Karena aku mencintaimu dengan caraku sendiri
.
.
INTRIGUE
©FlowHana93
I just own the plot of story
Cast:
Jung Jaehyun x Jung Taeyong (Lee Taeyong), etc
Rated: M
WARNING: BoyxBoy, INCEST, mature contents/NC, typo(s), DLDR!
.
.
Bukankah sebuah romansa biasanya akan berakhir manis? Dan aku menungu untuk itu
.
.
Happy Reading!
.
.
.
"Astaga! Apa yang terjadi denganmu?!"
Begitu mendapati suara pintu yang di buka kasar, Taeyong langsung berlari dari dapur menuju ruang utama. Matanya membelalak kaget begitupun hatinya yang mencelos menahan sakit begitu melihat pemandangan yang sungguh menyedihkan tersaji di depanya.
Jaehyun yang notabene merupakan adik satu-satunya yang begitu ia sayangi, pulang dari sekolahnya dengan tampilan yang begitu mengenaskan. Seragamnya kotor dan robek di beberapa bagian, almamater yang dipakianya pun telah raib entah kemana. Dan yang paling membuat Taeyong kawatir adalah luka lebam di wajahnya.
"Hyung."
Panggilan itu benar-benar menggetarkan hatinya, tanpa berpikir panjang Taeyong langsung merengkuh tubuh sang adik yang sedikit lebih besar darinya itu ke dalam sebuah dekapan hangat.
"Berkelahi lagi?"
Pertanyaan Taeyong dibiarkan begitu saja menggantung di udara, menyisakan hembusan nafas kasar dari sang adik yang menjadi jawabanya. Taeyong tau, terlampau hafal dengan alasan yang Jaehyun berikan. Karena ini bukan untuk yang pertama kalinya, kedua kalinya atau bahkan yang ketiga kalinya. Ini sudah kesekian kalinya dan jawabanya selalu sama.
"Hyung appo~" ucap Jaehyun manja, kepalanya ia sandarkan pada perpotongan leher sang kakak sedangkan kedua lenganya balas memeluk pinggang ramping Taeyong dengan erat.
"Sudah tau sakit, tapi kau masih saja melakukan kebiasaan burukmu itu." Taeyong mendengus, tak habis pikir dengan tingkah sang adik yang selalu saja seperti ini, tidak pernah mengenal rasa menyesal walaupun tubuhnya sudah berkali-kali terluka karena hobi berbahanya itu. Berkelahi.
"Kali ini hyung tidak mau mengobati lukamu." Ucap Taeyong sembari membuat jarak diantara keduanya, tangan yang tadi mendekap erat pundak sang adik kini telah menyilang di depan dadanya. Matanya memandang entah kemana, yang penting bukan menatap adiknya maka Taeyong akan kuat menahan ekspresi kesal di wajahnya. Sudah berkali-kali nasehat ia berikan kepada Jaehyun namun selalu saja dianggap angin lalu, seakan mulutnya yang mengomel sampai berbusa ini benar-benar tidak ada harganya bagi sang adik. Setidaknya jika Jaehyun tidak bisa menghargainya, hargailah dirinya sendiri dengan tidak terus larut dengan hobi berkelahinya. Begitulah pemikiran Taeyong.
"Hyung!" Jaehyun mulai merengek, mengguncangkan tubuh Taeyong dengan kedua tanganya yang masih setia bertengger pada pinggang ramping milik sang kakak.
Taeyong masih diam, enggan untuk menanggapi tingkah kekanakan sang adik jika sudah berhadapan denganya. Ya sebenarnya ini rahasia tapi tak apalah Taeyong akan membocorkanya sedikit. Sebenarnya Jaehyun di lingkungan luar dengan Jaehyun yang bersama dirinya itu benar-benar berbeda. Jaehyun yang orang kenal adalah Jung Jaehyun yang pendiam, dingin dan suka berkelahi. Tapi jika sudah bersama dengan kakak tercintanya Jaehyun akan berubah menjadi sosok adik yang kekanakan dan manja.
Jaehyun menghentakan tanganya kasar, mukanya berubah masam begitu menerima penolakan dari sang kakak. "Ya sudah jika hyung tidak mau mengobatiku aku tidak mau makan dan berbicara dengan hyung lagi."
Pemuda itu berbalik hendak pergi menuju kamarnya namun sebuah tangan menahanya. Siapa lagi jika bukan Taeyong pelakunya.
"Padahal yang seharusnya marah itu hyung kenapa jadi kamu yang ngambek begini sih, tunggu di sini dan jangan pergi kemana-mana biar hyung ambil kotak obatnya dulu."
Sepeninggal Taeyong, Jaehyun diam-diam tersenyum penuh arti. Mendapat perhatian dari sang kakak ternyata sangat mudah seperti menjentikan jari. Awalnya Jaehyun sempat takut sendiri dengan ancaman yang tadi dia ucapkan, karena sungguh Jaehyun tidak akan bisa jika diminta jauh dari yang namanya makanan. Dan lebih penting dari apapun, dirinya tidak akan sanggup jika disuruh untuk berjauhan maupun untuk tidak berbicara dengan sang kakak. Karena bagaimana bisa Jaehyun bertindak begitu jika sang kakaklah poros hidupnya, Jaehyun takan bisa hidup tanpa semestanya.
