Disclaimer: Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

Genre: Humour, Romance

Warnings: Shounen-ai/YAOI (US x UK x Prussia), AU, rating T+ (?), gaje, human names used, slight languages, yandere!US, center-uke!UK, perverted!Prussia (ghost!Pruss) , kemungkinan ada sedikit OOC, don't like, don't read!

*Mungkin bisa rada ga konek kalo ga baca fic yang sebelumnya (The Anathema of Love)

By Mint or Quincy Peppermint

Notes: Heei minna-san~ Kembali lagi dengan saya, Mint #digaplok #sokeksis. Di sekuel TheAnathema of Love! Seinget saia, cerita Anathema itu kayaknya sedih2 dan mellow2, tapi dengan begonya saia malah bikin sekuelnya yg ada bumbu humour-nya. Maafkan daku! 8D

Tiba2 dapet ide ini pas lagi bengong di mobil waktu perjalanan pulang. Bahkan saia nulis fic ini pas lagi proses chapter 5 fic Anathema itu! *sekuel macam apa itu yang udah selese dibuat, padahal main first story-nya aja masih blom kelar!*

(salahkan jiwa ke-sintingan saia yang udah gedor2 minta kluar pas saya nulis fic mellow tsb!)

Ah, gomen, tapi ini ga bikin ngakak2 banget loh, berhubung saia mau bikin ini ada scene2 serius (karna masih ada hubungannya dengan cerita Anathema)

Aaanyway, baca sendiri, please enjoy aja dah. Hope you like it

.


Dispossess Arthur!

.

Chapter 1

Hari ini adalah hari yang amat damai bagi semua orang di Kota Hetali, atau Hetali Town. Langit yang cerah dan penduduk yang ramah.

Semua orang merasa senang, terutama Arthur Kirkland.

Tentu saja, karena dia (baru saja) diajak kencan oleh Alfred, seme-nya.

.

"Be…benarkah itu?" Tanya Arthur masih sedikit tidak percaya akan ajakan Alfred sambil memasang tampang cengo.

Alfred tertawa geli melihat reaksinya, "Iya Artie! Ayo kita makan malam di restoran milik Francis!" sahutnya sambil mengacak-acak rambut pirang Arthur gemas, "Mau tidak, pergi denganku?" lanjutnya dengan senyuman lebar.

Arthur memerah, lalu menepis tangan Alfred dari kepalanya. Ia membuang muka, "H..huh, ya sudah. Kebetulan aku juga tidak ada rencana saat nanti sore," tuturnya jutek dengan wajah tsundere-nya.

Ia tersenyum, mata birunya berbinar setelah Arthur menyetujui ajakannya, "HORE! Oke Artie, nanti sore pukul enam akan kujemput di kamarmu! Sampai jumpa!" ujar Alfred sambil jejingkrakan riang, setelah itu berlalu pergi.

Lelaki bermata hijau itu melirik ke arah punggung Alfred yang telah berlalu pergi. Ia mengepalkan tangannya, seraya mengumandangkan:

"KYAAAA! ALFRED NGAJAK KENCAN PERTAMA! OMG, INI HARI YANG PALING BAHAGIA SEUMUR HIDUPKU!"

Seru Arthur histeris, tapi tentunya dalam hati. Gengsi…

Alhasil ia hanya tampak senyum-senyum gaje sambil nari-nari girang, sampai-sampai ia tidak sadar kalau sejak tadi ditonton oleh murid-muridnya dengan tatapan ilfil dan siap menelpon psikiater, melihat gurunya yang terkenal jutek (baca: raja tsundere) itu bisa berperilaku layaknya cewek ABG hiperbola.

.


Semenjak kedatangannya di Hetali Town dari kota tempat tinggalnya sebelumnya—yang sangat ia benci-, Arthur kini telah berumur 19 tahun dan berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta.

Ia tinggal serumah dengan Alfred yang lebih muda setahun darinya, dan Francis, sekaligus pemilik restoran perancis di kota itu (mereka bertiga pisah kamar tentunya!).

Lalu, seperti yang saudara-saudara tebak, ia dan Alfred berstatus pacaran, tapi tidak jelas, gara-gara Arthur yang selalu saja keingetan sama mantannya di kotanya dahulu. Tapi dengan bangganya dia lupa namanya—plak.

Dan hari ini kedua sejoli itu akan ber-candle light dinner di restoran milik Francis tersebut.


.

