Heartbeat
Kim Jonghyun x Hwang Minhyun
2hyun
Support casts Produce 101 Season 2 Trainees and BTS
.
.
Deg… Deg… Deg…
Suara detak jantung seseorang yang tengah berbaring di sampingnya terdengar bagai alunan lullaby penghantar tidur bagi Minhyun. Menghantarkan rasa nyaman yang menggelitik gendang telinganya. Suara itu, detak jantung itu, Minhyun berharap akan selalu mendengarnya.
Deg… Deg…
"Jjong, kenapa suaranya begitu indah?" mendongak, Minhyun menatap netra kecoklatan milik kekasihnya. Kim Jonghyun.
"Hm? Suara apa sayang?" Jonghyun menunduk, mendapati kekasih manisnya kembali mendekatkan telinga ke dadanya. Menyamankan diri untuk kembali bersandar di dada bidangnya.
"Jantungmu. Suara detak jantungmu Jjong. Rasanya aku ingin mendengarnya setiap waktu,"
Jonghyun hanya tersenyum mendengar gumaman kekasihnya. Belakangan ini kekasihnya memang hobi sekali bersandar di dadanya dan mendengar detak jantungnya.
"Kalau begitu tetaplah di sisiku Min, agar kau bisa terus mendengarnya,"
.
.
Seoul International Hospital
"Astaga Hwang Minhyun! Kau mau membuatku mati hah?!" dengan sepenuh hati Seongwoo meneriaki Minhyun yang duduk di belakang kemudi. Menurunkan kedua tungkai panjangnya dari jok mobil dan pegangan tangannya di handle.
"Upsss…" Minhyun nyengir innocent.
Pria bermarga Ong itu jengkel setengah mati. Bagaimana tidak? Nyawanya hampir saja di ambang batas. Pasalnya Minhyun dengan kurang ajarnya membawa mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Menyalip beberapa kendaraan dan parkir bak drifter professional ala pembalap di salah satu film fenomenal. Yang malah berakhir dengan menabrak tong sampah rumah sakit. Hebat sekali dia.
Sungguh, Ong Seongwoo tidak dapat membayangkan itu semua. Hwang Angelic Minhyun, sahabat karibnya yang terkenal akan kelembutan dan keanggunannya bak malaikat malah bertingkah ugal-ugalan di jalanan. Tolong ingatkan dia untuk tidak membiarkan Minhyun menyetir lagi lain waktu.
Ingin sekali Seongwoo mengadukan hal ini pada Jonghyun, tapi nanti ia akan dicap sebagai tukang adu oleh Minhyun. Masa bodoh, nyawanya lebih penting dari rajukan Hwang Minhyun. Dia belum lulus kuliah dan membahagiakan orang tuanya. Dan yang terpenting dia belum menikah dengan kekasih bongsornya Kang Daniel. Astaga.. Ong Seongwoo tidak ingin mati muda kawan-kawan.
"Ayo turun Ong," melepas seatbelt, Minhyun membuka pintu mobil dan memunguti sampah yang tercecer akibat ulahnya tadi.
"Kamar berapa Min?" tanya Seongwoo yang sudah keluar dari mobil, sibuk membenahi penampilannya. Sesekali kembali mengecek penselnya, siapa tahu beruang kesayangannya menghubungi.
"Eumm.. sebentar, aku lupa menanyakannya Ong. Coba hubungi Woojin, kemarin dia datang menjenguknya,"
Tanpa diminta dua kali dengan segera Seongwoo mendial nomor Park Woojin, junirnya di club dance kampus.
"Oh yeoboseyo Woojian-ah, kau dimana?... tidak-tidak… aku sedang di rumah sakit bersama Minhyun… iya aku ingin menjenguknya, apa kau tahu nomor kamarnya?... oh oke, aku mengerti… ya ya baiklah, terima kasih Woojin-ah,"
"Kamar 101, ayo Minhyunie," melangkahkan kakinya Seongwoo menarik pergelangan tangan Minhyun yang sudah berdiri di sampinya. Bergegas ke arah lobi rumah sakit dan mencari kamar si pasien.
.
.
Tidak lama kemudian, kaki-kaki jenjang mereka telah membawa mereka berdua ke depan pintu sebuah kamar rawat inap bernomor 101. Dari balik kaca pintu Minhyun melirik sekilas bahwa orang yang ingin mereka temui memang berada disana.
Tok… Tok… Tok…
Dengan perlahan Minhyun mengetuk dan mendorong pintu tersebut. Dan disambutlah ia dengan pemandangan lelaki gembul berwajah manis yang tengah asik memakan potongan buah apel yang telah dikupas. Membuat pipinya yang sedikit menirus menggembung lucu.
