A/U: Halo minna san, mungkin sebelumnya, minna belum mengenal kami, jadi mari berkenalan terlebih dahulu. Kami Rauto n Noir, kali ini ingin membuat fanfic di fandom Bakugan, padahal masih banyak fanfic lainnya yang deadline. Hehehe, yap, semoga kehadiran fanfic kami bisa menghibur kalian semua.

Tittle: You're My Troublemaker

Disclaimer: I'm not own Bakugan, sorely

Chara(s): (all of Bakugan series)

Pair(s): FabiaShuun and slight many pairing.

WARNING(s): MISS TYPO, OOC, GAJEness, SARAP, SINTING, DLL

.

.

.

You're My TroubleMaker

.

.

By Noir

.

.

.

Di suatu kota kecil yang cukup ramai dan tentram.
Sebut saja Cralvize City, kota yang terbilang sangat makmur. Kota ini dipenuhi banyak rakyat dan berbagai profesi. Entah dalam bidang konsumsi, bidang perkantoran, banyak sekali provesi yang berjaya dalam kota ini. Karena itu, walau ukuran kota ini yang terbilang cukup kecil namun kehidupan rakyatnya sangat damai dan tentram.

Dan di kota inilah kisah ini berawal, dimana keributan yang seharusnya jauh dari kedamaian dalam kota itu malah menjadi utama dalam kisah ini. Di pinggiran jalan raya di kota itu, mungkin cukup ramai karena biasanya di pagi hari yang cerah seperti ini, banyak orang yang sudah beraktivitas dan lainnya. Seorang wanita remaja yang begitu elegan dan cantik tengah melalui ruas-ruas kota.

Rambut biru tuanya yang begitu gemerlap, kedua bola matanya sangat indah, belum lagi sifatnya yang sangat cool. Semua lelaki sangat tergila-gila pada wanita satu ini. Ia memakai baju terusan yang bawahannya berupa celana sebatas lutut bewarna kuning cerah, jaket putih berendah-rendah pun ikut menghiasi lekuk tubuhnya, sangat manis. Ia terlihat sedang berjalan sembari menarik sebuah koper hitam yang cukup besar. Langkahnya terhenti, sepertinya menunggu seseorang disana. Tak lama kemudian, dua wanita remaja lainnya datang menghampiri gadis yang menarik perhatian ini.

"Fabia, maaf aku terlambat!" seru seseorang dari mereka yang memiliki rambut biru cerah. Rambutnya cukup panjang dibandingkan wanita tadi, dan tak lupa rambutnya itu dikuncir dua, menambahkan kesan manis pada anak ini.

"Runo, syukurlah kalian cepat datang, belum lama kok" sahut anak yang dipanggil Fabia tadi. Sedangkan perempuan yang satunya lagi memiliki rambut oranye yang bergelombang cantik dan begitu mempesona. Ia pun tiba bersamaan di depan Fabia bersama dengan Runo.

"Jadi kau benar-benar akan memulainya di kota ini, Fabia?" tanya gadis yang akrab dipanggil Alice itu. Ia menepuk pelan pundak Fabia dengan raut wajah yang ceria. Fabia pun membalas senyuman Alice dan mengangguk.

"Benar, diluar dugaan, kota ini sangat menarik untuk memulai bisnisku" ucap Fabia memasang senyuman mantap. Gadis bernama Fabia ini, di umurnya yang tergolong muda, bahkan masih bersekolah, tapi Ia sudah memulai bisnisnya. Kenapa pelajar sepertinya bisa berbisnis dan bisnis apa …

"Hebat sekali, Fabia. Laipula design baju buatanmu semuanya trampil dan pro!" Runo ikut menimpali. Ya, Fabia sudah menginjakan kakinya sebagai designer baju di umur remajanya, diawali sejak design bajunya yang dipakai sekolah untuk mewakili lomba design yang diikuti sekolah-sekolah, nama Fabia pun langsung terkenal.

