Dokter, I Love You: Call Me Shi Chan.

Naruto: Masashi Kishimoto.

Warning: OOC, AU, GaJe-Ness Fic, typo. Deidara's female. Don't like don't read...

Universitas Of Konohagakure...

"HIDAN! OPER BOLANYA KESINI!" Teriak pria berambut merah Sasori.

Dengan sigap, ditendangnya bola sepak itu kearah pemuda yang barusan berteriak, berusaha agar beberapa orang yang mengepungnya gagal merebut bola. Sasori yang mendapat operan langsung berlari sendirian menuju mulut gawang. Beberapa orang dari tim lawan berusaha mengejar langkah kaki Sasori. Tapi sudah terlambat, Sasori telah menendang bola itu tepat ke mulut gawang. Goool, bola itu masuk bersama bunyi peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan babak kedua. Hampir semua rekan tim Sasori datang dan merangkulnya, mereka sangat senang atas kemenangannya. Tim pendukung Konoha Fires bersorak sorai, karena tim yang dikapteni Sasori menang lagi. Anggota Oto's Genk juga tak lupa memberi selamat pada tim tersebut, meskipun kalah mereka juga harus bersikap lapang dada.

Terlihat tim Konoha Fires sedang berjalan menuju ruang ganti...

"Lo emang hebat Sasori!" Pein mengacak-acak rambut Sasori.

"Dari dulu lagiii~..." balas pemuda itu narsis.

"Berarti, abis ini kita bakal lawan tim dari Iwa dong? Wah, gue jadi gak sabar," ucap Tobi dengan penuh semangat.

"Kalo kita menang terus gini, kita bisa jadi nomor satu diliga universitas. Waah, gue emang hebat," Hidan nggak kalah narsis.

"Bukan elo, tapi tim kita!" sergah Pein, Sasori dan Tobi hampir bersamaan.

"Hey, kenapa kalian sirik gitu? Biarkanlah gue yang ganteng ini sesekali membanggakan diri," balas Hidan lagi.

"Eh eh, abis gini kita makan-makan yuk, minta bayarin pak pelatih," Itachi memberi saran.

"Wah, boleh juga tuh!" Pein mengiyakan.

"Yeach, makan enak~," kata Tobi kekanakan.

Tapi, tiba-tiba saja Sasori menghentikan langkahnya. Waktu itu Sasori mencengkram erat dada kirinya.

"Lo kenapa Sas?" Tanya Itachi menghampiri pemuda itu.

"G-gak... gue- gak a-pa kok-," Sasori berusaha menyembunyikan rasa sakitnya dari teman-teman yang kini mengerebunginya. Tapi tidak bisa, bukannya hilang, rasa sakit itu malah makin menjadi.

"Sasori~," Itachi memegangi tubuh Sasori yang mulai merosot.

"TOBI, CEPET PANGGIL AMBULANCE!" Komando si Uchiha dengan sangat sigap.

"Sakiiit..." rintih Sasori lirih.

"Tahan, Sas! Bentar lagi ambulannya datang," kata Pein sambil membopong tubuh Sasori.

Tak lama kemudian, Sasori pun tak sadarkan diri.

Disinilah pemuda itu sekarang, rumah sakit Konoha.

"Lagi-lagi disini ya?" Pikir Sasori yang baru sadar.

Mata coklatnya memperhatikan keseluruh pelosok ruangan bercat putih itu, walau pandangan matanya masih sedikit kabur.

"Oow, udah sadar ya?".

Mata Sasori melebar saat mendengar suara merdu wanita, memasuki ruangannya.

Sambil memegangi dadanya, Sasori berusaha bangkit, tapi langsung dihalangi oleh si wanita.

Sasori mentap lekat-lekat wajah gadis itu, "Manisnya?~" bantin Sasori penuh rasa kagum. Seakan-akan, rasa sakitnya hilang begitu melihat sosok cantik dihadapannya.

"Jangan banyak bergerak dulu, kamu mesti banyak-banyak istirahat," kata si wanita sambil menyelimuti Sasori.

Sasori tak merespon, pemuda berambut merah marau itu masih terhipnotis oleh kecantikan dokter itu.

