Setelah Tiga Kali, Berarti Jodoh
Kim Mingyu
Jeon Wonwoo
© Julie Khoyul
Happy reading!
-Pertama-
Mentari bersinar amat terik pagi ini. Sinarnya menyusup dari jendela kaca bergonden biru, merambat lambat lalu menerpa seorang yang telah bergelung dalam selimut tebal di pembaringannya. Si wajah datar, eh, si wajah tampan yang mahal ekspresi hingga berjuluk muka datar menggeliat sebentar. Dia kemudian mengeram keras. Punggungnya sakit, sendi-sendinya ngilu. Yang memaksanya merebah kembali dan memejam sejenak adalah sakit dikepalanya. Ada dentuman-dentuman hebat dari arah otaknya.
Beberapa saat setelah merasa peningnya berkurang, dia berusaha membuka mata perlahan lalu mengamati sekitar. Matanya menangkap paha mulus dari arah datangnya cahaya. Seseorang duduk disana, di sofa tepat didepan jendela. Tubuhnya menghalangi sebagian cahaya yang masuk hingga dia nampak bersinar. Ya bersinar. Seorang dengan paha putih mulus dengan kemeja biru miliknya terlihat eksotis, erotis dan emmm apa mereka tidur berdua semalam?
Mingyu ingat, dia berada di pesta Soonyoung. Soonyoung ulang tahun, atau memang begitulah alasannya setiap kali dia membuat pesta. Mau tujuh kali sebulan dia menghelat pesta, alasannya Soonyoung ulang tahun. Soonyoung memang manusia penggila pesta. Pesta semalam Mingyu tak merasa minum banyak, dua gelas whisky, tiga gelas vodca dan entahlah minuman apa lagi yang masuk perutnya. Tapi sebanyak apapun alkohol yang masuk perutnya, dia pastikan tak sampai mabuk, tapi kenapa dia berakhir disini? Dengan seseorang itu. Siapa dia?
"Ha, kau sudah bangun!", kata seseorang itu. Dia berjalan tergesa, terseok, apalah yang itu terlihat ada sesuatu yang salah dengannya. Laki-laki? Mingyu bahkan tak berharap tidur dengan siapapun, dan sekarang dia tidur dengan seorang laki-laki? Walau Mingyu tak ingat semua kejadiannya, dia ingat rasanya. Dia ingat pergerakannya. Dia ingat soal hubungan semalam, tapi tak begitu jelas dan detail. Tapi, kenapa namja? Dunia Mingyu kiamat kalau sampai ada orang tahu soal ini. "Kau mau kabur kan?", katanya sambil menuding Mingyu yang telah terduduk di kasur.
Demi Tuhan, kalau memang Tuhan menganggap Mingyu hambanya. Biarkan Mingyu segera pergi dari sini. Dia tak mau berurusan dengan manusia-manusia yang hidup dari hasil semalam tidur dengan orang.
"Tunggu disitu, aku akan mandi!", perintahnya. "Awas kau kabur! Aku bukan hanya butuh penjelasan, aku juga butuh tanggung jawabmu!", ancamnya sambil buru-buru pergi ke kamar mandi.
Siapa laki-laki itu? Ah, Mingyu tak mau tahu. Mingyu tak ingin berlama-lama di sini. Dia harus bergegas pergi sebelum laki-laki itu selesai mandi.
Mingyu buru-buru bangkit. Terjatuh sekali karena tersandung selimut, kemudian bangkit lagi. Melongok ke sekitaran ranjang, mencari sisa pakaiannya. Memakai celana dalam dan celana jins-nya setelah ketemu di hampir sudut ruangan. Kemudian mencari sesuatu lain. Oh iya, dia lupa. Kemejanya dipakai laki-laki tadi. Mingyu buru-buru, lupakan kemeja. Dia segera mengambil sepatunya, memakainya dan bersiap keluar. Mingyu berhenti di depan pintu, lalu mendekat kembali ke ranjang. Dia mengambil dompetnya dari saku celana kemudian meninggalkan seluruh uang cash-nya di atas bantal. Mungkin laki-laki itu membutuhkannya. Lalu Mingyu benar-benar pergi dari ruangan itu.
