, tugasmu akan dimulai, mulai detik ini. Sampai bertemu di gedung, Chan."

Tuuut... Tuut. Sambungan telepon terputus. Chanyeol menghela napas kecewa. Ia lalu berbalik dan kembali berjalan mendekati meja kerjanya.

Irene yang menyadari partner-nya telah selesai dari urusannya langsung mengajak Chanyeol kembali mengobrol, "Kau tahu, Canlie? Sebentar lagi direktur utama kita akan datang setelah perjalanannya ke China selama empat hari. Kau tentu belum tahu seperti apa direktur kebanggaan perusahaan ini, kan?"

Canlie, setidaknya itu memang nama China dari Chanyeol. Dan dilihat dari raut wajah Irene yang antusias, ia sudah menebak bahwa rupa dari bajingan itu tidak jauh dari kata menawan, bak dewa Narcissus, tampan, terlihat berwibawa, dan kata-kata lain yang sejenis. Tak heran noona-nya yang tidak terlalu mengurusi masalah percintaan juga jatuh hati padanya —oh, ia benar-benar membenci fakta tersebut.

"Aku tidak tahu." Chanyeol menjawab sekenanya, "Tapi sebentar lagi aku akan melihatnya, benarkan?"

"Mungkin iya, mungkin tidak." Irene mengangkat salah satu alisnya, "Karena ketika kita menyambut tn. Wu kita harus membungkuk sebagai wujud hormat dan artinya kita tidak akan bisa melihat rupa tn. Wu."

"Lalu bagaimana bisa kau melihat rupa dari tn. Wu?"

"Kita bisa melihat tn. Wu ketika jam makan siang. Tn. Wu kadang lebih suka pergi ke restoran untuk makan siang, dengan kata lain ia akan melewati lobi. Hahaha... Itu adalah salah satu keuntungan bekerja sebagai resepsionis, Chan."

Chanyeol hanya bisa tersenyum tipis.

"Eh, eh. Canlie, tn. Wu akan segera datang. Kita harus ikut berbaris sebagai penyambutan." Irene meraih lengan Chanyeol dan menariknya ke lobi. Disana ternyata sudah banyak karyawan lain yang berbaris bersiap melakukan penyambutan untuk direktur mereka.

'Ini benar-benar terlalu berlebihan. Bajingan sepertinya tidak pantas menerima penyambutan semewah ini, shit.'

Chanyeol terus meneriakkan berbagai umpatan di batin. Sodokan siku dari Irene secara tiba-tiba menyadarkan lamunannya, "Canlie, dia sudah datang."

Chanyeol menoleh ke arah pintu utama, sebuah mobil lamborgini hitam mengkilap —Chanyeol yakin mobil itu dibeli dari uang milik ayah bajingan itu- berhenti didepan gedung Wu Corporation. Pintu mobil bergeser dan dari dalam mobil muncul sosok pria dengan wajah kebaratan serta tubuh proposional mengenakan tuxedo hitam. Diikuti dengan beberapa orang lain mengenakan pakaian formal serupa dibelakangnya. Mereka semua mulai berjalan memasuki gedung.

'Terlihat dingin, arogan, sombong, juga sok berkuasa. Jadi seperti ini rupa bajingan itu? Cih, aku bahkan jauh lebih tampan darinya. Bagaimana bisa Yoora-noona dengan Irene tertarik kepadanya? Dia hanya seseorang yang tidak berarti apa-apa tanpa harta kekayaan dari orangtua-nya.' Chanyeol benar-benar tidak dapat menahan diri untuk terus mengeluarkan berbagai kalimat hujatan yang mengarah kepada sang direktur.

"Apa yang sedang kau lihat, nona?"

Chanyeol mengerjap. Sang direktur kini tengah menatap tajam ke arahnya. Kenapa dari sekian banyak karyawan harus ia yang ditatap sedemikian rupa oleh bajingan itu? Diam-diam Chanyeol melirik ke arah karyawan lainnya. Oh, tentu saja, mereka semua tengah membungkuk memberi hormat kepada direktur mereka sementara dirinya malah menyipitkan matanya sinis ke arah sang direktur.

Bodoh. Chanyeol hanya bisa menunduk. Ia baru tiga hari bekerja, secepat inikah bajingan itu memecat dirinya? Bayangan Changmin yang marah besar atas kecerobohan dirinya agaknya akan terjadi beberapa saat lagi.