Tanganya digenggam lembut, dan diapun mengikuti ke mana Taeyong menuntunya. Sofa.
"Sekarang berbaringlah." Ujar Taeyong sembari menepuk kedua pahanya, mengisyaratkan agar Jaehyun segera berbaring di atas pangkuanya.
Sedangkan Jaehyun, pemuda itu langsung saja tersenyum sumringah mengabaikan rasa sakit di ujung bibirnya yang robek. Dengan segera ia merebahkan tubuhnya di atas sofa yang sama dengan yang diduduki Taeyong, menjadikan kedua paha sang kakak sebagai alas tidurnya.
Dari sini Jaehyun bisa memandang wajah cantik Taeyong sepuasnya, menatap bola mata sang kakak yang begitu menyedot perhatianya, menikmati segala perubahan ekspresi sang kakak ketika jemari lembut itu mengobati luka di wajahnya. Kadang meringis seperti merasakan rasa sakit yang sama dengan sang adik kadang juga juga berubah kesal saat Taeyong mulai dengan ceramah singkatnya. Tapi satu yang paling Jaehyun sukai, yaitu ketika Taeyong mengerucutkan bibirnya lucu guna meniup luka-lukanya, seperti sedang mengusir segala rasa sakit yang ada pada wajah tampan adiknya. Di waktu itu ingin sekali Jaehyun menarik tengkuk sang kakak lalu membenturkan bibir plum itu dengan bibir miliknya. Jaehyun dengan fantasi liarnya benar-benar tak bisa ditahan jika itu sudah menyangkut dengan eksistensi sang kakak. Akalnya tak lagi berpikir rasional.
Oh apa Jaehyun belum memberitaukan sebelumnya? Bahwa ia menyimpan rasa kepada sang kakak? Bahwa ia begitu menyayangi dan mencintai sang kakak sampai-sampai rasanya ia ingin meledak karena rasa itu yang begitu besar.
Bukan.
Tentu saja bukan perasaan umum dari adik kepada kakaknya. Tapi sebuah perasaan khusus yang tidak seharusnya tumbuh diantara keduanya. Tapi Jaehyun tak pernah mempersalahkan maupun merasa bersalah dengan itu, ia hanya memegang teguh pendirinyanya bahwa ia manusia dan ia berhak untuk jatuh cinta kepada siapapun tanpa pengecualian, termasuk kepada kakak kandungnya sendiri.
Oke, kembali kepada kegiatan mereka berdua saat ini. Kini Taeyong telah selesai dengan acara mengobati luka sang adik, dirinya hendak bangkit untuk mengembalikan kotak obat ke tempat semula namun sepasang lengan melingkari perutnya erat, menahanya untuk tetap tinggal dengan posisi yang sama seperti sebelumnya.
"Jangan pergi, biarkan seperti ini dulu." Jaehyun bersuara sambil memeluk erat perut Taeyong dan menenggelamkan wajahnya di sana. Seperti kucing yang tengah bermana-manja ria dengan tuannya.
Taeyong menghembuskan nafas pasrah, tak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti kemauan dari sang adik. Karena sungguh, kebahagiaan Jaehyun benar-benar diatas segalanya. Selama Jaehyun merasa nyaman dan bahagia Taeyong akan melakukan apapun untuk adiknya. Rasa sayangnya benar-benar besar. Tak ada yang lebih penting dari pada mengetahui bahwa Jaehyun baik-baik saja. Memang seperti itukan yang seharusnya dilakukan kakak untuk adiknya?
.
.
.
Malamnya Jaehyun tengah asik bermain dengan playstationsnya begitu seseorang datang dan merebut stik gamenya secara paksa.
"Makanlah dulu, baru bermain lagi."
"Tidak mau." Jawab Jaehyun ketus sembari merebut stik gamenya kembali.
Jika sudah seperti ini tidak ada cara lain bagi Taeyong untuk membuat Jaehyun mau makan selain melakukan kebiasaan lamanya.
Dengan raut wajah yang sedikit kesal, Taeyong kembali lagi ke dapur untuk mengambil sepiring makanan yang tadi telah ia siapkan untuk Jaehyun.
Begitu kembali, sang kakak langsung duduk tepat di sebelah Jaehyun. "Sekarang buka mulutmu."
Jaehyun melirik, senyumnya langsung merekah seketika begitu Taeyong begitu memahami dirinya luar dan dalam. "Wah kau memang yang terbaik hyung." Ujarnya sembari mengacungkan kedua ibu jarinya kepada Taeyong. Sedangkan mulutnya sudah terbuka siap untuk menerima suapan pertama dari sang kakak.
Setelah selesai dengan kegiatan suap-menyuapnya itu, mereka berdua langsung pergi ke kamar untuk tidur. Tentu saja setelah Jaehyun mematiikan gamenya dan Taeyong yang bersih-bersih di dapur rumahnya.
Begitu keduanya sudah berganti pakaian dengan piyama tidur masing-masing, yang lebih tua lebih dulu naik ke atas kasur sedangkan sang adik tak lama mengikuti kakaknya untuk berbaring di kasur yang sama namun di sisi yang berbeda.
