Disclaimer: Hetalia © Himaruya Hidekazu
Warning: sedikit OOC, OC, fem! Indonesia, loosely based on real historical event.
xxx
Keukenhof, musim semi 1995
Angin musim semi yang lembut menyapu daratan Belanda, mengusir jauh-jauh hawa dingin ke laut Utara. Sesosok pemuda jangkung berjalan menyusuri jalan setapak yang membelah hamparan bunga tulip. Di tengah lautan tulip tersebut berdiri sekumpulan rumah kaca, berkilau diterpa mentari pagi.
Pemuda itu tersenyum kecil. Bahkan sejak pertama kali mengetahuinya beberapa bulan lalu, ia tetap tidak menyangka kesempatan ini akhirnya datang. Ia membuka pintu rumah kaca dan langsung disambut sesosok pria setengah baya yang masih mengenakan celemek bernoda tanah. Tampaknya ia baru saja memindahkan beberapa pot kosong.
"Ah, welkom meneer..", sapanya sopan sembari membungkuk kecil
"Saya sudah menerima telepon dari kepala urusan rumah tangga kerajaan, memberitahu kedatangan anda."
"aah, begitukah..", jawab pemuda itu datar. Ia memperhatikan sikap luar biasa sopan pria dihadapannya.
"Dia pasti mengira aku salah satu bangsawan Belanda..", pikirnya
"Hmph, i'm Netherland himself. Tapi tidak ada gunanya memberitahu dia..", Ned berjalan masuk melewati rak-rak berisi pot kosong, sementara si pria bertanya dengan sopan.
"Jadi meneer, apa yang meneer butuhkan disini?", tanyanya
Ned mengeluarkan pipa dan kotak tembakaunya, memasukkan serpihan daun tembakau ke pipanya sebelum terlebih dahulu melanjutkan
"Aku butuh tulip untuk musim panas ini, pertengahan Agustus...", jawabnya sambil menyalakan pipanya
Pria penjaga rumah kaca tersebut tampak keberatan melihat Ned mulai merokok . Tapi toh apa yang bisa dilakukan warga biasa sepertinya terhadap seorang bangsawan Belanda?
Apalagi terhadap negaranya..
"Ah.. hal itu bisa diatur, meneer...", pria itu melanjutkan sambil berusaha mengabaikan Ned yang mencemari tempat pembibitan tulipnya.
"Tulip seperti apa yang meneer inginkan? Oranye mungkin?"
Ned menghisap pipanya pelan, sebelum memberikan jawaban
"Merah darah... dan putih tulang.."
xxx
Huis ten Bosch, Den Haag, musim dingin 1994
Ned bersandar di beranda, memandang langit kelabu kota Den Haag. Saat bosan bermain-main di Amsterdam, atau jenuh dengan kesibukan Rotterdam, Den Haag selalu menjadi pilihan tepat bagi Ned untuk bersantai. Lagipula, belakangan ini selalu ada yang menyambutnya dengan hangat di Den Haag.
Dan keputusan Ned mengunjungi Den Haag kali ini akan membawa kejutan tersendiri baginya.
"Ned, kau disini nak?", pintu dibelakang Ned terbuka, dan sesosok wanita melangkah memasuki beranda.
Ned berbalik, menghadap wanita itu. Dilihatnya wanita itu melangkah pelan dibalik balutan mantel. Mantel yang menghalau dinginnya angin dari tubuhnya yang mulai menua. Ned segera mematikan pipanya saat wanita itu mendekat.
"Bahkan di musim dingin, kamu tidak keberatan berdingin-dingin hanya untuk merenung bersama pipamu itu,hmm, Ned?", ujar wanita itu dengan wajah ramah keibuan.
"Sudah kebiasaan, mau bagaimana lagi..", jawab Ned sambil kembali bersandar. Mata hijaunya melirik wanita itu.
"Apa yang kamu lakukan disini? Bukankah lebih nyaman didalam saja? Ditemani teh dan Olliebollen?" tanya Ned pelan. Bagaimanapun juga ia merasa khawatir dengan kondisi badan wanita itu. Berdingin-dingin di tengah tiupan angin utara bukan kegiatan baik bagi wanita berusia setengah abad.
