Author kembali membawakan cerita baru minna!
Silahkan membaca!
Happy reading~!
.
.
.
.
.
.
Author: Fiola
Naruto © Masashi Kishimoto
Rate T+
Warn: Kingdom!vers,typo(s),GaJe,dll..
.
.
.
Bagaimana kehidupan pernikahan Namikaze Naruto yang merupakan jendral perang dengan seorang putri dari kerajaan Hyuuga?
Apa akan semuanya akan baik-baik saja dan mereka berakhir...
.. Bahagia?
.
.
.
.
Married the Princess!
.
.
.
.
Naruto's PoV On.
Hari ini, aku kembali diperintahkan oleh Yang Mulia Hiashi untuk memimpin perang melawan kerajaan Ame yang selalu saja memberontak dan merisaukan semua kerajaan besar.
Di barisan paling depan, disanalah posisiku sekarang. Dengan sebilah pedang khusus milikku, aku mengangkat pedang tersebut menandakan akan bertempur.
Dua pasukan bertubrukan. Terdengar bunyi teriakan, pedang, dan suara kuda memadu menjadi satu.
Darah dimana-mana. Orang terluka pun banyak terlebih lagi orang yang gugur di pertempuran besar tersebut.
Zrash.
Dalam satu kali tusuk, jendral perang pasukan Ame sekaligus rajanya kutaklukan. Semua pasukan Ame pun terlihat telah gugur semua.
Aku kembali dengan kemenangan dan keberhasilan di tanganku. Yang Mulia Hiashi juga kerajaan lainnya berterimakasih bnayak padaku yang kubalas dengan senyuman.
Saat pulang dari medang perang, aku terkejut dengan perkataan Yang Mulia Hiashi padaku dan karena hal itu, hidupku akan berubah kurasa.
"Kau akan kunikahkan dengan putriku, Hinata."
"T-Tapi saya tidak pantas untuk seorang putri seperti Putri Hinata." Protesku secara halus. Aku bahkan tidak pernah berpikir tentang pernikahan.
"Tidak! Kau sangat pantas! Dan kau tidak boleh menolaknya. Pernikahannya akan diadakan besok."
Deg.
Besok?! Aku bahkan baru kembali dari medan berdarah hari ini.
Namun apa boleh buat, aku tidak diperbolehkan menolaknya.
Karena aku seorang yang sangat patuh terhadap suatu perintah. Lagipula sekarang pun aku sedang tidak ada seorang yang kusukai.
Naruto's PoV Off.
Hari ini, seorang gadis dengan rambut indigonya yang digelung ke atas menatap cermin besar di hadapannya. Sesekali ia menghela nafas dan menatap kosong cermin di hadapannya.
"Putri Hinata."
Ia terlihat terkejut dengan suara yang memanggilnya tersebut. Lantas ia langsung berbalik dan ia melihat pemuda dengan pirang dan iris blue sapphire menatapnya.
"Aku Namikaze Naruto, calon suamimu."
Deg.
Iris ametyst sang gadis membulat mendengar perkataan pemuda tersebut. Gadis itu terlihat membeku di tempat untuk sementara.
"K-Kau.. calon suamiku..? Jendral... Naruto?" ucapnya pelan seraya berdiri.
"Hm, anda benar. Aku diperintahkan Yang Mulia Hiashi untuk menemuimu sebelum upacara pernikahan esok hari." Tutur Naruto menunduk. Ia tak berani menatap Hinata yang seorang putri.
Ia mengambil nafas sebelum berbiara denganan sang 'calon suami' nya tersebut seraya memdekatkan diri agar dapat melihat pemuda tersebut lebih dekat. Ia cukup tertegun kala mendapati pemuda yang bernama Namikaze Naruto itu ternyata...
Tampan.
Asal kalian tahu saja, Putri Hyuuga Hinata ini jarang keluar dari istananya. Jika pun keluar hanya sesekali saja. Kadang ingin menghirup udara segar atau karena ada tamu dari kerajaan tetangga.
Ia jarang memperhatikan para prajurit yang terkadang berlatih di halaman istana. Juga siapa yang melatihnya yaitu, Naruto.
"Aku Hinata." Hinata memperkenalkan dirinya seraya tersenyum tipis ke arah pemuda pirang itu.
