CHAPTER 1

Disclaimer © Masashi Kishimoto

This fic is mine

Pair © Uchiha Sasuke, Hyuuga Hinata

Rated © T

Summary © Gadis yang hanya mampu beraktifitas di siang hari karena pada malam hari ia kembali menjelma menjadi sebuah 'boneka'

Apa jadinya ketika takdir harus mempertemukannya dengan Uchiha Sasuke?

Note © Inspired by One Ok Rock (Living Dolls)

.

.

.

Sang Penguasa langit dan bumi menciptkan alam semesta beserta isinya dengan sangat menakjubkan. Benda-benda angkasa melakukan rotasi dan revolusinya secara bersamaan tanpa saling bertabrakan, matahari menyinari bumi di siang hari, dan bulan yang menerangi gelapnya malam, segala jenis flora dan fauna dan beragam ciptaan-Nya yang lain seakan menjadi pertanda bahwa Sang pemilik Hari Akhir memang nyata adanya.

Ada begitu banyak fenomena alam yang belum mampu di jelaskan secara logis oleh ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi, bahkan ada beberapa hal menakjubkan lainnya yang masih tersembunyi tanpa sepengetahuan manusia, tetap terjaga sebagai rahasia dan misteri yang sengaja tak diungkap.

Setiap malam di Konoha akan selalu menjadi malam yang begitu 'hidup', lampu-lampu jalan seakan menjadi kunang-kunang buatan untuk memperindah pemandangan malam, kendaraan yang berlalu lalang, beberapa pejalan kaki, pemuda-pemudi yang meramaikan jalan dengan street live, latihan skateboard , latihan dance dan lain sebagainya. Begitulah potret kehidupan malam di kota ini.

Namun, siapa sangka di sebuah toko pakaian ternama yang terletak di pusat kota, salah satu 'rahasia dan misteri' masih tersembunyi. Menjelang dini hari, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, cahaya lampu mobil dan motor samar-samar menerangi sebuah boneka cantik yang berada di dalam toko. Boneka cantik tersebut berdiri dengan posisi yang anggun terselip di antara beberapa deretan pakaian. Matanya bulat berwarna ungu, rambut indigo panjang yang lembut, setiap garis wajah dan tubuhnya terlihat sangat sempurna, terlihat sangat berbeda dengan boneka-boneka yang lain.

Matahari mulai menampakkan sinarnya menghangatkan pagi yang dingin, burung-burung mulai terbang meninggalkan sarang untuk mencari makan, bunga-bunga mulai bermekaran, embun mulai membasahi dedaunan dan rerumputan, bersamaan dengan di mulainya semua unsur kehidupan, sepasang bola mata ungu mulai berkedip. Sekali, dua kali, tiga kali... Mata tersebut berkedip berkali-kali, perlahan bibir yang tadinya kaku mulai mengembang menjadi sebentuk senyuman, kaki dan tangan plastik porselen miliknya perlahan-lahan menjelma menjadi kulit putih yang sangat lembut, begitupun seluruh bagian tubunya yang lain.

"Ugghhh..." sang boneka terlihat meregangkan seluruh tubuhnya.

Matahari memang sangat terkenal dengan kata 'memberi kehidupan'. Mungkin salah satu kehidupan yang di maksud adalah "Mengubah sebuah boneka menjadi manusia sungguhan".

Boneka yang berada di dalam lemari kaca telah menjadi manusia seutuhnya dan siap untuk melakukan aktifitasnya seperti hari-hari biasa. Boneka tersebut menggeser kaki kirinya lalu menunduk membuka ubin kecil tempat ia menyimpan kunci lemari kaca tempatnya berada. Dia adalah satu-satunya boneka yang sengaja di letakkan di lemari kaca berbentuk tabung. Tentu saja, untuk menjaga boneka spesial tersebut tak lecet dan tak sembarang di sentuh oleh setiap pengunjung toko yang datang.

Membuka kunci toko dan berjalan sambil mendorong sepeda keranjang, boneka tersebut sudah benar-benar menjelma menjadi seorang gadis sebagaimana gadis lainnya, sekilas tak ada yang terlihat ganjil dengannya, hanya gadis berumur 17 tahun yang penuh dengan cita-cita dan harapan di masa depan. Ia menangkat kepalanya, menatap mentari pagi lalu mengucapkan-

"Arigatou naa" sang Living doll melanjutkan perjalanannya.

.

.

.

"Sudah bangun?" kata pria paruh baya yang terlihat menyambut bahagia gadis yang kini ada di hadapannya.