Hey, jangan terkejut dahulu. Mereka memang tidur bersama, kebiasaan sejak mereka kecil yang tak pernah sekalipun mereka tinggalkan. Dulu Taeyong sempat menyuruh Jaehyun untuk tidur sendiri, bahkan kakaknya itu sudah menyiapkan sebuah kamar besar untuk adiknya namun Jaehyun tetap memaksa. Awalnya si memang berjalan sesuai rencana tapi pada tengah malam Taeyong bisa merasakan pergerakan di kasurnya, seseorang ikut bergumul dengan selimut yang sama denganya, memeluk tubuhnya dari belakang dengan dekapan protektifnya. Ya selalu begitu, maka dari itu Taeyong menyerah dan membiarkan Jaehyun melakukan apapun yang pemuda itu mau.
Seperti sekarang, Taeyong membiarkan begitu saja tubuhnya yang di dekap hangat oleh Jaehyun. Membiarkan sang adik mengelus rambutnya lembut dan menciumi pucuk kepalanya yang tengah berbaring pada lengan kekar milik sang adik.
"Hyung aku mengantuk."
"Ya sudah tidur." Jawab Taeyong sekenanya. Dan Jaehyun mendengus melepaskan pelukan mereka dan menatap dalam kedua manik milik Taeyong.
"Tapi aku tidak bisa tidur." Ujar Jaehyun merajuk, Taeyong paham betul kode yang diberikan Jaehyun maka dari itu kini giliran dia yang membawa Jaehyun ke dalam pelukan hangatnya. Mendekap kepala sang adik pada dadanya. Bibirnya mencium dahi Jaehyun sayang.
"Sekarang tidurlah, hyung akan bernyanyi untukmu." Jaehyun mengangguk, semakin merapatkan diri pada tubuh kakaknya. Tanganya melingkari perut yang lebih tua dan kakinya memeluk kaki ramping Taeyong protektif.
Byeol dareul geot eopsi
Ttokgateun gonggi
Ttokgateun chimdaeeseo boineun cheonjangkkaji
Wae byeol iyu eopsi
Gongheoan geonji
Geujeo myeot sigan jjae meongman ttarineun ge
Taeyong mulai menyanyi, suaranya perlahan mengiring Jaehyun ke alam mimpi. Bagi Jaehyun sendiri hanya satu kata yang bisa mendeskripsikan rasanya pada saat ini. Nyaman. Semuanya terasa pas, bagaimana suara Taeyong membelai indra pendengaranya begitu lembut, bagaimana hembus nafas Taeyong yang menerpa pucuk kepalanya hangat, dan tangan pemuda itu yang membelai kepalanya begitu mesra.
Da neoui ban ban
Banui banui bando
Chaewojujil mot hane
Chaewojijiga anhne
Ttak neoui ban ban
Banui banirado
Naege namassdeoramyeon
Ireohge bung tteoissjineun
Anheul tende
Ya rasa diantara keduanya tak ubahnya seperti menyukai bulan. Seperti menyukai bintang. Takan pernah habis. Bersama menghirup udara yang sama. Menghabiskan malam di atas satu pembaringan. Membuat mereka terbiasa, itu yang Taeyong pikir. Bukan hanya raga mereka yang terbiasa, namun juga hatinya.
Love love the stars
Love love the moon
Ttak neoni ban ban
Banui banirado
Naege namassdeoramyeon geuraessdeoramyeon
Sekali lagi, layaknya bulan layaknya bintang
Yang akan tampak hanya di saat malam, hanya saat langit mulai menggelap. Hitam.
Seperti rasa mereka berdua yang salah, yang tumbuh berlatarkan dosa. Kelam.
Paginya, begitu sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar Taeyong terbangun. Tubuhnya menggeliat pelan begitu menyadari sebuah lengan masih setia melingkar di pinggangnya. Taeyong memutar badanya, menghadapkan diri ke arah Jaehyun dan pandanganya jatuh pada wajah damai sang adik yang masih terbuai dalam alam mimpinya.
Tanganya terangkat, mengusap kening, pipi lalu turun sampai ke rahang tegas milik adiknya. "Jaehyun-ah bangun, kau harus pergi ke sekolah."
Perintahnya hanya dianggap angin lalu, bahkan mungkin tidak digubris karena tidak mendengar buktinya sang adik masih terdiam malah makin memperat pelukanya pada sang kakak. Tak ingin membuang-buang tenaga Taeyong langsung mengambil tindakan dengat mencubit hidung Jaehyun keras, membuat pemuda itu kesulitan untuk bernafas.
"Hyung!"
Taeyong terkikik begitu Jaehyun langsung terbangun karena kesal, tangan yang tadinya bertengger di hidung bangir Jaehyun kini telah berpindah di genggaman tangan sang adik.
"Ugghh sakit." Kikikan Taeyong berubah menjadi ringisan begitu dirasa Jaehyun yang meremas tanganya terlalu kuat. Begitu sadar Jaehyun langsung melepas genggaman tanganya, mengusap lembut ruam kemerahan di pergelangan tangan Taeyong dengan ibu jarinya perlahan-lahan dan berakhir dengan mengecupnya.
