Disclaimer :

Naruto [Masashi Kishimoto] and Sword Art Online [Reki Kawahara]

Tapi cerita ini sepenuhnya milik author.

Author tidak mengambil keuntungan materi apapun dari fanfiksi yang di-publish.

.

Notice Me, Baby

Romance, Friendship, Family, Drama, and etc.

Rate : M

Type : Crossover

.

Warning! : OOC, OC, Typo(s), Miss-Type, AU, AR, AT and many more.

.

.

Aku mempunyai seorang teman. Namun usianya berbeda cukup jauh dariku. Tahun ini aku memasuki usia yang ke-25, sedangkan dia baru saja menginjak usianya yang ke-20 tahun. Perbedaan usia lima tahun ini kadang membuatku merasa sangat risih. Ditambah lagi dia sangat manja kepadaku. Bisa dibilang kami ini bukan sekedar teman namun juga bukan sepasang kekasih. Sangat membingungkan.

"Nanti pulang jemput aku, ya?"

Dia melambaikan tangan ke arahku sebelum masuk ke dalam kampusnya. Dan aku hanya terdiam di depan mobil sambil membalas lambaian tangannya.

Kadang aku berpikir, haruskah aku menyatakan cintaku padanya? Namun sampai saat ini aku belum dapat merasakan getaran cinta itu. Entah aku yang salah atau memang sesungguhnya aku yang tidak mempunyai perasaan terhadapnya.

Ah, iya. Kenalkan namaku Uzumaki Naruto. Saat ini aku bekerja di salah satu kantor pemerintahan di Jepang. Posisiku sudah cukup aman jika ingin menginjak ke jenjang pernikahan. Namun belum ada hasrat untuk itu.

Aku lebih suka berpergian ke suatu tempat untuk menikmati hari liburku. Tapi tidak sendiri, melainkan bersama teman-teman sebayaku. Dan mereka juga mengetahui tentang statusku kala ini. Single.

.

.

.

Di apartemen...

Selepas pulang bekerja, aku segera beristirahat di apartemen yang kusewa. Oh, iya. Daerah asalku jauh dari perkotaan yang mengharuskan aku menyewa sebuah apartemen untuk tempat tinggal.

Selain dibayar hanya dengan setengah harga, fasilitas di apartemen ini cukup lengkap. Yang memungkinkan untuk beraktivitas banyak di luar ruangan. Dari lapangan futsal, kolam renang, lapangan basket, dan banyak fasilitas olahraga lainnya. Membuatku semakin betah tinggal di apartemen ini.

KRINGGG

Baru saja aku membaringkan tubuhku di atas kasur yang empuk, terdengar dering telepon genggam milikku. Akupun segera mengambil handphone yang berada di saku kanan celanaku lalu mengangkatnya.

"Halo?"

"Naruto-kun, jam kuliahku sudah habis. Bisa jemput aku sekarang?"

Suara dari seberang itu seakan memaksaku untuk segera bangkit dari tempat tidur.

Hah, Asuna ...

Batinku menggerutu sendiri saat mendengar dirinya meminta jemput kepadaku. Ingin rasanya aku menolak. Namun aku tidak cukup tega untuk melakukannya.

"Baiklah, tunggu aku setengah jam lagi," sahutku dengan nada yang dipaksakan.

"Arigatou, Naruto-kun."

Tak banyak kata yang dia ucapkan selain terima kasih. Dan kemudian temanku ini segera menutup teleponnya. Aku yang masih lelah rasanya ingin tidur sebentar. Tapi janjiku kepadanya membuat mataku ini tak dapat terpejam. Dan akhirnya ... aku melajukan mobilku untuk segera menjemputnya.

.

.

.

Tiga puluh menit kemudian...

Aku memarkirkan mobilku di depan kampusnya. Suasana kampus kala ini sudah tampak sepi. Aku kemudian mencoba untuk menelepon dirinya, namun tak ada jawaban. Aku mencoba mengirim pesan pendek, namun tak kunjung dibaca olehnya.

Hah, jam tidurku terganggu.

Aku merasa kesal. Belum lama dia menelepon dan meminta jemput padaku. Tapi sekarang aku tidak tahu di mana gerangan dirinya berada. Rasanya aku ingin pergi begitu saja. Namun, ada rasa khawatir yang melanda jika aku meninggalkannya.

"Naruto!"

Tiba-tiba suara itu mengagetkanku. Suara yang kukenal beberapa tahun terakhir.

"Happy Anniversary!"

Seorang gadis tersenyum lebar sambil membawakanku seikat bunga dan juga sebatang cokelat.

"Asuna ..."