"Jangan berlebihan seperti itu, Runo. Bagaimana pun juga, kota ini penuh dengan saingan bisnis, karenanya aku akan memulai mencari pengalaman disini, terima kasih juga, sudah mau mengantarkanku" lanjut Fabia tersenyum sportif. Dikarenakan ingin hidup mandiri, Fabia pun memutuskan untuk bekerja di toko orang lain, kalau sudah cukup dengan gajinya, ia ingin membangun toko sendiri, dengan tambahan honor yang di dapatnya dari berbagai lomba, sebuah toko cantik itu hal kecil baginya.

"Sama-sama, Fabia. Nanti perlihatkan lagi kami design baju terbarumu, ya" sambung Alice semangat. Sebenarnya Alice dan Runo dapat mengenal Fabia karena hubungan di jenjaring sosial Bakugan Network, perkumpulan dimana para brawlers unjuk gigi di dunia maya. Dan akhirnya mereka bertiga bertemu dan langsung oke menjadi sahabat.

"Tentu, itu urusan kecil. Ngomong-ngomong, kalian tahu apartement yang bagus di sekitar sini tidak?" Alice dan Runo tinggal di kota yang berbedah dengan Fabia. Dan karena kebetulan Fabia ingin merantau di kota tempat Alice dan Runo tinggal, mereka pun dengan muda bertemu disana. Tentu saja, Alice dan Runo jauh lebih mengenal baik kota tinggal mereka dibandingkan Fabia yang baru datang.

"Oh, iya, ya. Kau butuh tempat tinggal yang bagus, sayangnya apartement disini sering penuh, Fabia. Volume masuknya para tourist kesini selalu melunjak setiap harinya" jelas Runo mengetuk-ngetuk jari telunjuknya pada dagu putih miliknya, pose berpikir kesukaannya. Fabia pun menghelai nafas panjang.

"Orang tuaku juga tidak mengizinkan untuk menerima orang yang tidak dikenal untuk tinggal, duh merepotkan" Alice pun menimpali. Sepertinya memang sulit mencari tempat tinggal di kota yang padat dan ramai seperti itu. Walaupun begitu, itu tidak akan membuat semangat Fabia mengendur. Menjadi designer terkenal sudah menjadi impiannya sejak lama.

"Kalau begitu aku ingin pergi ke tempatku bekerja dulu, ya" usul Fabia begitu tanda lampu menyala muncul di dekat kepalanya. Runo dan Alice saling bertukar pandang lalu mengangguk setuju.

"Boleh, kami ingin melihat tempat kerjamu, Fabia" lanjut Alice senang. Mereka pun berjalan bersama, berusaha mencari alamat toko yang dimaksud Fabia. Sebelumnya gadis pintar ini sudah berkomunikasi dengan bossnya lewat dunia maya, Ia pun memberikan alamat tokonya pada Fabia. Toko tempat Fabia berkerja itu dikenal sebagai toko yang sangat modis dan sangat banyak designer terkenal yang bersaing. Produknya dijual sampai ke penjuru negeri, banyak cabangnya disana-sini. Kalau mendengar cerita Fabia, sang bigboss memutuskan untuk mempekerjakan Fabia di toko induk. Sungguh luar biasa, tentunya juga sangat berat.

.

.

.

.

Glamour Shine

.

.

.

"Wah, jadi ini tokonya?" ujar Fabia melongo begitu mereka bertiga sampai di depan toko tempat dimana fabia akan mulai bekerja. Nama toko itu adalah Glamour Shine, dan dari ukurannya, toko itu merupakan toko paling besar dari toko-toko lainnya. Design gedung juga begitu elegant, walau simple tapi berkelas. Fabia tidak akan menyangka, Ia akan bekerja di toko sesukses itu. Tentu saja di samping perasaan senang, ia juga harus berjaga-jaga. Bayangkan saja, saingannya pasti berat.

