Bangkok, Thailand.

Friday, June 1st 2012

21.00 PM—

.

"APAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?!"

Brakk!

Kedua tangan mungil milik seorang gadis berambut obsidian itu menggebrak meja dengan kasar. Suaranya menggema, memenuhi ruangan yang sunyi senyap. Wajahnya kini penuh dengan rasa keterkejutan serta amarah yang meluap-luap, tidak sedikit pun ia berusaha untuk meredam amarahnya.

"MANAJER, YANG SERIUS DONG!" protesnya kesal. Dadanya bergerak naik-turun seiring dengan dengan napasnya yang terengah-engah, menatap parno sang wanita yang diduga adalah manajer gadis itu.

Sang Manajer yang kelihatannya berusia satu dekade lebih tua daripada gadis itu, menghela napas. "Dengar, Kirana—"

"LALALALA! GUA KAGAK DENGAR, KAGAK DENGER!" Si gadis malah masang tampang nyolot abis-abisan sambil menutup kedua telinganya, pura-pura budeg.

"Kirana—"

"LALALALALALALALALALALA—"

"KIRANA KUSNAPAHARANI!" Agaknya si Manajer mulai ikut-ikutan emosi. Ia mengelus dadanya, berusaha mengendalikan amarahnya sebelum ruangan tempat dirinya dan gadis itu berada hancur menjadi puing-puing. "Bukannya kau yang meminta waktu istirahat dari pekerjaanmu sebagai Idola agar bisa bersekolah layaknya anak-anak SMA umumnya?"

Kirana – nama gadis itu, memanyunkan bibirnya. "Memang, saya yang minta, mbak Dewi. TAPI, MASA' HARUS SEKOLAH DI TEMPAT YANG ANDA REKOMENDASIKAN?! KENAPA GAK DI INDONESIA AJA? DAN LAGI, KENAPA HARUS PAKE ACARA MENYAMAR PULA?!" ujarnya sambil mencak-mencak seperti orang gila.

"Memangnya kenapa? Sekolahnya bagus lho, elite pula. Dan plis, setop teriak-teriak kayak gitu. Kamu mau kaca ruangan ini pecah gara-gara resonasi suaramu?" Si Manajer yang bernama Dewi ini udah masang tampang lu-teriak-sepatu-gue-berakhir-di-mulut-lo. "Untuk masalah penyamaran, itu perlu sekali, nak. Memangnya kamu tak merasa risih nantinya, jika seandainya para fans-mu tahu? Kirana, Idola pujaan remaja-remaja seluruh dunia, bersekolah di Hetalia World Academy?"

Kirana memutar bola matanya. "Iya, iya. Saya tahu. Tapi, saya mohon, jangan sekolahin saya di tempat itu!"

"Kenapa?"

"Kenapa? Karena ada—ARGH, DUA ORANG IDIOT ITU!" Kirana kembali mencak-mencak.

Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Maksudmu, 'mereka'? Yang sering kamu ceritakan itu? Ah, tidak masalah kok. Dan betewe, saya juga udah beritahu mereka tentang kamu yang akan bersekolah di sana." jelasnya dengan enteng, tanpa merasa bersalah sama sekali.

Kini, muka Kirana udah me-ji-ku-hi-bi-ni-u. "APAAAAAAAAAA?! Oh, tidak bisa! Manajer mau bunuh saya perlahan-lahan? Plis deh, mending saya sekolah di pinggir empang aja, daripada di sana!"

"Hush! Jangan bicara ngawur!" Manajer Dewi mendecak-decakkan lidahnya. "Pokoknya, ini keputusan final. Kalau kamu kepengen break dari pekerjaan dan bersekolah, maka ikuti saja perkataan saya. Tak mau, maka tak usah. Deal?"

Kirana menggigit bibir bawahnya. Sumpah, rasanya dia kepengen banget mutilasi wanita yang berada di hadapannya ini. Dia sih pewe-pewe aja, bersekolah di tempat elite yang direkomendasikan Manajer Dewi. Masalahnya, masa' dia harus menyamar? Oh, tambahan. Dua orang yang paling dibenci Kirana dalam lembaran kehidupannya juga ada di sana.

Namun, mengingat keinginan dirinya untuk bisa break sebentar dari pekerjaannya sebagai Idola yang ekstra ketat, super padat, dan multi melelahkan, agaknya ia harus berpikir-pikir dulu. Apa perlu dia menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh dua idiot itu? Oke, jangan. Udah kebanyakan dosa, jangan ditambahin lagi deh.

