Summary :
Bagaimana jika apa yang dikatakan Kawaki benar? Boruto tak ingin percaya kalau sang ayah dan guru telah tiada. Ia yakin kalau -mantan- temannya itu hanya menggertak padanya. Namun, benarkah demikian?
.--~[•••••]~--.
Tekad Api
Story by elemenkayu19
Disclaimer : Naruto belong to Masashi Kishimoto
Rating : T
Don't Like, Don't Read
Enjoy,
Chapter 1
"Jleb!"
Sebilah pedang tepat menusuk jantung sosok tersebut.
"Maafkan aku, Kawaki."
Boruto bahkan harus mengucapkan kalimat itu dengan tersendat-sendat sembari menahan air matanya.
"B-Boruto," balas Kawaki lemah.
Boruto kini tak mampu menahannya lagi. Sebulir, dua bulir air mata terjatuh dari sepasang iris birunya.
Kini dirinya mengerti bagaimana perasaan Kakashi saat tak sengaja membunuh Rin; teman satu timnya. Berbeda dengan Kakashi, ia sendiri yang akhirnya memutuskan untuk melakukan hal ini.
Boruto tak mungkin membiarkan seseorang, bahkan temannya sekali pun untuk menghancurkan dunia shinobi dengan alasan ideologi bodoh mereka.
"Hehe. Setidaknya kau tak akan berjumpa dengan kedua sosok tersebut lagi!" seru Kawaki sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
"Brukh!"
Boruto jatuh terduduk. Hari ini, dirinya telah kehilangan kedua -ketiga jika termasuk Kawaki- sosok yang paling dekat dengannya.
Setelah kematian Kawaki, barrier kuat yang sedari tadi mengelilingi mereka akhirnya lenyap. Para shinobi yang sedari tadi hanya mampu melihat tentu langsung melesat ke tempat Boruto berada.
Karena chakranya hampir habis, Boruto merasa tinggal menunggu ajal untuk menjemputnya.
•••
Beberapa hari kemudian.
Boruto membuka lebar matanya. Ia mendudukkan diri pada sandaran ranjang di belakangnya.
'ini bukan milikku,' batinnya saat merasakan tekstur kasar ranjang tersebut.
"Di mana aku?" Ucapnya bermonolog sembari masih mengumpulkan kesadaran.
Tak lama setelahnya, sebuah pintu di sisi kirinya terbuka. Kini Boruto melihat sosok sang ibu; Hyuuga Hinata yang berlari menerjang dirinya.
"I-ibu," ucap Boruto perlahan. Dadanya terasa sesak akibat pelukan erat sang ibu.
Mata Boruto melebar. Ia merasakan bahunya basah oleh sesuatu.
"Hiks!"
Ibunya menangis.
"Kaa-san sungguh mengkhawatirkanmu," ucap Hinata lirih.
Boruto tak membalas sepatah kata pun, ia hanya mengeratkan pelukannya kepada sang ibu.
"Aku baik-baik saja," ujar Boruto setelah beberapa saat.
Sang ibu pun melepas pelukannya.
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
"Kau hampir kehabisan chakra setelah melawan Kawaki," terang Hinata.
'Ah~ aku ingat sekarang,' batin Boruto yang kini tampak sendu.
Melihat raut sedih di wajah sang putra, Hinata kembali memeluk boruto, meski tak seerat sebelumnya.
"Tak apa. Itu semua bukan salahmu," ucap Hinata menenangkan.
Mengabaikan ucapan sang ibu barusan, Boruto kembali teringat sesuatu.
"Bagaimana dengan Tou-chan dan Sasuke-jiisan?" tanya Boruto ingin tahu.
Hinata kembali melepas pelukannya.
"Maaf. Tim pencari yang kebanyakan terdiri dari anggota klan Hyuuga dan Inuzuka belum memperoleh hasil hingga saat ini," terang Hinata yang tampak sedih.
Boruto menghela nafas.
Tak ingin melihat raut sedih di wajah ibunya, Boruto memutuskan untuk tersenyum.
"Tenang saja, aku akan menemukan mereka setelah pulih nanti!" serunya dengan semangat.
Hinata ikut tersenyum mendengar ucapan barusan. Dirinya kini sadar kalau Boruto bukan lagi seorang anak yang suka mencari keributan untuk mendapat perhatian sang ayah seperti beberapa tahun lalu. Anaknya itu sekarang telah semakin dewasa, bahkan ia ingin ikut berusaha mencari keberadaan sang ayah dan gurunya itu.