"Ohayo, " katanya sambil tersenyum, lalu duduk di meja makan.

"Hari ini kau akan ke sekolah ?" sang Ayah, Hiashi sebenarnya tidak ingin membiarkan boneka yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri pergi kemana-mana.

"Atarimae darou..!, hari ini akan ada pembagian kelas setelah penaikan kelas. Aku harus datang, aku tidak ingin kebagian bangku belakang" sebagai boneka, berbicara sambil cemberut adalah hal luar biasa yang pernah terjadi.

"Kau ingat kan aturannya, Hinata? Jangan pernah pulang sebelum malam" Sang Ayah mengingatkan.

"Wakatta" Boneka yang di namai Hinata mulai memakan roti selai nanas dengan segelas susu putih hangat.

"Tersisa satu tahun untuk tinggal di Konoha, setelah itu kira-kira kau ingin kita pindah kemana?" sang Ayah bertanya.

Semenjak Hiashi menjadi ayah Living Doll Hinata sejak 17 tahun yang lalu, setiap 3 tahun mereka terus berpindah tempat, -bukan- lebih tepatnya berpindah negara. Hinata adalah sebuah boneka yang tak termakan waktu, sampai kapan pun Hinata akan tetap menjadi gadis 17 tahun. Mengapa setiap 3 tahun? Karena 3 tahun adalah satu periode menjalani kehidupan sebagai siswa SMA. Hiashi tak ingin Hinata melakukan aktifitas lain selain bersekolah sebagai siswa SMA alasan utamanya adalah Hiashi sangat takut kehilangan Hinata sejak tragedi memilukan menimpa dirinya dan keluarganya 17 tahun lalu, Hiashi sangat takut Hinata di kenali sebagai boneka yang hidup jika melakukan aktifitas lain selain bersekolah.

Berpindah negara setiap 3 tahun membuat Hinata memiliki banyak pengalaman, bersekolah di sekolah yang berbeda, memiliki banyak foto di tempat-tempat terkenal di dunia. Namun, Hinata belum pernah merasakan bagaimana rasanya 'menyukai seseorang'. 2 tahun lalu Hiashi memutuskan untuk tinggal di Jepang, oleh karena itu Hiashi ingin mempersiapkan kepindahan mereka tahun depan.

"Umm, kemana yah? Aku ingin sangat ingin ke Italia, apalagi disana ada kota di atas air, Venesia. Kota yang semakin lama semakin tenggelam tapi mereka tetap mempertahankan kehidupan mereka. Sama sepertiku, aku ingin terus hidup dan aku ingin menikah. Aku, sangat ingin menikmati angin malam suatu saat nanti" Itulah keinginan terbesar seorang Living doll yang hanya bisa hidup di siang hari.

.

.

.

Sebuah kamar besar yang di dominasi oleh warna hitam dan putih sepertinya masih belum menampakkan tanda-tanda kehidupan sedikit pun. Penghuninya masih betah bersemedi sambil tertidur di dalam selimut. Secara perlahan, sinar matahari mulai menembus celah tirai jendela yang tak tertutup rapi, perlahan selimut tebal mulai tertarik turun, menampakkan sepasang mata onyx yang mulai mengerjap-ngerjapkan mata. Sangat beda jauh dengan gadis jelmaan boneka yang menyambut pagi dengan senyum, pemuda bernama lengkap Uchiha Sasuke justru sangat membenci pagi.

"Kenapa pagi selalu datang cepat, padahal rasanya baru saja aku memenjamkan mata." Sasuke bergumam kemudian bangkit dari tidurnya.

Setelah melakukan ritual pagi, Sasuke menuruni tangga dengan langkah yang gontai, terlihat malas, kepalanya bahkan terasa sangat berat terbukti dari bagaimana ia memiringkan kepalanya sambil menguap.

"Ayo, Sasuke. Jangan bermalas-malasan. Di pagi hari semua orang harus bersemangat!" Ucap Mikoto menunggu anak bungsunya di depan tangga sambil berkacak pinggang.

"hn" jawabnya singkat dan tidak jelas.

"Oh iya, Sasuke. Nanti malam temani Ibu ke toko pakaian ya" Mikoto mulai menuangkan susu di gelas Sasuke.

"Kenapa tidak ditemani Ayah saja? Atau Kak Itachi?" Sasuke protes, mengingat nanti malam ia harus latihan band bersama teman-temannya.

"Tidak bisa Sasuke, Ayah harus lembur dan Kakakmu ada musyawarah besar organisasi di kampusnya" jelas Mikoto memberikan alasan mengapa harus Sasuke yang menemaninya.