MEANIE
Mingyu memarkir mobilnya serampangan, kemudian dia tergesa keluar dari mobil. Membawa tubuh topless-nya berjalan terhuyung-huyung ke dalam rumah. Mingyu melemparkan kunci mobilnya pada seorang sopir, biar mobilnya diparkir secara betul. Iya semua pembantunya yang saat itu melihat Tuan mudanya bertingkah sedemikian, mereka heran. Memang bukan kali pertama Mingyu pulang dalam keadaan mabuk, setengah mabuk atau bertingkah aneh setelah pulang dari pesta teman-temannya. Tapi kalau pulang tanpa baju, in baru pertama kalinya.
"Tuan muda, Tuan besar mencari anda!", kata seorang maid ketika Mingyu memasuki rumahnya.
"Hn!", jawabnya tanpa mengindahkan Wanita itu.
Mingyu melenggang saja, meninggalkan apapun yang menghalangi langkahnya masuk rumah. Dia ingin mandi, memakai pakaian layak kemudian tidur. Besok ada sedikit pekerjaan karena ulang tahun kantor cabang yang dipimpinnya, jadi dia benar-benar butuh istirahat setelah semalam berpesta tak karuan. Mingyu melangkah tergesa melewati lorong menuju kamarnya. Mingyu mengindahkan namja kecil yang berdiri di depan pintu kamarnya, menunggu Mingyu lewat dan berbicara sejenak dengannya.
"Daddy!", panggil si kecil yang tadinya dilewati Mingyu tanpa meliriknya sedikitpun. "Kau ingat hari ini hari apa?"
"Hari Minggu!", jawab Mingyu kasar. "Kau kira aku pelupa", katanya sambil terus berjalan ke arah kamarnya.
"Kalau besok?", tanya si kecil lagi sedikit lebih keras karena Mingyu sudah menjauh.
"Kalau hari ini Minggu lalu besok Kamis, begitu?", jawab Mingyu makin kasar. "Jangan tanya lagi. Aku pusing!"
Taemin sudah biasa diperlakukan Daddy-nya seperti ini. Mingyu dari dulu atau tepatnya dari lahir sudah seperti itu yang diketahui Taemin dari pengasuhnya. Mingyu sebenarnya bukan orang kasar, dia cuma tak mau ikut campur urusan orang dan urusannya juga tak mau dicampuri orang. Mingyu adalah namja yang tak banyak bicara, tak punya ekspresi dan kadang kadang kaku. Beruntung Kangin dan Taemin serta seluruh pekerja di rumah mereka sudah terbiasa. Lakukan perintahnya dan jangan ganggu Mingyu, lalu semuanya akan berjalan lancar.
Hari ini kenapa Taemin bertanya seperti itu? Hari ini Minggu, semua orang juga tahu, dan besok jelas Senin. Tapi bukan antara Minggu dan Senin yang dimaksud Taemin, ini soal besok, ulang tahunnya yang ke 6. Taemin berharap Daddy-nya ingat, tapi selama yang Taemin tahu, Mingyu tak pernah ingat. Memang Taemin selalu dapat kado atas nama Mingyu setiap kali dia ulang tahun, jelasnya kado itu sudah dipersiapkan oleh sekertaris Mingyu atau haraboji-nya. Taemin maunya dari Daddy-nya sendiri, bukan orang lain.
Andai saja Taemin punya Mommy, pasti akan menyenangkan. Ada yang menyuapinya kalau dia pura-pura tak mau makan. Ada yang mengelus punggungnya kalau dia susah tidur. Lalu Mommynya akan mengatar pergi sekolah. Dan dihari kelahirannya akan ada kado spesial untuknya. Tapi Taemin kan tak punya Mommy. Bahkan kadang si kecil berfikir kalau tak punya Mommy sifatnya menurun. Kangin tak punya istri, tapi punya anak. Mingyu, Daddynya Taemin. Sekarang Mingyu punya anak, tapi tak punya istri. Taemin takut kalau suatu hari nanti dia juga punya anak tanpa istri.
"Taemin!", panggil Kangin saat melihat cucunya masih terbengong menatap pintu Kamar Mingyu. "Sedang apa kau disitu? Kau jadi ikut Appa, tidak?" Taemin menoleh lesu pada Kangin. Dan selalu seperti ini ekspresi Taemin sehabis bicara dengan Daddynya dan diacuhkan. "Kau pandangi pintu kamarnya sampai malampun Daddymu tak akan keluar!"
"Appa, sebenarnya Daddy sayang padaku atau tidak sih? Kenapa tak pernah bicara manis padaku?"
