Keep it a secret

Rated: M

Warning: Lemon, OOC, Typos, yaoi, BL

Amano Akira

G2718

Tsuna menghela nafas. Sudah hampir tiga puluh menit ia berputar-putar, dan tidak berhasil menemukan kelas barunya. Kemarin, ia baru saja sampai di Itali, dan ia harus bersekolah di sekolah baru tentunya. Dan di sinilah ia, Vongola Academy. Sekolah yang terkenal dengan IQ para siswa-siswinya, dan menjuarai berbagai Olimpiade dalam segala bidang. Tsuna sendiri bukanlah orang yang pintar. Ia masuk sekolah ini berkat bantuan dari sang paman.

Tsuna menelusuri lorong-lorong sekolah. Kaki-kaki mungilnya sudah tidak kuat lagi. Akhirnya ia pun memilih duduk di dekat salah satu pintu kelas. Tiba-tiba matanya menangkap sosok murid lain yang sedang berjalan sambil membaca buku. Tampak sebuah head set terpasang di kepalanya, membuat rambut pirangnya sedikit berantakan. Iris biru lau miliknya tampak lekat kepada buku yang sedang di bacanya.

"A –ano..." Tsuna berdiri dan mencoba mengajaknya berbicara. Namun, kedua iris biru laut itu hanya memandangnya sebentar dan kemudian melanjutkan aktivitasnya tadi, Tsuna melihat pemuda itu menghilang di ujung lorong.

"Ah...sudah pergi. Apa yang harus kulakukan, sekarang?" Tanya Tsuna pada dirinya sendiri. Ia kembali menghela nafas. "Mungkin aku tidak cocok sekolah disini...meskipun Paman Reborn bilang, mereka bisa bahasa Jepang...tetap saja. –"

"Oi, kau murid baru? Dimana kelasmu?" Tsuna mencari sumber suara. Tampak seorang anak berambut hitam tengah tersenyum.

"I –iya! Kelas 1-C...aku tidak tahu dimana itu. E –eh! Cho –kau bisa bahasa Jepang?" Tanya Tsuna tidak percaya.

"Yah...tentu. karena kelas 1-C itu kan orang Jepang semua. Oh iya! Namaku Yamamoto Takeshi. Kau bisa memanggilku Yamamoto! Yoroshiku!" Yamamoto Takeshi, ia mengulurkan tangannya kepada Tsuna. Tsuna membalasnya dan kemudian tersenyum.

"Yoroshiku! Aku Tsunayoshi Sawada." balas Tsuna.

"Eh, kau tersesat, ya? Ahahaha. Yah, maklum untuk murid baru disini! Dulu aku juga tersesat! Hahahahaha!" Yamamoto tertawa keras.

"Yamamoto-kun memang suka tertawa..." gumam Tsuna.

"OI! YAKYUU BAKA!" teriak seseorang dari ujung koridor. Terlihat satu orang remaja berambut silver. Yamamoto langsung melambaikan tangan.

"Ah! Gokudera! Kochi-kochi!"

"Ara? Jyuudaime?" Gokudera Hayato, murid berambut silver yang disebutkan tadi memandangi Tsuna dari atas sampai bawah.

"J-Jyuudaime?" Tanya Tsuna. Yamamoto menggaruk kepalanya. "Ara...dia memang sering begitu."

"BUKAN, YAKYUU BAKA!" bentak Gokudera.

"Jaa, bisa kita ke kelas sekarang?" Tsuna tersenyum kecil dan menggangguk.

#

"Mau makan siang, Tsuna?" Tawar Yamamoto mengeluarkan kotak makannya yang berisi sushi.

"Ah, terima kasih, Yamamoto-kun!" Tsuna mengambil salah satu sushi itu dan memakannya. "Enak!"

"Tentu dong! Ayahku adalah pemilik toko sushi yang terkenal disini!" Yamamoto menunjukkan senyum khasnya. Sementara Gokudera hanya memakan sebuah roti isi.

"Wah, hebat!" puji Tsuna selagi memakan bento buatan bibinya.

"Hehehehee..." Yamamoto hanya terkekeh.