"Eo? Minhyun hyung!" mulutnya yang masih penuh dengan potongan apel memanggil nama Minhyun. Tangannya melambai menyuruh Minhyun untuk mendekatinya. Wajahnya berseri melihat hyung favoritnya itu datang untuk menjenguknya.
"Aku juga ada disini bocah," Seongwoo yang berda di belakang Minhyun menyembulkan kepalanya. Merasa tak dianggap.
"Ya ya ya, masuklah hyung,"
Minhyun dan Seongwoo berjalan mendekati Si Gembul di tempat tidurnya. Meletakkan parsel yang Seongwoo bawa di meja samping tempat tidur. Oleh-oleh untuk Jihoon sebagai permintaan maaf mereka karena terlambat untuk menjenguk Jihoon.
Seongwoo menduduki kursi di samping kasur, sedangkan Minhyun berdiri di sampingnya. Mengamati kondisi si pasien.
"Bagaimana keadaanmu Jihoonie?" Minhyun bertanya.
"Seperti yang kau lihat hyung,"
"Kau masih terlihat sedikit pucat, apa kau sudah makan dengan baik?" tanya Minhyun sekali lagi.
"Makanya jangan sok-sokan diet segala gendut," Seongwoo menoyor pelan kepala Jihoon. "Jadi sakit begini kan. Kau begitu saja kenapa sih?"
Jihoon hanya bisa memanyunkan bibirnya lucu saat mendengar Seongwoo memanggilnya gendut. Kepalanya dielus pelan oleh Minhyun setelah ditoyor Seongwoo tadi.
"Maaf baru bisa menjengukmu hari ini Jihoon-ah," Minhyun menatap Jihoon.
Jihoon memang sudah beberapa hari ini di rawat di rumah sakit. Dia ditemukan pingsan di apartemennya oleh Bae Jinyoung, kekasihnya. Ia pingsan karena dehidrasi dan kurangnya asupan nutrisi. Jihoon memang menjalani diet ekstrim akhir-akhir ini. Dia malu diejek angka sepuluh ketika berjalan bersama dengan Jinyoung. Oleh karena itu dia berniat diet untuk menurunkan berat badannya. Namun tragisnya dia malah masuk rumah sakit.
"Tak masalah. Aku senang kalian berdua sempat datang dan membawakanku banyak makanan hehe," Jihoon mengerling kearah oleh-oleh yang dibawa Seongwoo tadi.
Keduanya hanya tertawa mendengar ucapan Jihoon. Selanjutnya waktu mereka diisi dengan obrolan tidak penting seputar tragedi diet Jihoon dan kegiatan Minhyun serta Seongwoo. Tak jarang suara tawa dan ejekan terdengar dari bibir-bibir ranum mereka.
Ketiganya memang akrab, meskipun Jihoon merupakan adik tingkat mereka. Oleh karena itu mereka dikenal sebagai Quartet Sugar, bersama dengan Ahn Hyungseob. Park Jihoon adalah kekasih adik sepupu Minhyun, Bae Jinyoung. Si tampan bermuka mungil itu akhirnya bias mendapatkan cinta Park Jihoon. Mengingat Jihoon begitu popular di kalangan mahasiswa baru, dengan wajah manis dan sifatnya yang ceria.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Waktunya makan siang untuk pasien imut kita, karena perawat sudah membawakan jatah makan siang untuk Jihoon. Dengan semangat Jihoon mengambil makanannya da mengajak kedua hyungnya untuk makan bersama.
Seongwoo terlihat sibuk menelfon kekasihnya untuk membatalkan janji makan siang bersama mereka. Sedangkan Minhyun sudah menghilang dibalik pintu kamar tersebut. Berulang kali dia melirik Jihoon dengan tatapan kesal karena harus rela mengalah demi Jihoon. Salahkan aegyo Park Jihoon yang selalu bekerja dengan baik pada Hwang Minghyun. Minhyun itu lemah pada mahluk kiyowo seperti Jihoon dan Hyungseob.
Minhyun pamit ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan untuk ia dan Seongwoo. Ia dan Seongwoo akan makan siang di kamar Jihoon karena Jihoon mengancam tidak akan makan kalau tidak ditemani mereka.
Sambil menunggu pesanannya, Minhyun duduk di salah satu bangku kantin. Membalas pesan yang dikirimkan Jonghyun yang menanyakan dimana ia berada. Kekasihnya masih berada di kampus omong-omong. Ia sedang sibuk mengurusi persiapan BEM untuk makrab yang akan diadakan sebentar lagi.
