100 Days
Taeyong x Mark
One
Disclaimer! Genderswitch just for this chapter
Minhyung memegang pipinya yang memerah. Matanya menatap tak percaya lelaki di depannya. Badannya gemetar. Dia tidak tau harus berkata apa. Yang telah lelaki itu perbuat terhadapnya membuat sangat terkejut.
Apa dia baru saja menamparku? Tapi, kenapa?
Minhyung mencoba tersenyum, tapi itu sangat sulit di saat pipinya berkedut nyeri. Jadi, yang keluar dari mulutnya hanya ringisan yang terdengar seperti miris dan menahan rasa sakit. Dia menatap nanar mata lelaki itu. Tampak sangat jelas, lelaki itu sangat marah padanya. Dada Minhyung semakin terasa sesak.
Memang, Minhyung sudah terbiasa dengan perlakuan kasar kekasihnya itu semenjak mereka berpacaran. Dan, seharusnya ia juga sudah kebal dengan semua itu. Iya, dia sudah kebal. Tapi, ini adalah tamparan darinya paling pertama, dan paling keras pula.
Air mata yang sedaritadi Minhyung tahan, akhirnya pecah. Tangan kirinya mengepal, memukul pelan dadanya yang semakin sesak. Dia sudah tidak kuasa lagi menghadapi kekasihnya yang berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelum lelaki itu menembaknya. Dia ingin bebas dari semuanya, tapi dia juga masih ingin terus bersama orang itu.
Geraman marah terdengar dari mulut lelaki itu. "Sudah berapa kali kubilang? Jangan pergi dengan lelaki lain, selain aku! Kau terlihat murahan, kau tau!"
Deg!
Jantung Minhyung terasa ditohok dengan keras. Apa katanya? Aku murahan? Minhyung tersenyum miris.
"Dan sudah berapa kali kubilang? Dia hanya temanku, oppa! Dan, lagi, aku tidak pergi hanya berdua dengannya. Teman perempuanku yang la-"
Tamparan baru mendarat lagi dengan mulus di pipi Minhyung. Minhyung semakin shock. Tangisnya semakin deras. Mungkin, dia akan memutuskan pacarnya kalau terus bertindak seperti ini. Matanya tidak beralih dari mata lelaki di depannya. Sementara itu, lelaki itu memalingkan wajahnya menghindari kontak mata dengan gadis berambut panjang hitam legam itu. Hatinya agak sesak melihat air mata gadisnya. Tapi, emosinya tak bisa ia bendung lagi.
"Persetan dengan teman perempuanmu! Kamu tidak tau kalau dia menyukaimu! Aku hanya tidak suka mengetahui ada yang menyukaimu selain aku! Ah! Sudahlah!" Lelaki itu melengos pergi tanpa menoleh sedikitpun, meninggalkan Minhyung yang masih diam terpaku.
Minhyung menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan emosinya. Tangannya mengusap dadanya yang masih saja terasa sedaritadi. Setelah kedut di pipinya berangsur-angsur menghilang, bibirnya mengulum sebuah senyuman dengan susah payah, yang malah tampak seperti senyum miris.
"Asal kamu tau, Taeyong oppa, hatiku hanya terbuka untukmu."
Minhyung menatap kosong langit biru cerah. Hari sudah menjelang sore. Pikirannya melayang entah ke mana. Rasanya, dia bimbang dengan segalanya. Dia sudah lelah dengan kekasihnya itu, Lee Taeyong. Dan, dia ingin bebas. Satu-satunya cara untuk bisa bebas adalah putus. Tapi, dia tidak sanggup mengajukan satu kata itu. Dirinya masih mencintai lelaki itu, meskipun lelaki itu benar-benar brengsek.
Minhyung menghela napas sedih. Tangannya mengambil sebuah dahan yang terserak di dekatnya, lalu menusuk-nusuk tanah dengan dahan itu. "Putus. Tidak. Putus. Tidak. Putus."
Minhyung berhenti. Dahan itu mengatakan bahwa dia harus putus dengan Taeyong. Untuk beberapa lama, dia membiarkan keheningan di padang rumput menjadi semakin hening.
"Baiklah, kalau begitu. Aku sepakat denganmu, dahan! Aku, Jung Minhyung, akan memutuskannya dan melupakannya!" ujarnya berapi-api dengan penuh keyakinan. Tangannya terangkat mengepal sebagai tanda menyemangati dirinya sendiri. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Bahunya merosot dan tangannya menurun lagi. Wajahnya menjadi sedih.