Wajahnya berubah panik, dan matanya memandang Taeyong melas, penuh dengan permintaan maaf. "Mianhae hyung, aku membuatmu terluka."
Taeyong mengulas senyum simpul, wajahnya mendekat hendak mencium dahi adiknya sayang.
"Gwaenchana, sekarang kau mandilah biar hyung siapkan sarapan dulu, oke?"
"Ne."
Lima belas menit berlalu dan sekarang Jaehyun dengan seragam sekolahnya sudah siap untuk sarapan. Pemuda itu mengambil tempat duduk di sebelah Taeyong, menggeser kursi miliknya hingga bersentuhan dengan milik sang kakak. "Suapi." Ujar Jaehyun manja.
"Astaga, kau bisa melakukanya sendiri Jaehyun-ah."
"Tanganku masih sakit." Elaknya dengan wajah memelas dan lagi-lagi Taeyong tidak memiliki alasan lain untuk menolak.
Maka dengan telaten, Taeyong menyuapi Jaehyun lagi, hingga piringnya bersih tak tersisa. Setelah itu Jaehyun meraih tasnya, merangkulnya di salah satu pundaknya tidak lupa dengan kunci motor yang kini sedang bermain-main di jari jemari tangan kananya. Langkah kaki itu mendekat, menghampiri Taeyong yang tengah mencuci piring kotor bekas sarapan. Dari belakang lengan Jaehyun melingkari pinggang Taeyong, sang kakak yang seakan mengerti dengan maksud sang adik langsung berbalik, meninggalkan pekerjaanya yang sebenarnya hampir selesai.
Kedua tanganya yang basah ia lapkan pada celemek di sisi tubuhnya sebelum Taeyong gunakan untuk menangkup kedua pipi adiknya.
"Sudah mau berangkat?"
Jaehyun mengangguk.
"Yakin tak ada yang tertinggal?"
Dan sang adik mengangguk lagi, dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya.
"Ya sudah hati-hati di jalan, dan hyung mohon jangan berkelahi lagi." Ucap Taeyong dengan nada khawatir.
Jaehyun mengusap punggung tangan Taeyong di pipinya, "Arraseo." Kali ini giliran Jaehyun yang menangkup kedua pipi tirus Taeyong, menariknya mendekat lalu megecup bibir semerah cherry itu dengan lembut.
Apa? Terkejut?
Hey, bagi keduanya itu merupakan hal yang wajar karena salah satu kebiasaan menyimpang dari keduanya adalah Jaehyun yang mencium bibir Taeyong setiap ia akan pergi, ya termasuk berangkat ke sekolah. Jadi hampir setiap pagi, sudah dapat dipastikan kedua bibir itu pasti memiliki waktunya tersendiri untuk bertemu. Awalnya memang terasa sedikit janggal namun lama-kelamaan ini sungguh terasa manis, dan Taeyong menyukainya.
Setelah acara mencium bibir di pagi hari, Jaehyun langsung melepaskan lingkaran tanganya pada pinggang Taeyong."Aku berangkat... saranghae hyung!" ujar Jaehyun meninggalkan dapur sembari memberikan flying kissnya untuk sang kakak.
Taeyong terkekeh, melambaikan tanganya lalu tanganya pura-pura menangkap ciuman Jaehyun dan menempelkanya pada dada kirinya. "Nado!"
Dan satu menit kemudian, deru motor Jaehyun pun terdengar di telinga milik Taeyong menandakan sang pemilik yang telah berangkat.
.
.
Jaehyun memasuki gerbang sekolah dengan motor besarnya, menarik segala atensi para siswi yang memang sedang berada di halaman sekolah. Seperti slow motion, segala gerak-gerik Jaehyun terlihat begitu mendetail dimata para siswi maupun siswa uke di sekolahnya. Mulai dari Jaehyun yang melepas helm full face nya, Jaehyun yang menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jemarinya—membuat jidat seksinya terlihat begitu memukau—lalu bagaimana pemuda itu turun dari motornya dan mulai melangkah masuk menelusuri koridor sekolah, semuanya yang ada pada dirinya merupakan definisi dari keindahan.
Sayang seribu sayang, seperti yang sudah diketahui sebelumnya Jaehyun akan bersikap begitu dingin jika sudah berada di lingkungan luar. Sosoknya berubah misterius dan sulit sekali untuk digapai, hanya beberapa orang saja yang memang menjabat sebagai temanyalah yang berkesempatan untuk mengetahui sedikit lebih banyak mengenai sifat lain Jaehyun. Hanya sedikit lebih banyak, bukan berarti semuanya. Ingat, Jaehyun yang apa adanya hanya milik Taeyong seorang.
"Wooyy Jae!" seru seseorang sembari merangkul pundak Jaehyun akrab.
"Ten, bisakah kau tidak berisik pagi-pagi begini?" Jaehyun mendengus, menyingkirkan tangan yang berada dipundaknya. Orang yang dipanggil Ten itu mengerucutkan bibirnya sebal "Dasar dingin." Gumamnya pelan.
Pletak!