Kalau dia masih keukeuh gak mau ngikutin rekomendasi si Manajer, pasti bakalan parah lagi. Apa kata dunia kalau dia nanti ko'it dalam usia muda, cuma gara-gara tidak sempat mengambil break sejenak? Arwahnya nanti bisa gentayangan, kasian.

Iya, enggak, iya, enggak... Pilih yang mana nih? pikir Kirana sambil menjambak-jambak rambutnya sendiri hingga manajernya sendiri melongo dibuatnya. Iris cokelat kenarinya berusaha mencari bunga yang kelopaknya bisa dipetik atau dicabuti—entah itu bunga krisan lah, bunga matahari, agar bisa membantu dirinya menentukan pilihan. Tapi yang ada malah eceng gondok.

Walhasil, setelah dua puluh menit berlalu dengan adegan Kirana yang beratus-ratus kali menjambak rambuk serta mencak-mencak gak jelas, dengan berat hati ia menentukan pilihannya.

"Aaaakh! Oke, oke! Deal!"

=0=0=0=0=

Help!

A Hetalia - Axis Powers fanfiction.

Hetalia - Axis Powers and the characters © Hidekaz Himaruya

Indonesia (OC – Kirana Kusnapaharani) © Ruriyo-san

Warning: AU, HetaGakuen style (with some changes, da~), OOC, human name used. Contains some mild languanges later, and (maybe) typo.

Don't like? Don't read.

=0=0=0=0=

USA, 2-A's Dorm, Hetalia High.

Sunday, June 4th 2012

19.00 PM—

.

"Heeeh? Kita bakal kedatangan murid baru di angkatan kita?!"

Wang Xiao Mei, atau yang lebih akrab disapa Mei hampir saja menyemburkan teh yang diminumnya ke Viet, sohibnya yang duduk bersamanya di kursi sofa. Gadis berdarah Taiwan itu berkali-kali mengerjapkan kedua matanya yang berwarna cokelat muda. "Kamu serius, Viet?"

"Hmm, Thai sih yang bilang..." Viet memutar bola matanya. "Walaupun begitu, dia bilang sumber infonya tidak bisa dipercaya."

"Kesesese! Kabar yang kau dengar itu benar, Viet! Aku yang awesome ini diberitahu adikku!" Seorang pemuda albino bermata merah pekat muncul tiba-tiba dari belakang Viet dan Mei, membuat dua gadis Asia itu menjerit kaget. "Dia akan datang—OUCH!" Pemuda albino itu mengaduh kesakitan karena sebuah frying pan menghantam kepalanya. Dengan gusar ia menoleh kepada orang yang menghantam kepalanya dengan frying pan. "Liz! Apa-apaan sih, kau mukul aku yang awesome ini dengan frying pan-mu yang tidak awe—AAAKH! SAKIT!" Kembali, frying pan itu menghantam kepalanya dengan tidak elitnya.

"Gilbert! Kau ini selalu aja bikin ribut!" Seorang gadis berambut blonde berkacak-kacak pinggang saking kesalnya. "Tadi kau mengganggu Yong Soo dan Lovino yang sedang memasak, sekarang kau malah mengganggu Viet dan Mei? Dasar!" Gadis itu kembali menghantamkan frying pan andalannya ke kepala si pemuda albino berkali-kali.

"Eeeh! Elizabeta, kami tidak apa-apa, kok! Iya kan, Mei?" Viet mengerling pada Mei yang mengangguk-angguk. "Kasihan Beilschmidt jika kau pukul-pukul seperti itu..."

"Hmph! Ya sudah deh..." Elizabeta menghela napas. "Gil, sana bantu siapkan peralatan makan malam! Daripada kau nganggur gak jelas begini!" perintah Elizabeta. Gilbert si pemuda albino itu dengan ogah-ogahan berjalan menuju dapur seraya bergumam 'Lizzy bego, bego, bego.', untungnya Elizabeta tidak mendengar, kalau tidak mungkin Gilbert bakal menjadi sasaran empuk frying pan-nya.

"Dasar tolol, kok bisa-bisanya Ludwig tahan dengan orang macam dia," sembur Elizabeta, kesal. "Ohiya, tadi samar-samar aku mendengar kalian bilang bakalan ada murid baru. Benarkah?" tanya Elizabeta pada Viet dan Mei.

Viet mengangguk. "Thai yang bilang."

"Oh ya? Waaah! Kuharap murid barunya cowok~" ujar Elizabeta riang.

"Eh? Memangnya kenapa kalau cowok?" Alis mata Mei berkedut.

Elizabeta tersenyum simpul. "Biar bisa kujadikan karakter dalam doujin Yaoi-ku, hohoho~" ujarnya sambil ber-fangirling ria. Sontak saja Mei dan Viet langsung cegek mendengarnya. Gadis berdarah Hungary di hadapan mereka ini memang menggilai sesuatu yang berhubungan dengan Yaoi atau Boys Love.