Tepukan pelan di bahu kirinya membuat Minhyun menoleh ke belakang. Mendapati sosok tampan berjas putih dengan nametag Dr. Kim Seokjin berdiri di belakangnya.
"Jin hyung," sapa Minhyun.
Kim Seokjin adalah dokter spesialis bedah dalam divisi jantung di rumah sakit ini. Walaupun tergolong dokter muda, namun kemampuan dan integritasnya sudah tidak dapat diragukan lagi. Membuat dokter tampan itu begitu disegani dan dihormati oleh rekan-rekan kerjanya.
"Hai Minhyunie, ada apa ini? Tidak biasanya aku menemukan mahasiswa teladan bolos ke rumah sakit," balas Seokjin. Ia mendudukkan dirinya di depan Minhyun. Heran mendapati kekasih manis dari adik sepupunya berada di rumah sakit tempat ia bekerja.
"Aku tidak bolos hyung," jawabnya kalem. "Aku dan Seongwoo datang untuk menjenguk Jihoon. Ia dirawat disini,"
"Jihoon?" tanya Seokjin bingung. Ia kenal Jihoon. Setahunya anak itu terlihat sehat-sehat saja dengan badan suburnya, kenapa ia bisa masuk rumah sakit, pikir Seokjin. Apa ia terkena demam berdarah? Mengingat pasien demam berdarah meningkat belakangan ini.
"Um! Kau tahu hyung? Diet ekstrim,"
Seokjin speechless mendengarnya.
"Kau terlihat lelah hyung," Minhyun melanjutkan, menatap dokter tampan tersebut. Wajahnya terlihat sedikit kuyu dan lesu. Kantung mata yang menghitam menjelaskan itu. Kurang tidur, pikir Minhyun. Namun senyuman hangat dokter tampan itu yang didapat Minhyun setelahnya.
"Begitukah? Sepertinya operasi kali ini memang benar-benar menguras tenagaku," balas Seokjin lemas. Mengingat operasi yang sudah ia tangani beberapa waktu lalu. Wajahnya terlihat sedih.
Minhyun yang menyadari perubahan ekspresi hyungnya itu mengernyit, "Kenapa?" tanyanya. Tumben sekali hyungnya ini mengeluh akan tugas yang ia jalani. Biasanya ia akan terlihat bersemangat untuk menceritakan kesuksesan tugasnya. Meskipun sudah sering melakukan operasi, Seokjin tetap merasa senang apabila ia berhasil dalam tugasnya. Satu nyawa telah berhasil ia selamatkan, begitu pikirnya.
"Tidak.. hanya saja operasi kali ini sungguh berat untukku Minhyunie. Dia adalah pasien rujukan dari Daegu. Kau tahu? Pasiennya adalah sahabat lamaku Minhyun-ah," menghela napas sebentar, Seokjin kembali melanjutkan ceritanya, "dari sekian banyak orang, kenapa harus dia Minhyun-ah? Dari data yang kubaca, dia sudah menjalani beberapa operasi pencakokan jantung sebelum dirujuk kesini. Namun dengan cepatnya jantung baru itu membusuk di tubuhnya seperti makanan basi. Aku semakin tak tega melihat dadanya yang sudah penuh dengan sayatan harus kembali dibelah. Dan akulah orang yang baru saja menambahkan sayatan mengerikan itu disana Minhyun-ah,"
"Bagaimana bisa mahluk serapuh itu tahan dengan keadaan ini?! Demi Tuhan, aku tak sanggup membayangkannya. Dia butuh jantung baru, dia butuh kehidupan baru Minhyun-ah. Tapi kau tahu sendiri bahwa mencari pendonor jantung tidaklah mudah." Seokjin mengusap wajahnya frustasi.
"Dia harus menunggu antrian untuk mendapatkannya dari pendonor, ditambah tak semua jantung bisa cocok dengannya. Aku ingin menyelamatkannya Minhyun-ah.. aku ingin menyelamatkannya.."
Minhyun iba melihatnya, dan menepuk-nepuk pelan punggung tangan Seokjin.
.
.
Sekembalinya dari kantin, Minhyun mendapati Seongwoo yang sedang menyuapi Jihoon. Makan siangnya tinggal separuh. Ia berjalan mendekati keduanya dan mengeluarkan box makan siang untuk dirinya dan Seongwoo. Membuka pelan penutup box, Minhyun menyendok makanan tersebut dan menyodorkannya ke depan bibir Seongwoo. "Giliranku," katanya.