"Ah kau ini, seperti tak tahu sifat Daddymu saja", tutur Kangin sambil menepuk pelan punggung cucunya. "Ayo ikut Appa saja. Besok kau ulang tahun, Appa akan belikan semua yang kau mau. Kita borong semua dagangan di luar sana!", kata Kangin membesarkan hati cucunya.
Kangin menggandeng tangan Taemin, mengajak si kecil melangkah meninggalkan lorong dengan dua kamar itu. Sebagai seorang Appa, sudah menjadi kewajibannya menjaga keluarganya dalam keadaan bahagia. Seperti yang tiap hari dilakukannya, menjaga si kecil Taemin agar tetap bahagia tinggal di lingkungan keluar Kim.
Kangin ingat saat Mingyu masih kecil dulu. Mingyu yang amat manis dengan segala tingkah konyolnya. Mingyu yang ceria dengan segala celotehnya saat berjalan-jalan dengannya dan Leeteuk dipusat perbelanjaan. Hingga suatu hari, suatu hari ketika Leeteuk meninggalkan Kangin dan Mingyu untuk selamanya, saat itulah Mingyu berhenti bertingkah konyol, berhenti berceloteh saat hatinya gembira dan menggantikannya dengan muka dingin. Mingyu tak pernah menangis lagi ketika dia merasa sedih. Mingyu juga tak tersenyum atau tertawa lagi cuma karena senang. Mingyu sudah menjadi manusia muka datar jauh ketika Eommanya pergi, dan itu ketika dia masih sangat kecil.
"Appa,"Kangin menoleh pada cucunya. "Dulu kau punya istri kan?"Kangin mengernyit mendengar pertanyaan Taemin. "Berarti Daddy pernah punya eomma. Lalu kenapa aku tidak punya Mommy?"
Enam tahun yang lalu, saat Kangin membuka kantor cabang perusahaannya. Kangin memutuskan mengadopsi anak bersamaan dibukanya kantor baru itu. Taemin diatasnamakan anak Mingyu, karena Mingyu yang memimpin cabang baru itu, dan jelas tak mungkin duda tua seperti Kangin punya anak lagi, jadi Mingyu yang jadi Daddy-nya Taemin. Awalnya Mingyu menolak tapi karena Kangin memaksa, Mingyu menerima saja. Menerima status jadi ayah, tapi tak mempedulikan keberadaan anaknya.
"Kau lihat foto yang ada di kamar Appa kan? Yang ada Appa dan Daddy waktu kecil itu?"
"Yang ada si cantik itu?"
"Itu Leeteuk Eomma. Leeteuk Eomma telah dipanggil Tuhan, jadi Appa sebagai kepala keluarga memintakan maaf padamu karena Leeteuk Eomma tak bisa ikut membesarkanmu sekarang ini"
"Appa tak cari istri lagi setelah itu?", Kangin hanya tersenyum. Dia menggendong Taemin, membawanya melangkah lebih cepat Keluar rumah. "Appa sayang Leeteuk Eomma?"
"Tentu, dan Appa tak bisa mencari istri lain karena terlalu mencintainya"
Taemin manggut manggut mengerti. Tapi kemudian dia manyun yang menimbulkan kerutan tanya di dahi Kangin. Apa semua pertanyaan Taemin tadi mengarah pada Mingyu? Soal Mingyu, Kanginpun tak bisa berbuat apa-apa. Mingyu maunya hidup seperti itu, dibujukpun percuma, Mingyu tak akan berubah. Kehadiran Taemin di keluarga mereka sedikitpun tak mempengaruhinya. Padahal Taemin adalah anak tertabah menghadapi keacuhan Mingyu. Dia selalu cerita, walau setiap harinya dia tak pernah dianggap ada oleh Mingyu.
"Apa aku bisa punya Mommy?", tanyanya sedikit berkhayal.
"Mungkin! Berdoa saja Daddymu jatuh cinta lalu menikah. Dan kau akan punya Mommy"
"Apa Mommyku nanti akan diacuhkan Daddy juga?". Kangin tampak berfikir dari caranya terdiam dan menerawang ke langit langit rumahnya. "Kalau nanti Mommyku diacuhkan Daddy, kita harus membelanya, Appa. Jangan sampai Mommy tak betah tinggal disini lalu pergi dari rumah dan meninggalkanku"
"Kau belum punya Mommy, Min. Tadi masih berkhayal!"