"Ah, anyway... Viet, bantu di dapur, yuk? Aku tak yakin membiarkan Lovino dan Yong Soo memasak itu pilihan yang bagus," ajak Elizabeta. Viet mengangguk, lalu Elizabeta menoleh pada Mei. "Mei, karena sebentar lagi makan malam akan disiapkan, tolong panggilkan Kiku, Bella, serta Ikhsan—"

"Aaah, aku lupa! Ikhsan bilang, dia akan pulang malam ini. Katanya mau mengurus sesuatu..." Mei mengangkat bahu.

"Oh, kalau begitu ya sudah. Panggilkan Kiku dan Bella saja," tukas Elizabeta cepat. Mei membalasnya dengan senyuman khas dirinya sambil menunjukkan tanda 'peace' lalu berjalan menuju kamar Kiku.

=0=0=0=0=

Kiku meletakkan doujin Yaoi yang barusan ia baca di meja dengan asal-asalan. Merasa bosan, ia meraih remote TV dan menyalakannya, mencari-cari acara ataupun berita yang menarik untuk dilihat. Namun, iris cokelat kelabunya tidak menemukan satu pun acara yang menarik perhatiannya. Kebosanan makin melanda dirinya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk duduk di pinggir kasur sembari membiarkan TV menyala. Matanya memandang langit-langit kamar.

Terdengar suara pintu kamarnya yang diketuk."Kiku! Kau ada di dalam, 'kan?"

Suara Mei. Dengan pelan Kiku menyahut, "Ya. Aku ada di dalam."

Pintu berderit cukup mengusikkan telinga, dan Mei masuk. Tersenyum ramah kepadanya, Mei duduk di sebelah Kiku dengan santai. "Tumben-tumbennya kau menyetel TV," celetuk Mei.

"Bosan." sahut Kiku singkat. Mei tertawa kecil mendengarnya, lalu matanya beralih ke TV dan menyimak sebuah berita terkini dari acara entertainment.

"Berita mengejutkan! Kirana, Idola yang dipuja-puja banyak orang, mengatakan bahwa ia akan hiatus sementara dari kariernya! Ketika ditanya, ia tak sedikit pun memberi tahu alasannya. Apalagi, ia mengatakan akan merahasiakan keberadaan dirinya selama dalam masa-masa hiatus. Tentunya para fans Kirana kecewa mendengarnya dan memintanya kembali..."

"Waah! Kirana? Idola beken itu?" gumam Mei keheranan. "Hei, hei! Kiku juga salah satu penggemar beratnya, 'kan?" Mei menyodokkan sikunya pada lengan Kiku.

"Ah, cuma penggemar biasa," bantah Kiku.

"Masa'? Buktinya, tadi kau langsung menoleh pas mendengar berita mengenai hiatus-nya Kirana,"

Kiku merasa pipinya merona merah. "T-Terserahlah. Ehm, Mei-chan... Ada gerangan apa kau tiba-tiba masuk ke dalam kamarku?"

"Oh, iya!" Mei menepuk jidatnya. "Elizabeta bilang, makan malam sudah hampir siap."

"Herdevary-san? Oh, baiklah. Aku akan keluar nanti," ujarnya dengan nada datar. "Semoga saja makan malamnya tidak berhubungan dengan tomat lagi..."

Mei tertawa kecil mendengarnya, lalu berdiri. "Hei, hei! Kiku tau, tidak? Katanya, bakalan ada murid baru, lho!" kata Mei dengan nada yang begitu antusias.

"Oh, ya?"

"Aku diberitahu Viet. Beilschmidt juga tau dari adiknya."

"Oh."

"Kok cuma 'oh', sih?!" gerutu Mei kesal.

"Aku tidak begitu tertarik." Kiku mengangkat kedua bahunya.

Mei mendengus kesal. Lalu matanya mengerling jail pada Kiku. "Kalau murid barunya Kirana, bagaimana?"

"H-Hah?" Kiku nge-blush mendengar perkataan Mei. "Mana mungkin!"

"Mungkin saja," jawab Mei enteng. "Sekolah kita ini 'kan, sekolah elite. Bisa aja—"

"Hahaha! Tentu saja tidak, Mei!"

Kiku dan Mei kaget mendengar sebuah suara tiba-tiba ikut menyeletuk. Keduanya menoleh, mencari tahu siapa yang berkata demikian. Bella, si gadis asal Belgium berdiri di ambang pintu sambil memamerkan senyuman imutnya.