Rupanya, dia membuatku menunggu lama hanya untuk membeli ini terlebih dahulu.

Aku sedikit terharu dengan kejutan yang diberikannya. Bersamaan dengan dirinya yang memeluk tubuhku ini.

"Arigatou, Naruto-kun."

Entah mengapa ucapannya seakan memberikan ketenangan batin pada diriku ini. Harum rambutnya, hela napasnya dan detak jantungnya seakan terasa hingga ke dalam sukmaku.

Tubuhnya memelukku dengan pelukan yang kurasa ... baru kali ini aku merasakan pelukan yang hangat dan nyaman seperti ini.

Asuna ...

Sejak saat itulah aku mulai memperhatikannya. Setelah pertemanan kami yang berlangsung lama. Tiga tahun lamanya. Semenjak aku berkenalan dengannya di sebuah situs jejaring sosial dan kemudian memutuskan untuk bertemu.

.

.

.

Di apartemenku.

Sebenarnya di antara kami sudah tidak mempunyai jarak yang berarti. Setiap hari libur, Asuna selalu menghabiskan waktunya di apartemen milikku. Dia memasak, merapikan segala sesuatu yang ada di dalam apartemen. Tanpa meminta imbalan. Bahkan dia juga mencuci pakaianku yang kotor.

Aku terheran ada seorang gadis yang sebaik dirinya. Kadang saat kami tertawa bersama, sempat terlintas di pikiranku jika ada sesuatu yang ditutupi olehnya.

Dia begitu periang. Bahkan selama tiga tahun kami berteman, dia tidak pernah mengeluh ataupun menangis. Namun, aku masih saja tidak terlalu memperhatikannya. Aku bersikap masa bodoh dan lebih mementingkan pekerjaanku. Padahal mungkin saja dia menantikan pernyataan cintaku padanya.

Hah, benar-benar merepotkan...

"Naruto-kun. Semua sudah selesai. Aku ingin berenang sekarang."

Tepat pukul dua siang, Asuna sudah merapikan semuanya. Dari menyapu, mengepel, memasak, mencuci piring, bahkan hinga mencuci pakaianku. Dia benar-benar calon istri idaman.

"Baiklah, apa ingin aku temani?" tanyaku kepadanya.

"Oke, dengan senang hati aku menerima tawaranmu," jawabnya sambil tersenyum manis.

Kamipun tak lama segera keluar dari dalam apartemen menuju kolam renang yang berada di lantai bawah. Tak lupa membawa pakaian ganti dan juga peralatan untuk berenang.

Sepanjang perjalanan kami bergandengan tangan. Mungkin lebih terlihat jelas seperti seorang kakak-adik. Aku melihatnya, memandanginya. Candanya, tawanya baru kusadari akhir-akhir ini. Aku begitu bodoh, ya?

Hah, sudahlah. Mungkin kemarin-kemarin belum saatnya bagiku untuk menyadari semua ini. Namun satu hal yang pasti. Sebuah perasaan itu mulai muncul di hatiku. Sebuah rasa yang menginginkan melihat senyuman itu terus terlihat dan menenangkan batinku.

.

.

.

JEBURRRR

Kami berenang bersama. Suasana riang mewarnai sore hari kami. Bukan main manjanya Asuna kepadaku. Dia ingin aku menggendongnya di dalam air kolam renang dari tepi ke tepi kolam.

"Cepat, Naruto-kun!"

Bak anak kecil, Asuna segera menaikkan kedua kakinya ke pinggangku. Ia menggantungkan kedua tangannya di leherku sebagai tempat berpegangan. Aku pun hanya dapat menuruti kemauannya, menggendongnya dan membuat hari ini begitu ceria.

Dan tiba-tiba saja dia tertawa kala aku tak sengaja terjatuh saat menggendong dirinya.

"Payah!" ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kau terlalu berat bagiku, Asuna."

"Benarkah?"

"He-em. Badanmu memang terlihat kecil. Namun tak kusangka terasa begitu berat bagai pasak bumi," candaku.

"Dasar lemah! Baru seperti ini saja sudah mengeluh. Bagaimana jika badanku bertambah berat karena mengandung anakmu!"

JLEBB

Aku tahu jika Asuna juga hanya bercanda. Namun entah mengapa saat aku mendengar kata-kata itu darinya, hatiku merasa teriris. Merasa bersalah karena telah membuatnya menunggu lama tanpa kepastian. Akupun termenung, lalu pergi meninggalkannya. Mengambil air yang kami bawa—meminumnya.

