Betapa aku ingin menciumnya, anak lelaki di sisiku kini.
Wajahnya menengadah pada langit, dengan tubuhnya yang terbalut kemeja biru dan cardigan putih di atas tanah berumput yang nyaman. Bibirnya tersenyum sementara matanya tertutup rapat.
Sedekat ini, aku bisa melihat segala tentang dirinya. Berapa jumlah jerawat (yang berusaha ia sembunyikan) di wajahnya, bentuk hidungnya, menghitung bulu matanya...
Aku tak pernah tahu bulu mata anak lelaki bisa secantik itu.
Awalnya tak pernah terpikirkan olehku, aku selalu menganggapnya sebagai anak lelaki bodoh, bawel, kelebihan energi, dan sedikit menyebalkan. Mudah sekali menarik perhatian lawan jenis, menyebalkan. Selalu mencegatku di tengah jalan untuk minta one-on-one, menyebalkan. Meneriakkan nama Tetsu dengan girang setiap kali bertemu, menyebalkan.
Dan kini aku malah ingin mengecup bibir anak menyebalkan ini, menyebalkan.
Kira-kira apa yang akan terjadi jika aku benar-benar melakukannya? Apa dia akan terkejut dan meneriakiku dengan tampang terkhianati, atau ia akan, mungkin, menciumku kembali? Dua kemungkinan yang sangat jauh berseberangan.
Aku tersadar dari lamunanku saat mendengar ia menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tak tengah tertidur, aku tahu. Ia tengah menikmati kesunyian dan ketenangan di antara rerumputan segar di halaman belakang sekolah yang luas ini.
Mungkin, niatku hanya akan mengganggu ketenangannya. Maka aku kembali merebahkan tubuhku di atas tanah, lalu meletakkan kedua tanganku di bawah kepala.
"Aominecchi?" Panggilnya tanpa beranjak dari sisiku.
"Hm?"
"Kok diam saja dari tadi. Kamu sedang apa sih?"
"Melihat awan yang bentuknya seperti dada Mai-chan."
"Besar dong."
"Iya."
Sunyi kembali menyelimuti untuk beberapa saat. Aku hampir saja tertidur, jika tidak merasakan Kise bergerak di sampingku. Aku membuka satu mata dan memandang punggungnya. Ia hanya duduk diam menatap matahari yang hampir tenggelam. Angin meniupkan rambut keemasannya yang tertimpa cahaya senja.
"Aominecchi..." Panggilnya lagi.
"Apa..." Sahutku malas.
Dari sini aku tidak dapat melihat wajahnya. Tanpa melihat wajahnya, aku tak tahu apa yang ia pikirkan, sehingga jelas aku tersentak saat tiba-tiba ia memutarkan badannya untuk memandangku lekat-lekat dengan hanya jarak beberapa senti di atasku, dengan kedua telapak tangannya masing-masing tertanam di samping kepalaku untuk menyangga tubuhnya.
"Apa sih?"
Ia menyeringai jahil. "Aku cuma ingin membalasmu."
Aku hanya bisa tercengang sebelum bisa mencerna makna kalimat tersebut.
"Dan aku juga ingin bilang," Sedekat ini, hembusan nafasnya yang hangat menggelitik ujung hidungku. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan, dasar pengecut."
Dengan itu, jarak di antara kita tertutup. Bibirnya menyentuh bibirku. Hangat, manis, dengan sedikit sentuhan kasar yang menjadi pembeda dari mencium seorang perempuan.
Aku menyadari bahwa matanya terpejam saat berciuman, benar-benar seperti remaja baru tahu cinta. Aku pun ikut memejamkan mataku, karena memang pada dasarnya kami hanya sepasang remaja yang baru tahu cinta.
A/N: FLUFF. DI SAAT GENTING SEPERTI INI MALAH NULIS FLUFF TANPA PLOT. TAPI PENGEN. GIMANA DONG. REVIEW YAK.