"Hebat sekali Fabia, tidak salah lagi, ini pasti tokonya. Ayo masuk, kami menunggu di luar saja" usul Runo mendorong Fabia sampai ke depan pintu keluar-masuk toko. Alice pun mengangguk mengiyakan maksud Runo.

"Eh? Tidak apa-apa, nih? Kalian tunggu di luar? Kesannya aku tidak sopan sekali" sahut Fabia kurang setuju. Padahal sudah dijemput dan dibantu mencari tokonya, tapi kenapa sekarang mereka harus menunggu di luar?

"Tidak apa-apa, Fabia. Kami masuk kesana lain kali saja, sebagai pelanggan baru Fabia, hahaha" canda Runo memasang jempol terbaiknya.

"Benar, sementara Fabia di dalam, kami akan berusaha mencarikan tempat tinggal yang tersisa di kota ini" sambung Alice mengeluarkan ponselnya untuk mencari informasi. Duh, beruntung sekali memiliki teman baik seperti mereka berdua.

"Wah, terima kasih, Alice, Runo. Pastikan aku memberi kalian diskon nanti, hahaha, aku masuk dulu" dengan itu Fabia pun masuk ke dalam toko besar itu. Alice dan Runo melambai-lambai pada sang sahabat berbakat itu.

"Baiklah, saatnya mencari informasi tentang tempat tinggal di dekat sini" Alice mencari nomor kontak di ponselnya, berharap bisa mendapatkan hasil yang terbaik untuk temannya, Fabia.

.

.

.

.

In Glamour Shine

.

.

.

"Permisi…" Fabia mendongkakan kepalanya terlebih dahulu saat masuk ke toko. Sepertinya di pagi hari, toko masih belum buka. Bayangkan saja, Fabia datang jam 8 pagi, umumnya toko masih bersiap untuk buka pada jam sekian. Ia pun melihat jelas tulisan 'closed' yang belum terganti menjadi 'open' di kaca toko. Tapi sang bigboss menyuruhnya untuk tetap masuk berhubung pintunya juga tidak di kunci. Sebenarnya penghuni toko sudah pada berdatangan pagi-pagi buta, tetapi toko baru dibuka beberapa jam kemudian.

"Ada orang?" tanya Fabia kemudian. Tidak ada sahutan, lampu toko juga baru menyala sebagian saja. Namun terlihat jelas, baju-baju mewah dan berkelas tinggi terjejer rapi di sudut-sudut toko. Sedikitnya, Fabia takjub pada rancangan dan design yang ada dalam toko itu. Satu point, berkelas. Seakan lupa pada misinya, sekarang Fabia melihat-lihat satu persatu baju yang ada disana. Mungkin saja ia bisa mendapatkan referensi untuk design barunya nanti.

"Siapa itu?" suara bariton yang begitu berat mengejutkan Fabia yang tengah tenggelam dalam dunia mimpi design baju. Fabia pun terperanjat kaget, padahal tadi sedang asyik-asyiknya meneliti tiap lekuk baju yang ada. Ia langsung menengok ke asal suara itu.

"Ah, maaf, maaf. Aku Fabia Sheen, aku datang kesini untuk melamar menjadi designer baju" Fabia langsung menunduk berkali-kali pada sosok itu untuk minta maaf. Dan dengan sigap Ia memperkenalkan dirinya. Dan Ia begitu terkejut bahwa yang ada di hadapannya adalah …

"Oh, kamu Sheen yang dikatakan ayahku?" lanjutnya. Fabia begitu terpana melihat sosok itu. Seakan berkaca, sosok itu hampir mirip wajahnya dengan Fabia, yang membedakan mungkin karena dia laki-laki. Ia memiliki rambut yang lebih panjang dari Fabia, rambutnya yang bewarna hitam kelam begitu mempesona. Lekuk tubuhnya yang ideal sebagai seorang laki-laki. Kilau matanya yang menggairahkan.