•••
Karena kekosongan kursi Hokage, saat ini Shikamaru-lah yang sementara menduduki posisi tersebut.
Kini, keadaan Konoha tampak tak jauh berbeda dengan keadaan setelah serangan Pein beberapa puluh tahun lalu.
Shikamaru harus memutar otak untuk mengolah sumber daya yang ada untuk pembangunan ulang. Untungnya, mereka lebih diuntungkan dibanding saat serangan Pein karena kini aliansi shinobi akan selalu siap untuk memberi bantuan.
Sebagai bukti, Sunagakure mengirimkan beberapa shinobi mereka untuk tambahan keamanan Konoha. Kumogakure dan Iwagakure memberikan material-material yang diperlukan untuk pembangunan. Tak hanya itu, Kirigakure juga mengirimkan berbagai kebutuhan pokok untuk warga Konoha.
Sayangnya, Shikamaru juga perlu memikirkan perihal sang Nanadaime Hokage a.k.a Uzumaki Naruto dan rekan seperjuangannya; Uchiha Sasuke yang kini menghilang entah ke mana.
"Mendokusai," gerutunya sembari memijat pelipisnya.
•••
Beberapa hari ini, teman-teman Boruto tetap setia mengunjunginya. Hal tersebut tentu memicu Boruto agar dirinya semakin cepat pulih.
Beberapa hari kemudian, Boruto telah dinyatakan pulih sempurna dan diizinkan keluar dari rumah sakit.
Siang itu, kepulangannya ditemani oleh Sarada dan Mitsuki.
"Wuah~ senangnya menghirup udara bebas," ucap sang rambut kuning sembari mengambil nafas dalam.
"Jangan berlebihan, Boruto. Kau hanya tiga hari di rumah sakit," balas Sarada.
"Heh, kau tak tahu rasanya menghirup udara berbau obat itu meski hanya tiga hari," ucap Boruto membela diri.
Sarada hanya menghela nafas pelan.
"Hei, Mitsuki. Bagaimana perkembangan pencarian ayah dan guruku?" tanya Boruto.
"Kini seluruh desa aliansi telah mengirimkan tim pelacak terbaik mereka. Bahkan ayahku juga memutuskan untuk membantu. Sayangnya belum ada perkembangan yang cukup berarti," balas Mitsuki panjang lebar.
"Begitu ya?" gumam lesu sang Uzumaki.
"Baiklah! Kita berpisah di sini saja. Aku akan ke Hyuuga Mansion," lanjutnya kemudian.
"Baiklah," balas singkat Sarada.
"Sampai jumpa," ucap Mitsuki.
Boruto hanya melambaikan tangannya sembari beranjak pergi.
Tak lama setelahnya, Boruto tiba di depan pintu gerbang kediaman salah satu klan terbesar di konoha itu.
Mengapa tempat itu masih berdiri kokoh?
Tentu karena letaknya yang ada di pinggiran desa. Jadi, para Hyuuga patut bersyukur karena masih memiliki kediaman yang utuh setelah serangan beberapa hari itu.
Tak mau berlama-lama, Boruto segera mengetuk pintu di hadapannya.
"Tok, tok, tok"
Beberapa saat kemudian, pintu tersebut terbuka dan menampilkan salah seorang penjaga gerbang.
"Oh, Boruto-san. Apa anda ingin menemui Hanabi-sama?" tanya sosok tersebut sopan.
"Iya. Apakah ia sedang repot?" balas Boruto.
"Tidak. Silahkan masuk," jawab penjaga itu.
Setelah diberi tahu lokasi keberadaan sang bibi, Boruto segera masuk dan menuju tempat tersebut.
"Ba-san," panggil Boruto pada sosok di depannya.
"Boruto?! Kau sudah sembuh?" tanya Hanabi terkejut.
"Iya. Uhm, apa aku boleh menanyakan sesuatu?" balas Boruto.
"Tentu saja," jawab sang Hyuuga.
"Apa yang klan Hyuuga tahu mengenai Jikkugan Ninjutsu?" tanya sang Uzumaki.
"Jutsu ruang dan waktu, ya? Entahlah. Kami memang pemilik salah satu dari tiga doujutsu terkuat, namun itu bukan keahlian kami. Coba kau cari di arsip klan Uchiha," terang Hanabi.
"Souka? Baiklah," jawab Boruto.
"Apa kau berencana membantu pencarian itu?" tanya Hanabi kemudian.
"Begitulah," balas Boruto singkat.