"Yah yah, Appa. Itu namanya mengipasi masalah"
"Mengantisipasi, bukan mengipasi"
"Iya, itu maksudku tadi", ucapnya tak merasa salah. "Ayo kita belanja saja. Itu kita pikirkan nanti lagi kalau aku sudah punya Mommy!". Dan seperti inilah Taemin kalau kata-katanya ada yang keliru dan dibenarkan. Dia tak ingin dianggap salah. "Turunkan aku, Appa. Aku sudah besar, bisa jalan sendiri!"
"Ngomong-ngomong, kalau Daddymu menikah, kau mau Mommy yang seperti apa?"
Taemin menirukan gaya berfikir Kangin tadi. Dia terdiam sesaat dan menerawang ke awang-awang.
"Yang bisa diajak bertengkar saja, biar ramai". Maksudnya mungkin Taemin ingin ada orang yang bisa diajaknya bersenda gurau. Rumah ini terlalu sepi menurutnya.
"Terserah kau lah, Min!", kata Kangin menyerah dengan permintaan aneh Taemin. Dia sendiri jadi menyesal bertanya aneh juga pada cucunya. "Ayo belanja, pikirkan Mommy-mu lain kali saja!"
MEANIE
"Mingyu!", panggil Soonyoung yang baru keluar dari kamar mandi. "Tumben sekali kau mau datang ke rumahku dua kali dalam dua hari ini", katanya sambil duduk disebelah Mingyu.
Sore ini di rumah Soonyoung masih bising. Lanjutan pesta semalam sampai detik ini belum selesai. Teman-teman Soonyoung sebagian pulang dan kembali saat malam tiba. Manusia-manusia penggila pesta dengan bebas keluar masuk rumah Soonyoung yang lebih mirip diskotik dari pada tempat tinggal.
"Bukankah besok ulang tahun perusahaanmu?", Mingyu berdehem saja. "Wah kau sudah memimpin cabang perusahaan itu selama 6 tahun dan woow, maju pesat"
"Bisnismu lebih maju dari bisnisku. Kekayaan yang kau dapat pertahunnya hampir 3x lipat dari yang kudapat"
"Ya walaupun pendapatanku lebih banyak darimu, tapi pengeluaranku sebanding", kata Soonyoung sambil memperhatikan sekitar.
Inilah bentuk pengeluaran Soonyoung yang sebanding dengan pendapatannya. Soonyoung gila party. Uang yang didapatkannya dari bisnis hampir separuhnya mengalir untuk membuat pesta pesta gila sesuai keinginannya.
"Kau akan datang ke pestaku minggu depan? Aku ulang tahun lagi", katanya sambil terbahak walau tak lucu. "Kau tak mau lihat aku menaklukkan Jun?"
"Kau ditolaknya berkali-kali, tapi tak jera juga" Soonyoung menyengir soal itu. Dari dulu dia mengejar Jun, tapi dari dulu juga dia ditolak. "Andai aku gay, aku bersedia menikahimu"
Soonyoung tertawa keras. Saat tawanya mereda, dia menepuk nepuk pundak Mingyu.
"Percaya padaku kau sudah jadi gay", katanya disambut kernyitan di dahi Mingyu. "Begini, kau tahu kalau aku menyukai Jun sedari dulu kan? Dan kau tahu juga aku ditolaknya sedari dulu. Itu karena aku punya saingan. Namanya Wonwoo"
"Apa hubungannya dengan aku jadi gay?"
"Dengarkan aku, sebenarnya aku ingin minta maaf padamu tapi mengingat semalam kau menikmatinya jadi kurasa aku patut dapat ucapan terima kasih darimu". Mingyu mendecak, penjelasan Soonyoung terlalu bertele-tele. "Ya ya ya, kau ini memang tipe orang tak sabaran. Kuceritakan dari awal. Aku menyukai Jun, tapi Jun menolakku karena dia menyukai orang lain. Wonwoo orang itu. Dan Wonwoo tak pernah merespon Jun sama sekali. Bukankah Jun itu orang bodoh, dia tak menyerah padahal Wonwoo tak pernah merespon perasaannya"
"Ya, dan kau sama bodohnya. Kau mengejar Jun terus padahal dia tak merespon perasaanmu"
"Ck!", sekarang Soonyoung yang berdecak. Memang iya dia belum menyerah mendapatkan Jun, karena menurut Soonyoung menyerah itu berarti kalah. "Lalu aku lewat belakang. Rencanaku kalau semalam aku bisa tidur dengan Jun, jelas dia jadi milikku saat itu juga"
"Aku tak akan tanya dengan cara apa kau merayu Jun agar mau tidur denganmu, karena sepertinya kau berhasil. Kulihat sudut bibir bawahmu pecah. Jun yang melakukannya kan?"