Arthur mengacak-acak lemari pakaiannya, mencari baju yang paling cocok untuk kencan nanti. Ia terlalu lama mencari sehingga tak terasa saat itu waktu sudah menunjukkan pukul enam kurang lima menit.

"What? Sudah jam segini! Alfred keburu datang nih! Eee-, aku pakai ini sajalah!" tuturnya kelabakan sambil berlari masuk ke kamar mandi membawa kemeja dan handuknya.

Arthur menutup rapat pintu kamar mandinya lalu menggantung handuk di sebuah hanger. Ia melepas semua pakaiannya dan melemparkannya ke dalam keranjang cucian sebelum berdiri di bawah siraman air deras yang berasal dari shower.

Mungkin terlihat aneh mengapa Arthur repot-repot mandi padahal waktu untuk janjian sudah mepet. Tapi karena ke-antusiasannya untuk tampil maksimal sewaktu kencan, ia rela.

Siapa tahu nanti setelah makan malam… Alfred dan aku akan… H-hah? Mikir apa aku ini! Kok mendadak otak mesumku aktif? Tumben…

Ia menampar-nampar pipinya salting, berusaha untuk mengeluarkan segala pikiran aneh tentang Alfred dari otaknya. Tepat di saat ia berusaha mengusir segala hal mesum itu, tiba-tiba Arthur terlonjak kaget karena merasa seseorang mencoleknya dari belakang.

"Hiiih?" ujarnya bergidik, lalu menoleh ke belakang.

Tidak ada apa-apa. Hanya dinding keramik kamar mandi.

'Hmm… Mungkin cuma perasaanku saja. Tidak mungkin ada orang masuk kamar mandiku dan main colek begitu…' batinnya sembari kembali mengalihkan pandangannya ke depan.

Seketika, mata hijaunya melotot. Melihat seseorang berdiri tegap di hadapannya. Menatapnya tajam dengan bola mata merahnya.

What the?

.

"GYAAAAAAA!"

Teriakan Arthur menggelegar di seluruh rumah mungil itu, membuat Alfred -yang baru saja akan masuk ke kamar Arthur- dan Francis sukses terkejut.

"ARTHUR! Ada apa?" seru Alfred saat mendobrak masuk pintu kamar Arthur.

"Alfreeed! A—ada sesuatu di kamar mandi!" jerit Arthur panik sambil menyambar secepat kilat dan memeluk Alfred erat-erat.

'Eh? Arthur? Kok kayaknya ada yang beda ya…?' pikir Alfred sambil memandangi Arthur yang tiba-tiba saja memeluknya.

Lelaki bermata biru langit itu tersadar akan apa yang salah saat ia mencoba meraba pundak Arthur. Loh, kulit langsung?

Seketika itu, Alfred mimisan dan membanjiri seluruh kamar (berbarengan dengan author) begitu tersadar bahwa Arthur memeluknya langsung dari kamar mandi tanpa sempat mekekatkan sehelai baju padanya.

"Ckckck… Mon cher… Mentang-mentang tidak jadi makan di restoranku, kalian malah langsung 'begituan' ya?" ujar Francis yang baru saja masuk ke kamar Arthur begitu mendengar ada keributan. "Boleh abang ikutan?" Tanya Francis sambil memandangi tubuh Arthur dengan tatapan penuh napsu.

"E…enak saja! Siapa sudi dengan maniak seperti kalian!" seru Arthur, mendorong Alfred jauh-jauh darinya, lalu langsung buru-buru memakai pakaian lengkap. Wajahnya merah padam, malu sendiri rasanya ia. Ketakutan dan tiba-tiba mendekap Alfred, dengan penampilan yang 'tidak pantas' pula.

"Eeerr, jadi tadi kau habis melihat apa? Kecoa? Kok ketakutan sampai heboh begitu?" tutur Alfred sambil mengelap hidungnya yang tadi mimisan.

"Bu..BUKAN! A—ada semacam makhluk aneh bermata merah yang masuk kamar mandiku! Pakai acara colek-colek lagi!" tukasnya dengan bergidik ngeri sembari mengikat dasi merah di kerah lehernya.

Alfred dan Francis cengo. Jelas-jelas pintunya dikunci, mana mungkin ada orang bisa masuk.

"Jangan ngawur, mon cher. Makhluk apakah itu?" kata Francis dengan mata mengejek.

"Akulah makhluk awesome yang Artie maksud itu," sahut sebuah suara misterius dari makhluk itu, sambil ia merengkuh pundak Arthur. Rambut makhluk itu putih-keperakan serta matanya semerah darah.

