Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. However, this story purely from my deepest mind and I do not take any material profit from it.

Rate: T

Genre: Angst, Hurt/Comfort, Romance, Supernatural.

Pair: SasuFemNaru

Warning: Gender Switch, OOC, Typo(s), etc.

Hotaru no Hikari

Presented by

AirinaNatsu-chan

O—O—O

Maybe there's only a dark road up ahead. But you have still believe and keeping going. Believe that the stars will light your path, even a little bit. Come on… let's go on a journey!

—Miyazono Kaori—

xxx

Lembayung senja terlihat menyelimuti langit Konoha. Angin berhembus pelan, membawa dedaunan yang berjatuhan di awal musim gugur. Udara hangat masih terasa sebagai sisa dari musim panas yang baru saja berlalu.

"Senja?" gumam Sasuke pelan. Dulu, saat Sasuke kecil. Ia selalu berpikir kalau senja adalah waktu dimana warna langit berubah menjadi jingga. Namun seiring berjalannya waktu dan bersamaan dengan itu pola pikirnya semakin berkembang, senja pun ternyata bisa menggambarkan dua sisi yang bersebrangan, yaitu kebahagiaan dan kesedihan.

"Senja yang menyelimutiku ini, senja kebahagiaan? atau kesedihan?" gumam Sasuke lagi. Senyum getir terukir di bibirnya. Cahaya matahari terbenam menerpa wajahnya yang bagaikan sebuah pahatan sempurna. Benarkah sempurna? Ah, Sasuke merasa tidak seperti itu. Bukankah di dunia ini tidak ada yang sempurna? Begitu pun hidupnya yang hancur lebur setelah senja menenggelamkan matahari dalam hidupnya.

Sasuke menghela napas. Dia sadar kalau semua pertanyaan yang berkecamuk dalam hatinya hanya bisa dijawab oleh dirinya sendiri. Termasuk penyebab perasaan yang dirasakannya saat ini.

"Naruto!" Panggil Sasuke dengan suara tercekat. Sebisa mungkin ia menjaga nada suaranya agar tetap normal.

"Kalau kau ada bersamaku, apakah mungkin senja yang kurasakan saat ini adalah senja kebahagiaan?" Ucap Sasuke bermonolog.

Daun-daun berdesir kala angin lagi-lagi menyapunya dari tanah yang dipijaknya. Keheningan terasa menggantung di area bukit tertinggi Konoha. Namun seolah tak terganggu, Sasuke tetap diam di tempatnya. Memandang langit yang tengah menurunkan sang Mentari menuju peraduannya dan menggantinya dengan tirai malam bertabur bintang.

Sasuke tersenyum kecil ketika memandang kelap-kelip bintang di cakrawala. Ia memejamkan mata, seakan tengah menikmati semua yang ada di sekelilingnya. Perlahan, seekor kunang-kunang hinggap di hidungnya. Membuatnya geli hingga membuka kedua kelopak matanya.

"Kunang-kunang?" Sasuke memperhatikan sekeliling. Puluhan, bahkan mungkin ratusan kunang-kunang tiba-tiba menghampirinya dengan cahaya kekuningan yang berpendar di antara kegelapan malam.

Tenggorokan Sasuke tercekat saat melihat seekor kunang-kunang yang nyaris tidak bisa terbang dan bercahaya seperti yang lain. Kunang-kunang itu begitu kecil dan berdiri rapuh di atas daun perdu. Cahaya yang dihasilkannya tidak seterang kunang-kunang lainnya. Meskipun begitu, kunang-kunang itu terlihat terus mencoba bersinar walau ia dalam keadaan lemah. Sama seperti sosok gadis yang sangat Sasuke cintai.

"Kalau kau ada di sini, kau pasti akan mengatakan kalau kunang-kunang kecil ini begitu hebat," ujar Sasuke pada udara kosong yang menyelimutinya. Sasuke memindahkan kunang-kunang yang sedari tadi diperhatikannya ke telapak tangannya yang besar. Digenggamnya pelan kunang-kunang itu.

"Mereka terlihat seperti warna rambutmu, Dobe," ucap Sasuke geli, menatap kumpulan kunang-kunang di depannya. Sasuke melangkah pelan ke arah sebuah pohon maple yang besar. Ia berjongkok kemudian mengambil bunga yang kering dari dalam toples kaca polos yang diletakkan di atas sebuah pusara bertuliskan sebuah nama yang familiar bagi Sasuke.

"Hey, Dobe!" seru Sasuke sambil tersenyum lembut. Sasuke mengusap halus pusara dingin itu dengan sebelah tangannya, sementara tangannya yang lain masih menggenggam kunang-kunang yang dibawanya. "Kau lihat apa yang kubawa? Bukankah kunang-kunang ini sama sepertimu?" ucap Sasuke sendu.

Sasuke membuka tangannya, membiarkan kunang-kunang tadi mencoba untuk terbang. Bola mata oniks Sasuke menatap sekitar, kemudian mencabut beberapa tangkai bunga daisy putih yang tumbuh di sekeliling pohon. Sasuke memasukkan bunga yang dipetiknya ke dalam toples, kemudian memejamkan mata sembari berdoa kepada Tuhan.