"Tau darimana, Van de Roer-san?" Kali ini giliran Kiku yang bertanya.

"Oh, gampang!" Bella nyengir kuda. "Broer yang ditugasi kepala sekolah untuk menjemput si murid baru nanti. Dan Broer bilang, murid barunya cowok, lho. Dia akan tinggal di asrama kelas kita, malam ini!"

"Wow. Permintaan Elizabeta terkabulkan." Mei tertawa garing.

"Terus, asalnya dari Indonesia." tambah Bella lagi. "Which mean, berarti dia orang Asia seperti kalian dan Ikhsan juga."

"Well, kita bisa membicarakan ini nanti," balas Mei. "Kita tentu tidak mau Elizabeta menghajar kita dengan frying pan andalannya itu."

Bella mengangguk, lalu berlalu dari kamar Kiku. Mei juga melangkah dengan gontai, keluar dari kamar. Kiku tinggal seorang diri, lalu tangan kuning mungilnya meraih remote TV dan mematikannya.

Murid baru? Dari Asia? pikir Kiku.

Ah, masa bodoh.

Kiku menggeleng, beranjak dan segera keluar dari kamar.

=0=0=0=0=

USA, Hetalia High School, Main Gate

Sunday, June 4th 2012

21.00 PM—

.

Kirana Kusnapaharani, 16 tahun.

Gadis manis yang berasal dari Indonesia, dengan tinggi 160 cm. Manis dan periang—meskipun kadang-kadang bisa menjadi mengerikan bila diperlukan. Lemah terhadap pelajaran akademik. Sekilas ia nampak seperti orang biasa, namun siapa yang menyangka bahwa gadis yang dikira biasa-biasa ini rupanya seorang Artis kelas dunia?

Ya, Kirana Kusnapaharani—atau yang dikenal dengan nama panggung 'Kirana', Idola yang dipuja remaja-remaja seluruh dunia. Multi talenta serta menguasai berbagai bidang entertainment; Modelling, Singing, Acting, semuanya ia kuasai. Bakatnya yang gemilang membuatnya merintis karir di dunia entertainment sejak dirinya berusia 13 tahun.

Namun, baru-baru ini Kirana mengatakan bahwa dirinya akan hiatus sementara—yang mengundang reaksi kecaman dari beberapa fans ataupun kekecewaan. Namun, toh ia tak ambil pusing.

Ia sudah cukup lelah, dan butuh break sebentar. Ia ingin menjalani kehidupan SMA seperti remaja-remaja umumnya. Sejak menginjak usia 13 tahun, dia mengikuti homeschooling. Ya, itu semua dikarenakan kesibukan dirinya. Namun, akhirnya ia bisa mengambil break dan akan menjalani kehidupan SMA seperti yang ia impikan.

Karena itulah ia berada di sini—Hetalia World Academy.

Hetalia World Academy atau yang disingkat dengan Hetalia Academy – SMA elite yang terletak di salah satu pulau kecil (meskipun tergolong pulau kecil, namun ternyata terdapat juga theme park, mall, serta dorm para murid Hetalia Academy) yang masih termasuk dalam kawasan Benua Amerika. Sekolah yang setiap tahunnya mencetak banyak prestasi gemilang, dan murid-muridnya pun berasal dari berbagai macam negara serta ras.

Singkat kata, sekolah ini mengagumkan banget.

Begitu tiba di Hetalia High, Kirana tak bisa berhenti mengana tiap kali melihat sekolah ini. Gila, ini mah kueren banget! serunya dalam hati. Meskipun ini malam hari—dan suasana sekolahnya begitu mengerikan persis seperti film-film horror. Ia tetap tak bergeming untuk masuk dan melihat-lihat sekitar.

Saat masuk, dirinya mendapati sebuah cermin besar yang dipampang dekat pintu masuk Hetalia High. Tertulis di atas—Penampilan adalah sebagian kecil dari kebersihan. Kirana berdiri, dan mengamati bayangan dirinya di wig berwarna hitam pendek, celana jeans panjang, serta memakai jaket hoodie berwarna cokelat muda yang membalut tubuh atasnya. Dadanya juga dibalut perban supaya tidak 'menonjol' dan kelihatan bidang. Dia benar-benar mirip seperti laki-laki tulen—

Ya, laki-laki. Tulen.

Meskipun Kirana dibiarkan untuk menjalani kehidupan bebas selama di Hetalia High, namun manajernya – Dewi, yang selalu aja khawatiran takut kalau Kirana akan dikejar-kejar fans-nya ataupun di-bullying oleh orang tak dikenal, maka ia menyuruh sang Idola untuk menyamar, sebagai laki-laki. Awalnya ia menentang keras, namun sabda sang manajer nampaknya tak tergoyahkan. Walhasil, mau tak mau ia harus menerimanya.