Aku merasa kesal dengan diriku sendiri. Aku membiarkan seorang gadis yang begitu perhatian terhadapku bertahun-tahun lamanya. Namun tak pernah kucoba untuk mengikatnya dalam sebuah pertalian yang lebih serius.

Haruskah aku menyatakan cintaku saat ini? Padahal rasa itu baru saja mulai tumbuh.

.

.

.

Jam makan malam...

"Naruto-kun ..."

"Hm?"

Aku bersama Asuna sedang menikmati makan malam bersama di teras apartemen. Ia mengenakan jumpsuit berwarna hitam dipadu celana pensil berwarna biru. Sedangkan aku hanya mengenakan t-shirt berwarna putih dengan celana dasar panjang berwarna hitam.

"Sebentar lagi, aku akan menyelesaikan ujian akhir di kampus. Doakan aku ya?"

Bening matanya meminta doa dariku. Akupun hanya tersenyum mendengarnya. Walaupun ada perasaan luka di hati kecil ini.

Mengapa harus sampai dia meminta terlebih dahulu kepadaku. Mengapa tidak kesadaranku sendiri yang mendoakannya. Seperti inikah sikapku? Terlalu acuh kepada seorang gadis yang telah menemaniku tiga tahun lamanya.

"Asuna,"

"Apa?"

Walaupun aku tidak membalas ucapannya, namun ia begitu sigap menjawab panggilanku.

"Kita sudah lama saling mengenal. Namun aku belum mengetahui di mana rumahmu. Apakah ...?"

"Aku pun sama. Sampai detik ini aku belum tahu di mana rumahmu."

Kami saling bertanya, saling ingin tahu akan tempat tinggal masing-masing. Namun entah mengapa tiba-tiba kami kemudian tertawa.

"Hahahaha."

Hampir saja kami tersedak makanan yang belum sempat tertelan karena menertawakan sesuatu yang menurut kami lucu. Aku merasa hari-hariku mulai berwarna. Semenjak menyadari kehadirannya.

"Asuna,"

"Hm?"

"Liburan akhir tahun nanti apakah kau ingin ikut bersamaku?" tanyaku malu-malu.

"Ke mana?"

"Ke suatu tempat yang sedari dulu belum pernah ada seorang gadis yang kuajak ke sana."

Niat tulus itu seketika muncul di benakku. Aku ingin mengajak Asuna menemui kedua orang tuaku di luar kota. Tapi aku tidak berterus terang kepadanya. Aku ingin mengetahui bagaimana reaksi dia nanti saat sudah tiba di depan rumahku.

"Aku akan lihat jadwal kuliahku dulu, Naruto-kun. Aku tidak berani berjanji. Namun akan aku usahakan," ucapnya sambil tersenyum lalu memegang tangan kananku yang menganggur di atas meja.

Kalian pasti merasa aneh dengan kisahku ini. Tiga tahun lamanya aku dan Asuna sudah saling mengenal. Namun sampai detik ini aku tidak mengetahui di mana rumahnya.

Itu karena ... Asuna semasa kuliah tinggal di asrama wanita yang berdekatan dengan kantor pemerintahan tempat di mana aku bekerja. Kadang kala Asuna mengantarkan bekal makan siang untukku jikalau dia tidak mempunyai jam kuliah di hari itu.

Bahkan sikap baik Asuna terhadapku ini membuat rekan kerja sebayaku meledek terus-menerus agar aku segera menikahinya.

Asuna ... arigatou.

Saat ini tak banyak yang dapat aku lakukan untuknya. Tapi sebisa mungkin aku tidak membuat hatinya sakit karena sikapku yang dingin ini. Sebenarnya sih tidak seperti itu. Semua ini karena perbedaan usia kami yang cukup jauh. Yang mengharuskan aku menjaga kewibawaanku agar dapat melindunginya juga.

.

.

.

Hari demi hari terus kami lewati. Sudah beberapa hari terakhir aku tidak bertemu dengannya. Rasa itu mulai menggebu, namun aku masih terlalu malu hanya untuk mengucapkan kata rindu.

Pesan terakhir yang kuterima, ia sedang menghadapi ujian akhir di kampusnya. Dan beberapa hal harus ia persiapkan dari jauh hari.

Kebiasaan kami yang sering bertemu di setiap harinya seakan menjadi belenggu kerinduan yang mendalam. Ah, aku rindu. Iya, aku merindukannya. Namun aku tidak berani mengatakannya secara langsung.

Berulang kali aku melihat handphone ku, berharap dia akan mengirim pesan. Namun itu tidak pernah terjadi. Aku gelisah. Sungguh gelisah akan perasaanku ini. Aku ingin bertemu dengannya. Ya, hanya dengannya seorang. Seorang gadis yang mulai kucintai.