"Aku mendengarnya Chittaphon." Ujar Jaehyun sembari menyentil dahi milik Ten yang langsung dijawab ringisan kesakitan oleh empunya.
"Sudah-sudah berhenti bersikap konyol, kita menjadi bahan tontonan." Ucap sebuah suara lain di samping Jaehyun. Ya kini Jaehyun memang sedang bersama dengan ketiga temanya, mereka berempat memang tekenal dengan kadar ketampanan yang berlebihan. Sebuah geng yang berisi 4 siswa tampan, Jaehyun yang dingin, Ten yang cerewet, Yuta yang bijaksana—terkadang—dan satu lagi pemuda yang sedari tadi belum membuka mulutnya untuk berbicara, pemuda yang sama dinginnya dengan Jaehyun, pemuda yang sama irit bicaranya dengan Jaehyun, hampir semua tingkahnya mirip dengan Jaehyun, ya pemuda itu bernama Johnny.
"Oh ya kerja kelompok nanti dirumahmu ya Jae."
Jaehyun langsung menghentinkan langkahnya, menatap Ten dengan pandangan tajamnya. "Tidak."
"Oh ayolah setiap kita mau kerumahmu kau selalu berkata tidak, memang ada apa dengan rumahmu itu huh? Jangan-jangan sebenarnya kau bukan orang kaya, kau itu hanyalah pembantu di sana dan motor yang kau pakai ada motor majikanmu. Atau jangan-jangan rumahmu itu sangat jorok atau malah kau tidak punya—Awww appo." Ten mengusap ujung kepalanya yang baru saja menerima jitakan sayang dari Jaehyun.
"Jaga bicaramu." Ujar Jaehyun dingin yang kembali melajutkan langkahnya memasuki kelas.
Sedangkan Ten masih mendumel di belakangnya, "Oh ayolah sekali ini saja."
"ku bilang tidak ya tidak."
"Memang kenapa si? Setidaknya berikan alasan yang jelas dan masuk akal."
Jaehyun terdiam, mana mungkin dia menjawab Aku tidak ingin mereka menemui hyungku yang cantik.
"Bagaimana dengan rumahmu?" tanya Jaehyun pada Ten yang langsung dijawab gelengan cepat oleh pemuda berdarah Thailand itu. "Dipakai untuk arisan oleh mommy."
"Yuta?"
"Keluargaku dari Jepang datang berkunjung untuk satu minggu ke depan."
"Kalau begitu di apartemen Johnny saja." ujar Jaehyun sembari tersenyum penuh kemenangan, tentu saja dirinya merasa menang kali ini karena Jaehyun paham betul Johnny tinggal sendirian di Seoul dan keluarganya berda di luar negri semua. Satu lagi, setau Jaehyun keluarga Jaehyun baru akan berkunjung lima hari lagi.
"Oh ayolah, disana tidak ada makanan." Keluh Ten yang langsung ditanggapi cepat oleh Jaehyun "Kita bisa membelinya diperjalanan nanti."
Oh shit, Ten kehabisan akal, dia melirik Johnny meminta pertolongan, diam-diam menampilkan wajah memelasnya pada Johnny dan diimbuhi aegyo singkatnya.
Johnny mendengus namun Ten tau temanya itu paham betul apa maksdunya, "Apartemenku sedang direnovasi." Ujar Johnny singkat yang langsung disambut pekikan tertahan dari Ten.
"Sudahlah Jae, sekali saja tidak masalah bukan." Kali ini Yuta yang bersuara, menepuk pelan pundak kiri Jaehyun seakan meminta persetujuan. Dan akhirnya pemuda itu menghela nafas pasrah, apa benar ini tidak masalah? Apa ini akan baik-baik saja? Jaehyun hanya ingin menjaga hyungnya, tidak ingin membagi hyungnya untu orang lain, tidak ingin orang lain termasuk temanya mengetahui sang kakak. Karena Taeyong hanya untuk Jaehyun. Tidak boleh yang lain.
"Biar kuhubungi Taeyong-hyung dulu."
"Yeay akhirnya aku bisa bertemu dengan hyungmu itu." Ucap Ten girang yang langsung dihadiahi sebuah deathglare oleh Jaehyun.
Jaehyun? Ada apa? Sesuatu tertinggal? Tanya Taeyong di seberang begitu telepon telah tersambung.
"Anni hyung, aku hanya ingin memberi tau bahwa nanti teman-temanku akan datang." Jawab Jaehyun yang langsung membuat cengo kedua temanya—Ten dan Yuta karena Johnny lebh memilih untuk mempertahankan wajah datarnya—bagaimana tidak mereka begitu terkejut dengan perubahan drastis Jaehyun. Suaranya terdengar lembut ketika berbicara ditelepon, beda sekali jika sedang berbicara dengan mereka yang selalu dingin.
Jinjja? Wah hyung akan pergi ke supermarket kalau begitu, akan hyung buatkan makanan untuk kalian
"Tidak usah, biar nanti aku yang beli di perjalanan."
Tt-tapi—
"Hyung."
Oh ayolah Jaehyun-ah, hyung mohon hmm. Sekali saja
Jaehyun terdiam sebentar, bisa ia dengar suara sang kakak yang terdengar merengek kepadanya, otaknya bisa membayangkan bagaimana Taeyong tengah menampilkan wajah menggemaskanya sekarang.