Sasuke memutuskan untuk berjalan kaki karena dengan berjalan kaki ia lebih bisa menikmati perjalanannya ke sekolah.

"Ah, masih terlalu pagi" Sasuke menatap jam hitam di pergelangan tangan kirinya.

Sasuke menatap kiri dan kanan, jalanan sepertinya masih lengang. Sejauh mata memandang, hanya ada loper koran dengan lemparan andalan, anak-anak TK bertopi kuning bak pekerja proyek dan mungkin beberapa mahasiswa yang harus ke kampus konsultasi revisi skripsi –eh?. Sasuke berjalan menuju bangku besi di pinggir jalan, membuka jas sekolah untuk menutupi wajahnya, lalu meletakkan tasnya sebagai alas kepala, tak peduli situasi dan kondisi Uchiha Sasuke yang tamvan tetap nekat melanjutkan tidurnya yang tertunda.

.

Piippppp, krriiinnnggg, piiipppppp

.

Suara segala jenis kendaraan mulai meramaikan jalan raya kota Konoha. Bunyi-bunyian semacam ini menjadi alarm anti-mainstream untuk seseorang yang sedang tertidur di bangku besi pinggir jalan. Sasuke membuka mata lalu terbangun dengan cepat layaknya tersengat listrik 1000 volt milik Pokemon –eh, ngomong-ngomong Pokemon gimana kabar?-. Setelah yakin dirinya sadar sepenuhnya, Sasuke kembali menatap jamnya dan-

"HEEE? NANIII..?" Bisa bayangkan seorang Uchiha Sasuke berteriak?

Ya begitulah, bagi seorang tuti alias tukang tidur, waktu 30 menit tak jauh beda dengan 1 menit. Sasuke buru-buru mengenakan jasnya dan membuka tas mencari dompet. Otak encernya sudah tak mengijinkannya menikmati pemandangan kota Konoha sambil berjalan kaki dengan santai, ia harus menggunakan sesuatu yang yang lebih cepat dari berjalan kaki. Seperti Bendi, becak, taksi, kapal selam,helikopter, bahkan baling-baling bambu kalau bisa.

"Aaa.. Kuso!" Sasuke menarik rambutnya frustasi, ia lupa membawa dompet. Bagaimana ini?

Sasuke beranjak dari bangku besi berdiri di tengah trotoar yang memang cukup lebar, melihat kesana kemari mencari akal agar ia bisa sampai di sekolah sebelum gerbang tertutup. Sasuke melihat ke kiri, hanya ada tukang sapu. Sesaat Sasuke sangat ingin berada di Hogwarts di mana sapu bisa menjelma menjadi kendaraan hemat bahan bakar dan anti polusi. Melihat ke kanan, seketika seringai licik muncul di wajah Sasuke bersamaan dengan lampu bohlam kuning yang tiba-tiba menyala di atas kepala saat seseorang mendapat ide layaknya di iklan susu.

Sasuke berdiri dengan merentangkan kedua tangannya berniat untuk menghentikan seorang gadis yang terengah-engah mengayuh sepeda. Sasuke belum pernah melihat gadis ini sebelumnya, maklum Konoha High School memang habitatnya gadis-gadis papan Konoha (?) mulai dari gadis papan atas, papan penggilesan, papan seluncur, papan catur, papan pengumuman dan papan-papan lainnya. Melihat seragamnya, Sasuke tahu gadis berambut panjang itu satu sekolah dengannya.

Gadis yang setengah berdiri mengayuh sepedanya dengan susah payah mulai memberikan pandangan aneh kepada pemuda dengan wajah menjengkelkan yang berdiri di depan sana.

"MIINGGGIIIRRR...!" Hinata berteriak,

"BERHENTTIII... !" Sasuke tak ingin kalah, ia juga berteriak. Seandainya adegan ini adalah adegan di sinetron, sepeda Hinata sudah pasti menabrak Sasuke lalu mereka saling menatap kemudian jatuh cinta. Namun sayangnya, Fanfiction isn't Sinetron.

"Aaaaa..." Hinata tak bisa menahan laju sepedanya, ia hanya berteriak dan menutup mata bersiap untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.

'Semoga yang tertabrak di terima disisi-Nya dan keluarga yang di tinggalkan di berikan ketabahan' begitulah kira suara hati Hinata.

Sudah lebih dari 5 detik, Hinata tak mengayuh sepedanya tapi ia masih duduk cantik di atas sepeda yang- apakah sepedanya melayang? Hinata tetap menutup mata.