"Tapi, aku masih mencintainya, dahan!" ujarnya sedih. Dia menenggelamkan kepalanya di lututnya, masih menatap tanah yang sudah tergores oleh dahan itu.
Biarkan ia seperti ini untuk beberapa saat, karena dia hanya akan menjadi benar-benar tenang jika keheningan menyelimutinya.
Tiba-tiba, terdengar suara tawa dan langkah seorang asing dari belakang. Oh, mungkin Minhyung tidak sendiri. Sontak, dia menoleh ke belakang.
"Gadis muda, kamu benar-benar mencintainya? Memangnya dia mencintaimu?" Orang asing itu merebahkan pantatnya tepat di samping Minhyung. Wajahnya mendongak menatap langit biru.
Sementara itu, Minhyung menyipitkan matanya, menatap curiga seorang asing di sampingnya. Sebagai reaksi yang normal bagi seorang perempuan, dia menggeser badannya menjauh dari orang asing itu dan mengawasinya dari jauh.
Sadar, orang asing itu menoleh, lalu tersenyum dengan manis, membuat jantung Minhyung berhenti berdetak. Sial, dia ganteng juga!
Minhyung menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghapus pemikirannya. Dia kembali menatap tajam orang asing di depannya.
Tampaknya, orang asing itu tidak berniat jahat terhadapnya. Lihatlah! Senyumnya begitu tulus, berbeda dengan si brengsek itu. Matanya menyiratkan bahwa dia tidak akan berbuat macam-macam terhadap gadis sebelia Minhyung. Tapi, yang benar-benar menarik perhatian Minhyung adalah rambut pink milik orang itu. Aneh. Apakah ada pria yang akan mewarnai rambutnya dengan warna para perempuan? Itu menggelikan, menurutnya.
"Maafkan aku karena telah menguping pembicaraanmu dengan kawanmu, si dahan itu." Orang itu tersenyum dengan sangat manis. "Tapi, aku mendengar kamu ingin putus dengan pacarmu. Kamu betul-betul yakin?"
Minhyung agak terkejut, tentu saja. Oh, hei! Setelah dengan beraninya dia mengusik ketenangan Minhyung, sekarang dia ikut campur masalah pribadi Minhyung? Benar-benar tidak bisa dipercaya.
Tapi, Minhyung malah mengangguk mengiyakan. "Aku yakin! Aku sudah lelah dengannya. Mulutnya saja yang bertindak. Cih! Aku benci orang seperti itu!"
Orang asing tertawa geli mendengar umpatan Minhyung, namun kemudian mengangguk mengerti. "Memangnya, apa alasanmu?"
Minhyung diam, menatap orang asing itu dengan tatapan yang sulit dimengerti. Mereka baru saja bertemu, dan dia sudah bertanya alasan Minhyung ingin memutuskan si brengsek? Seakan-akan mereka sudah saling mengenali sejak dulu. Minhyung bahkan tidak bercerita dengan orang lain perihal masalahnya dengan Taeyong.
Tapi, tampaknya, tidak ada yang salah bercerita dengan orang asing. Toh, dia akan melupakan ceritanya dalam sekejap.
"Dia jahat. Aku selalu dikasarinya, seolah-olah aku adalah musuh beratnya. Bahkan, hanya untuk masalah kecil saja dia marah besar. Aku baru melihat sikap aslinya setelah kami jadian. Sebelumnya, dia tidak pernah mengasari dan memarahiku. Dia benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelum kami jadian. Aku benar-benar merasa dikekang dengan sikapnya itu. Makanya, aku ingin memutuskannya."
Orang asing itu mendengarkan dalam diam, sesekali dia mengangguk mengerti. "Lalu? Kamu yakin?"
"Tentu saja! Aku ini perempuan! Dan, perempuan tidak seharusnya dikasari seperti itu!" teriak Minhyung kesal.
Orang berambut pink itu mengangguk-angguk lagi. "Aku tau itu. Tapi, kamu bilang kamu masih mencintainya."
Minhyung terdesak. Dia pun gugup. "A-ah.. itu.." Minhyung menunduk sedih. "Memang. Tapi, aku lebih mencintai diriku sendiri daripada dia. Dan, aku yakin, aku akan dapat dengan mudah melupakannya. Kami tidak punya kenangan yang begitu bagus untuk dikenang selama kami berpacaran." Minhyung tersenyum miris, merasa simpati dengan dirinya.