"Oh, kenapa? Tidakkah seharusnya aku tahu apa yang sedang dipikirkan negaraku sendiri?", jawab wanita itu sambil tersenyum. Ned tersenyum simpul sebagai balasan
"Yeah, Beat.. bagaimanapun kamu ratuku..", gumam Ned
Ratu Beatrix tertawa kecil mendengar jawaban Ned. Ned, Koninkrijk der Nederlander, negaranya, temannya, kakaknya dimasa kecil, saudaranya dikemudian hari, lalu saat ini mungkin tepat memandangnya sebagai anak laki-laki , dan kelak ia akan memandang Ned sebagai cucunya yang muda dan nakal. Sekompleks apapun hubungan antara personifikasi negara dan manusia biasa, yang jelas Ned selalu menjadi bagian penting dari keluarganya, House of Orange-Nassau.
"Jadi Ned..", lanjut Beatrix
"Bisakah Yang Mulia Ratu mengetahui apa yang negaranya sedang pikirkan?"
Ned diam. Alis tajamnya mengendur, dan ia memalingkan mukanya sedikit dari tatapan Beatrix.
Melihat reaksi negaranya, Beatrix hanya menghela nafas dan menepuk pundak Ned.
"Ternyata.. masih soal dia ya, Ned?"
Ned masih diam.
Di bawah beranda, seorang pria bermantel tebal sedang menyingkirkan tumpukan salju dari taman kerajaan. Suara halus sekop yang beradu dengan salju memecah kesunyian diantara seorang ratu dan negaranya. Sebagai latar belakang, terdengar suara teredam lalu lintas kota Den Haag.
"Posisi kita sama-sama sulit Ned..", kata Beatrix
"Banyak yang terjadi, dan setelah merintis kembali hubungan selama 20 tahun, siapa yang menyangka IGGI(*) akan berakhir seperti itu.."
Ned membenamkan dagunya, menyembunyikan setengah wajahnya dalam lipatan kedua tangannya, seperti seorang bocah nakal yang sedang dimarahi karena bertengkar dengan teman. Ia menggumam pelan, "..maaf.."
"Yah, tidak semuanya kesalahanmu, Ned..", balas Beatrix dengan nada pengertian
"Dan, belakangan ini kamu dan Nesia sudah mulai berbaikan lagi kan?"
Ned, dengan dagu masih terbenam, menjawab dengan gumaman tidak jelas
"Sudah. Mmm, Nesia sudah mau menyapaku kalau kita bertemu di rapat UN, dan beberapa kali nelpon juga.."
Kesunyian kembali melanda, suara sekop sesekali menyelingi. Suara klakson mobil terdengar dari balik rimbunnya pepohonan, beberapa warga Belanda tampaknya terlalu antusias menyambut libur musim dingin. Ratu Beatrix mengalihkan pandangannya dari Ned. Ia sekarang memandang kedepan. Ke arah taman yang berselimutkan salju.
"Aku sudah memikirkannya Ned, walaupun aku tidak yakin apakah ini akan berjalan mulus, tapi..", Beatrix berhenti sejenak dan memandang Ned. Ned melirik ratunya dengan pandangan ingin tahu.
"Ned, kita mungkin bisa mengunjungi Nesia musim panas ini. Pada.. pada ulang tahunnya yang ke-50"
"EH?", Ned bangkit dan memandang ratunya dengan tatapan kaget.
xxx
Ulang tahun...
Ulang tahun Nesia, yang ke-50...
Bagi Ned, ulang tahun Nesia adalah sakit kepala yang datang dua kali dalam setahun. Sekali di akhir musim panas dan sekali sebelum tahun baru. Masalahnya, Nesia menetapkan 17 Agustus sebagai hari ulang tahunnya. Sementara Ned lebih suka menganggap Nesia berulang tahun pada 27 Desember. Alasan dibalik keengganan Ned mengakui 17 Agustus sebagai hari ulang tahun Nesia cukup untuk membuatnya bangun semalaman dan menghabiskan isi kotak tembakaunya.