"Baiklah, hati-hati dijalan oke?"
Arraseo, sarangheo Jaehyun-ah muach
Jaehyun terkekeh, "Nado hyung."
Dan sambungan telepon itu terputus, Jaehyun menoleh menatap kedua temanya yang masih menatapnya dengan tatapan berbinar tapi juga penuh selidik. "Yang tadi itu, apa beneran temanku Jaehyun?" tanya Ten dengan wajah bodohnya, tanganya menepuk kedua pipi Jaehyun memastikan. Diikuti dengan Yuta yang mulai meraba pundak Jaehyun lalu turun ke tanganya. Jaehyun yang risih diperlakukan begitu langsung menepis tangan-tangan yang tengah menggerayangi tubuhnya. "Ya! apa yang kalian lakukan!"
"Kalian bertiga ayo cepat, bel masuk tinggal sebentar lagi." Ujar Johnny yang kembali bersuara untu yang kedua kalinya pagi ini.
.
.
Sepulang sekolah seperti yang sudah direncanakan, mereka berempat langsung pergi kerumah Jaehyun. Setibanya di kediaman Jaehyun, keempatnya langsung disambut hangat oleh pemuda manis yang telah menunggu di ambang pintu.
"Ayo duduklah dulu biarkan hyung siapkan makanan untuk kalian. Kalian pasti lapar kan?"
"Ne." Seru Yuta dan Ten bersamaan yang langsung dihadiahi delikan tajam oleh Jaehyun dan kekehan kecil oleh Taeyong.
Lima menit berselang mereka berlima sudah duduk di atas karpet tebal mengelilingi sebuah meja yang dipenuhi makanan di atasnya. Posisinya sekarang adalah Taeyong, Jaehyun, Yuta, Johnny lalu Ten yang duduk di sebelah kiri Taeyong.
"Oh ya kalian jangan sungkan, kalian boleh memanggilku hyung sama seperti Jaehyun." ucap Taeyong membuka suara. Yang lain mengangguk mengiyakan tak sempat untuk berbicara karena mulut yang penuh akan makanan.
"Jaehyun sudah pernah bercerita tentang kalian, jadi siapa yang bernama Ten di sini?"
Merasa namanya terpanggil, Ten langsung mengangkat tanganya, menampilkan senyum lebarnya kepada Taeyong. "Ah jadi kau, lalu Yuta?"
Kali ini giliran Yuta yang mengangkat tanganya, kini pandangan Taeyong beralih kepada satu-satunya pemuda di depanya yang sedari tadi belum membuka suaranya. "Dan kau pasti Johnny." Tunjuk Taeyong kepda Johnny. Sang pemilik nama mendongak, menatap manik milik kakak sahabatnya itu dalam. Diam-diam bibirnya menarik sebuah senyuman begitu mendapati sosok di depanya juga tersenyum manis ke arahnya.
Mereka berpandangan cukup lama, cukup lama sampai Jaehyun yang memang duduk di sebelah kanan Taeyong menyadari bahwa sahabatnya menatap lekat ke arah sang kakak. Sejak tadi sebenarnya Jaehyun juga sudah menaruh was-was kepada ketiga orang yang ia bawa ke rumah, dan kekhawatiranya memang benar adanya. Dan Jaehyun tidak akan tinggal diam.
Jaehyun berdiri, tanganya meraih pergelangan tangan sang kakak yang sontak menatapnya dengan pandangan penuh tanya. "Wae?"
"Aku mau berbicara sesuatu kepada kakaku sebentar, kalian tunggu saja di sini dan nikmati makanya, aku akan segera kembali." ucapnya kepada ketiga temanya dan mengabaikan pertanyaan dari sang kakak. Setelah berkata demikian Jaehyun langsung memberikan kode kepada kakaknya untuk menurut dan mengikutinya, tanganya masih meremas pergelangan Taeyong dengan cukup kuat membuat empunya sedikit meringis menahan perih yang seketika menjalar pada pergelangan tanganya.
Taeyong masih diam, dirinya mengikuti sang adik yang membawanya menuju kamar miliknya. Mendudukan dirinya di ujung ranjang dan menutup pintu kamar itu sedikit kasar. "Aku tidak suka." Jaehyun berujar dengan suaranya yang begitu dalam, pemuda itu berdiri menjulang di hadapan sang kakak. Tanganya ia masukan ke dalam saku celana, terkepal, menahan emosi yang tiba-tiba saja datang menyelimutinya.
"Apa hyung berbuat salah?" tanya Taeyong polos, tanganya meraih pergelangan tangan milik Jaehyun. Menguraikan satu persatu jari yang tadinya mengepal, menautkan jari jemari keduanya hingga terasa sempurna.
"Apa hyung telah membuatmu marah?" Taeyong masih menunduk, belum berani menatap netra sang adik. Tanganya sibuk berkutat dengan jari jemari Jaehyun yang ternyata lebih besar darinya.
"Apa hyung menyakiti hatimu?" ibu jari itu mengusap punggung tangan Jaehyun lembut.