"Ah, Gokudera-kun? Bukankah kau tadi membawa bento?" tanya Tsuna. Gokudera segera menggeleng hebat.

"Aku tidak akan pernah memakan makanan seperti itu, Jyuudaime!" Gokudera menunjuk kotak bentonya yang berisi nasi kepal –dengan serangga –Tsuna mengernyitkan keningnya. Aura gelap keluar melalui kotak bento itu.

"Lihat?" Gokudera menunjuk kotak bekalnya.

"Yeah."

Sudah 5 hari sejak kedatangan Tsuna di Vongola Academy ini. Dan ia merasa senang karena mereka menerima keberadaan Tsuna disana. Teman-teman yang baru dikenalnya sejauh ini adalah, Kyoko Sasagawa si idola sekolah, Miura Haru si gadis penyuka cosplay, lalu Ryohei Sasagawa, kakak Kyoko yang menyukai boxing, Chrome Dokuro, si gadis yang agak misterius, lalu Mukuro Rokudo, pemuda dengan rambut model nanas yang aneh, dan masih ada lagi termasuk Yamamoto dan Gokudera.

Tiba-tiba bel berbunyi dan menggema ke seluruh penjuru sekolah. Mereka membereskan bekas-bekas yang berantakan dan merapikannya.

"Hei, ayo masuk. Habis ini pelajaran Lal Mirch-sensei, kau tidak ingin kita di ceramahi lagi, kan?" Yamamoto mengajak mereka berdua masuk.

Tsuna melihat sesosok bayangan yang bergerak cepat di pepohonan. Namun kedua matanya tidak menangkap apa-apa. Ia menggeleng untuk mengusir pikiran anehnya dan mengikuti Yamamoto dan Gokudera.

#

"Hibari-kun. Lihat itu?" Seorang pemuda dengan rambut pirang dan iris biru langit tengah tersenyum sembari memperhatikan Tsuna. Sang Ketua OSIS, Giotto.

"Hn. Kau tertarik?" balas Hibari Kyoya, sang wakil OSIS. Giotto memainkan daun-daun di sekilatnya dan menusuk-nusuknya dengan ranting pohon.

"Aku bisa mencium darahnya yang manis." Balas Giotto. Hibari hanya terdiam sambil memainkan tonfanya.

"jadi?"

"Aku ingin kau membawa anak itu, Hibari-kun!" pinta Giotto. Hibari berdecak kesal. "Bawa saja sendiri."

"Kau yakin tidak ingin 'bermain' sejenak? Kalau begitu biar aku yang bawa, nanti kau kerjakan dokumen-dokumen yang menumpuk di meja, oke?" Giotto turun dari pohon. Hibari kembali berdecak kesal dan akhirnya pergi dengan kedua tonfanya.

"Good boy..." gumam Giotto sambil berbaring di bawah pohon.

Giotto atau Sawada Ieyatsu–sama marga, tetapi tidak satu darah dengan Tsuna–dan Hibari Kyoya, Ketua OSIS dan wakil OSIS Vongola Academy–ah, Hibari juga seorang ketua komite kedisplinan–. Keduanya menyimpan sebuah rahasia besar. Mereka adalah Vampire. Sudah hampir dua tahun terakhir mereka menjalani kehidupan mereka dalam dua sisi, yaitu Manusia dan Vampire. Makanya itu, keduanya memang dikenal dingin dan tidak suka keramaian. Karena pada dasarnya mereka memang tidak merasa nyaman hidup di kalangan manusia. Terkadang Giotto atau Hibari bertahan hidup dari sample darah yang ada di lab sekolah atau meminum darah hewan. Dan sebisa mungkin, mereka berdua berusaha untuk tidak meminum darah manusia.

Tampaknya Tsuna telah menarik perhatian Giotto. Dan waktunya juga sangat tepat. Tetapi Giotto tidak ingin menyakiti anak yang terlihat rapuh itu. Ibarat kulir telur yang akan pecah. Giotto dengan malas memandang langit biru itu. Giotto dan Hibari memang dapat bertahan seminggu atau dua minggu tanpa meminum darah. Tetapi, mereka adalah vampire murni. Jika tidak meminum darah dalam jangka waktu lebih, mereka akan kehabisan tenaga dan perlahan-lahan mati.