Asuna ...

Batinku terus membisikkan namanya hingga akupun tertidur diselimuti kerinduan yang mendalam. Ternyata ... diam-diam aku mencintainya.

.

.

.

Lusa kemudian, di kampus Asuna.

"Asuna."

Seseorang menyapa Asuna yang baru saja keluar dari ruangan dosen kampus.

"Suguha."

"Bagaimana ujianmu, Asuna?" tanya seorang gadis yang bernama Suguha.

Mereka sama-sama mengenakan almamater kampus yang berwarna biru.

"Hm, aku tidak terlalu berharap. Namun aku akan selalu berusaha."

Asuna tersenyum, menyemangati dirinya sendiri. Padahal untuk mendapatkan predikat juara umum sangatlah sulit. Ya, Asuna sedang berusaha keras untuk mendapatkan nilai tertinggi di kampusnya agar bisa mendapatkan bea siswa S2 di Eropa.

"Oh, ya. Alumnus kampus memberikan kita undangan prom night di akhir pekan. Apa kau akan datang?"

Keduanya berbincang sambil berjalan menuju ke arah kantin kampus.

"Em, entahlah. Aku tidak punya pasangan untuk kuajak."

Asuna tiba-tiba terlihat bersedih saat mengatakan hal itu kepada teman kampusnya, Suguha.

"Eh? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah kau mempunyai seorang teman yang kau kenal lewat media sosial? Mengapa tidak mengajaknya saja?"

Suguha terus bertanya seakan mendesak Asuna agar hadir di acara prom night yang diadakan alumnus kampus mereka.

"Tap-tapi ... aku tidak yakin."

Asuna tampak cemas kala teringat dengan kesibukkan Naruto. Ia khawatir jika Naruto akan menolaknya dan hal itu akan membuatnya bersedih.

"Ayolah, Asuna. Kau harus hadir. Kau satu-satunya yang dapat kuandalkan. Lagipula di sana akan ada Kirito-nii yang juga ikut hadir. Bantu aku ya. Please ..."

Suguha memohon sambil menggabungkan kedua tangannya. Benar-benar berharap Asuna akan datang dan menemaninya untuk menemui Kirito.

Merasa sedih dan iba, akhirnya Asuna mau tak mau mengiyakannya. Walaupun sejujurnya ia merasa keberatan dengan permintaan sang teman.

"Baiklah. Akan aku usahakan," ucapnya dengan nada yang sedikit terpaksa.

Suguha terlihat tersenyum—semringah—bahagia dengan jawaban dari teman kampusnya itu, Yuuki Asuna.

.

.

.

Jumat, pukul 7 malam.

Gemercik air terdengar di taman, dekat dengan kantor pemerintahan tempat di mana aku bekerja. Kala ini aku sedang menunggu Asuna datang. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera bertemu.

Akupun masih mengenakan seragam kerjaku. Hanya saja kali ini aku biarkan jas hitam itu terlepas, sehingga hanya kemeja putih yang kugulung sampai ke siku dipadu celana dasar hitam panjang dan juga sepatu pantofel hitam yang kukenakan.

Aku membawa setangkai bunga mawar merah hidup tanpa duri yang sudah kupersiapkan sebelum bertemu dengannya. Jantungku berdegup dengan kencang dan aliran darahku terasa melaju begitu deras. Malam ini ingin kuutarakan rasa rinduku terhadapnya. Yang mana sudah dua minggu lamanya aku memendam rasa dan gejolak di jiwa.

"Baaa!"

Aku tersentak kala ada yang mengagetkanku dari arah belakang. Aku menoleh—melihat—memastikan siapakah gerangan yang datang. Dan ternyata seorang gadis yang telah kutunggu.

"Asuna ..."

"Hehe. Maaf telah lama membuatmu menunggu. Aku harus menyelesaikan makalahku terlebih dahulu," ucapnya sambil tersenyum.

Rambutnya yang tergerai kala itu serasa ingin kubelai. Mencium harumnya lalu kupeluk pemiliknya.

Hah ... Asuna. Andai kau tau jika sesuatu telah terjadi padaku saat lama kita tidak berjumpa. Kau tahu ... aku rindu.

.

.

.

TBC

.

.

.

Yo, Mina.

Dark Ryuuki kembali hadir dengan kisah romansa. Kali ini mencoba menjelajah fandom Sword Art Online yang kugabungkan dengan fandom Naruto.

Semoga menghibur. Dan jangan lupa sertakan saran serta kritik yang membangun dari kalian. Agar aku dapat menulis cerita ini lebih baik lagi.

Terima kasih.