"Itu mauku, tapi kenyataannya tidak", kata Soonyoung sambil menghela nafas kecewa. "Semalam kutaruh obat perangsang diminumannya, tapi minuman itu diberikannya pada Wonwoo. Kuulangi pada gelas berikutnya, tapi kau mengambil dan meminumnya. Kuulangi sampai lima kali tetap saja dia terhidar dari minumanku", jelasnya sambil mengepal dan memukul ringan ke arah meja.
"Minumanku ada obat perangsangnya?", Soonyoung mengangguk. Pantas saja Mingyu bisa mabuk hebat, padahal dia cuma minum sedikit.
"Wonwoo mabuk, mabuk obat perangsang tepatnya. Jadi dari pada Jun membawanya dan menidurinya, aku mengambil alih Wonwoo. Kubawa dia dan kau juga ke hotel sebelah situ"
"Maksudmu?", tanya Mingyu yang mulai tak enak mendengar penjelasan Soonyoung. Kemungkinan namja semalam yang tidur dengannya itu namanya Wonwoo.
"Maksudku, Wonwoo sedang terangsang hebat. Kau juga. Dari pada Wonwoo tidur dengan Jun, lalu menghancurkan usahaku mendekati namja China itu, lebih baik kalau kau yang menidurinya. Bukankah kau menikmatinya?"
Jadi yang semalam itu ulahnya Soonyoung. Mingyu tidur dengan namja berpaha mulus yang namanya Wonwoo itu gara-gara Soonyoung menaruh obat perangsang diminumannya. Setan si Soonyoung ini. Tapi tidur dengan namja secara tak sengaja bukan berarti Mingyu gay. Lagian cuma sekali, tak membuktikan apa-apa.
"Jadi namja itu namanya Wonwoo?"
"Iya, dan sepertinya kau suka rasanya", ujar Soonyoung sambil tertawa lagi. "Sedikit ulasan kejadian semalam kenapa kau harus berterima kasih padaku". Soonyoung merogoh saku celananya, mengeluarkan smartphone bercover biru itu lalu mengutak atiknya. Soonyoung menyodorkan HP-nya pada Mingyu tepat layar itu menyorot sebuah video. "Aku cuma ambil 5 menit, karena aku tak mau ketinggalan Jun di pesta".
Mingyu memgambil HP itu, dan dengan penasarannya dia menyentuh tanda play di layar. Video awal menampilkan Mingyu dan namja yang namanya Wonwoo tadi telanjang di atas ranjang. Keduanya tumpang tindih yang kemudian dilanjutkan adegam ciuman terburu-buru. Mingyu mengecupi hampir seluruh tubuh Wonwoo. Secara acak, Mingyu menciumi dahi, lalu ke tulang selangka, naik lagi ke bibir Wonwoo. Kemudian setelah membuat deretan tanda merah di leher belakang Wonwoo, Mingyu langsung turun. Melebarkan kaki Wonwoo hanya untuk mengecupi pangkal pahanya. Wonwoo menggeliat-geliat dan mengeram hebat, sedangkan Mingyu dengan tergesa dan cepat mencium dan menjilati hampir sepanjang paha putih itu.
"Bagaimana? Bahkan itu selang tiga menit aku membaringkan kalian di ranjang. Obat ini benar-benar hebat kan?" Ini bencana bagi Mingyu tapi Soonyoung masih membahas kehebatan obat perangsangnya.
Mingyu kembali melihat ke lanjutan video itu setelah pindah fokus sejenak. Adegan berikutnya Mingyu bergerak cepat, tanpa foreplay atau perenggangan ringan dia langsung melakukan penetrasi pada Wonwoo. Awalnya sedikit kesulitan hingga Mingyu dalam video mengumpat-umpat. Dan terdengar tertawaan Soonyoung dalam video itu dan gambarpun bergoyang-goyang mengikuti gerak tawa Soonyoung. Mingyu mendesah lega saat kira-kira dia berhasil masuk. Setelah berhenti beberapa detik, Mingyu serasa mendapat kekuatan super untuk memulai aksi gilanya. Lalu video dimatikan.