Hibari menelusuri lorong-lorong dengan tatapan tajam. Terdengar bisikan-bisikan dari beberapa murid yang masih berada di luar kelas. Hibari berhenti dan menatap mereka dengan pandangan dingin seperti biasa.

"Herbivore, cepat masuk kelas atau –Kamikorosu" Ancam Hibari seraya menyodorkan tonfanya kepada siswi-siswi tersebut. Mereka segera berjalan perlahan dan memasuki kelas masing-masing.

"Dasar Herbivore." Gumam Hibari. Kemudian matanya menangkap sosok seorang anak laki-laki dengan rambut coklat muda –Tsunayoshi Sawada –bersama dengan temannya yang lain.

"Wah...gawat." pekik Yamamoto ketika melihat Hibari memberikan tatapan membunuh. Gokudera tampak santai saja, sementara Tsuna memasang mimik bingung.

"Si-siapa, Yamamoto-kun?" tanya Tsuna.

"Hibari Kyoya. Wakil OSIS sekaligus ketua Komite kedisplinan." Jelas Yamamoto. Wajah Tsuna memucat. "E-eh?!"

"Tsunayoshi Sawada..." Hibari berjalan mendekati Tsuna. Tsuna bergidik dan membeku di tempat. Ia menigra Hibari akan menyerangnya dengan kedua tonfa ditangan.

"Che." Hibari pergi begitu saja melewati mereka. Tsuna terpaku. Apa maksudnya?

#

"Ah...aku lelah sekali..." Tsuna merenggangkan tubuhnya dan pergi melewati lorong sekolah yang mulai sepi. Kemudian ia menepuk keningnya sendiri.

"Astaga! Aku meninggalkan buku fisika ku di kelas!" Tsuna berlari ke arah kelasnya, 1-C yang berada di ujung koridor.

Setelah beberapa menit menggeledah isi laci mejanya ia menghela nafas. "Hah...tenyata ada. Yokatta..." Tsuna menghela nafas lega.

Kemudian ia keluar dan menangkap sebuah bayangan di pohon dekat jendela.

"Si-siapa?" Tsuna menelan ludahnya. Kemudian sosok tersebut melompat ke jendela. "Hi-Hibari-san...?!" pekik Tsuna ketika melihat remaja berambut raven itu. Namun ada yang janggal. Ia melihat sesuatu yang berwarna merah mengalir melalui sudut mulutnya. Dan satu lagi, bau besi.

"Hibari-san? Ka-kau habis minum sirup stroberi, ya? E-eh?" Tsuna tergagap. Hibari hanya memandangnya tajam dan terkekeh pelan.

"Sirup stroberi? Ini darah. Jelas kedua benda tersebut berbeda." Hibari merapatkan tubuhnya ke Tsuna.

Tsuna menggeleng. "Jangan membohongiku, Hibari-san!" Hibari hanya mengangkat alisnya.

"Aku tidak bohong." Hibari membersihkan cairan merah kental yang ada di sekitar mulutnya.

"Aku ingin darahmu." Hibari mencium pundak Tsuna. Tsuna mendesis, merasakan sensasi geli yang menjalari lehernya. Hibari menyeringai, kemudian menjilati daerah sensitif tersebut. Erangan kecil keluar dari mulut Tsuna.

"Ja-jangan, Hi-Hibari-san! Kumohon!" Tsuna meronta dan menggeleng. Namun tenaganya tidak sanggup melawan tenaga Hibari yang lebih besar.

"Baiklah, ini akan sedikit nyeri. Bertahanlah." Hibari menggigit leher Tsuna perlahan. Tsuna menjerit tertahan dan mencengkram seragam Hibari. Rasa nyeri menjalari lehernya, bulir-bulir airmata menuruni pipinya. Perlahan-lahan, kesadarannya mulai menghilang. Hibari menjilati sisa-sisa darah yang ada disekitar daerah luka.