"Apa kau tak melewatkan sesuatu?" ucap Hanabi ambigu.
Boruto hanya menatapnya bingung.
"Jougan," balas sang Hyuuga singkat, padat dan jelas.
Ia sontak melebarkan matanya.
"Ah~ aku baru ingat," ujar Boruto sembari menggaruk surai pirangnya yang hampir dipastikan tidak gatal sama sekali.
"Memang benar-benar anak Naruto-nii," gumam Hanabi maklum.
"Yosh! Kalau begitu aku pamit dahulu," ucap Boruto kemudian.
"Baiklah. Hati-hati," balas Hanabi singkat yang dibalas anggukan dari Boruto.
Setelah itu, Boruto segera menuju ke rumahnya. Setibanya di sana, ia langsung saja membuka pintu utamanya.
"Tadaima," seru Boruto.
"Okaeri~" balas Hinata dan Himawari hampir bersamaan.
"Mengapa lama sekali?" tanya Hinata pada sang putra.
"Maaf, kaa-chan. Tadi aku mampir menemui Hanabi ba-san," terang Boruto.
"Oh.. Souka," balas sang ibu. Mereka pun kembali memasuki rumah tersebut.
"Kaa-chan, apa aku boleh pergi sekarang?" tanya Boruto ragu.
"Sekarang? Apa kau sudah benar-benar pulih?" tanya Hinata tak yakin.
"Aku baik-baik saja, kaa-chan. Lagipula mungkin aku mengetahui lokasi keberadaan mereka," balas Boruto.
"Bagaimana bisa?" tanya Hinata bingung.
Boruto sontak menunjuk mata kanannya.
"Jougan?" ucap sang ibu masih tak mengerti.
"Mata ini mempunyai beberapa teknik yang mirip seperti teknik Rinnegan milik Sasuke jii-san. Salah satunya adalah Jikkugan Ninjutsu," terang Boruto.
Hinata tentu saja terkejut mendengarnya. Ia baru mengetahui hal itu.
"Lalu tentang keberadaan pasti mereka?" tanya Hinata lagi.
"Meski samar, aku masih dapat meraskan chakra mereka. Sepertinya kemampuan sensorik Uzumaki menurun padaku, hehe.." jawab Boruto dengan sedikit candaan.
Hinata hanya menghela napasnya. Ia tentu tak mampu menghalangi tekad bulat sang putra.
"Baiklah, apa kau akan pergi sendiri?" tanya sang ibu.
Boruto menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, bawa semua persediaan yang kau butuhkan. Ibu akan membantumu," lanjut Hinata.
Boruto tentu senang mendengarnya. Ibunya telah secara tak langsung mengijinkan kepergiannya, bahkan mau membantunya bersiap-siap.
"Yosh!" balas Boruto.
Mereka pun menghabiskan beberapa waktu ke depan untuk menyiapkan semua hal yang mungkin diperlukan Boruto. Tak tinggal diam, Himawari juga ikut membantu mereka.
•••
Tak terasa senja pun tiba, bersamaan dengan Boruto yang telah selesai menyiapkan segala keperluannya di dalam segel penyimpanan yang ada di lengan kirinya.
Hal tersebut pernah diajarkan oleh sang guru; Sasuke. Boruto tentu langsung menyukai teknik tersebut karena lebih ringkas dibanding membawa tas ransel.
Oh iya. Selama ini, kontrol chakra Boruto telah mendekati sempurna berkat sang guru. Karenanya, ia tak khawatir akan kehabisan chakra untuk menggunakan jutsu ini. Mengingat pelatihannya dulu saja membuat Boruto semakin bersemangat untuk menemukan mereka berdua.
Sebagai salam perpisahan, Hinata dan Himawari memberi pelukan erat kepada Boruto. Dirinya tentu dengan senang hati membalasnya.
"Kaa-chan, Hima. Aku pergi dulu," ucap Boruto kemudian.
"Hati-hati," balas singkat mereka berdua.
"Sampaikan salamku pada yang lain," pesan Boruto.
Hinata dan Himawari hanya menganggukkan kepalanya.
"Yosh! Jougan : Jikkugan Ninjutsu!" seru Boruto merapal jutsunya.
Seketika itu juga, Boruto terhisap ke dalam sebuah pusaran yang berpusat di mata kanannya.
TBC
A/N :
Maaf minna-san. Saya tiba-tiba mendapat ide cerita ini. Tapi tenang saja, fic satunya pasti akan tetap saya lanjutkan, hehe..
As always,
Arigato gozaimasita~