Orang asing itu manggut-manggut, lalu melempar pandangannya jauh ke depan.
"Aku bisa mengerti. Tapi, kalau kukatakan sesuatu, bagaimana?"
Sontak, Minhyung menatap bingung orang asing di depannya. Orang asing itu menoleh, balas menatap Minhyung, membuat gadis itu salah tingkah.
"Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Kim Seokjin. Tapi, orang biasa memanggilku Jin." katanya memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ramah.
Minhyung mengerjapkan matanya, agak terkejut dengan perkenalan orang itu. Dia membuka mulut hendak memperkenalkan dirinya juga.
"Tidak usah sebut namamu. Aku sudah tau namamu, kok. Jung Minhyung, kan?"
Mulut Minhyung agak terbuka. Oke, berarti sedari awal dia tidak sendirian. Ada orang lain yang sudah bersamanya sejak awal. Tangan Minhyung bergerak mengangkat rahang bawahnya menutup mulutnya. Lalu, mengangguk mengiyakan.
Jin tertawa pelan. "Kamu tau sesuatu? Aku adalah jin! Jin yang selalu orang perbincangkan. Kamu tau itu, Genie!"
Rahang bawah Minhyung menurun lagi, membuat mulutnya terbuka sangat lebar. Matanya membelalak lebar. Rasanya, bola matanya bisa ke luar dengan mudah. Dia sedang bercanda, kan? Apa-apaan ini. Mentang-mentang namanya Jin, dia bisa semudah itu menganggap dia adalah jin? Ah, ini trik kuno!
"Tidak percaya?"
Tanpa menunggu jawaban Minhyung, Jin menggerakkan tangannya di udara. Dalam sedetik, sepiring strawberry shortcake muncul di tangannya. Tersenyum puas, Jin mengintip reaksi Minhyung. Minhyung tampak terkejut, tidak percaya dengan penglihatannya. Dengan terkikik, Jin menyodorkan piringnya ke Minhyung, menawarkan.
"E-eh? Ini palsu! Aku tidak bisa makan sesuatu yang palsu!" tolak Minhyung keras, masih belum sepenuhnya sadar dari ketidak percayaannya.
Mendengarnya, Jin hanya tertawa geli. "Ini asli! Cobalah saja!"
Namun, Minhyung masih ragu. Tapi, pada akhirnya dia pun menyerah karena mata Jin mendesaknya untuk mencoba shortcake itu. Matanya membulat takjub setelah sedikit shortcake masuk ke dalam mulutnya. Mulutnya menggumam lezat.
"Ini benar-benar asli! Tapi, bagaimana..?"
Jin tersenyum teduh. "Sudah kubilang, aku adalah Genie!"
"Jadi, apakah kamu menginginkan sesuatu? Keajaiban, maksudku. Tentang pacarmu itu. Aku mengabulkan semua permintaan, kok!"
Minhyung menggeleng. "Tidak usah. Aku tidak butuh keajaiban. Percuma saja. Dia tidak akan berubah." Dia meringis miris.
Alis Jin terangkat, agak terkejut dengan jawaban gadis di depannya. Merasa kaku, Minhyung memainkan rumput di dekatnya sambil menunduk, menghindari tatapan Jin.
"Kamu yakin? Kurasa, dia tidak akan kasar terhadap sesama jenis." goda Jin tersenyum.
Minhyung membelalak. Perkataan Jin barusan cukup ambigu. "Eh? Maksudmu apa?"
Jin menggeleng.
Minhyung diam. Dia sedang memutar otaknya mencoba mencerna maksud kalimat Jin. Setelah sadar, dia sontak menatap Jin yang sedang menikmati strawberry shortcakenya.
"Kamu bilang, kamu akan mengabulkan semua permintaan, kan?" Jin mengangguk. "Kalau begitu.. aku ingin ganti kelamin!"
Jin tersedak makanannya. Setelah sedikit terbatuk, dia menatap Minhyung tak percaya. Dia memang sudah berpikir tentang permintaan ini. Tapi, dia tidak bisa menyangka kalau ternyata gadis itu benar-benar mau. "Apa katamu?"
"Aku ingin jadi laki-laki!"
Mulut Jin menganga lebar. Dia tidak bisa berkata-kata. Otaknya mendadak kosong. "Kamu serius?"