"Bagaimana Hibari-kun? Enak?" tanya Giotto di depan pintu kelas. Hibari menjilati sisa-sisa darah yang ada di sekitar mulutnya. "Yah, ku akui. Darahnya memang manis."

"–Kau, angkat anak itu. Aku tidak mau membuang-buang tenagaku hanya untuk membawanya ke rumah.

"Eh? Kau memang seenaknya!" Tentu saja Hibari mengacuhkannya. Dengan terpaksa, sang vampire pirang itu mengangkat tubuh Tsuna dan melompat ke jendela.

"Aku juga harus mencobamu." Gumam Giotto sambil menatap wajah tidur Tsuna.

#

Tsuna terbangun. Ia melirik jam dinding. Pukul dua belas dini hari. Tsuna memegang kepalanya yang masih agak pusing. Kemudian ia meraba lehernya, luka gigitan itu sudah di perban.

"Buonanotte, Tsunayoshi Sawada." Tsuna melihat seseorang dalam kegelapan.

"Siapa?" tanya Tsuna dengan suara serak. Ia memegang tenggorokannya.

"Giotto. Ketua OSIS Vongola Academy." Perlahan-lahan, sosok tersebut keluar dari kegelapan, sinar bulan menyinari rambut pirang dan sosoknya di depan mata. Pupil Tsuna melebar.

"Apa kau juga...vampire?" tanya Tsuna sambil menggenggam erat selimutnya. Giotto hanya tersenyum kecil. "Bingo!"

"Ja-jangan bunuh aku, kumohon!" pekik Tsuna. Hal tersebut membuat sang vampire terkekeh kecil.

"Aku tidak akan membunuhmu, dasar." Giotto menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Meskipun aku vampire, aku tidak membunuh manusia. Lagipula hal itu sama sekali tidak berguna."

"Ta-tapi tadi, Hibari-san–" Tsuna memegang luka pada lehernya.

"Hibari-kun? Ah, dia memang suka seenaknya." Giotto menggenggam dagu Tsuna dan mengecup bibirnya. Mata Tsuna melebar. Ia tidak pernah di cium oleh orang lain sebelumnya, terkecuali kedua orangtuanya.

"Besok, di ruanganku, temui aku." Giotto tersenyum sebelum akhirnya melompat melalui jendela kamar Tsuna.

"..." Tsuna memegang bibirnya. Rasanya lembut dan sedikit basah. Ia kemudian tersenyum.

#

"E-eh, ano...Gokudera-kun, kau tahu dimana ruang OSIS?" tanya Tsuna kepada dua kawannya, siapa lagi kalau bukan Yamamoto danGokudera. Yamamoto dan Gokudera saling berpandangan kemudian menatap Tsuna dengan bingung.

"Apa yang membuatmu di panggil, Tsuna?" tanya Yamamoto. Tsuna mengangkat alisnya. "Memang ada apa? Tanya Tsuna.

"Biasanya hanya murid-murid yang punya permasalahan berat yang di panggil ke sana. Yah, kau tahu. Disana ada Hibari dan–"

"–Giotto?" tanya Tsuna. Yamamoto dan Gokudera mengerutkan keningnya.

"Darimana kau tahu, Jyuudaime?" tanya Gokudera bingung.

"E-eh...tidak apa-apa, ada yang memberitahu ku, yah jadi begitu." Wajah Tsuna memerah. Tidak mungkin ia menceritakan kepada teman-temannya soal kemarin malam, kan? Yamamoto dan Gokudera hanya mengangguk.

"Memang apa urusan anda dengan si ketua OSIS?" tanya Gokudera. Tsuna tergagap.

"Se-sebenarnya, ak-aku di kemarin, Giotto-san yang mengajak–"

"Herbivore." Tsuna menatap pemilik suara baritone di belakangnya.

"Hi-Hibari-san!" pekik Tsuna. Hibari memandangi Tsuna dengan tatapan tajam. Kemudian mengarahkan tonfanya ke arah Tsuna. Dan menarik kerah Tsuna hingga Tsuna kesakitan. Hibari menyeret Tsuna dari mereka. Gokudera mendelik.