"Dia adalah karyawan baru, mungkin dia belum begitu memahami peraturan disini." telinga Chanyeol menangkap sebuah suara yang memecah keheningan. Oh, itu suara Changmin. Chanyeol benar-benar berharap pria itu bisa meyakinkan bajingan itu.

Detik-detik berlalu dan sang direktur belum juga membuka suara. Chanyeol menggigit bibir bagian bawahnya cemas, 'Cepat katakan sesuatu, sialan.'

"Pastikan dia bekerja dengan baik atau aku akan mencabut kontrak kerjanya secara paksa sekarang juga."

Si arogan —sebutan baru Chanyeol untuk sang direktur- kembali berjalan dengan diikuti pengawal lainnya —termasuk Changmin. Bahu Chanyeol yang menegang perlahan turun —kembali seperti biasa. Diam-diam Chanyeol menghela napas lega.

"Oh my god, Canlie. Aku tidak percaya ini. Barusan kau telah menatap tn. Wu? Bagaimana bisa kau bertindak seberani itu? Untung saja dia masih mau memaafkanmu, Chan." seperti yang Chanyeol duga, Irene langsung menodongnya dengan berbagai pertanyaan setelah insiden barusan.

"Ya, ya, dan ya." Chanyeol menjawab sekenanya dan langsung menghempaskan dirinya kekursi kerjanya lalu berpura-pura fokus, kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Irene merengut, kesal karena hasrat penasarannya tidak terpenuhi.


Hari ini berjalan cukup baik —terlepas dari insiden penyambutan di lobi tentunya- bagi Chanyeol.

Setelah pulang dari tempat laknat —read: Wu Corporation, Chanyeol memutuskan untuk pergi mengunjungi Yoora. Biasanya ia akan pergi bersama Changmin, tapi untuk saat ini ia benar-benar belum mempunyai mental untuk bertemu dengan pria yang sedikit lebih tinggi darinya tersebut. Sekali lagi karena insiden di lobi itu, yeah.

Taksi yang ditumpanginya berhenti di sebuah gedung dengan papan nama bertuliskan 'Rumah Sakit Jiwa' di depan gedung tersebut. Diam-diam Chanyeol sedikit geram juga melihat papan nama tersebut setiap kali ia mengunjungi noona cantiknya. Yoora tidak gila, ia hanya sedikit terguncang karena disakiti oleh bajingan bermarga Wu itu.

Setelah membayar uang taksi, Chanyeol melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit tersebut. Seorang satpam yang tampaknya sudah mengenali Chanyeol sempat menyapanya, Chanyeol hanya mengukir senyum ramah diwajahnya sebagai balasan dari sapaan si satpam.

Chanyeol mengernyitkan dahi ketika dilihatnya dari kejauhan pintu kamar yang ditempati noona-nya terlihat terbuka. Para perawat yang bertugas merawat Yoora tentu tidak mengambil resiko apabila gadis itu kabur dari rumah sakit ini kan? Chanyeol semakin mempercepat langkah kakinya menuju kamar sang noona. Matanya melebar sempurna ketika dilihatnya seorang pria bertubuh tinggi berdiri disamping ranjang Yoora, pria itu mengenakan masker dan topi sehingga wajahnya tidak terlihat jelas oleh Chanyeol.

"Apa yang anda lakukan di kamar kakak saya, tuan?" Chanyeol bertanya dengan penekanan disetiap kata-kata yang ia ucapkan disertai tatapan tajam yang mengarah kepada pria asing tersebut.

Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Chanyeol, "Oh, maaf anak muda. Sebetulnya saya hendak mengunjungi anak saya, tapi sepertinya saya salah masuk kamar. Maaf."

Setelah itu pria tersebut segera berlalu. Sebetulnya Chanyeol sedikit mencurigai pria asing barusan. Kenapa pria itu terkesan menutupi wajahnya jika tujuannya datang ketempat ini hanya untuk mengunjungi sang anak?

Chanyeol mengangkat bahunya acuh. Tatapannya kini terfokus ke arah seorang gadis bertubuh kurus yang kini tengah tidur di ranjangnya dengan mata terpejam damai. Hati Chanyeol berbungah melihat pemandangan tersebut karena beberapa hari sebelumnya Yoora dilaporkan tidak pernah tidur. Mungkin perawat yang bertugas merawat Yoora yang menyuntikkannya obat tidur.