Minhyung mengangguk yakin. Dahinya berkerut tidak suka. "Kamu sendiri yang memancingku!"
Jin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Selama 1000 tahun aku berada di bumi, baru pertama kalinya aku mendapat permintaan bertukar gender!"
Mendengarnya, Minhyung menatap makhluk-bukan-manusia di depannya tak percaya. "Se-seribu?"
"Ta-tapi-"
Minhyung benar-benar tidak percaya itu. Bagaimana bisa ada yang berumur 1000 tahun, tapi wajahnya seperti baru saja menginjak kepala tiga. Hampir saja ia mengatai Jin berbohong, kalau saja dia tidak ingat bahwa makhluk itu bukanlah manusia. Jin adalah jin.
"Ayolah, kabulkan!"
Jin menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu dengan bingung. "Baiklah. Akan kukabulkan. Tapi ada beberapa peraturan!"
"Apa peraturannya?"
Jin menaruh piringnya yang masih tersisa setengah shortcakenya ke atas rumput hijau. Lalu, membenarkan posisinya menghadap Minhyung yang sedang memeluk lututnya. Dia duduk bersila.
"Pertama, kamu akan pergi ke masa depan dan bertukar raga dengan seorang laki-laki, Mark Lee, itu namanya. Ingat-ingat! Kedua, kamu ikuti saja alurnya. Jangan keluar dari jalan alurnya. Ketiga, kamu kuberi waktu selama 100 hari. Di hari ke-100 itu, kamu harus kembali ke sini dengan pilihanmu, tetap menjadi laki-laki, atau kembali ke kelaminmu yang semula. Bagaimana?" Jin mengangkat alisnya menunggu jawaban Minhyung.
Minhyung terdiam, tampak memikirkan penjelasan Jin. Tampaknya, ini kesepakatan yang bagus. Seratus hari cukup lama untuk mendapatkan perhatian yang baik dari kekasihnya. Ah, bukan. Ralat. Dari mantannya.
Minhyung mengangguk-angguk kepalanya, tangannya bergerak merapikan rambutnya yang tertiup angin sore.
"Aku setuju!"
Jin mengangguk. Dia mengambil piringnya, lalu berkata, "Kalau begitu, pejamkan matamu. Ini mungkin akan sedikit menyakitkan kepalamu. Tapi, itu tidak akan berlangsung lama. Dan, jangan cari aku nanti!"
"Sekarang?"
Jin mengangguk pelan. "Iya!"
Minhyung menarik napas dalam-dalam sebelum memejamkan matanya. Sebelum matanya terpejam, dia sempat melihat Jin tersenyum dengan tulus kepadanya.
Tiba-tiba, Minhyung merasakan sesuatu menerbangkannya dengan keras. Kepalanya mendadak pusing hebat. Dia ingin membuka matanya kalau saja dia tidak ingat ucapan Jin tadi. Selama beberapa lama, dia mencoba bertahan dengan semua rasa sakit ini. Ini lebih sakit dari semua perlakuan kasar si brengsek itu.
Setelah dia merasakan pantatnya menduduki sesuatu yang empuk namun agak keras, dia membuka matanya perlahan-lahan. Minhyung melihat badannya. Pakaiannya sudah berganti. Dia bahkan merasakan sensasi yang sangat berbeda di daerah dada dan selangkangannya. Tangannya bergerak menuju rambutnya. Rambutnya bahkan sudah berubah menjadi sangat pendek.
Dia mengerahkan pandangannya ke sekeliling. Masih padang rumput itu, batinnya.
Perlahan, dia bangkit. Kedua ujung bibirnya menaik.
"Aku adalah Mark Lee! Selamat tinggal, Jung Minhyung!"
- to be continued -
NYIAHAHA
I'M REALLY SORRY FOR MAKING MY MARK GENDERSWITCHING:( /DITAMPAR SATU2/
AKU BUAT BEGINI KARENA TUNTUTAN PLOTNYA/?
kalo susah bayanginnya, bayangkan saja wajah seulgi:) hanya untuk chapter ini saja dan chapter ending (kalo plotnya menuntut itu lagi) yaa ehehe:) /ditampar limitless/
and i'm sorry kalo ada yg typo atau tidak sesuai, karena aku engga double check (lagi) ehee
aku udah lelah mengatakan ini, jadi ini peringatan terakhir. I need a review from you guys :)
sayang kalian emumumumumu /cium satu2/
