ANUGERAH BIDADARI
Author : Shin Sung Rin a.k.a Hulfi
Main Cast : Lee Sungmin (Yeoja) & Cho Kyuhyun
Support Cast : Lee Donghae (Namja) And Other Cast
Genre : Romance, Genderswitch
Rating : General
Warning : Ini adalah ff pertama author. Dan ff ini hasil remake dari novel dengan judul yang sama.
Happy reading
Warning! Banyak typo, maklum author baru ^_^
CHAPTER 1
Matahari bersinar terik. Sinarnya yang angkuh membuat udara sekitar menjadi panas tak tertahankan. Lee Sungmin telah terlindung dari panas yang menyengat itu, tapi sekujur tubuhnya tetap basah dan lengket oleh keringat.
Dari jendela kereta, ia dapat melihat prajurit-prajurit yang mengawalnya. Lee Sungmin heran. Dengan baju besi yang tebal, mereka sama sekali tidak kepanasan. Di dalam ia merasa seperti berada di tungku pemanas apalagi di luar.
Udara panas membuatnya jengkel. Semua orang di sekitarnya pasti mau mengipasi dirinya agar ia merasa sejuk, tapi tetap saja percuma. Ia telah mengipasi dirinya dengan kipas bulunya, tapi yang terkipas adalah udara panas.
Belum lagi bajunya yang tebal. Baju seindah ini selalu diimpikannya tapi tidak untuk saat ini.
Lee Sungmin bersumpah bila ada yang memaksanya mengenakan baju bangsawan yang tebal di musim panas, ia akan menolak mentah-mentah. Ia merasa heran mengapa gadis-gadis bangsawan mampu mengenakan baju setebal ini di hari yang panas.
Beginilah kalau gadis miskin tiba-tiba mengenakan gaun indah yang berlapis-lapis. Ia terbiasa mengenakan selapis gaun katun yang kasar. Di udara sepanas apa pun, ia merasa nyaman dengan gaunnya. Sekarang ia benar-benar merasa tidak nyaman.
Kalau saat ini ia melihat danau atau sungai, ia pasti akan meloncat masuk tanpa berpikir panjang. Ia benar-benar tersiksa dengan panas yang menyengat ini.
Sungmin merasa tertipu. Mereka berhasil membujuknya dan kini ia menderita karenanya.
Pinta mereka, "Kami mohon demi menyelamatkan…" Sungmin mendengus kesal teringat kata 'menyelamatkan' itu. Siapa pun yang akan diselamatkannya, ia tidak peduli lagi. Saat ini untuk menyelamatkan diri sendiri dari panas saja, ia tak mampu. Apalagi yang lain!?
Demi kata itu pula ia rela meninggalkan tempatnya yang hijau permai dan subur ke daerah yang panas seperti padang pasir ini. Di tempatnya, angin meniupkan daun-daun tetapi di sini debu saja yang terlihat.
Sungmin merasa sedikit beruntung mereka menggelung rambut pirangnya tinggi-tinggi. Kalau tidak, ia yakin sekarang ia sudah menjadi manusia setengah matang di tungku matahari ini.
Kereta tiba-tiba berhenti. Sungmin baru saja menduga para prajurit menemukan tempat yang sejuk untuk berteduh, ketika suara gaduh itu terdengar di luar.
Suara pedang yang beradu itu membuat Sungmin cemas. Ia ingin meninggalkan kereta tapi pelayan di sampingnya mencegah.
"Jangan lakukan itu! Di luar terlalu bahaya."
Melalui jendela pintu kereta, Sungmin melihat pengawal-pengawalnya jatuh satu per satu. Mereka semua bersimbah darah.
Tiba-tiba seseorang muncul di jendela dan mengejutkan mereka. Mulut orang itu berdarah dan ia membelalak pada mereka. Perlahan-lahan orang itu jatuh ke bawah.
Pemandangan itu membuatnya tidak tahan lagi. Tanpa menghiraukan larangan, ia membuka pintu kereta ebar-lebar dan melompat keluar.
Apa yang dilihatnya ternyata lebih mengerikan dari perkiraannya. Mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana. Darah merah yang segar membanjiri tanah.
"Masuklah kembali," pelayan itu menariknya, "Di sini terlalu bahaya untuk…"
Mereka dikejutkan seseorang yang rubuh di dekat mereka.
Prajurit itu menarik ujung gaun Sungmin dan seperti hendak mengucapkan sesuatu. Belum sempat ia mengatakannya, sebuah pedang telah menancap di punggungnya.
Ditatapnya dengan marah orang itu. "Beraninya engkau melakukan itu," geram Sungmin, "Dasar tidak punya belas kasihan!"
Pria itu tersenyum sinis.
Kemarahannya semakin memuncak. "Apakah menurutmu nyawa manusia itu sedemikian murahnya!? Apakah bagimu nyawa itu tidak ada harganya!? Bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkannya!?"
Pria itu terkejut melihat air mata gadis itu.
"Apakah engkau tidak dapat berpikir!? Bagaimana nasib keluarga yang ditinggalkannya? Apakah kau tidak dapat berpikir betapa sedihnya mereka kalau ia pulang hanya nama!?"
Dari atas kudanya, pria itu membungkuk. Tangannya terulur ke wajah Sungmin tapi ia menepisnya dengan penuh kemarahan. Pria itu tertawa sinis.
Sang pelayan memegang lengan Sungmin dengan ketakutan. "Sebaiknya kita tidak membuatnya marah," bisiknya.
"Siapa yang mengatakan aku tidak punya belas kasihan?" pria itu berkata tajam, "Kalian beruntung, aku tidak pernah membunuh anak-anak dan wanita."
"Bagus kalau engkau menyadarinya!" balas Sungmin sinis.