"Berikan ucapan terima kasih padaku!", pinta Soonyoung sambil tersenyum anggun.
"Terima kasih kau telah memberikan bencana padaku" Soonyoung tertawa lagi. "Aku meninggalkan uang di hotel saat dia mandi. Ku kira dia gigolo", ujar Mingyu agak santai.
"Gigilo kepalamu! Pantas saja dia menemuiku sambil marah. Dan kau lihat kan luka sobek dibibirku ini karena siapa?"
"Dia memukulmu?"
"Tidak, aku memukul diriku sendiri!"
"Jangan bercanda!"
"Aku dalam pengaruh alkohol saat Wonwoo datang. Dia memakiku, mengancamku banyak hal. Dan sampai akhirnya aku memukul diriku sendiri secara tak sadar, karena Wonwoo itu ternyata iblis. Dia tahu banyak rahasiaku", kata Soonyoung sambil memegangi bibirnya yang robek. "Ya, kuberitahukan alamat rumahmu saja dari pada dia membocorkan rahasiaku"
"Yang benar saja kau!", rutuk Mingyu menyadari bencana makin dekat.
"Semoga kau tak menampar dirimu sendiri juga!". Soonyoung menepuk pundak Mingyu lagi dan lagi. Soonyoung prihatin, tapi sebenarnya dia berharap insiden menampar diri sendiri terjadi juga pada Mingyu. Biar sama dengan Soonyoung, mereka kan teman.
MEANIE
Mingyu menguap lebar yang ditutupinya dengan tangan saat memasuki rumah. Baru juga jam 9 malam, dia sudah sangat mengantuk. Mingyu lelah, terlalu banyak bekerja ditambah terlalu banyak berpesta. Dia berjalan malas menuju lorong kamarnya, tapi berhenti sejenak ketika mendapati pintu belakang terbuka lebar. Ada ribut-ribut di halaman belakang dan ada lampu-lampu menyala terang disana. Malam begini ada apa dihalaman belakangnya?
"Mingyu!", sapa Kangin memutus perhatian Mingyu pada halaman belakang.
"Ada apa dibelakang? Berisik sekali"
"Itu yang mau kubicarakan padamu". Kangin mengkode Mingyu agar mengikutinya kebelakang. "Besok ulang tahun Taemin, kau sudah siapkan kado untuknya?"
"Sekertarisku pasti sudah menyiapkannya"
"Kau ini, Taemin itu anakmu. Sekali kali kau sendiri yang membelikan kado untuknya kenapa? Mana tanggung jawabmu sebagai ayah?"
"Appa" Kangin berhenti dan mengalihkan fokus pada Mingyu. "Kau yang mengadopsinya, kenapa aku yang harus jadi ayahnya? Jadi jangan protes kalau aku tak becus jadi ayah yang baik"
"Yang penting kau mengakuinya anak itu sudah cukup, aku tak akan protes lagi", kata Kangin sambil tertawa renyah dan kembali berjalan ke halamam belakang. Mingyu memang begitu, dengan appanya sendiri saja tak punya sopan, apalagi dengan orang lain.
Dibelakang sedang dilakukan pemasangan dekorasi pesta. Pekerja-pekerja ribut dengan pekerjaan mereka. Yang paling nyaring adalah suara seseorang memerintah merintah secara kasar, bahkan sesekali memaki-maki. Mandor mungkin, atau bosnya. Gaya orang itu memegang kertas kertas dan bolpoin, menulis, mengecek kemudian menyuruh nyuruh pekerjanya. Si namja langsing itu, berkulit putih dan berambut legam, berdiri angkuh disekitaran anak buahnya. Dan sepertinya Mingyu pernah lihat perawakan dan wajah seperti itu.
"Bisa kau ikut pesta ini besok sebelum mengahadiri pesta ki kantor? Taemin akan sangat senang kalau kau ikut. Paling tidak kehadiranmu bisa membuktikan pada teman-teman Taemin kalau Daddy-nya sayang padanya"
"Akan ku usahakan!", jawab Mingyu seenaknya. Mingyu masih memandang ke arah namja berambut Hitam di sebelah jauh halaman. Dia penasaran soal namja itu, seperti pernah bertemu tapi dimana? Dan menit saat Mingyu memandang ke arah namja itu, si namja memandang balik. Tepat saat namja disana mengernyit, Mingyu baru ingat. Itu namja yang ditidurinya semalam, namja yang dikiranya gigolo yang ditinggalkannya saat mandi. Dia Wonwoo, namja yang dikatakan iblis oleh Soonyoung. "Appa, aku sangat mengantuk", pamit Mingyu saat Wonwoo mulai berjalan ke arahnya. "Aku akan istirahat dulu!", kata Mingyu hendak melangkah.