Sasuke membuka matanya yang sempat terpejam. Dia tersentak ketika melihat sosok seorang gadis berambut pirang panjang berdiri di depannya. Sasuke berdiri. Seketika tubuhnya terasa membeku. Entah ilusi atau delusi, bagi Sasuke semua ini terasa nyata.

"Kau di sini?" bisik Sasuke.

Sosok gadis itu mengangguk. Gaun one piece putihnya melambai-lambai, begitupun helai rambut pirang panjangnya, tampak bercahaya bak sinar kunang-kunang yang berpendar. Senyum lembut nan hangat terpampang di bibir mungilnya.

"Aku selalu di sini."

Dada Sasuke bergemuruh. Sama. Suara sosok itu begitu mirip dengan suara mendiang gadis yang dicintainya. Perlahan namun pasti, air mata Sasuke meluap dari pelupuknya, membentuk sungai kecil di pipi putih bak porselen pemuda itu.

"Kenapa kau menangis?" tanya sosok gadis itu cemas. Ia melangkah pelan, menghampiri Sasuke yang terdiam di tempatnya dengan bahu bergetar. "Kumohon," pinta gadis itu parau, "jangan menangis!"

"Aku tidak menangis!" kilah Sasuke keras.

Gadis itu terkekeh, "Lalu air mata ini?"

"Kemasukan debu!" balas Sasuke cepat.

"Kau tidak bisa membohongiku, Suke-kun."

"Karena aku bukanlah kau, yang bisa menciptakan kebohongan yang nyata, " lirih Sasuke.

Gadis itu terdiam. Tatapannya menyendu, "Lalu, kenapa kau selalu datang ke sini?" tanya gadis itu lembut, selembut sinar keperakan bulan purnama yang baru saja muncul di awang-awang.

"Padahal sejak dulu kau sudah tahu, bahwa aku seorang pembohong besar."

"Karena jika aku tidak datang kemari, rasa sesak itu selalu menyerangku tanpa henti," gumam Sasuke pahit. Tatapannya terarah lurus pada kedua netra biru safir di depannya. "Katakan Naruto, apa yang harus kulakukan saat itu terjadi?"

Naruto meremat gaun putihnya. Ia memalingkan muka, mencoba untuk tidak menatap langsung bola mata oniks milik Sasuke. "Lupakanlah!" tukasnya setengah berbisik, sukses membuat Sasuke terbelalak.

"Lupakan?! Apa maksudnya itu?!" Sasuke tidak bisa membaca ekspresi sosok Naruto di hadapannya. "Bukannya kau sendiri yang bilang, kalau aku tidak boleh melupakanmu walau hanya sedikit?"

Naruto menunduk. Benar. Dulu ia lah yang meminta Sasuke untuk tidak melupakannya. Namun kini, dengan tanpa rasa bersalah ia meminta Sasuke untuk melupakannya begitu saja. Bukankah ia sangat kejam?

"Aku rela kau melupakanku jika itu membuatmu bisa terbebas dari bayang-bayang masa lalu yang membelenggumu," tukas Naruto sendu.

"Kau pikir apa alasanku untuk tetap hidup, huh?!" tanya Sasuke tajam. Bola mata sehitam arangnya berkilat-kilat, menampakkan kemarahan serta kekecewaan yang mendalam. "Kau, Naruto. Kau lah alasanku untuk tetap hidup selama ini!" raung Sasuke frustasi.

Naruto merapatkan bibirnya. Ia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalas perkataan Sasuke. Ini semua sepenuhnya kesalahannya. Kesalahan yang tidak bisa diperbaikinya sampai kapanpun. Kesalahan yang membuat orang-orang di sekelilingnya menderita. Ya, ini semua salahnya.

"Lalu... apa maumu, Sasuke?"

Sasuke memalingkan wajahnya sambil berkata lirih, "Tetaplah di sini, bersamaku. Jangan pernah tinggalkan aku lagi!"

"Sasuke, aku—"

"Kau lah penuntunku saat aku terjebak di jalan yang gelap. Maka dari itu, tetaplah di sini. Agar aku bisa melewatinya dengan mudah."

Sasuke menyisir rambut raven-nya menggunakan jari-jari tangannya yang kekar. Membuang napasnya pelan, Sasuke memandang sosok Naruto dengan lembut.

"Aku pergi dulu. Ibuku pasti akan 'menasihati'ku kalau aku pulang terlambat." Sasuke terkekeh dan mengambil langkah lebar, meninggalkan sosok gadis yang ia cintai yang memandang punggungnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Ah, ya. Jangan coba-coba untuk kabur, Dobe!" tukas Sasuke sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Hanya ada suara desiran angin sesaat setelah Sasuke pergi. Naruto memandang kunang-kunang di sekelilingnya. Ia menengadahkan telapak tangannya, membiarkan beberapa kunang-kunang hinggap di tangannya yang pucat.

"Asal kau tahu, Sasuke. Aku... tidak bisa terus bersamamu(1)."

O—O—O

FIN

Keterangan:

1) Menyadur dari perkataan Kaori di anime Shigatsu wa Kimi no Uso/Your Lie in April.

xxx

Akhirnya selesai. Entahlah fic ini masuk ke genre apa XD

Airi udah berusaha ngebuat fic ini ada feel-nya. Tapi masih tetep kurang atau bahkan gak ada feel-nya sama sekali T_T

Sekian curhatannya..

Sincerely,

AirinaNatsu-chan