"Maafkan hyung."
Dan setetes cairan bening menetes membasahi tangan Jaehyun. Sang adik terpaku, jika sudah seperti ini amarahnya luntur sudah bagaimana pun juga dia tidak mungkin tega membuat hyungnya itu menangis apa lagi karenanya. Jaehyun tau perasaan hyungnya itu sangat sensitif, bisa menangis kapan saja karena hal tak terduga itulah slah satu alasan mengapa Jaehyun juga sangat protektif kepadanya.
Sang adik langsung membawa sang kakak ke dalam pelukan hangatnya, kedua tanganya bekerja bersamaan untuk menangkan. Yang satu mengusap kepala belakang Taeyong sayang, yang satu lagi mengusap punggung Taeyong lembut. Kepala Jaehyun ia sandarkan pada perpotongan leher milik sang kakak membisikan beberapa kata penenang sebelum ia bersuara mengenai permasalahan yang sebenarnya.
"Sebenarnya Jaehyun hanya tidak suka jika hyung dan Johnny saling bersitatap seperti itu." Ungkap Jaehyun jujur. Taeyong yang kini sudah mulai tenang, balas memeluk Jaehyun dan mengelus punggung sang adik.
"Hanya karena itu? Dia itu temanmu dan hyung tadi hanya sedang berkenalan saja dengan mereka."
"Tapi Johnny berbeda hyung, tatapanya itu—ugghh menyebalkan."
Taeyong melepaskan pelukan keduanya, tanganya ia gunakan untuk menangkup wajah Jaehyun dan memandanginya lekat. "Jadi hyung harus bagaimana biar adik kesayanganku ini tidak kesal lagi huh?"
"Jangan keluar kamar sampai mereka pulang."
"Mwo? Mana bisa begitu itu namanya tidak sopan."
Jaehyun mengerucutkan bibirnya sebal, lagi-lagi pemuda itu mendengus kasar "Dan aku akan semakin marah jika hyung tidak menurutinya."
Taeyong tersenyum, sebuah kecupan ia berikan pada bibir sang adik "Apapun untuk Jaehyun-ah, sekarang kembalilah mereka pasti sudah menunggu, sampaikan juga permintaan maaf hyung yang tidak bisa—"
Cup.
Ucapan Taeyong terpotong begitu sang adik mencium bibirnya, berbeda dengan dia yang hanya menempelkan bibirnya sekarang Jaehyun sedikit menjilat bibir bawahnya sebelum melepaskan ciuman di antara keduanya.
"Aku mengerti." Jaehyun tersenyum riang, moodnya telah kembali membaik sekarang. Setelah berucap demikian pemuda itu langsung pergi, meninggalkan Taeyong di kamarnya dengan wajah yang mulai bersemu merah.
Ten mengernyitkan dahinya heran, matanya menelisik di balik punggung Jaehyun begitu pemuda itu kembali, "Dimana Taeyong- hyung?" tanya Ten penasaran.
Jaehyun kembali duduk, bukanya menjawab pertanyaan Ten dia malah menatap Johnny yang masih sibuk dengan kertas-kertas di tanganya. Merasa diabaikan Ten kembali bersuara, namun perkataannya tidak pernah selesai karena Jaehyun yang terlebih dahulu memotongnya.
"Ya! aku bertanya—"
"Taeyong-hyung tidak enak badan."
"Eh benarkah? Tapi kulihat tadi dia nampak baik-baik saja." kini giliran Yuta yang membuka suara dan langsung dibalas anggukan persetujuan oleh Ten. "Itu kan tadi sekarang tidak, barusan Taeyong-hyung merasa pusing jadi aku menyuruhnya untuk beristirahat saja di kamar. Ayo cepat selesaikan tugas memuakan ini, aku harus menjaga hyungie."
Dusta. Dalam hati Jaehyun memanjatkan maaf berkali-kali pada sahabatnya karena sudah terpaksa berbohong. Dia tidak sebodoh itu untuk membagikan cerita yang sesungguhnya perihal perasaanya kepada sang kakak. Biarlah ia pendam sendiri, tak ada yang tau sampai waktu yang akan membongkarnya sendiri. Ketika tiba saatnya, Jaehyun akan memastikan bahwa hanya ada satu orang yang berhak tau, hanya satu orang yang akan mendengar pernyataan jujurnya untuk pertama kali. Ya hanya satu orang, dan itu hanya Taeyong.
.
.
.
.
Taeyong berkeliling dengan troli yang penuh dengan barang-barang yang akan dibelinya. Ya sekarang ini dia sedang berada di supermarket untuk berbelanja keperluan sehari-hari dirinya dan juga Jaehyun. Keranjang trolinya hampir didominasi oleh snack dan berbagai macam makanan lain. Tanpa perlu bertanyapun pasti sudah tau bukan? Semua itu untuk memenuhi hobi makan sang adik.
Matanya membaca satu persatu daftar belanjaan yang dibawanya, mengecek apakah sudah terambil semuanya atau belum. Karena terlalu asik dengan kegiatanya, troli Taeyong tidak sengaja menubruk kaki seseorang yang membuat sang pemilik langsung saja menunduk dalam dan membungkukan badanya untuk meminta maaf.