Kok rasanya pernah lihat ya? Dan… 'Artie'? 'Awesome'?

GYAAAAAAAAAAKKHH !

Serentak, ketiga orang sarap itu (Arthur, Alfred, Francis) jantungan dan teriak ketakutan keras-keras. Terutama Arthur tentunya.

"GI—GILBERT BEILSCHMIDT! Apa itu benar kau?" jerit Arthur, terbelalak menatap sosok almarhum, eerr—mantannya yang berdiri di samping kirinya.

"Ya ampun… Arthur, bilang-bilang dong kalau kamu punya teman hantu seganteng dia… Kenalkan pada onii-san ini dong~" tutur Francis tapi apesnya ga ada yang nyahut.

"Iya Artie, aku yang awesome ini datang untuk menemui dirimu! Ayo kita bercin—" kata hantu (?) Gilbert sambil mengacak-acak baju Arthur.

"HEY! Siapa kau, hantu sialan! Menjauh dari Arthur-ku!" gertak Alfred dengan aura hitam posesifnya, menuding ke arah wajah hantu yang berusaha menggrepe uke-nya. (padahal sebenarnya ia takut setengah mati sama yang namanya hantu)

"Heh? Siapa bocah tengik yang tidak awesome ini?" ujar Gilbert yang terpaksa berhenti melucuti pakaian Arthur (untungnya dia pakai baju berlapis-lapis) lalu menatap Alfred yang tengah ngamuk-ngamuk padanya.

"Aku? Aku sahabat dan HERO Arthur!"

"… Sekaligus pacarnya," timpal Francis yang agak kesal gara-gara sejak tadi dicuekkin trio geblek itu.

Mata merah Gilbert terbelalak lebar, "Apaa? Pacar? Ooh, jadi kau ya, yang secara tidak awesome tadi siang ngajak Arthur kencan!" bentak Gilbert kesal, menghampiri Alfred agar ia dapat menatap wajahnya (baca: mengintimidasi) dengan baik.

Alfred berpose ala hero-nya dan menunjuk dirinya sendiri, "IYA! Dan sekarang kami akan berangkat kencan berdua! Bye-bye tuan hantu!" tuturnya riang sambil meraih tangan kanan Arthur yang tengah sibuk mengancing kembali kemejanya yang sempat 'teracak'.

Saat sadar akan Arthur yang tiba-tiba saja ditarik menjauh darinya, Gilbert cepat-cepat menggenggam tangan kiri Arthur dan menariknya. "Eit! Eit! Tidak bisa! Sebelum aku mati, Artie ini pacarku!" sahutnya tidak mau kalah.

"Lepaskan! Sekarang kau sudah mati lalu cuma jadi hantu gentayangan! Ia milikku tahu!" tukas Alfred ngotot, makin mempererat genggamannya dan semakin menarik tangan Arthur ke arahnya.

"He-hei! Sakit tahu! You bloody hell git!" teriak Arthur kesakitan karena dari tadi kedua tangannya ditarik ke arah yang saling berlawanan bak tali tarik tambang tujuhbelasan.

"Tidak! Lagipula, aku dan Artie sebelumnya sering sekali melakukan *piiip* dan *piiip* yang sangat awesome kalau malam!" ujar Gilbert dengan nada serius (?).

PRAAANG!

Alhasil sebuah guci pusaka Ming dari China mendarat dengan sadis di kepala Gilbert secara tidak elit. Untung saja ia sudah mati sebelumnya, jadi ia tidak sampai sekarat dan ubun-ubunnya hanya benjol.

"I—ITU JELAS BOHONG! Jangan percaya ucapannya, Alfred!" tukas Arthur gelagapan sambil memberikan bonus pecahan guci di tangannya yang ia lempar lagi ke arah kepala hantu malang itu.

Alfred hanya melongo 30 senti dan diam seribu bahasa, masih bimbang ingin percaya pada pernyataan siapa, pada pacarnya atau pada hantu albino itu.

.


.

"Eeeh… Alfred?" panggil Arthur lirih kepada lelaki berkacamata yang tengah memakan rakus great jumbo triple hamburgernya (emang di restoran perancis ada menu burger?) sambil ngedumel-ngedumel jengkel gak jelas tentang Gilbert.