Kirana mengamati bayangan dirinya di cermin. "Widih, gue cakep juga jadi cowok..." Dagunya dielus-elus dengan telunjuk jari dan ibu jari sambil tersenyum yang terkesan dikeren-kerenkan. Narsis, memang.

"Ndon! Ngapain sih, awak ngaca-ngaca di cermin? Tampang aja gak lebih dari kloset WC, bah!"

Jder!

Rasanya seperti disamber petir ketika mendengar suara yang tiba-tiba menghardiknya dari belakang. Oh, ia mengenal pemilik suara itu—satu diantara dua orang yang ia benci dalam hidupnya. Adiknya yang berdarah Malaysia.

Kirana menggertakkan giginya, menoleh ke belakang.

"Suka-suka gue, dong. Malon bego."

Si pemuda berkacamata—yang begitu mirip dengan dirinya, langsung protes. "Bagus-bagus aku ngasih tau awak! Ndon, Indon!"

"Please deh! Demi dedemit, tapal kuda... Gue tuh punya nama, tau! Kirana Kusnapaharani! Dan gue ini kakak elu, tau gak!" balas Kirana kesal.

"Oh, aku juga punya nama, Ndon! Ikhsan Salena Putra!" Si pemuda berkacamata membalasnya tak kalah sengit. "Dan sejak kapan aku punya kakak?"

Ugh!

Kirana tak pernah menyukai adiknya ini. Tidak sedikit pun! Mau dunia kiamat kek, mau patung Liberty ditelan bumi, pokoknya sekali tidak tetap tidak! Oke, adeknya ini emang keren, tapi mulutnya pedas banget! Rasanya dia pengen banget nimpuk ini orang dengan batu gede.

"AAAAKH! Terserah, deh!" Kirana mengibaskan kedua tangannya dengan kasar. "Sekarang, gue harus ngapain nih?!"

"Data-data tentang awak sudah aku urus, dan kata cikgu Julia... Awak akan masuk ke kelas 2-A, kelasku. Awak juga akan tinggal di asrama khusus kelas 2-A mulai malam ini."

"Ih, demi apa. Masa' sekelas ama babon kayak elu."

"Aku bukan babon, dasar Indon tolol! Lagian ini udah keputusan cikgu Julia sebagai Kepala Sekolah!"

Kirana menggerutu, frustasi.

DEMIAPADIABAKALSEKELASDENGAN MALON?!

Pasti dia mimpi. Ya, pasti!

Dengan begonya Kirana menampar kedua pipinya sendiri, membuat Ikhsan melotot kaget. Namun selang beberapa detik kemudian, Kirana sudah berhenti dan gerutuannya berganti dengan suara meringis kesakitan.

Belum sempat dia melontarkan kata-kata mutiara—if you know what I mean, hidung Kirana menangkap suatu bau.

Bau. Parfum. Bunga. Tulip.

Baunya makin mendekat... Semakin dekat...

Dan Kirana sudah tau, orang gila macam apa yang mengenakan parfum aroma bunga Tulip. Ia merasa, orang gila itu berada di belakangnya, mengambil ancang-ancang untuk memeluknya dari belakang. Dan...

Hup!

Dengan cepat Kirana menghindar, membuat orang-gila-yang-memakai-parfum-bunga-tulip itu jatuh tersungkur.

Kirana tersenyum penuh kemenangan, karena berhasil menghindar dengan mulusnya. "Aku sudah hapal dengan gerak-gerikmu... Willem Van de Roer."

Orang-gila-yang-memakai-parfum-bunga-tulip itu bangkit, dan membersihkan dirinya dari tanah yang melekat pada pakaiannya. 'Kau jahat, Kirana. Kekasihmu ini rindu padamu, tahu."

"Kekasih nenek lu peyang!" Kirana mengacungkan jari telunjuknya ke orang-gila-yang-memakai-parfum-bunga-tulip – lebih baik kita panggil Willem saja, hingga hidung Willem kepencet dan menyebabkan pemuda yang memiliki gaya rambut yang melawan gravitasi aka spiky itu sesak napas. "Itu cerita lama! Ikh!"

Oh, satu lagi orang yang dibenci dalam hidupnya, Willem Van de Roer. Pemuda berdarah Belanda, pacar pertamanya. Secara fisik, cowok ini emang macho dan oke punya, meskipun di jidatnya yang lumayan 'mancung' itu ada bekas luka. Namun, usut punya usut, Willem ternyata maniak cewek lolikon, serta playboy cap kelas atas. Begitu mengetahuinya, Kirana menyesal kenapa ia bisa mengenal orang dongo macam Willem.