"Ah maaf aku tidak sengaja, lain kali aku pasti akan lebih berhati-hati."
"Taeyong-hyung?"
Yang dipanggil mendongak menatap wajah orang yang tadi ditabraknya, matanya membulat karena terkejut begitu mendapati wajah yang tak asing lagi berdiri di depannya.
"Ah ternyata Johnny, maafkan hyung karena menabrakmu tadi ya."
Johnny tersenyum, menatap lekat Taeyong yang kini tengah menggaruk bagian belakang kepalanya kikuk. "Gwaenchana hyung. Ah apa yang sedang Taeyong-hyung lakukan di sini?"
Pertanyaan klasik yang sebenarnya siapapun bisa menjawabnya, tapi ya untuk basa-basi boleh saja bukan? Johnny tidak mungkin melewatkan momen ini begitu saja.
"Seperti yang kau lihat, aku sedang berbelanja untuk keperluan sehari-hari."
"Ah begitu, setelah ini apa hyung punya waktu untuk secangkir kopi?"
Taeyong diam, terlihat menimbang ajakan tidak langsung Johnny kepadanya. Ia ingat betul mengenai peringatan Jaehyun untuk tidak dekat-dekat temanya yang satu ini. Tapi bagaimana caranya untuk menolak? Untuk kali ini saja, bolehlah Taeyong menerima ajakanya, toh Jaehyun juga tidak mengetahuinya bukan, lagian ini juga hanya minum kopi bersama pasti tidak masalah.
"mmm baiklah."
Johnny tersenyum puas, dirinya langsung bergegas menuju cafe terdekat setelah sebelumnya dia telah terlebih dahulu memberi tau Taeyong dimana letaknya dan dia yang akan menunggu di sana. Tak sampai sepuluh menit, pintu cafe terbuka menampilkan sosok pemuda dengan dua kantung besar di tanganya. Johnny melambaikan tanganya, bermaksud memudahkan Taeyong menemukan keberadaanya.
"Menunggu lama?" ujar Taeyong yang langsung duduk di hadapan Johnny, meletakan kantung belanjaanya di sisi kanan kursinya.
"Sama sekali tidak, ah hyung mau pesan apa? Kali ini biar aku yang traktir"
"Wah jinjja? Jangan menyesal karena aku akan memilih menu yang paling mahal ne?" kekeh Taeyong penuh canda. Tak lama berselang, seorang maid datang menghampiri mereka mengantarkan minuman yang tadi sudah dipesannya.
"Selamat menikmati, Tuan." Ucap pelayan wanita itu ramah yang langsung dibalas senyuman oleh Taeyong maupun Johnny.
Selama itu, mereka berdua berbincang nyaman, Taeyong yang lebih banyak bertanya dan Johhny yang lebih banyak menjawab. Kadang tawa terdengar dari bibir Taeyong begitu Johnny melontarkan lelucon konyolnya. Selama itu pula, Johnny lupa caranya untuk tidak tersenyum, Johnny lupa bagaimana menjadi dirinya yang biasanya, Johnny lupa bagaimana caranya diam, sosok di depanya benar-benar hangat. Sosok didepanya benar-benar telah mencuri perhatianya. Johnny tiba-tiba mengernyit begitu mendapati sebuah noda di sudut bibir Taeyong, tanganya mengambil tissue yang memang sudah disediakan di atas meja. Mencondongkan tubuhnya, dia mengusap sudut bibir Taeyong secara tiba-tiba membuat pemuda yang lebih tua sontak terkejut karena perlakuan teman adiknya ini.
Taeyong merutuk dalam hati, bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Tanganya sudah terangkat hendak menyingkirkan tangan Johnny secara sopan namun tangan lain sudah terlebih dulu menepis tangan Johnny kasar, cukup keras untuk membuat Johhny sedikit terhuyung ke samping.
Keduanya langsung menoleh, menatap orang yang baru saja tiba itu dengan tatapan tidak percaya.
.
.
.
TBC
.
.
.
Ini merupakan hasil dari baper yang bertubi-tubi datang ToT. Entahlah dapet wangsit dari mana kepikiran aja pengen buat incest dan mbrojollah(?) ini. XD
Sebenarnya ini ff os tapi karena terlalu panjang akhirnya aku jadiin dua chapter, takutnya pada bosen di tengah jalan apa gimana jadi kubagi dua, ini aslinya sampe 9k wkwk jujur mata ini sampe lelah saat ngedit yang banyaknya sampe 28 lembar microsoft word
Cuma berharap semoga kalian suka si, ditunggu reviewnya~
Karena sungguh review kalian tuh ibarat semangatku buat nulis. /nyaaaa
Kalau banyak yang tertarik, aku janji bakal update chapter duanya secepat mungkin yang aku bisa.
Btw, buat Hana anggap aja ini ff aku buat spesial buat kamu biar nambah semangat nulisnya^^ banyak yang nungguin yutenya loh XD oh ya gomawo dah ngusulin judul ini dan nyaranin biar os ini dibagi jadi dua chapter aja /wink/kiss/
.
.
Salam tebar bunga,
F to the L to the O to the W, FLOW! ^^ /mwah