Hal ini membuat Ned tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun Nesia, sebagaimanapun dia ingin. Bahkan hanya mengucapkan "Selamat Ulang Tahun" saja tidak dimungkinkan. Ia tidak bisa mengucapkannya pada 17 Agustus. Karena hari itu bukanlah hari yang spesial bagi Nesia, paling tidak itu anggapan Ned. Dan Ned tidak bisa mengucapkan pada 27 Desember, tanggal ulang tahun Nesia versi Ned. Melakukannya akan memicu kemarahan Nesia.
Dan ia tidak ingin Nesia marah lagi padanya..
Pada akhirnya tahun demi tahun berlalu bagi Ned tanpa bisa mengucapkan "Selamat Ulang Tahun" kepada Nesia. Nesia juga mengerti tentang masalah ini. Dia tidak menyatakan keberatannya secara terang-terangan, tetapi tidak juga bersikap pasif, seperti yang selalu didemonstrasikannya kepada Ned paling tidak setahun sekali, di akhir Januari.
"Ned, hari ini ulang tahun Ratu Beatrix kan? Sampaikan salamku kepadanya, Selamat ulang tahun.."
"Ah iya, terima kasih Nesia, akan kusampaikan"
"Dan sampaikan maafku, tidak bisa datang kesana menghadiri ulang tahunnya.."
"Ah tidak apa-apa, Beat pasti ngerti.."
"Serius Ned, maaf banget,soalnya aku tau rasanya. Maksudku, tahun lalu juga ga semua temenku dateng ke ulang tahunku, nyebelin ..."
Dengan penekanan sangat jelas pada kata 'nyebelin', Nesia benar-benar bisa membuat ulang tahun menjadi horror tahunan bagi Ned. Bahkan ulang tahun ratunya sendiri..
xxx
Ned masih memandang ratunya. Raut wajahnya menunjukkan kekagetan, tapi ada binar-binar harapan terpancar dari kedua mata hijaunya.
Melihat ekspresi sang pemuda, wanita itu mengangguk pelan.
"Aku sebenarnya tidak ingin memberitahumu terlebih dahulu, mengingat betapa sensitifnya masalah ini dan masih banyak hal yang bisa terjadi, tapi.."
Beatrix berhenti menerangkan saat ia menyadari kedua tangan Ned sudah memegang pundaknya.
"Ayo Beat, kita bicarakan saja di dalam", ujar Ned sambil menuntun wanita itu ke arah pintu balkon.
"..akan merepotkan kalau kamu sampai jatuh sakit.."
Mereka berdua bersama-sama meninggalkan balkon istana yang dingin. Dari sudut matanya, Beatrix bisa melihat sekilas senyum samar di wajah Ned.
Tampaknya, sebuah rencana telah memberikan sinar mentari di tengah musim dingin yang kelabu.
to be continued
Catatan Penulis:
(*) IGGI: Inter – Govermental Group for Indonesia, sebuah wadah lintas negara yang dibentuk untuk membantu pembangunan Indonesia dan diketuai oleh tak lain daripada Abang Nethere sendiri. Di tahun 1991 grup ini dibubarkan secara sepihak oleh Indonesia. Kapan-kapan aku tulis lebih lengkap soal IGGI dan drama yang melingkupinya, hohoho..
Yep, ficku kali ini dilengkapi OC, The House of Orange-Nassau aka keluarga kerajaan Belanda. Chapter yang ini baru muncul Ratu Beatrix, tapi kedepan bakal kumunculin yang lain. Honestly kehadiran mereka cukup penting buat plot ceritaku, bukan sekedar jadi kosmetik yang bikin cerita jadi lebih istana-sentris. Hahaha, walaupun dipikir-pikir aku suka ide Ned berinteraksi secara dekat dengan keluarga kerajaan, lebih dekat daripada hubungan standar Nation-tan dan bosnya. Soalnya Ned jadi dapet aura-aura pangeran berandal gitu, hahaha.
Anyway, please let me know what do you think about this fic