Merasa diperhatikan, si dokter langsung membalikkan badannya, berpura-pura menutup cendela kamar Sasori yang masih terbuka. Lalu, dia kembali, dan meminumkan obat pada si Sasori. Sampai selesai minum obat, Sasori tidak pernah mengalihkan pandangannya dari gadis manis itu.

Akhirnya, Sasori berkata, "Uuun, dokter masih baru ya disini?" Tanya pemuda itu seakan hafal pada semua dokter dirumah sakit tersebut.

Gadis itu tersenyum simpul, "Iya, kok tau sih?".

Sasori menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Tapi, aku ini cuma assisten dokter," lanjut gadis itu.

"Jadi, kamu ini suster yang pake baju dokter dong?".

"Yah, bisa dibilang begitu," jawabnya dengan penuh kelembutan. "Karena masih baru, aku cuma diijinkan merawat pesian aja, belum boleh mengobatinya. Dan pasien pertama aku adalah kamu," katanya lagi.

"Wah, senangnya bisa dirawat ama dokter yang semanis kamu," puji Sasori. Walau saat mengatakannya wajahnya sudah semerah kepiting rebus.

"Kamu bisa aja," gadis itu gak kalah malu.

"Oya, nama dokter siapa?".

Belum sempat ia menjawab, terdengar suara ketukan pintu. Dan selang beberapa detik kemudian, masuklah Chiyo dan Kankurou dari luar.

"Nenek?~" Sasori kembali berusaha bangun. Kali ini si dokter dengan hati-hati membantunya duduk.

"Sasori~, kamu nggak apa-apa 'kan?" kata sang nenek khawatir.

Walau dadanya masih sedikit terasa sakit, pemuda itu berkata, "Sasori nggak apa-apa kok Nek, maaf udah buat Nenek khawatir".

Lalu Chiyo memeluk cucunya itu penuh kasih sayang.

"Kalau begitu, saya permisi dulu," kata dokter itu, meninggalkan ruangan.

"Terima kasih Dok," ucap Kankurou sesaat sebelum dokter itu keluar. Dokter itu hanya membalasnya dengan senyum.

"Ck, gila, tuh dokter manis banget," umpat Kankurou dalam hati.

"Kok nenek bisa tau, kalo Sasori ada disini?".

"Tadi, Itachi yang ngasih tau nenek, lalu nenek buru-buru kemari, syukurlah kamu nggak apa-apa," kata Chiyo sedikit lega.

"Sasori, sebenernya lo sakit apa sih? Ini udah ketiga kalinya lo masuk rumah sakit dalam sebulan ini?" Tanya Kankurou penasaran.

"Bukan urusan lo," balas Sasori.

"Huh, begini-begini, gue juga khawatir tau'".

"Booohong! Sasori memonyongkan bibirnya. Aah, daripada lo berdiri disitu, mending lo cari'in makanan buat gue, gue laper nih~," Rengek Sasori.

"Ogah ah!" Tolak Kankurou.

"Kankurou, nenek mohon ya!" Chiyo yang sedaritadi cuma memperhatikan akhirnya angat bicara.

"Iya nenek~, makanan yang biasanya 'kan?" Kankurou memastikan. Yang ditanya cuma mengangguk saja.

Seseaat setelah Kankurou pergi...

Chiyo yang kini sudah duduk disebelah ranjang cucunya, berkata, "Kenapa kamu tidak mengatakan tentang penyakit kamu pada adik-adikmu?".

"Buat apa sih nek? Toh, kalo mereka tau juga, gak akan mengurangi rasa sakit ini?" Balas Sasori.

"Tapi setidaknya, kamu tidak menanggung beban itu sendirian," Chiyo berusaha meyakinkan cucunya itu.

"Hahaha, kan Sasori udah membaginya ke nenek," ucap pemuda itu sambil tertawa.

Chiyo membelalak matanya, ia sedikit terkejut pada ucapan cucunya barusan.

"Nenek nggak usah khawatir, Sasori nggak apa-apa kok," nyengir.

Sekali lagi, tawa itulah yang mampu menghilangkan rasa gundah dihati Chiyo.

TBC...

Terimakasih ya udah mau baca chapter yang pendek ini. Karena udah baca dari atas sampai bawah, pesan Shi-Chan cuma satu, tolong tinggalkan review senpai semua...