"Ah, iya, panggil saja aku Fabia, ehm, siapa anda?" Fabia berusaha menenangkan dirinya. Entah kenapa melihat lelaki itu, Ia menjadi tidak tenang. Pikirannya langsung dibanjiri ribuan design khusus untuk lelaki itu. Hanya saja, tatapan dinginnya seakan menusuk hati Fabia, perasaannya menjadi berantakan sekarang.

"Aku Shun. Jadi kau designer yang disebut-sebut ayah? Kupikir anaknya seperti apa, ternyata norak seperti ini" Rasanya ribuan jarum runcing menghujam tiap inci tubuh Fabia. Perkataan Shun begitu menusuk hatinya, disisi lain ia tidak terima dikatai seperti itu karena alasan yang tidak jelas, disisi lain ia penasaran apa kelebihan sang anak daripada bigboss sehingga berani mengatai penampilannya seperti ini.

"A-apa maksudmu? Jaga perkataanmu!" tegur Fabia berusaha bersabar. Tapi rupanya teguran itu ditanggapi lain oleh Shun, pemuda yang kelihatannya lebih tinggi beberapa senti dari Fabia, rambutnya yang panjang terkuncir ponytail agar tidak sembarangan tergerai. Ia mengangkat sudut bibirnya, seringai tipis yang membuat Fabia bergidik ngeri.

"Hihihi, justru kau yang harus menjaga perkataanmu, Fabia Sheen. Aku ingin melihat seberapa tangguhnya dirimu dalam dunia designer" Ia pun meletakan jempol dan telunjuk dari pergelangan tangan kirinya tepat di siku dagu putihnya. Ia seperti tengah meneliti tiap lekuk baju yang dikenakan Fabia sekarang. Akui saja, baju yang sekarang Fabia kenakan adalah design miliknya sendiri.

"Silahkan, mohon bantuannya" ucap Fabia memantapkan hatinya, mengusir segala pikiran negatif dalam hatinya mengenai pria bernama Shun itu. Shun pun kembali tersenyum tipis, atau lebih tepatnya menyeringai dengan maksud yang susah diartikan. Ia pun melangkah mendekati Fabia yang masih ditemani deretan baju yang dijual. Keduanya saling melempar pandangan dengan tatapan berang, entah saling benci atau saling suka. Perasaan yang susah untuk ditafsirkan.

"H-hei, apa yang kau lakukan!" Fabia memberontak begitu Shun menyentuh pinggangnya, memelarkan bagian rendah-rendah yang ada disana. Shun tidak peduli, entah apa maksudnya, tangannya pun beralih pada bagian lain. Bagian yang seharusnya tidak disentuh laki-laki dengan wajarnya …

PLAKK !
Fabia segera menepis tangan Shun dengan satu tamparan, mukanya merah padam, jantungnya berdetak semakin kencang. Ia merasa dipermalukan dari kontak fisik juga merasa privasinya dirusak paksa oleh …

"Kenapa, none Fabia Sheen? Kau tidak mengizinkanku untuk melihat kebolehanmu dalam design? Baju itu design buatanmu, bukan?" tanya Shun menyeringai penuh kemenangan. Rasanya Fabia ingin memukul wajah semena-mena itu, memang itu baju design murni darinya, tapi tidak seharusnya …
Bahkan Ia memanggil dengan embel-embel 'nona' dengan nada yang tidak mengenakan. Memuakan.

"Brengsek! Siapa kau sebenarnya!" tukas Fabia mulai naik pitam. Shun hening sejenak, lalu Ia bersender di pintu staf dan melipat kedua tangannya dengan rapi. Smirk lebarnya tetap terlukis jelas, tatapan tajamnya layaknya psikopat juga …

"Aku sudah bilang bukan, aku adalah anak daripada pemilik toko ini, nona Fabia Sheen" jawab Shun dengan pelan-pelan dan disengaja, Fabia merasa orang yang ada di hadapannya ini pasti memiliki kelainan tersendiri. Baru kali ini ia berhadapan dengan orang macam Shun dalam dunia designer, belum lagi ia mengaku-ngaku bahwa Ia adalah PUTRA dari bigbossnya. Jelas itu mustahil.