"Ya, aku mengetahuinya, Yang Mulia." Ucap Naruto yang masih saja menundukkan kepalanya dan itu membuat sang putri tidak nyaman.
"Tak usah menundukkan kepalamu seperti itu. Bersikaplah seperti biasa." Ujarnya masih menampakkan senyuman di wajahnya.
"Baiklah." Naruto pun akhirnya mengangkat wajahnya. Bluesapphire miliknya terlihat membulat kala mendapati sang putri sedang tersenyum. Dalam sekali tatapan, ia sudah terpesona dengan keanggunan juga kecantikan sang putri.
Dimulai dari rambutnya yang berwarna indigo yang terlihat indah. Wajahnya yang putih karena jarang diterpa sinar matahari. Matanya amethyst yang merupakan ciri khas dari kerajaan Hyuuga. Tubuhnya yang ramping. Dan juga tatapannya yang lembut dan hangat. Ia betul-betul sempurna.
"Namikaze-san?" panggilan itu membuyarkan lamunan Naruto yang tak diketahui entah apa yang dilamunankan olehnya "Kau baik-baik saja?"
"A-Aku baik, Yang Mulia."
"Sebaiknya kau segera istirahat. Besok akan menjadi hari yang melelahkan." Tutur sang putri Hyuuga seraya membalikkan tubuhnya. Jika diingat-ingat, pernikahan keduanya adalah besok.
"T-Tunggu." Ucap Naruto seraya menahan tangan Hinata dan itu membuat Hinata terkejut.
"A—da apa?" Tanya Hinata penasaran sekaligus masih terkejut dengan perlakuan Naruto.
"Maukah Anda berjalan-jalan di taman? Malam ini bulan purnama." Ujar Naruto yang kemudian tersenyum ke arah putri yang wajahnya memerah itu.
"T-Tentu." Jawab Hinata dengan cepat dan membuat Naruto sedikit tersentak mendengar jawaban keluar degan begitu cepat.
"Hehe.. Kukira Anda akan menolaknya." Jendral muda itu terlihat tertawa kecil kala mendapati keantusiasan putri Hyuuga itu.
Akhirnya mereka pun berjalan-jalan di sekitar taman istana menikmati semilir angin malam yang ada saat itu juga perayaan kembang api yang diadakan di desa-desa di sekitar kerajaan tersebut.
"Saya jarang melihat Anda." Ucap Naruto membuat yang diajak bicara menoleh ke asal suara.
"Hm.. Tak usah menggunakan bahasa formal denganku. Lagipula besok kita sudah menjadi suami istri." Ujar Hinata seraya tersenyum tipis lalu kembali mengatensikan kedua matanya ke langit malam.
"Baiklah kalau begitu." Turut Naruto. Ia pun menurut pada Hinata. Benar juga, besok mereka telah menjadi suami istri, tidak mungkin menggunakan panggilan formal untuk berbicara. Itu mungkin akan terdengar aneh.
"Namikaze-san, kudengar pertempuran anda yang baru saja terjadi baru-baru ini sukses." Ucap Hinata sambil duduk di bangku yang terbuat dari batu ala tersebut.
"Benar. Tapi pertempuran itu cukup sulit." Ucapnya mengingat medan berdarah selama 2 hari yang ia lalui beberapa hari yang lalu. Sangat melelahkan karena memakan waktu dua hari sampai pedang miliknya menembus tubuh sang pemimpin kerajaan pemberontak Ame.
"Pasti sangat melelahkan." Ujar Hinata mendudukan diri di kursi taman kerajaan yang terbuat dari keramik mahal yang dibuat oleh pemahat luar dan— sudah, kita lewatkan tentang kursi keramik itu.
"Sudah tugasku." Ucap pemuda surai pirang tersebut. Sesekali ia melirik ke arah tuan putrinya itu. Cantik dan menawan. Ia bagaikan bidadari dari langit.
"Lebih baik kita kembali ke istana. Besok hari penting." Ucap Hinata berjalan kembali ke ruangannya.
"Sampai jumpa besok, putri Hinata."
Duar.
Deg.