Mereka berdua ujung-ujungnya kabur (tepatnya Arthur yang dibawa kabur Alfred) ke restoran perancis si Francis yang tidak jauh dari rumah mereka. Meninggalkan hantu Gilbert yang bengong sendirian di rumah. Tidak tahu bagaimana kabarnya saat ini.

Sekarang mereka kesampaian juga kencan disini. Duduk manis berhadap-hadapan di sebuah meja bundar bertaplak kain putih, sambil menyantap makanan masing-masing dengan amat tidak mesra dan romantis.

Ini semua gara-gara Alfred yang mendadak ngambek.

"Alfred…" panggilnya lagi.

"Arthur, apa benar kalau orang yang namanya Gilbert itu pernah menjadi pacarmu?" tanya Alfred tiba-tiba pada Arthur yang sudah pusing tujuh keliling dibuatnya.

Ia mengangguk pelan, merasakan pipinya yang memanas. "Iya, tapi dulu, sewaktu aku belum datang ke kota ini," ucapnya sembari menghela nafas, "Tetapi karena penduduk kota itu tidak melegalkan hubungan sesama jenis, kami selalu saja dilanda masalah," lanjutnya.

"…Kemudian… Gilbert mati bunuh diri." ucap Arthur lagi dengan sedikit bergetar. Ia masih teringat secuil rasa sedih yang ia rasakan saat itu.

"…Arthur," Alfred mendongak dan meletakkan burgernya. Memandang Arthur yang terlihat melankolis. Sedikit menyesal juga telah berperilaku kekanakan dan ngambek-ngambek begitu.

Ia mengulurkan tangannya dan mengelus rambut pirang Arthur, "Maafkan aku ya Artie. Sekarang kamu tidak usah khawatir, ada hero yang selalu siap menolongmu, yaitu aku!" seru Alfred ceria. Ia tersenyum menatap Arthur yang sekejap jadi memerah wajahnya.

"Ba..baka, tentu saja," sahutnya malu-malu sambil melengos ke arah lain.

"Ehehehe! Oh iya, Arthur, bagaimana kalau kita minum fruit punch ini dengan menggunakan dua sedotan?" tutur Alfred dengan senyum jahilnya sambil menyodorkan sebuah gelas kaca besar berisi fruit punch berwarna jingga, lengkap dengan sepasang sedotan putih.

"Hah? Bodoh… Apa-apaan ini?" tukas Arthur tersipu. Padahal malu-malu kucing tuh…

"Sudahlah, Artie, minum saja! Biar seru~" sahut Alfred sambil mulai minum dengan sedotannya.

"Ya sudah," gumam Arthur pelan, memajukan badannya ke depan dan meraih sedotannya lalu meminum punch itu yang tengah diminum oleh lelaki di hadapannya. Ia menunduk, hanya memandang lurus ke dalam gelas itu. Malu rasanya untuk bertemu pandang dengan sepasang mata biru indah dibalik kacamata itu.

Saat itu, Elizaveta (di tengah dinner-nya dengan Roderich) dan Kiku langsung sibuk menjepret dan merekam momen-momen sangat membahagiakan fujodanshi itu. Iya, apalagi USUK, sedang kencan, sudah gitu minum berdua satu gelas pakai dua sedotan.

Arthur masih memandangi fruit punch dalam gelas itu yang semakin surut, sambil ia dalam hati menjerit kegirangan (tapi di luarnya tetap senantiasa bertampang jutek).

Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang janggal.

.Loh? Kok sepertinya sedotannya jadi bertambah ya?

Ia menengadah, hanya untuk terlonjak kaget mendapati Gilbert yang duduk santai di tengah-tengah dirinya dan Alfred, ikut minum gratis pula.

"Gilbert! Kenapa kau bisa ada disini?" seru Arthur jantungan sembari refleks menampik gelas besar itu menembus keluar kaca jendela (hingga pecah tepatnya).

"Good evening, my dear Arthur!" sahut Gilbert cengar-cengir ke arah Arthur, seakan tidak mengetahui bahaya yang ada dibelakang dirinya, yaitu Alfred yang men-death glare-nya habis-habisan.

"GRRRHH…! Kau! Mau apa kesini? Merusak acara saja!" gertak Alfred, aura hitamnya kembali menguar di belakangnya.

Lelaki bermata merah itu menoleh ke arah Alfred, "Diam kau, bocah burger yang sama sekali gak awesome! Boleh-boleh saja kan aku ikut makan malam kalian yang awesome ini?" kata Gilbert setengah memaksa.