"OI! KAU MAU APA?! KONO YARO!" teriak Gokudera. Namun tentu saja, Hibari mengacuhkan omelan dan gerutuan dari pemuda berambut silver itu.

"Ittai, ittai! Hibari-san!" Tsuna memegangi tangan Hibari yang terus menyeretnya dengan tidak elitnya. Hibari terus berjalan tanpa mempedulikan erangan Tsuna dan menyeretnya ke suatu ruangan. Tsuna membaca papan yang tergantung di pintu. 'President Council's Office'.

"Wah, be-besar–ittai!" Hibari melempar Tsuna ke arah sofa di tengah ruangan. Tsuna agak terkejut saat Hibari mengecup mulutnya dan menggigiti bibir bawahnya. Tsuna mendesah pelan dan mendorong tubuh Hibari agar ia terlepas dari ciuman itu. Namun Hibari mendorong kepalanya, membuat Tsuna terkejut hingga membuat celah diantara mulutnya. Hibari memanfaatkan momen itu untuk memasukkan lidahnya ke dalam. Tsuna melenguh, merasakan giginya di absen satu per satu. Lidah Hibari bergulat dengan lidahnya. Tsuna merasakan sensasi aneh menjalari tubuhnya. Tubuhnya terasa sangat panas. Bukan demam, tampaknya ini berbeda.

Hibari melepaskan ciuman panas itu dan membiarkan sang herbivore menghirup oksigen terlebih dahulu. Hibari melepas kancing seragam Tsuna satu per satu, hingga menampakkan dadanya yang mulus.

"Hi-Hibari-san...jangan..." gumam Tsuna dengan nafas terengah-engah, berusaha mengatur nafasnya. Hibari hanya menatapnya dengan tatapan kosong dan penuh hasrat. Wajah Tsuna sudah memerah, dan juga bibir mungil itu– membuat Hibari ingin secepatnya melahap sang herbivore kecil.

"Oi, Hibari-kun. Bukankah kubilang 'tunggu'?" Sang ketua OSIS –Giotto –tengah berdiri tepat di belakang sofa hitam itu. Tsuna menghela nafas lega.

"Giotto–"

"Aku boleh ikut, kan?" Giotto mengunci mulut Tsuna dan menjilatinya dengan ganas. Seperti yang Hibari lakukan tadi. Tsuna mengerang. Hibari hanya berdecak kesal dan kembali melucuti seragam Tsuna satu per satu.

"Ja-ngan...ahh..ahh...!" Tsuna mendapati Giotto menjilati nipple Tsuna, membuat Tsuna mendesah. Giotto menjilatinya sambil sesekali menggigitinya dengan bagian giginya yang lain, kemudian mengulumnya, membuat desahan Tsuna semakin keras seiring waktu.

Hibari seakan-akan tidak mau kalah dari Giotto. Ia segera melepas celana Tsuna dan menggenggam kejantanan Tsuna yang sudah menegang. Tsuna menggigit seragam miliknya untuk menahan desahan-desahan yang keluar dari mulutnya akibat perlakuan keduanya. Hibari menyeringai dan menekan lubang kecil di kejantanan Tsuna. Membuat Tsuna berteriak tertahan.

"Kau menikmatinya, hn? Tsunayoshi Sawada...?" bisik Hibari tepat di telinga Tsuna. Tsuna menggeleng.

"Ak-ak-u ti-tida –Hnn!ah! hentikan! Jangan di situ! Ahhh–!" desah Tsuna karena Giotto bertindak semakin liar, begitu juga Hibari yang dengan cepat menggerakkan kejantanan Tsuna naik turun. Tsuna mencakar sofa berwarna hitam tersebut dan terus mendesah.

"Kau tidak boleh berbohong, Tsuna." Giotto menukar posisi dengan Hibari dan mengangkat kedua kaki Tsuna. Kemudian ia menjilati kejantanan Tsuna dan memasukkan seluruhnya ke dalam mulut.