Pria itu tersenyum simpul. Sungmin terkejut tiba-tiba tubuhnya diangkat.
"Lepaskan aku!" serunya marah, "Aku tidak sudi kausentuh!"
Ia hanya tersenyum sinis menghadapi rontaan Sungmin. "Sekarang engkau tawananku."
"Aku tak sudi menjadi tawanan pembunuh sepertimu!"
"Kembalilah pada keluarga majikanmu dan katakan putri mereka kini menjadi tawananku," kata pria itu sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Sungmin.
"Mundur!" perintah pria itu lalu ia membawa kudanya berlari ke dalam hutan.
Pelayan itu terpaku di tempatnya. Semua terjadi sangat cepat. Ia masih sukar mempercayai apa yang baru saja dialaminya.
Gadis itu tiba-tiba diangkat ke kuda pria itu dan dibawa pergi sebagai tahanan. Dari kejauhan terlihat ia terus meronta-ronta.
"Lepaskan aku!" bentaknya.
Pria itu tak bergeming. Ia terus memacu kudanya secepat mungkin menjauhi tempat perkelahian tadi.
"Lepaskan aku!"
"Sebaiknya engkau diam atau aku akan meninggalkanmu di sini."
Sungmin tidak takut pada ancaman itu. Dengan lantang ia berkata, "Lebih baik ditinggal di sini daripada duduk di dekat pembunuh sepertimu!"
Pria itu tersenyum sinis dan semakin mempererat pelukannya. Sungmin marah besar. Ia membenci tubuhnya yang kurus kecil. Kalau ia gemuk, pria itu takkan dengan mudah mengangkatnya ke kudanya. Kuda itu juga pasti kelelahan berlari sambil membawanya.
"Dasar pengecut!" gerutunya, "Beraninya hanya bersikap kasar pada wanita! Dasar tidak sopan!"
Melihat pria itu diam saja, ia semakin gencar melontarkan kejengkelannya. "Pembunuh! Sadis! Tidak tahu aturan! Kasar! Pengecut! Tidak punya hati! Penakut! Licik! Kejam!"
Kediaman pria itu membuat Sungmin semakin bersuka ria dengan kejengkelannya. Ia semakin lantang menyemburkan ejekan-ejekannya.
"Manusia berdarah dingin, amoral, asusila, penipu, penakut, lemah, lamban."
Orang-orang yang mengikuti mereka terheran-heran mendengar serentetan kata yang terus meluncur dari mulut mungil itu.
Perhatian mereka membuat Sungmin semakin senang dan bersemangat untuk meneruskan.
Segala macam kata yang terlintas di benaknya, disebutkannya begitu saja. Ia tidak peduli apakah ia sudah mengatakannya. Ia juga tidak peduli pada orang-orang yang semakin tertarik mendengarnya.
Bahkan, ia tidak lagi mempedulikan pria di dekatnya yang diejeknya tanpa henti.
"Cukup!" akhirnya kesabaran pria itu habis.
Kata-kata yang penuh kemarahan itu tidak membuat si gadis diam. Ia terus mengoceh tanpa henti.
"Apakah ejekan-ejekanmu itu belum cukup?"
"Belum!" sahutnya lantang. "Engkau memang manusia kejam yang berdarah dingin dan pengecut! Engkau pembunuh paling kejam dari yang terkejam! Engkau lebih kejam daripada si serigala itu!"
"Cukup!" bentaknya tak mau kalah. "Kalau engkau tidak mau diam, aku akan menunjukkan padamu bagaimana kejamnya aku."
"Lakukan saja dan aku akan menganggap engkau tidak pantas menjadi pahlawan rakyat!" tantang Sungmin.
"Bungkam saja dia, Kyuhyun"
"Jangan khawatir, Hae, aku bisa menanganinya."
"Lakukan kalau engkau bisa! Engkau takkan bisa membungkamku."
"Engkau menantangku?"
Mata foxy Sungmin bersirat tajam. Sinar matanya menampakkan kemarahannya yang meluap-luap. Wajah cantiknya menantang penuh keberanian.
Kyuhyun tersenyum kejam. Matanya seperti menyimpan rahasia yang sangat kejam.
"Kaupikir aku takut dengan tatapanmu itu?" ejek Sungmin, "Tatapan milik pengecut sepertimu tidak patut ditakuti! Engkau hanya berani menculik wanita lemah dan membunuh orang yang tak berdaya! Engkau tidak pantas menjadi pejuang rakyat!"
"Engkau yang membuatku melakukannya, jangan salahkan aku," desis Kyuhyun kejam.
Sungmin terkejut. Ia sama sekali tidak menduga pria itu berani meninju perutnya. Sungmin menatap Kyuhyun dengan penuh kemarahan dan mendesiskan kata "Pengecut!" dengan geram sebelum akhirnya ia jatuh pingsan.
"Akhirnya dia diam juga," kata Donghae, "Kukira aku harus mendengar ocehannya sepanjang jalan. Tak kukira ada yang lebih cerewet dari Seohyun. Tapi aku lebih tak menduga engkau akan membungkamnya dengan cara itu."
"Gadis seperti dia sekali-kali harus diberi pelajaran agar tidak angkuh seperti itu."
Donghae menatap Sungmin yang kini tergolek lemas di pelukan Kyuhyun. "Kalau ia diam seperti ini, ia kelihatan manis," kata Donghae sambil tersenyum.
"Mulutnya lebih tajam dari pisau manapun," bantah Kyuhyun.
"Kalau orang melihatnya saat ia seperti ini, ia takkan menduga kalau gadis ini punya ratusan, ribuan bahkan mungkin jutaan kata yang lebih tajam dari pisau."
Kyuhyun tiba-tiba tertawa. "Ia setan cilik," katanya.
TBC