"Eerrr, Alfred, Gilbert-" tukas Arthur. Kepalanya sudah senut-senut ketika berhadapan dengan anjing dan kucing yang selalu bertengkar ini.

"Haha! Mana bisa kau makan! Kau kan jelas sudah mati!" seru pemuda bermata biru langit itu dengan tatapan meledek ke arah Gilbert.

"Tentu bisa! Jika matahari telah terbenam, aku bisa melakukan aktivitas layaknya manusia biasa! Bisa makan, minum, bahkan menyentuh barang! Awesome bukan?" ujar Gilbert dengan seringai penuh kemenangan, "Tapi lain halnya ketika matahari kembali terbit! Kekuatanku yang awesome menurun drastis, aku cuma jadi hantu transparan, menyentuh benda pun tidak bisa. Huh, tidak awesome…" lanjutnya. (Loh, curcol…)

"…"

Gilbert tersentak, ia kaget saat mengetahui bahwa Arthur dan Alfred sudah raib dari mejanya. Hilang tiba-tiba. Ia menengok ke arah pintu sampingnya, didapatinya Alfred sedang menggeret Arthur yang sweatdropped pergi menuju pintu keluar restoran.

"WOI! Mau kemana kau! Aku yang awesome ini lagi bercerita tahu! Harusnya kau malah berterimakasih! Dasar GAK AWESOME!" teriak Gilbert sekeras toa sambil lompat-lompat kesal di atas kursi. (Entah mengapa membangkitkan aura mematikan frying pan-nya Elizaveta)

. Siapa juga yang mau dengerin.

Alfred hendak membuka pintu dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam tangan Arthur yang masih sweatdropped ngeliatin Gilbert. Tiba-tiba saja, Francis muncul dengan baju kokinya, menahan pintu itu sehingga mereka tidak dapat keluar.

Lelaki berkacamata itu tertegun, lalu menoleh menghadap Francis dengan wajah keheranan.

"Alfred mon ami, kamu belum bayar loh~ Tapi kok udah mau pulang?" kata Francis santai (meski agak mengitimidasi), ternyata dia gak mau rugi juga.

"Minggir, Francis. Orang albino itu yang akan membayar karena dia tadi juga ikut makan bersama kami!" jelas Alfred dengan raut muka kesal sambil bola mata birunya menunjuk Gilbert yang masih duduk di kursinya.

Francis mengerenyit, lalu melihat ke arah yang Alfred maksud barusan. Ia tersenyum, "Baiklah, tapi kalau kamu berbohong, kau harus mencuci semua peralatan makan malam hari ini ya," ucapnya sambil menepuk pundak Alfred.

"Oke, siapa takut! Aku tidak berbohong kok! Lihat saja laki-laki itu yang masih du—" Loh? Tidak ada?

Alfred melongo, ia hanya menunjuk ke arah sebuah meja dengan tiga kursi kosong tanpa ada seorangpun yang duduk disana. Padahal sedetik sebelumnya, lelaki berambut putih-perak itu masih berada disitu untuk seenak jidat dikambing-hitamkan.

"… Alfred, Gilbert itu hantu. Jadi tidak aneh kalau ia bisa menghilangkan dirinya dengan cepat." Arthur memberi penjelasan pada Alfred yang masih melongo lebar-lebar.

"…" Alfred speechless.

"Yah yah, oke! Ayo sini kutunjukkan dapurnya~" ujar Francis girang sambil menyeret Alfred (yang masih keheranan nunjuk-nunjuk meja kosong) ke arah dapurnya. Lumayan buat tenaga kerja nyuci piring gratis.

Akhirnya, kedua orang yang menyeret dan diseret itu hilang masuk ke dalam dapur. Meninggalkan Arthur mematung sendirian di dekat pintu gara-gara dicampakkan pasangan seme kencannya.

Ia mendengus, "Kencan macam apa ini…" gerutu Arthur kesal, menghela nafas lelah lalu dengan gontai beranjak keluar restoran.

.


.

Arthur membuka kenop pintu kamarnya, kemudian masuk ke dalam. Ia masih merasa sedikit jengkel karena kencan pertamanya dengan Alfred jadi berakhir tidak jelas begini. Huh, yang benar saja.

Tak lama, ia terkejut mendapati kedua belah tangan yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya.

"Gi—Gilbert!"

"Artie~ sudah kutunggu dari tadi loh sejak di restoran~" tukas Gilbert riang sambil mencium tengkuk Arthur.

