Malam itu, aku mendadak terbangun di tengah malam. Aku melihat ke bagian samping tempat tidurku. Disitu tak ada siapapun.

Hm...? Aneh... kemana dia pergi? Mungkin ia hanya berjalan-jalan di luar, ya. Aku pun memakai bajuku dan keluar ke taman depan kamarku.

"Gin...?"

Dia berdiri menatap langit malam berbulan purnama cerah. Tatapannya tidak seperti biasanya, walaupun aku tidak dapat melihatnya dengan jelas karena gelapnya malam.

"Sedang apa kau disana?" tanyaku lagi.

Dia tidak menjawab. Lalu aku berjalan kearahnya.

"Hei," kata Gin tiba-tiba, "Apa kau masih ingat, pertemuan pertama kita dulu?"

Aku pun bingung. Kenapa ia tiba-tiba bertanya seperti itu?

"Tentu saja," jawabku.

"Sudah lama sekali, ya, Sejak saat itu. Aku saja hampir tidak ingat." lanjutnya.

Kemudian suasana jadi hening sesaat. Ketika aku baru mau bicara, Gin sudah membuka mulut duluan.

"Katakan, apa kau mempercayaiku?" katanya tanpa memandangku.

"Apa maksudmu..."

Sebelum aku bisa menyelesaikan kata-kataku, dia mendekatiku dan memegang pundakku. "Aku tak akan mengulangi perkataanku dua kali." katanya datar. Dia mendekatiku sampai jarak antara wajah kami hanya beberapa senti saja.

Kemudian dia menciumku.

"Maafkan aku," bisiknya, suaranya terdengar sedih. Aku hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa.

"Selamat tinggal, Rangiku."

Kemudian dia menghilang, pergi begitu saja dari hadapanku. Aku menghela napas.

Itulah yang tidak kusuka darimu, Gin, pikirku. Kau selalu pergi tanpa memberitahuku akan kemana kau pergi...

Saat itu aku merasa aku tidak akan bertemu lagi dengan Gin untuk waktu yang lama.