"Cerita lama yang menjadi kenangan indah bagi seorang Kirana Kusnapaharani," Ikhsan membeo. "Kirana yang pada usia 14 tahun, menjalin cinta dengan Willem si anak Belanda—"

"DIAM!" Kirana meraung kesal. "Sekarang, cepat antarkan aku ke asrama! Sudi amat menghabiskan waktuku yang berharga dengan duo idiot seperti kalian!"

"Kami bukan idiot!" seru Ikhsan dan Willem bersamaan.

"Tapi kenyataannya, ya." Kirana nyengir nista.

Willem menghela napas. "Ya sudah. Sebagai pacar yang baik—"

"Aku bukan pacarmu, tau!" potong Kirana sewot.

"—aku akan mengantarkan kau dan Ikhsan ke asrama kalian. Oh, jahat sekali kau, cintaku." Willem pura-pura pundung. Kirana mengedikkan bahu saking kesalnya. Ikhsan diam-diam malah menahan tawa.

=0=0=0=0=

USA, 2-A's Dorm, Hetalia High.

Sunday, June 4th 2012

22.00 PM—

.

"Eh kawan-kawan, kenalin nih. Ini saudara kembar awak satu lagi, dari Indonesia," jelas Ikhsan saat mereka bertiga – Ikhsan, Kirana, dan Willem tiba di Asrama Kelas 2-A, tepatnya di Lounge.

"Oh, hai! Ehem—Maksudku, aduh!" ralat Kirana yang mengubah suaranya supaya terdengar lebih manly. "Aku—namaku Rangga Kusnapaharani... Mulai hari ini, aku akan tinggal di asrama ini serta menjadi teman sekelas kalian besok... Salam kenal,"

Entah kenapa Kirana memilih nama 'Rangga' sebagai nama samarannya. Sounds absurd, really. Apalagi, Willem yang menyarankannya. Katanya, 'Terdengar imut lho, Kirana sayang~~'

Huek. Rasanya dia kepengen muntah mendengarnya.

"Oh, jadi kamu toh yang dibilang Broer... Ganteng juga, nih!" celetuk seorang gadis berambut pendek yang mengenakan bandanna berwarna hijau. "Oh, ya! Namaku Bella Van de Roer, adiknya Willem, orang yang berada di sebelah kananmu ini." ujarnya hangat, seraya menjabat tangan Kirana. Kirana membalasnya dengan senyuman kecil.

Ah, Kirana mengenalinya. Dia adalah adik kedua Willem, berdarah Belgium—juga mantan adik iparnya, ehem. Bella jauh lebih beradab dibanding kakaknya.

"Salam kenal, Rangga! Kesesese~ Aku, Gilbert Beilschmidt yang awesome! Pengurus kelas 2-A!" Gilbert, pemuda albino itu menepuki dadanya dengan bangga. "Suatu kehormatan bagi diriku yang awesome ini—ADUH!" Kepala Gilbert tiba-tiba dihantam frying pan. "Oi, Liz! Apalagi sih salahku—GYAAA! HENTIKAN!" Gilbert kembali mengaduh kesakitan.

"Berhenti menyebarkan virus ASEM-mu itu!" gerutu gadis yang memegang sebuah frying pan yang diduga adalah frying pan yang tadi menghantamnya, diiringi cekikikan tawa dari yang lainnya. "Aku Elizabeta Herdevary, dari Hungary! Aku juga pengurus kelas 2-A, sekaligus koordinator asrama kita," Elizabeta lalu melirik ke kawan-kawannya dengan tatapan ayo-perkenalkan-diri-kalian-kalau-tidak-mau-bernasib-sama-dengan-Gilbert.

"Lovino Vargas, dari Italia." Pemuda yang bermata emerald menyahut dengan agak malas-malas, menggaruk-garuk rambut cokelat kenarinya yang tidak gatal. Ahoge-nya yang keriting mencuat ke samping, seakan melawan gravitasi bumi.

"Wang Xiao Mei! Tapi panggil saja aku Mei!" Gadis yang rambutnya dijepit dengan sebuah jepitan bunga plum, menyambung dengan riang. Sehelai rambutnya menjuntai ke atas. "Asalku dari Taiwan!"

"Viet, dari Vietnam." Gadis yang rambutnya dikuncir ke samping juga ikut menyahut dengan kalem. "By the way, Vietnam itu satu daerah di Asia Tenggara bersama dengan Indonesia juga, lho." Viet lalu menyikut tangan seorang pemuda berwajah oriental khas Jepang, yang kelihatannya diam saja dari tadi, menatap Kirana tanpa henti. Kirana sendiri sejujurnya merasa risih dipandangi seperti itu.