"Eh, Ming tunggu dulu", cegah Kangin sambil mencekal lengan Mingyu.
"Hallo Mr. Kim muda, kita bertemu lagi", sapa Wonwoo sinis.
"Wah kalian sudah saling kenal, barusan mau kukenalkan kalian" Wonwoo mengangguk pada Kangin. Mingyu diam saja, bedoa sedikit semoga Wonwoo tak bicara soal mereka tidur bersama lalu Wonwoo diperlakukan seperti gigolo oleh Mingyu. Hancur martabatnya kalau sampai itu terjadi. "Baguslah", kata Kangin lega. "Ming, Wonwoo yang punya party organizer ini. Eomma-nya itu, teman eomma-mu jaman masih muda dulu"
"Eomma-ku yang punya party organizer ini, aku cuma bekerja untuknya"
"Ah sama saja, Won" Kangin membawa kedua tangannya dipundak Wonwoo dan Mingyu. "Aku berharap kalian bisa jadi teman seperti eomma kalian. Berbincanglah sebentar, Appa akan menemui Taemin dulu!", pamit Kangin ke arah Mingyu. "Won, ahjussi masuk dulu!"
Kangin dapat anggukan dari Wonwoo lalu dia melenggang masuk rumah. Mingyu sebenarnya juga ingin buru-buru pergi. Rasanya tak nyamam berdua saja dengan Wonwoo dengan saling berhadapan seperti ini. Apa lagi saat ini Wonwoo memperlihatkan wajah bencinya pada Mingyu. Semoga saja Mingyu tak menampar diri sendiri sama seperti Soonyoung saat menghadapi namja langsing pemilik paha putih ini.
"Jadi kau benar-benar kabur dan meninggalkanku di hotel dengan segepok uang? Kau kira aku gigolo?"
"Aku tidak tahu soal itu!", jawab Mingyu pura-pura tak bersalah.
"Kuberitahu kalau begitu, aku buka gigolo", Wonwoo menurunkan tas-nya lalu mengambil amplop coklat yang dalamnya berisi uang dari Mingyu. "Kita lihat, seberapa hebat pengacaramu menyelamatkanmu dari hukuman penjara atas tindakan pelecehan dan pencemaran nama baik"
"Apa maksudmu? Kau mau melaporkanku ke polisi?", Wonwoo tersenyum sinis. "Dengar, ini antara kau dan aku saja. Kalau kau lapor ke polisi, yang malu bukan hanya aku tapi juga kau"
"Tidak masalah. Yang penting kau bisa menghuni salah satu kamar dibalik jeruji besi itu"
"Kau tak..."
"Aku punya buktinya", kata Wonwoo sambil mengacungkan amplop coklat itu di depan muka Mingyu. Disitulah diletakkan uang yang ditinggalkan Mingyu karena menyangka Wonwoo gigolo. "Video itu buktinya dan Soonyoung saksinya"
Yah, kenapa Soonyoung tak bilang kalau Wonwoo mengambil video itu juga. Kalau video itu jatuh ke tangan polisi, ditonton oleh orang lain martabat Mingyu sebagai manusia keren muka datar dan pembisnis hebat hancur sudah. Mungkin Mingyu akan dipenjara beberapa bulan dan kena denda yang tak seberapa. Kalau dia mau menyogok, diapun bisa bebas seketika. Tapi masalah pamornya sebagai orang lurus tercemar atas insiden itu.
"Aku bisa jelaskan!", kata Mingyu menyerah dengan ancaman Wonwoo. Kalau bisa dilakukan pemecahan masalah secara kekeluargaan, Mingyu akan lakukan apapun itu.
"Tidak perlu. Jelaskan saja nanti dipengadilan!", kata Wonwoo sambil menyerahkan amplop itu ke tangan Mingyu. "Gunakan hari bebasmu sebaik mungkin sebelum kau mendekam di penjara!". Wonwoo berlalu meninggalkan Mingyu yang kebingungan soal tuntutan Wonwoo barusan.
"Shit!", Soonyoung benar, Wonwoo memang iblis.
To be continue
Bagaimana Suka? Mau lanjut? Tergantung permintaan