"Berhen–ti! Aku mo-hon, berhen–AH Ahn!" Tsuna merasa tubuhnya semakin menggila karena sensasi aneh ini. Ia berusaha mengatur nafasnya sebaik mungkin. Kemudian ia melihat Hibari melepaskan ikat pinggangnya dan melepas celananya hingga kejantanannya yang sudah menegang terlihat. Tsuna menatap Hibari.

"Lakukan seperti yang dia lakukan ke milikmu." Tsuna menggeleng. Namun Hibari segera memasukkan kejantanannya ke dalam mulut Tsuna secara paksa. Membuat Tsuna tidak nyaman. Akhirnya dengan terpaksa, Tsuna menjilati sisi kejantanan Hibari dari kepala hingga pangkalnya. Membuat Hibari mengerang agak keras. Sementara itu, Giotto merasakan kejantanan dalam mulutnya sudah mengeras.

"Mpphh...mmh...emmph..." lenguh Tsuna saat merasa klimaksnya sudah dekat. Giotto segera meneguk cairan milik Tsuna dan beralih menjilati anal Tsuna. Tsuna ingin sekali berteriak saat merasakan lidah milik Giotto menjilati dinding-dinding dalamnya, tetapi mulutnya terhalang oleh kejantanan Hibari yang lumayan besar. Hibari yang tidak merasa puas memaju-mundurkan kejantanannya ke dalam mulut Tsuna. Membuat Tsuna kesakitan, sebab kejantanan Hibari tampaknya menghantam tenggorokkan Tsuna.

Giotto mengeluarkan lidahnya dari dalam tubuh Tsuna, sehinggan membuat Tsuna kembali mengerang. Giotto memasukkan jari telunjuknya ke dalam anal Tsuna, membuat Tsuna kembali mengerang agak keras. Di susul dengan jari tengahnya, Giotto memasukkan kedua jarinya semakin dalam untuk mencari titik kelemahan Tsuna. Giotto terus menerus memasukkan jarinya, kemudian ia memasukkan jari manisnya ke dalam tubuh Tsuna. Kemudian melanjutkan aktivitasnya tadi. Tak sampai beberapa menit, ia merasakan jarinya menghantam sesuatu dan membuat Tsuna merenggangkan punggungnya. Giotto tersenyum. Ia menemukannya.

Sementara itu Tsuna terus menerus melenguh dan mengerang ketika jari-jari Giotto menelusuri bagian dalamnya. Wajahnya sudah sangat merah, dengan keringat membasahi tubuhnya. Air mata terus menerus keluar dari sudut matanya. Hibari menahan kepalanya agar ia tidak meronta. Tsuna terus menerus mengulum kejantanan Hibari dengan mulutnya.

Giotto mengeluarkan jarinya. Ia sudah tidak bisa menunggu lebih lama. Sang 'adik kecil' sepertinya ingin secepatnya di bebaskan. Maka Giotto menurunkan celananya dan juga boxernya, hingga tampaklah kejantanannya yang sudah tegang sempurna. Giotto segera membenamkan kejantanannya ke dalam tubuh Tsuna, membuat Tsuna menjerit tertahan. Giotto tersenyum kecil dan mengelus rambut Tsuna.

"Tenanglah, ini akan sedikit sakit. Tapi aku yakin kau akan merasa lebih baik nanti." Bisik Giotto perlahan. Sementara itu Tsuna hanya bisa melenguh perlahan.

"Jangan menangis, Herbivore. Aku juga akan membuatmu merasa lebih baik nanti." Ujar Hibari dengan seringai di wajahnya, gerakannya semakin kencang, membuat air mata Tsuna semakin deras.

"Ah, Herbivore. Aku punya minuman untukmu." Hibari mengeluarkan hasratnya di dalam mulut Tsuna, sebagian dari cairan itu mengotori wajahnya. Tsuna perlahan-lahan mencolek cairan putih itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya sambil sesekali meringis kesakitan karena kejantanan Giotto mengoyak bagian dalam tubuhnya.