"…Gilbert… Kamu—" gumam Arthur terbata-bata. Ia tak berkutik, tubuhnya terasa lemas, wajahnya merona merah. 'Sebenarnya siapa yang kusukai? Apakah Alfred atau masih Gilbert?' batinnya, ia masih belum memiliki sebuah kepastian dalam dirinya.

Tangan yang piawai itu menyusuri kulitnya yang halus dibalik kemeja putihnya. Kemudian lelaki bermata merah itu menyapu leher Arthur dengan lidahnya, lalu semakin turun ke tulang lehernya. Ia menutup mata hijaunya pasrah, hanya bisa mendesah pelan.

"S—stop Gilbert…" desis Arthur di sela-sela desahannya.

"Mengapa? Dari dulu aku ingin melakukan hal awesome ini denganmu," tuturnya singkat sambil jemarinya membuka kancing baju Arthur satu persatu.

I-ini tidak boleh kulakukan… Alfred…. Bagaimana ini?

Ketika itu, Arthur ingin berhenti saja karena ia teringat akan Alfred. Namun, di satu sisi, ia merasa senang. Apa mungkin ia masih belum melupakan Gilbert sepenuhnya?

Gilbert terus menjilati tubuhnya, tangannya mulai melepas ikat pinggang Arthur kemudian membuka retsleting celananya.

BRAAAAK!

"ARTIIIIIIE! Kamu jahat banget tadi ninggalin aku nyuci segunung piring itu sendiri—…WHAT THE F**K?" seru Alfred saat mendobrak masuk (lagi) pintu kamar Arthur.

Tapi apa yang ia dapati, Artie-nya sedang tergeletak di karpet, telanjang dada, serta celananya nyaris lepas, dan diatasnya adalah sang tuan hantu Gilbert yang kedua tangannya sibuk menggrepe tubuh uke-nya itu.

Ia yakin seratus persen, kalau ia tidak masuk kamar Arthur saat itu, pasti hantu mesum sinting tersebut sudah me-raep pacarnya habis-habisan.

"Cih, kau mengganggu kesenanganku yang awesome," Gilbert berdecak kesal, serempak dengan Elizaveta dan Kiku yang tadi sempat merekam kejadian nyaris R-18 kalau diterusin itu (alias M-rated). Fujoshi dan fudanshi akut itu mengutuki dan menyantet Alfred dalam hatinya.

Alfred ber-facepalm ria sebelum akhirnya menelpon layanan telpon 24 jam si pembunuh bayaran bernama Ivan, lengkap dengan Natalia untuk membuat mampus (?) hantu bokep itu agar ia bisa sukses wafat untuk kedua kalinya.

'Sungguh malam yang kacau…' pikir Arthur sembari membetulkan pakaiannya. Menonton live acara pembantaian (atau perburuan?) hantu di kamarnya dengan Ivan dan Natalia sebagai partisipan.

.

To Be Continued (Maybe?)


.

Gimana? Gajelas kan? O iya, pas saia nulis sekuel ini, chapter lima Anathema belum kelar loh~ #plak #dirajamreaders

Ano, maaf kalo banyak scene PrusUK nya. Kemungkinan cuma di chapter ini kok biar si Alfred cemburu abis-abisan #plak *di euthanasia (?) Alfred*

Readers yang ber-indera keenam silakan menebak entar Arthur jadinya sama Alfred ato Gilbert, ato Francis.

Tapi hati-hati, ntar chapter 2 bakal ada scene seriusnya… maaf bagi yang ga suka serius2an #bletaak

O iya! Saya ucapkan terimakasih buat Nyasar-tan, yang udah saya hujani dengan sikap minder, ga pedean, dan pesimis saya! Saya kasih dia liat di FB dulu. Dan hebatnya lgi, dia sukses menguatkan/mendukung saya sehingga fic sekuel ini dapat di-post! Makasih~ ="D

Silakan mereview supaya saya bisa tahu kira-kira cerita gaje ini layak dilanjutin apa kagak. Give respons okey ^^

O iya! (lagi) yang ntar bakal balesin respon/review anda2 sekalian tuh si Apple, karena sekolah saya yg minta di bom membuat stress! *masih UTS, si Apple udh kelar*. Dan apabila Apple tidak merespon anda dengan baik/benar, silakan PM saia saja (tulis 'To: Mint') , nanti saya mutilasi dia #plak #kejam. Sekaligus, anda juga dapat mengenal seperti apa partner saya di sini~ =D