"Kau pasti bohong! Dasar mesum!" bentak Fabia mengeluarkan semua uneg-uneg dalam pikirannya. Dengan perlahan, Shun melancarkan sebuah jari telunjuk tepat di depan Fabia. Untuk apa?

"Bohong? Mesum? Berani sekali kau, nona Fabia Sheen. Perlu kutekankan bahwa, satu-satunya designer dalam rumah butik ini adalah aku seorang" ucap Shun dengan nada baritonnya yang semakin berat. Fabia tercengang. Satu-satunya designer? Kenapa bisa? Padahal menurut gossip yang ada, rumah ini memuat ribuan designer ternama, tapi kenapa…

"Jangan samakan rumah butik murahan dengan perusahaan Kazami, bagi kami, designer yang tidak bisa menciptakan 100 design berbedah dalam sebulan adalah nol" jelas Shun dengan percaya diri. Sedangkan Fabia masih bengong di tempat, berusaha mencerna maksud ucapan Shun. Dan ia pun mulai merasa kejanggalan yang ada, ya, toko ini sangat sepi, dan yang ada disana hanya Shun dan Fabia saja.

"Perusahan Kazami? Apa maksudmu? 100 design perbulan?" Fabia semakin tidak mengerti apa yang terjadi, suasana yang begitu mencekam dan menyelimuti hati yang ada sangat menyesakan. Sekarang Shun menggerakan telunjuknya kiri-kanan secara beraturan, memberi isyarat pada Fabia untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu.

"Nona Fabia Sheen, maaf saja, tapi seluruh baju yang ada disini, adalah hasil murni dari designku seorang, Shun Kazami" lanjutnya sembari bangkit dari senderannya dan kembali melangkah mendekati Fabia. Rasanya kaget, tidak percaya, halusinasi,semua design yang dikaguminya sedari tadi adalah design dari orang yang hampir saja membuat pelecehan seksual, bukan bahkan sudah melakukannya.

"Se-semua! Apa kau bercanda?" Fabia sedikit terperanjat dari tempatnya berdiri. Menyesal atau bangga telah bertemu dengan sang designer yang telah merancang ratusan baju yang terpajang rapi di toko itu. Perpaduan warna, motif, selerah, semuanya bervariasi. Fabia hampir buta dibuatnya.

"Tentu tidak, karenanya, kau yang seharusnya menjaga sikapmu padaku, nona Fabia Sheen" Shun terus saja memanggil Fabia dengan embel-embel 'nona' yang begitu mengesalkan. Sekarang apa yang harus dilakukan gadis remaja ini? Sepertinya Ia salah tempat, atau salah tindakan? Shun pun terus melangkah sampai di belakang Fabia dan berbalik. Perlahan Ia memeluk Fabia dari belakang.

"Hei, apa yang kau lakukan, mesum! Lepaskan aku!" Fabia memberontak tidak terima, kedua tangannya langsung bergerak untuk menlepas kedua tangan Shun yang terlipat rapi di tubuhnya. Sayang, tenaganya tidak sebanding dengan pria, semuanya sia-sia dan hanya membuang-buang tenaga.

"Jadi, apa kau masih mau bekerja disini?" pertanyaan yang dilempar Shun membuat Fabia membatu seketika. Ya, Ia ingin. Menjadi designer ternama di toko impian memang sudah lama diidamkannya, Ia tidak perlu berbelit-belit dalam urusan mata pelajaran yang tidak akan membawakan gaji. Ia tidak perlu merepotkan kedua orang tuanya yang sedang menganggur. Tapi lain soal kalau sekarang ia berhadapan dengan …

"Aku memang ingin bekerja disini! Tapi aku tidak sudi bertemu dengan orang mesum sepertimu!" bantah Fabia tidak terima. Baguslah, sekarang Ia mencap kata mesum pada pria yang berparas tampan itu. Shun sedikit tersenyum, bola mata crimsonnya yang indah seakan membunuh Fabia ketika mereka saling bertatap.