"Oi, Kiku?" Viet mengernyitkan alis.

"...Ah. Kiku Honda, dari Jepang." jawab si pemuda jepang, dengan suara datar. "Sumimasen, tapi Rangga-san, nama lengkap anda itu Rangga Kusnapaharani. Apa ada keterkaitannya dengan Kirana Kusnapaharani, sang Idola dunia?"

Glek.

Suaranya tercekat, Kirana tiba-tiba saja menjadi kebingungan mau menjawab apa. Namun, Willem yang sudah memperhitungkan hal ini, menyela. "Dia ini saudara kembar Kirana yang satu lagi, Honda."

"Heeeh? Kirana si Idola punya saudara kembar?" Taiwan berkata dengan histeris. "Tapi, kok gak pernah denger, yah?"

"Rangga ini lah, dia itu tak suka diliput siapapun, makanya namanya jarang terdengar." Iksan menambahkan. Oh, Kirana benci mengakuinya, namun di saat seperti ini Ikhsan adalah malaikat penyelamat dirinya.

"Oh, begitu..." sahut Kiku, namun nada ketidakpuasan bisa terlihat jelas, seakan ia merasa masih ingin tahu lebih banyak. "Terima kasih atas info-nya, Senior Van de Roer."

"Hehehe, aku yang terakhir, da ze! Perkenalan berasal dari Korea, da ze!" Pemuda berwajah oriental , namun bukan khas Jepang ataupun Cina, terkekeh-kekeh. "Im Yong Soo, dari Korea Selatan, da ze!"

"Ah, salam kenal—GYAAA!" Kirana memekik tatkala Yong Soo tiba-tiba menginvasi dadanya secara tiba-tiba. Mukanya menjadi memerah, tentu saja—perempuan mana yang tidak malu saat daerah privatnya dijamah oleh laki-laki yang baru saja ia kenal? Namun, karena ia sedang menyamar menjadi laki-laki, mau tak mau Kirana harus mengendalikan emosinya yang membludak, ingin menghajar Yong Soo tedeng-tedeng aling.Ketika Yong Soo meremas dadanya sekali, alis matanya berkedut. "Da ze? Kenapa dadamu ini—"

Duak!

Sebuah frying pan milik Elizabetamenghantam kepala Yong Soo, membuat pria berdarah Korea itu jatuh dan meringis kesakitan. "Yong Soo! Kau iniii!" pekiknya gemas. "Setiap orang yang kau temui, pasti kau remas dadanya! Rangga, mohon dimaklumi saja, yah? Yong Soo memang sedikit pervy... Yaah, walaupun tidak se-pervy Gil..." Elizabeta mengerling Gilbert yang mengelus-elus kepalanya, sepertinya benjol, mungkin.

"Sesi perkenalannya sudah selesai, bukan?" Lovino menguap lebar, mengantuk. "Aku ingin cepat-cepat tidur."

Gilbert mengangkat tangan kanannya. "Sebentar lagi, Lovino. Nah... Sekarang, Rangga akan satu kamar denganku, Gilbert—"

"Tunggu dulu!" sela Kirana. "Aku—Eh, tidak terbiasa tidur satu kamar dengan orang yang tidak kukenal—" Apalagi dengan orang yang suka nge-grepe dada orang seenaknya aja!

"Apa?" Gilbert mendecak kesal. "Justru tujuannya itu, supaya kau bisa akrab dengan teman satu kamarmu, kesesese!"

"Tapi..." Kirana menundukkan kepalanya. Ia mendongakkan kepalanya dan tanpa sadar memberi Elizabeta dkk tampang puppy eyes. "Kumohon! Biarkan aku bersama dengan Ikhsan!"

Hening.

Rasa-rasanya, Kirana merasa kata-kata yang ia ucapkan itu sungguh teatrikal. Dengan parno ia menepuk dahinya. Yang lainnya—terpesona akan puppy eyes ala Kirana, apalagi Elizabeta. Nyaris saja darah mojrot keluar dari hidungnya, karena tak tahan dengan tampang 'uke' yang ditampilkan Kirana.

"Ugh—Oke! Kalau begitu, Gilbert akan satu kamar bersama dengan Kiku saja, deh. Gimana? Elizabeta menoleh pada Gilbert, sedangkan si pemuda albino mengangguk-angguk saja. "Nah, hari sudah malam, dan besok adalah hari senin! Lebih baik kita cepat tidur!" Elizabeta bertepuk tangan sebanyak tiga kali. "Rangga, tolong bereskan barang-barangmu sebelum tidur, oke?"