Chanyeol dengan langkah pelan mendekati ranjang sang kakak lalu mendudukan dirinya disebuah kursi yang terletak disamping ranjang. Tangannya bergerak menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Yoora. Parasnya terlihat begitu mirip dengan Chanyeol, hati Chanyeol sedikit mencelos melihat tubuh Yoora yang semakin kurus dari hari ke hari, pipinya semakin tirus, wajahnya pucat, belum lagi sepasang kantung mata hitam besar yang menghiasi paras cantik Yoora.

"Aku akan membalas rasa sakit yang ditimbulkan oleh bajingan itu, noona. Bahkan aku akan membalasnya dua kali lipat dari yang ia lakukan pada noona." gumam Chanyeol lalu mencium dahi Yoora.

"Aku menyayangimu, aku merindukan suaramu, senyumanmu, semua yang ada didalam diri noona sebelumnya. Lupakan bajingan itu, noona. Dia tidak pantas untuk kau tangisi." Chanyeol buru-buru menghapus airmata yang menggenang di pelupuk matanya dengan lengan secara kasar.

"Makanlah dengan baik, kumohon. Tubuhmu semakin kurus. Kenapa kau harus menyukai bajingan itu? Changmin hyung bahkan seribu kali lebih baik dan pantas untukmu." Chanyeol mengelus punggung tangan kakak-nya sayang.

"Aku akan datang lagi besok. Aku menyayangimu." Chanyeol sekali lagi mencium dahi Yoora sebelum dirinya bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.


Chanyeol mengernyit heran ketika dilihatnya beberapa gadis dengan pakaian glamour dan seksi —jelas bukan seorang pegawai terus datang silih berganti dengan tujuan sama, menemui sang direktur utama yang mereka panggil dengan sebutan Kris Wu. Chanyeol semakin heran melihat penolakan tegas dari Irene sebagai balasan setiap kali para gadis tersebut datang dan mengutarakan tujuan mereka.

"Kenapa kau menolak kunjungan mereka? Siapa tahu mereka adalah orang-orang penting bagi perusahaan." Chanyeol tidak dapat menahan diri untuk bertanya.

"Tn. Wu sempat memberitahu untuk tidak menerima satupun gadis berpakaian minim yang memiliki tujuan untuk datang menemuinya. Ah, kau tahu Canlie?! Dia memberitahukan hal tersebut langsung kepadaku, dihadapanku, didepan mata kepalaku sendiri! Waktu itu kau sedang pergi ke kamar kecil. Tatapan tajamnya yang blablabla..."

Oke, hanya sampai disitu yang Chanyeol dengar dari penjelasan Irene sebagai jawaban dari pertanyaannya barusan. Selebihnya ia benar-benar malas untuk menyimak.

Para gadis tersebut terus datang silih berganti, bahkan Chanyeol sudah mencapai angka 30 ketika ia dengan iseng menghitung gadis-gadis yang terus datang membanjiri lobi. Lama-lama Chanyeol jadi muak juga, karena beberapa di antara gadis tersebut sampai memohon bahkan ada yang menjerit dan menangis.

Sekarang Chanyeol tidak dapat menahan diri, gendang telinganya sudah terasa akan pecah mendengar jeritan-jeritan melengking dari para gadis sesksi tersebut. 'Bagaimana bisa Irene begitu tahan dengan semua ini?!' batin Chanyeol gusar.

Maka, ketika seorang gadis berparas cantik dengan dress mewah berwarna merah marun dengan high-heels setinggi 10 cm muncul dan melangkah menuju meja resepsionis, Chanyeol langsung berkata bahkan sebelum gadis itu dengan Irene membuka mulut.

"Tn. Wu sudah menunggu anda di ruangannya."

Gadis itu langsung menjerit tertahan dan segera melangkah —sedikit berlari- menuju lift dengan sol high-heels miliknya yang terdengar berbunyi keras mengiringi langkah gadis tersebut.

Irene langsung menatap Chanyeol tidak percaya, "Canlie... Apa kau sudah gila?!"

"Yes, i am." Chanyeol menjawab santai.

"Can, aku beritahu kau. Tn. Wu tidak suka pegawai yang—" kata-kata Irene terinterupsi oleh telepon resepsionis yang tiba-tiba berdering. Irene menggigit bibir bagian bawahnya, ia sudah tahu jika ini pertanda...

Sementara Chanyeol dengan santai mengangkat telepon tersebut, "Ha—"

"SIAPAPUN KAU, SEGERA MENGHADAP KEPADA SAYA 5 MENIT DARI SEKARANG!"


TBC


.