Jantung putri kerajaan Hyuuga itu kembali berdetak kencang dan bahkan berkali-kali. Entah apa yang terjadi tapi ini perasaan yang aneh dan saat itu juga, kembang api menghiasi langit malam
"S-Sampai jumpa." Ia segera berlari kecil ke ruangannya dengan perasaan tak karuan. Ia tak memikirkan akan melihat kembang api lagi.
Naruto yang melihat tingkah putri tersebut tersenyum kecil lalu bergumam lirih "Malam, Hinata."
.
.
.
.
×××Princess!×××
.
.
.
.
Ini adalah hari penting bagi Hinata. Ia memakai sebuah gaun pengantin yang cukup lebar berwarna putih. Di sekitar bawah gaun itu dihiasi banyak permata juga di bagian atasnya. Pita besar melilit di bagian pinggang diikatkan berbentuk pita.
Rambut indigo miliknya ditata digelung ke atas dan diberi hiasan bunga violet yang cantik. Wajahnya dirias membuatnya semakin menarik. Terlebih bibirnya yang dipoles lipgloss rasa stawberry.
Lehernya dihiasi dengan kalung bertahta berlian. Anting-anting pun tak ketinggalan turut serta menghiasi telinga Hinata.
Sebuah High Heels berwarna putih bersih pun telah terpasang manis di kaki jenjangnya.
Nah... Sekarang tinggal pemasangan slayer yang akan menutupi wajah Hinata dari mempelai pria.
"Kaa-san.." gumam Hinata lirih. Ia menatap sebuah pigura kecil di meja riasnya. Ia menatap sendu seorang wanita yang berambut sama dengan dirinya. Mata seindah bulan yang menatap lembut pun tak luput dari penglihatan Hinata.
"...Aku akan menikah.." ucap Hinata lirih. Ia meremas bagian samping gaunnya untuk menahan tangisan yang akan keluar.
Sang ibunda tercinta putri Hyuuga Hinata itu telah meninggal dunia saat Hinata berumur 4 tahun.
Dan yang ada kini hanyalah...
"Hinata." Suara lembut itu membuat mata bulannya melirik tajam.
"Ayo, ibu pasangkan slayer untukmu."
... seorang ibu tiri.
Ini salah ayahnya yang mengambil seorang selir saat tahun pertama ibunya meninggal dunia.
"Namanya Uzumaki Karin dari kerajaan Uzumaki.
Ia akan menjadi 'Ibu' mu mulai sekarang."
Begitulah kira-kira perkataan sang ayah sebelas tahun silam.
Namun, Hinata tak pernah menganggap bahkan memanggilnya dengan sebutan 'Ibu'.
Tak ada kata itu di kamus Hinata bagi gadis yang ia rasa telah merebut posisi sang ibunda.
"Tidak. Aku biasa memasangnya sendiri atau minta bantuan pelayan." Ucap hinata dingin seraya terus berbedak.
"Ayolah... Bukankah sudah tradisi seorang ibu memasangkannya?"
Bohong.
Semuanya adalah kebohongan.
Hinata itu bukanlah gadis bodoh yang dapat dibodohi dengan mudahnya.
Ia tahu ibu tirinya itu tak pernah menempatkannya di hatinya atau bahkan menyayanginya dengan sungguh-sungguh.
Pintar sekali bukan ia berakting?
"Lebih baik aku meminta pertolongan dari pelayan saja." Ucapnya lagi dengan nada suara datar.
"Tapi..."
"Aku mau pergi ke altar sekarang." Potong Hinata dengan cepat. Segera Hinata menurunkan slayernya berjalan ke arah altar.
Grep.
Sebuah tangan menahan kepergiannya.
"Aku tak akan pernah menyukaimu, gadis bodoh." Ucap wanita bersurai merah dengan pandangan tak suka dan seringai licik.
"Aku juga tak akan pernah menyukaimu, wanita licik."
Keduanya saling merutuk dan mengejek satu sama lain sejak Hinata telah berumur 10 tahun.
Hinata selalu dihukum saat sang ayah, Hiashi pergi meninggalkannya.
Dan ia akan diperlakukan bak tuan putri semestinya saat sang ayah berada di dekatnya.
Dasar wanita licik.
Sepertinya Hinata tahu perasaan Cinderalla yang selalu dikisahkan oleh sang ibunda dahulu saat ia masih kecil.