Seongwoo yang heran hanya menerima suapan itu dan kembali menyuapi Jihoon. "Kenapa lama sekali?" tanyanya.
"Aku juga mau disuapi Minhyun hyung.." rengek Jihoon. Dia mendorong tangan Seongwoo yang hendak kembali menyuapinya.
"Aku saja yang suapi kenapa sih?"
"Tidak mau! Aku mau disuapi Minhyun hyung. Minhyun hyung ayo suapi aku, aaaa.."
"Apa bedanya aku atau Minhyun yang menyuapi, sama saja bodoh!" Seongwoo menjejalkan suapan terakhirnya ke mulut Jihoon. "Jangan manja deh,"
Minhyun hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Ia kembali menyendok nasinya dan menyuapi Seongwoo. Dia makan bergiliran dengan Seongwoo. "Tadi aku bertemu Jin hyung di kantin dan mengobrol sedikit bersamanya,"
"Oh iya, kapan kau bisa pulang Jihoon-ah?"
"Dokter bilang besok atau lusa dia sudah boleh pulang," Seongwoo yang menjawab. Tadi saat Minhyun masih di kantin, dokter yang merawat Jihoon datang untuk pemeriksaan rutin. Melihat kondisi Jihoon yang sudah mulai membaik, meskipun masih sedikit pucat, dokter membolehkannya untuk pulang besok atau lusa. Dengan catatan Jihoon harus makan dengan baik.
Minhyun senang mendengarnya. Ia akan memberitahu Baejin untuk menjemputnya besok pagi.
.
.
Seongwoo sedang menunggu Minhyun di depan lobi rumah sakit. Minhyun sedang mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar Jihoon. Minhyun dan sikap cerobohnya yang membuat Seongwoo mau tak mau harus selalu berada di dekatnya.
Tergopoh Minhyun berlari menyusul Seongwoo, tak ingin membuat Seongwoo menunggu lebih lama. Baru saja ia akan berbelok, ia menabrak seorang suster di depannya. Suster itu terjatuh, dan mengakibatkan berkas yang ia bawa berhamburan di lantai. Minhyun yang menyadari kesalahannya segera membungkuk untuk membantu suster tersebut. Bersama mereka memunguti kertas-kertas yang tercecer. Setelah selesai, Minhyun menyerahkan kertas yang ia pungut pada suster tadi. Membungkuk sekali lagi untuk meminta maaf dan dibalas anggukan oleh suster tersebut.
Saat akan kembali melanjutkan perjalanannya, Minhyun melihat ada satu kertas yang terselip di bawah bangku koridor. Ia memungutnya dan akan mengembalikan kertas itu pada sang suster. Namun sayang, suster itu sudah tak terlihat lagi.
Memutuskan untuk mengembalikannya lain waktu, Minhyun membacanya sekilas. Hanya sebuah form kosong, tidak terlalu penting pikirnya. Jadi ia memasukkan kertas itu ke dalam tasnya dan berlari menyusul Seongwoo yang sudah menunggunya di lobi.
.
.
Suasana kantin kampus memang sedikit sepi, mengingat jam pelajaran masih berlangsung. Satu dua mahasiswa yang belum memulai kelasnya terlihat duduk-duduk santai disana sembari menyeruput minuman hangat yang mereka beli. Sambil menunggu teman atau mencuci mata melihat beberapa mahasiswi cantik atau uke-uke manis yang kebetulan lewat sana.
Park Woojin dan Lai Guanlin hari ini memilih datang lebih pagi dari jadwal kelasnya (entah mimpi apa mereka semalam). Mereka berdua duduk di salah satu bangku kantin dengan dua gelas kopi hangat di tangan. Menyesapnya pelan-pelan, menikmati rasa pahit yang khas mengalir di tenggorokan mereka.
"Jonghyun hyung!" sapa Woojin keras. Jonghyun yang kebetulan lewat di dekat kantin menoleh, dan mendapati mahluk berginsul yang melambaikan tangan ke arahnya.
Ini masih pagi dan kelasnya akan dimulai beberapa jam lagi, Jonghyun memutuskan untuk menghampiri kedua juniornya itu. Heran juga ia melihat keduanya sudah berada di kampus pagi-pagi begini.
"Tumben rajin," kata Jonghyun. Ia mendudukkan dirinya di depan kedua juniornya itu. Memesan satu cup kopi hangat pada pelayan yang mendatanginya. Udara memang sedikit dingin pagi ini, mengingat musim dingin akan segara datang.
