Pontifex Maximus

Written and published by Sakurai Shimimitou
Yana Taboso owns all characters.


A.N: Ide yang terlintas disekolah disela-sela mengerjakan tugas, hahaha. Ada sedikit headcanon saya tentang sifat Ciel disini (sifat yang lebih manusiawi maksudnya). Dan ini Fictogemino, yaitu: fiksi yang bisa dibaca dari bawah keatas, atau sebaliknya.


Jembatan besar, menjadi konektor kedua perasaan.

Dan Ciel pun menyadarinya.

Ia telah membangun jembatan besar penghubung suatu perasaan yang mengikat, sentimental.

Diantara ruang gelap dalam hatinya, satu ruang lain membuka dimensi yang bercahaya.

Dan secara perlahan ia telah menyerahkan, sebagian beban, termasuk beban tekanan dan perasaan kepada seorang yang paling ia percayai.

Saat dimana sangat kental warna keberpihakan terhadap hidup manusia yang harus dihargai dan dijunjung tinggi, ia ingin melepas titel dan egonya sekejap.

Ia tidak dapat menangani setiap masalah dengan kemampuannya sendiri. Masih banyak sisi kehidupan yang belum ia ketahui.

Ia perlu penolong, pemimpin, pelindung.

Untuk menolong, memimpin dan melindungi sisi dalam dirinya yang paling rapuh...

Akhirnya Ciel pada satu realita.

Bahwa semua manusia dipanggil untuk mencapai kebutuhan hidup yang jauh melebihi eksistensi manusiawinya.

Dan Ciel memerlukan keberadaan Sebastian, lebih dari sekedar butler yang memenuhi seluruh perintah verbalnya. Ia memerlukan Sebastian, lebih dari status dan titel yang iblis itu sandang. Memerlukan Sebastian, lebih dari keberadaannya sebagai iblis dalam manor Phantomhive. Ia sadar...

Mereka telah terkoneksi sejak pertemuan paling pertama, titik esensial yang membentuk keduanya dalam kekinian lingkaran takdir.

Jembatan yang terbangun merupakan media perantara diantara jarak yang kentara, dengan Sebastian dan Ciel sebagai ujung dan objek tertuju.

Perantara dalam perbedaan 2 mahluk.

Jembatan besar, konektor dari kesenjangan.

FIN

(Silahkan baca dari paragraf bawah jika penasaran ^^)


A.N: Menurut saya Ciel adalah karakter yang cepat memanipulasi ekspresinya dengan topeng, menutup perasaannya dengan kearoganan dan mengabaikan sisi manusiawinya dengan penyangkalan. Tetapi nyatanya, dia sendiri sadar tentang kelemahan, perasaannya terhadap Sebastian walau tidak secara verbal.

Ever Grateful,

Sakurai Shimimitou