"Putri Hinata, harap segera ke altar pernikahan. Pernikahan anda akan segera dimulai." ucap seorang pelayan dengan sedikit menundukkan kepalanya.
"Baiklah." jawab Hinata seraya melihat ke arah pelayan itu sekilas "Aku permisi ke altar." ujar Hinata datar seraya berlalu ke altar meninggalkan si Uzumaki— Hyuuga itu sendirian.
"Gadis itu benar-benar—"
—
—
—
Ruangan altar telah dipenuhi banyak orang. Entah itu dari kerajaan Hyuuga atau kerajaan lain.
Pernikahan dilaksanakan di istana. Istana itu tempat besar, tentu untuk mengadakan acara pernikahan adalah hal yang sangat mungkin dan mudah.
Rakyat kerajaan Hyuuga juga turut diundang ke pernikahan putri dari kerajaan mereka dalam suatu pesta. Mereka hanya datang ke pesta yang akan diadakan nanti malam. Untuk upacara pernikahan, hanya keluarga kerajaan dan kerajaan lain yang boleh melihatnya.
"Baiklah, upacara pernikahan akan segera dimulai. Harap para tamu undangan duduk di tempat duduk masing-masing." ujar seorang yang memandu acara tersebut.
Sementara di dalam ruangan sedang seperti itu, beda lagi dengan Naruto yang tengah gugup.
Kelihatan ia gugup dari tangannya yang terus ia genggam, berjalan mondar-mandir, dan ia berkeringat. Tak bisa diduga seorang jendral perang yang berani bisa seperti ini.
"Naruto." panggil seseorang pada dirinya membuatnya tersentak.
"Eh? Sasuke?" ucap Naruto saat membalikkan badannya.
Orang yang dipanggil hanya bergumam tak jelas dan berjalan terus mendekatinya.
Ya. Uchiha Sasuke merupakan pangeran kedua dari kerajaan Uchiha. Naruto mengenalnya lewat kakak dari Sasuke, Itachi yang juga seorang jendral perang yang merupakan teman baik Naruto.
"Selamat atas berakhirnya masa lajangmu." ucap Sasuke mengulurkan tangannya yang ingin menyalami Naruto dan dibalas Naruto.
"Hm, arigatou."ujar Naruto dengan cengiran khas-nya
"Mempelai pria silahkan masuk."
"Aku masuk dulu." tutur Naruto dibalas anggukan dari Sasuke.
Kriet.
Pintu pun dibuka dengan lebar dan berbunyi membuat semua orang di ruangan melihat ke arah pintu.
Di sana ada seorang pria dengan memakai setelan jas berwarna putih bersih dan juga sepatu yang senada dengan bajunya. Wajahnya terlihat sangat tampan dan membuat semua gadis di ruangan termasuk para Ratu melihat ke arahnya terus menerus.
Kakinya melangkah ke dalam altar dan dihadiahi tepuk tangan meriah dari semua orang. Sesampai di depan, ia memberi hormat pada pendeta yang akan menikahkannya dengan sang putri.
Si pemandu upacara pernikahan tersenyum tipis saat melihatnya dan kembali akan mengatakan sesuatu di mikrofon.
"Mempelai wanita silahkan masuk."
Semua mata tertuju pada pintu masuk yang telah terbuka tadi. Iris blue sapphire milik Naruto pun turut teralihka ke arah pintu. Irisnya terlihat sedikit terbelalak saat melihat sang putri dengan pakaian serba putih yang menawan menaiki panggung altar pernikahannya.
Ting.. Ting.. Ting Ting.. (Lagu khas pernikahan.)
Lagu pernikahan mulai dibunyikan seorang pianis saat mempelai wanita memasuki dan mulai berjalan ke arah mempelai pria.
Dengan anggun, Hinata melangkahkan kakinya ke arah Naruto. Sorot matanya menatap ke arah bawah seolah-olah malu menatap dan ditatap.
Tak lama kemudian, sampailah ia di hadapan sang mempelai pria. Ayahnya, Hiashi memberikan tangan sang putri pada Naruto kemudia tersenyum tipis yang dibalas dengan senyuman juga oleh Naruto.