"Nah, urusanku di sini sudah selesai, kan? Barang-barangnya sudah kubawa ke kamarmu dan Ikhsan." Willem melambaikan tangannya pada junior-juniornya. "Bye, semuanya! Juga Ikhsan, Bella, serta Ki—Maksudku, Rangga!" kata Willem agak terburu-buru, lalu melangkah ke pintu keluar asrama kelas 2-A.

=0=0=0=0=

"Kenapa awak minta sekamar dengan aku?!" Ikhsan menggerutu ketika mereka berdua telah masuk kamar"

"Berisik!" sembur Kirana. "Ini demi kepentingan Nusa dan Bangsa! Soalnya cuma kamu yang bisa aku andalkan! Lagian, apa gak absurd kalau aku tidur sekamar dengan Yong Soo atau cowok lainnya? Bakal kesusahan aku kalau mau ini-itu."

"Emangnya aku pembantu apa?" Ikhsan berjengit. Tanpa mengganti bajunya, ia sudah merebahkan diri di kasur miliknya, tanpa memedulikan Kirana yang sibuk membereskan peralatan miliknya dengan susah payah ke dalam lemari.

"Ikhsan..."

"Apa?"

"Bantuin dong. Capek."

"Ogah."

"Ikhsan..."

"Apa lagi?!"

"Mau kujejelin sepatu, gak?"

Dengan ogah-ogahan Ikhsan bangkit dan ikut membantu Kirana "Argh! Iya, iya!" Ikhsan mendelik pada Kirana yang memasang senyum innocent sekaligus menunjukkan 2 jari yang entah kenapa lebih terlihat sebagai tanduk setan daripada tanda peace.

"Kenapa harus aku..." Ikhsan menggerutu kesal saat barang-barangnya tinggal sedikit. Namun, tangannya tiba-tiba menyentuh sesuatu yang empuk. "...Bra? Awak bawa bra, Ndon?" ujarnya sambil cegek ria, apalagi ternyata Kirana masih membawa pakaian dalam wanita lainnya.

"I-Itu buat jaga-jaga!" bantah Kirana, tangannya langsung menyambar pakaian dalam miliknya. "Lagian, pake punya laki-laki itu gak banget, tau. Kelonggaran."

"Mampus." gumam Ikhsan, yang sayangnya didengar Kirana sehingga ia dihadiahi jitakan dobel dari sang Kakak.

Malam itu dilalui keduanya dengan tenang-tenang saja—Kirana bahkan optimis bahwa dirinya bisa menjalani kehidupan selama satu tahun dengan tenang, serta bisa menjaga'rahasia' penyamaran.

...Meskipun jauh dari benak Kirana, ia tak berpikiran bahwa esok hari ia akan bertemu seseorang yang bakal membuat kehidupan SMA-nya makin 'berwarna'.

=0=0=0=0=

TBC

=0=0=0=0=

A/N: Sebenarnya ini adalah fanfic uhukhetaliauhuk saya yang paling-paling pertama banget, sejak kelas 8. Tapi karena waktu itu saya seneng banget nyelenong ke fandom Dynasty Warriors serta Persona Series, maka fanfic ini terbengkalai :P

Saya menjadi niat melanjutkannya gara-gara membaca sebuah ripiu yang bersarang di salah satu fanfic saya yang mengatakan, "Ayo bikin lagi! Nesia harem..." XDDD

Ya, sodara-sodara. Saya berniat membuat fem!Indonesia menjadi reverse!harem dengan posisinya sebagai laki-laki 'sementara'. Nama Rangga saya ambil dari tokoh utama film uhukadaapadengancintauhuk. Main pairing? Bilang gak yaa~? /dihajar.

Ada yang bisa nebak siapa ajachara-chara cowok Hetalia yang bakal di-pair-in ama fem!Indonesia? Hohoho!

Rate fanfic ini... Antara T semi M. Kenapa? Oh, bukan. Saya gabakalan add lime atau lemon scenes (walaupun saya kepengen banget, tapi takut kena protes), namun beberapa adegan yang terkesan pervy mungkin akan nyelenong di sini~~~

Silahkan ripiu~~~ Yeah, panjang banget ni fic. Semoga gak bikin katarak yang membaca! Masalah updet, kalau menerut sodara-sodara sekalian fanfic sampah ini pantas untuk dilanjutkan, maka saya dengan senang hati akan meng-updatenya.

Ciao! Minta ripiunya, wahai para penunggu fandom Hetalia Indo! /dihajarlagi