"Ah! Ah! Ahn! Giotto-san!" desah Tsuna ketika Giotto menggerakkan kejantanannya. Hibari meraih wajah Tsuna dan mengulum bibir mungil itu. Hibari menggigit bibir atasnya hingga mengeluarkan darah, kemudian ia menjilati darahnya dengan penuh hasrat. Begitu juga Giotto, ia melepaskan perban yang melilit leher Tsuna dan menjilati leher Tsuna yang mulus. Giotto menancapkan taringnya perlahan, hal itu membuat Tsuna melepaskan ciuman Hibari dan mengerang kesakitan, dan juga karena sensasi aneh yang semakin lama semakin membesar. Giotto menghisap darah Tsuna sambil menggerakkan pinggulnya. Tsuna dapat merasakan, semakin lama gerakan Giotto semakin menggila. Giotto melepaskan gigitannya dan berbisik.

"Tsuna, aku datang." Tsuna menggeleng. "Ja-jangan di da-dalam –AHH!" teriak Tsuna ketika merasakan cairan Giotto membasahi dan membanjiri bagian dalamnya. Cairan milik Tsuna juga membasahi sofa hitam tersebut. Giotto perlahan-lahan mengeluarkan kejantanannya, membuat sebagian dari cairan Giotto mengalir keluar. Nafas Tsuna terengah-engah. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia hendak tertidur, namun Hibari segera mencegahnya.

"Jangan tidur, herbivore. Kau harus melayaniku juga." Hibari mengangkat kedua kaki Tsuna. Tsuna menggeleng dengan cepat. Namun Hibari sudah mendorong kejantanannya ke dalam tubuh Tsuna. Tsuna menggenggam kemeja Hibari dan menyuruhnya untuk berhenti. Tentu saja Hibari tidak berhenti dan tetap melanjutkan aktivitasnya.

"A-Ah! Ah! Ahn! Hibari...san...!" Tsuna mencapai klimaks untuk yang kesekian kalinya. Hibari mendesis pelan ketika mengeluarkan hasratnya di dalam tubuh Tsuna. Kesadaran Tsuna mulai hilang. Akhirnya Tsuna tertidur. Hibari membetulkan kembali seragamnya yang berantakan.

.

.

Tsuna terbangun. Ia masih berada di sekolah. Lebih tepatnya di ruangan sang ketua-wakil OSIS. Tsuna menyadari bahwa bajunya sudah terpakaikan seperti semula. Tsuna mengelus bagian belakang. Rasanya masih perih. Tsuna menepuk keningnya. Gawat! Bisa-bisa pamannya akan menghukumnya kalau sampai ia terlambat pulang ke rumah.

Tsuna mengambil tas sekolah miliknya dan hendak berdiri dari sofa itu. Namun ada sepasang tangan yang menahannya dari belakang.

"Giotto-san? Hibari-san? Aku mau pulang..." Tsuna menghela nafas. Namun Giotto menahan Tsuna.

"Kau tidak boleh pulang sekarang." Bisik Giotto.

"Ke-kenapa?!" protes Tsuna. Hibari mengecup bibir Tsuna.

"Karena kau harus melayani kami lagi." Bisik Hibari menambahkan. Wajah Tsuna merah padam.

"Tidak mau. Rasanya sakit..." tolak Tsuna. Giotto dan Hibari saling berpandangan.

"Kau lihat ini, Tsunayoshi?" Hibari menunjuk bekas gigitan mereka berdua.

"Itu tandanya kau adalah milik kami."

.

.

.

.

.

.

.

OWARI

A: OH EMAKK! AKUH BIKIN LEMOON! ANAKMU INI BIKIN LEMON, EMAAKK!

Giotto: buset dah, banyakan lompat dari jendela!

A: kalo lewat pintu kagak elit, bro!

Hibari: ...

A: wuoh, Hibari cengok O,O

Giotto: Alamak! Maafkan daku! Udah nge-raep cicit sendiri! #nangis-nangis di pojokkan.

A: ...yah...minna, pertama kalinya nulis Lemon! Ahahahaha! Maaph OOC SANGAT!

Jujur, sebenernya pengennya Alaude-Giotto-Hibari-Tsuna, tapi gak kuat! OH GOD WHY!cakar-cakar tembok.

Akhirnya diganti, deh! Ini karena, G27 sama 1827 itu favoritku xD

Review please, no flame :D