"Begitukah? Padahal aku cukup tertarik pada design murahanmu" ucapan ketus itu membuat Fabia serasa ingin mencabik-cabik hati arogannya yang sangat menyesakan. Design murahan katanya? Seakan Ia tidak tahu rasanya untuk menciptakan sebuah maha karya tidak semuda menjahit kain rombeng. Ia terus memberontak berusaha lepas dari Shun.

"Jangan sembarangan berbicara! Seharusnya, sebagai seorang designer, kau harus bisa menghargai karya orang lain! Sejelek apapun karya itu, mesum!" omel Fabia kali ini menginjak kaki Shun dari belakang. Seakan mati rasa, Shun tidak merasa sakit sama sekali, ia membiarkan kakinya menjadi korban amarah Fabia.

"Begitukah? Itu hanya pribahasa bodoh para designer sampah, bodoh" umpat Shun mempererat dekapannya. Sampah? Harga diri Fabia sebagai seorang designer serasa diinjak-injak.

"Kau, aku tidak akan memaafkanmu! Sehebat apa kau sampai kau bisa mengatai designer lain, ayo kita bertanding saja!" tantang Fabia mantap. Seumur hidup, design baju miliknya paling top di kotanya dan Ia dilimpahi banyak penghargaan. Itu saja sudah cukup untuk memenuhi rasa percaya dirinya untuk menantang Shun. Lagi-lagi pria berambut hitam itu menyeringai tipis.

"Boleh, bertanding seperti apa?" tantangnya balik dengan nada santai, seakan pertandingan itu gampang dimenangkan dirinya. Merasa pelukan Shun mengendur, Fabia segera memberontak dan lepas dari pelukan Shun.

"Hm, pertandingan yang seharusnya bisa diikuti kaum AMATIR sepertiku" dengus Fabia menekan kata AMATIR agar Shun tidak mendongkakan kemampuannya lagi dan membuat Fabia naik darah. Shun mengangguk puas.

"Bagaimana kalau kita membuat ratusan design baju dan langsung di jual di toko, kita pertaruhkan siapa yang cepat habis terjual. Deal?" lanjut Shun mengangkat kepalanya, menunjukan smirk terbaiknya, sedikitnya Fabia bergidik ngeri.

"Baik, aku terima. Deal!" ucap Fabia mantap lalu menyodorkan tangan kanannya berharap mendapatkan persetujuan dari Shun lewat jabatan tangan. Dengan santai Shun melepar tangan kanannya lalu akhirnya kedua tangan yang bagaikan kutub utara dan selatan itu menyatu dan berjabat.

"Dengan taruhan, kalau kau kalah, kau harus keluar dari sini, nona Fabia Sheen"

.

.

.

To Be Continued

.

.

.

Rauto: Uhm, halo minna san. Ini fanfic Bakugan pertama kami, postnya malam-malam pas tahun baru pula. Hehehe, kami memang author teraneh yang pernah ada. Dan Happy New Year 2012 untuk semuanya, semoga semuanya menjadi lebih baik dan sesuai harapan minna-san, amin.

Noir: Betul, betul. Dan silahkan beri komentar lewat review. Tidak pakai akun tidak masalah, review anda akan membantu perkembangan fanfic ini. Kalau sepi review updatenya lelet lho (ngancem) *plakk*

Rauto: Iya, kalau sepi review aku akan panggilkan Drago untuk menghajar kalian semua (dihajar duluan). Duh, bercanda, maksudku tetap tinggalkan review. And please Don't FLAME here.

Noir: Anda hargai kami, kami juga hargai anda. Jadi beri saran dan kritik yang baik dengan bhs Indonesia yang benar, oke. Yup, kami sudahi dulu perjumpaan kami di fic ini. Jaa ne minna san

R

E

V

I

E

w