"Sampai kapan kau akan menutup matamu?" ternyata Sasuke dengan sigap menangkap keranjang sepeda Hinata.

Hinata membuka mata menatap seseorang yang berseragam sama dengannya. Dari atas rambutnya hitam, berbentuk aneh, matanya juga hitam. Satu hal yang Hinata tahu, pemuda di hadapannya bukan jelmaan boneka sepertinya. Lanjut menatap, Hinata memperhatikan hidung mancung Sasuke, bibir tipisnya lalu tubuhnya yang begitu tinggi.

"Ayo cepat turun!" perintah Sasuke sambil menggoyang sepeda Hinata. Hinata tentu saja tak ingin menurutinya.

"Ke-kenapa kau menyuruhku turun. I-ini sepedaku!" Hinata ikut-ikutan memegang erat sepeda kesayangannya.

"Kalau ku bilang turun, ya turun" Sasuke tetap memaksa.

"Da-dasar bodoh. Ka-kalau mau merampok ja-jangan pagi-pagi begini, be-belum lagi k-kau menggunakan seragam sekolah!" uumm... pengamatan yang bagus, Hinata.

"Aku ? Apa aku tampak seperti perampok?" Sasuke turut memperhatikan pakaiannya.

"Ka-kalaupun sepedaku di ju-jual di timbang di tukang loak, ha-harganya pasti tak seberapa" Astaga Hinata, masih saja kau menduga Sasuke perampok.

"Kau ini-" Sasuke melepaskan pegangannya di sepeda Hinata lalu menurunkan standar sepeda Hinata. Hinata hanya celingak-celinguk memperhatikan kelakukan 'perampok bodoh' yang di temuinya. Kemudian-

"AAAA...!" Hinata merasakan tubuhnya melayang.

Sasuke mengangkat Hinata turun dari sepedanya. Lalu Sasuke menaiki sepeda Hinata dan bersiap untuk mengayuhnya, niatnya ia urungkan begitu melihat Hinata yang ketakutan dan berdiri mematung. Lagi-lagi Sasuke mengangkat Hinata dan mendudukkannya di sadel boncengan sepeda lucu yang satu ini.

"Yosh...!" Sasuke mengayuh sepeda orang lain tanpa izin, untung saja yang empunya duduk dengan tidak tenang di belakang. Sasuke mengayuhnya sangat cepat, Hinata merasa sepedanya akan berhamburan.

"Pe-pelan-pelan, sepedaku tak pernah secepat ini!" Kata Hinata sambil mencengkeram kemeja Sasuke.

"Diam dan pegangan, kalau jatuh bukan salahku" dengan rambut yang melambai-lambai Sasuke mengayuh sepeda Hinata dengan bersemangat. Baru kali ini Sasuke merasakan sensasi bersepeda sambil menjadi peserta tunggal di lomba balap sepeda tanpa penonton.

.

.

.

Dari kejauhan, sedikit lagi gerbang akan tertutup. Sepertinya gerbang yang akan tertutup memiliki aura positif bagi semua siswa yang terancam terlambat, terbukti dari Sasuke yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan supranatural untuk mengayuh sepeda orang lain dengan cepat.

Sasuke tersenyum penuh kemenangan saat berhasil melewati tantangan ala Ninja Warrior level siswa. Dengan sangat tahu diri, Sasuke tetap mengayuh sepeda Hinata ke parkiran sepeda. Sasuke turun dari sepeda dan mendapati Hinata yang terlihat bengong kesusahan mengatur nafas.

"Turunnya masih ingin ku gendong?" Sasuke menatap Hinata yang tak menatapnya.

"A-ano saaa, A-apa aku masih hidup?" tanya Hinata polos.

"Aku memang tampak seperti malaikat penghuni surga, tak heran kalau kau sudah merasa di alam lain" Sasuke dengan percaya diri level wahid merapikan kemejanya. Sementara Hinata turun dari sepeda dan mematung memandangi Sasuke.

"Kau ini, seperti boneka saja!" Kata Sasuke membelakangi Hinata dan mulai berjalan menuju kelas

Deg

Deg

Deg

'A-apa? Apa dia mengenaliku? Apa dia tahu kalau aku ini boneka?'Batin Hinata mulai berpikir yang iya-iya.

Hinata mengejar Sasuke yang sudah berjalan 5 meter darinya. Dengan hati yang berdebar ketakutan dirinya ketahuan, Hinata hendak memastikan kepada Sasuke apa yang membuat Sasuke mengenalinya sebagai boneka.