Hinata pun segera menggait tangan Naruto dan sontak membuat Naruto menoleh ke arahnya. Ia melihat wajah Hinata samar-samar di balik slayer. Matanya tampak tertutup.
"Tuan Namikaze Naruto.." panggilan sang pak pendeta membuat Naruto sadar dan segera ke posisinya. Mereka dibuat saling berhadapan satu sama lain.
"... Tuan Namikaze Naruto, bersediakah Anda menikahi dan mencintai Putri Hyuuga Hinata yang berasal dari kerajaan Hyuuga dan akan hidup tanpa memandang status satu sama lain, dan selalu bersama dalam susah-senang, bahagia-duka, dan bahkan sampai maut memisahkan akan tetap mencintainya?" ucap sang pendeta.
"Ya, saya bersedia." jawab Naruto dengan cepat seraya memperhatikan wajah Hinata.
Si pendeta tersenyum lalu menatap ke arah Hinata "...Putri Hyuuga Hinata, bersediakah Anda menikah dan mencintai Jendral Namikaze Minato yang merupakan Jendral kerajaan ini dan akan hidup tanpa memandang status satu sama lain, dan akan dalam susah-senang, bahagia-duka, dan bahkan sampai maut memisahkan akan tetap mencintainya?"
"Ya, saya bersedia.." jawab Hinata disaat pendeta selesai mengucap janji tersebut.
Pak pendeta itu menarik nafas lalu tersenyum lebar "Dengan ini saya nyatakan kalian berdua sebagai suami istri yang sah. Semoga kalian hidup penuh dengan kebahagiaan dan dikaruniai banyak anak." Ucap pendeta.
"...Sekarang silahkan memasangkan cincin di jari manis masing-masing."
Seorang gadis kecil berambut coklat mendekat ke Hinata dan Naruto. Dengan malu-malu dan wajah yang terdapat rona merah, ia menyodorkan cincin yang ada di atas tempat yang dibawakannya.
"Ini Nee-chan.." ucap si gadis pada Hinata.
Hinata tersenyum saat melihat tingkah si gadis yang memanggilnya dengan sebutan 'Nee-chan' tersebut.
"Arigatou, Hanabi." Hyuuga Hanabi, adik dari sang putri Hinata dan masih satu ibu dengannya.
"Un."
Naruto tersenyum pada Hanabi lalu mengambil cincin perak yang berukuran lebih kecil dan memasangkannya di jari manis kanan Hinata.
Sekarang, giliran Hinata yang memasangkannya. Jemarinya menggapai cincin perak yang berukuran lebih besar darinya dan memasangkan di jari manis kiri si pemuda Namikaze tersebut.
"...Tuan Naruto, silahkan cium pasangan Anda."
Deg.
Sontak, mata Hinata melebar mendengar ucapn si pendeta dengan wajah yang tersenyum-senyum.
Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari saat ia mengucapkan janji pernikahannya tadi.
Naruto juga sama dengan Hinata, terkejut. Ia menarik nafas cukup panjang lalu membuangnya. Perlahan, ia mengangkat slayer yang menutupi wajah si gadis.
Iris Hinata melebar tatkala merasa slayernya terangkat dan akhirnya benar-benar menunjukkan wajahnya.
Naruto dapat melihat wajah merona Hinata juga raut muka terkejut. Tangannya meraih tengkuk Hinata lalu ia berucap pelan "Gomen.."
Hinata terkejut saat sebuah tangan besar menyentuh tengkuknya terlebih saat melihat Naruto mengucapkan sesuatu. Perlahan dapat ia lihat Naruto mendekat ke arahnya dan menutup matanya perlahan.
Dekat dan dekat dan akhirnya sampai jarak keduanya tak lagi tersisa. Dapat dirasa oleh Hinata di bibirnya sesuatu yang lembut dan basah menyentuhnya.
Cukup lama Naruto mempertahankan posisi itu sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri ciuman mereka.
Saat Naruto mulai jauh satu centi, sesuatu tak terduga terjadi...
-To Be Continue-
A/N: Kembali dengan fanfic naruHina minna!
Gimana? Bagus? Kali ini kingdom ya!
Postnya akan agak lama karena si author tak bisa selalu on.
Thank you!^^
Review?
Sign, Haruno Angel.