"Mana Hyungseob dan Seonho? Biasanya kalian selalu datang bersama,"
"Di hatiku~~" jawab mereka berdua kompak. Jonghyun hanya memutar mata malas mendengarnya.
Melihat Jonghyun yang tak merespon candaannya, Woojin pun menjawab, "Hyungseob bolos untuk menjemput Jihoon. Dia pulang hari ini. Lalu dimana Minhyun hyung, kau tak datang bersamanya hyung?"
Jonghyun dan Minhyun memang selalu datang berdua. Hemat bahan bakar katanya, dan yang terpenting adalah keselamatan Hwang Minhyun. Mengingat Minhyun sering kali berubah kepribadian saat di jalan raya. Jonghyun lebih memilih menjadi supir pribadi Hwang Minhyun daripada melihat Minhyun menyetir.
"Tidak, dia izin hari ini. Katanya ingin menjemput seseorang di bandara,"
"Siapa?" tanya Guanlin.
Dan dijawab kedikan bahu oleh Jonghyun. Minhyun tidak memberitahukan siapa orang yang akan dia jemput. Dan menolak tawaran Jonghyun untuk mengantarnya ke bandara. Tak enak merepotkan Jonghyun alasannya. Padahal tak pernah sekalipun ia menolak tawaran Jonghyun. Tumben sekali pikirnya.
"Jangan-jangan Minhyun hyung…" belum selesai Guanlin berbicara, kepalanya sudah dipukul oleh Woojin.
"Heh Minhyun hyung bukan orang yang seperti itu, bodoh!"
Melihat keduanya akan memulai adu mulut, buru-buru Jonghyun menengahi keduanya, "Sudah-sudah.."
.
.
Incheon International Airport
Suara geretan koper dan langkah-langkah cepat terdengar di segala sudut bandara ini. Ada yang melepas kepergian dan ada juga yang menyambut kedatangan orang-orang terkasih. Tangis, tawa, pelukan, dan lambaian dapat kita lihat dimana-mana.
Suara bising dari pesawat yang hendak take off ataupun landing memenuhi gendang telinga Minhyun. Ia duduk di salah satu kursi tunggu disana. Sesekali memerhatikan layar monitor yang menayangkan aktifitas penerbangan. Melihat apakah pesawat yang ditumpangi oleh orang yang ia tunggu sudah mendarat atau belum.
Merogoh saku celananya, Minhyun mengeluarkan ponselnya. Bermain games bisa sedikit membunuh waktu. Sambil menggoyangkan kakinya dan bersender di tembok, ia membuka salah satu aplikasi game dan larut dalam permainan itu setelahnya. Mengabaikan layar monitor yang memberitahukan bahwa salah satu pesawat kedatangan Amerika sudah mendarat dengan selamat.
Minhyun masih tenggelam dalam permainannya saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Menandakan adanya panggilan masuk. Buru-buru ia mengangkat telepon dari orang tersebut.
"Yeoboseyo.."
'Ahh.. Minhyun-ah aku sudah sampai. Kau ada dimana? Tunggu sebentar, ah itu koperku,'
"Aku sudah di luar,"
'Aku sedang berjalan keluar, astaga ramai sekali! Kau dimana?'
"Di dekat kursi tunggu," Minhyun menoleh ke kanan kiri untuk mencari orang di seberang sambungan teleponnya.
Keadaan bandara menjadi lebih ramaidan Minhyun sedikit kesusahan untuk menemukan orang tersebut. Dia masih sibuk menoleh kesana kemari, dan rangkulan hangat di pundaknya membuat ia menoleh ke samping. Cengiran khas dari orang yang ia cari menyapa pengelihatan Minhyun. Sungguh ia merindukan senyum cerah ini.
"Hey long time no see sweetie.." dan panggilan ini. Minhyun sangat merindukannya.
Serta merta ia melempar dirinya dalam dekapan hangat orang yang berada di sampingnya ini. Memeluknya lebih erat untuk menyalurkan kerinduan yang sudah lama ia pendam.
"Aku merindukanmu hyung.."
.
.
TBC
Umm okey, sebetulnya aku sedikit ragu untuk mempublish cerita ini. Takut bakalan jadi multichap, inginnya sih OS aja biar langsung tamat. Tapi apa daya, wordsnya kepanjangan dan pasti bakalan bosen dibaca. Jadi yaa sudahlah, mending dipublish aja daripada mubazir. Itung-itung ngeramein archive 2hyun hehe.
Saran, kritik, dan segala macam komen dengan senang hati akan diterima. Dibacapun sudah syukur haha.
And last, see you in the next chapt..