"Tu-tunggu..!" Hinata menarik kemeja Sasuke. Mau tidak mau Sasuke berbalik dan menemukan gadis boncengannya berdiri di depannya

"Apa lagi?" tanya Sasuke bosan.

"A-pa yang membuatmu be-berpikir kalau aku ini bo-boneka?" tanya Hinata memperhatikan seluruh tubuhnya, takut-takut bagian tubuhnya masih ada yang terlihat seperti plastik.

'Ah, tidak ada yang salah' Batin Hinata meraba wajahnya dan kedua tangannya.

"Apa kau punya riwayat gangguan kejiwaan?" tanya Sasuke meninggalkan Hinata yang masih sibuk memperhatikan tubuhnya.

"Ku bilang tu-tunggu" Hinata tetap mengejar Sasuke.

Sasuke berjalan melewati koridor dan melewati beberapa kelas. Hinata heran melihat beberapa gadis menyodorkan bingkisan warna warni kepada Sasuke, keheranan Hinata bertambah ketika melihat respon Sasuke yang tidak menanggapi pemberian orang lain.

"He-hey, perampok sepeda. A-apa hari ini hari ulang tahumu?" tanya Hinata memperhatikan beberapa gadis yang histeris melihat Sasuke.

"Ambil saja kalau kau mau" Sasuke mengatakannya dengan santai.

Hinata berjalan tanpa memperhatikan apa yang ada di depannya, akhirnya ia berhasil menabrak Sasuke dari belakang, yang di tabrak hanya menggeleng tak peduli. Terdapat kerumunan orang yang mengitari papan pengumuman. Ingat! Papan pengumuman ini papan sungguhan, bukan sejenis gadis papan Konoha High School.

Semua orang terlihat sibuk memperhatikan tulisan yang tertempel di papan pengumuman. Beberapa siswa ada yang terlihat kecewa karena beda kelas dengan teman atau pacarnya, ada yang terlihat bahagia karena bisa kembali sekelas dengan temannya bahkan ada yang belum tahu kelasnya di mana. Hinata, contohnya.

Hinata hanya mampu bersabar, menunggu jalan terbuka lebar layaknya sungai yang terbelah membuka jalan ketika Nabi Musa a.s memukulkan tongkatnya ke tanah.

Seseorang yang telah menjadi ojek dadakan Hinata terlihat berjalan menghampiri Hinata yang berdiri menunggu keajaiban.

"Buka bajumu!" kata Sasuke datar,

"DASAAR MESUUUMMM...!" teriakan Hinata menggelegar, sontak semua orang menatap ke arah Hinata yang duduk sambil menjaga bajunya agar tidak terbuka 1 cm pun.

"Tadi menuduhku perampok sepeda, sekarang menuduhku mesum. Nanti apa lagi? Menuduhku penjual bubur ayam?" ups, penjual bubur ayam bukan Hinata yang bilang,loh.

Sasuke tetap berniat membuka jas Hinata, dengan paksa ia menarik tangan dan membuka jas Hinata. Menatap dada Hinata dan-

"Hyuuga Hinata-"

Pllaaakkkkkkkk

"Se-setelah membuka ba-bajuku, ka-kau menatap da-dadaku. Dasar pantat ayam mesum..!" Ayolah Hinata, bukan bajumu. Lagipula Sasuke hanya melihat namamu, ingin memberitahumu kau berada di kelas yang mana.

"Kau di kelas XII.1..." Kata Sasuke mengelus pipinya yang sudah terdapat cap 5 cari.

"Ma-maksudmu?" Hinata tambah bingung.

"Aku hanya ingin melihat namamu. Hyuuga Hinata, gadis bersepeda ungu yang hobi menuduh orang lain. Namamu ada di daftar siswa kelas XII.1. Kita sekelas" Kata Sasuke lalu berlalu. Hinata merasa bersalah sudah menuduhnya yang tidak-tidak, padahal ternyata niat Sasuke baik.

'Aku bahkan belum tahu siapa namanya' batin Hinata bangkit dari duduknya mengikuti Sasuke.

"A-ano, namae wa?" tanya Hinata setengah berteriak

"Uchiha Sasuke" kata Sasuke tetap berjalan membelakangi Hinata.

"Uchiha Sasuke.." gumam Hinata sambil tersenyum.

.

.

.

To Be Continue

Gimana? Gimana?

Mohon review untuk perkembangan dan pertumbuhan (?) skill author.