"The First Snow"
.
.
HUNHAN
And OCs
Romance, Fluffy
Twoshoot
Rate T
.
.
Happy Reading !
..
Chapter 01
.
.
Angin malam melambai dengan begitu dingin. Langit terlihat gelap sempurna tanpa adanya penerangan kerlap-kerlip cahaya sang bintang. Tak ada pula senyuman rembulan yang biasanya senantiasa memancarkan cahaya remang-remang yang cantik.
Yang terlihat hanya lah langit yang gelap merata, dan sepi.
Seorang lelaki dengan coat hitam berbulu hangatnya yang putih berlari membelah jalanan yang kala itu tengah ramai oleh lalu-lalang kendaraan yang melintas. Ia menjulurkan tangannya di udara dengan kelima jari yang terbuka sempurna. Memberi isyarat pada setiap kendaraan untuk berhenti sesaat, memberinya kesempatan untuk menyebrang ke sebrang jalan.
Langkah kakinya berjalan cepat. Nafasnya cukup terengah saat Ia berhasil menyebrang, uap putih berhembus dari dalam tubuhnya yang hangat. Ia mencoba untuk mencari kehangatan lain dengan menggosokkan kedua telapak tangannya yang terbalut sarung tangan tebal itu. Rasanya udara benar-benar dingin, sehingga baju hangatnya pun bahkan tak cukup untuk membuatnya benar-benar hangat. Syukurlah Ia memakai sepatu boot dan kaus kaki tebalnya, setidaknya kedua kakinya masih tetap hangat walau Ia sudah berjalan cukup lama tadi.
Laki-laki ini bernama Oh Sehun. Ia merupakan petinggi perusahaan property yang sudah di akui dunia sebagai perusahaan property terbesar yang berada di Korea Selatan, yang tak lain merupakan harta tertinggi warisan dari mendiang kakeknya.
Oh Sehun adalah pewaris generasi ketiga setelah Ayahnya, Oh Yunho.
Parasnya sangat tampan dan rupawan. Sehun memiliki tubuh atletis yang sangat indah dengan bahu bidang yang lebar, Ia juga memiliki abs yang begitu menakjubkan, belum lagi kakinya yang panjang dan ramping.
Oh Sehun jelas adalah gambaran kesempurnaan yang di idamkan seluruh gadis Asia mungkin di dunia juga. Julukannya adalah Prince of Asia.
Namun, satu hal yang perlu diketahui tentang dirinya. Oh Sehun adalah seorang lelaki lajang, Ia bahkan di isukan tak pernah memiliki seorang kekasih. Bahkan di umurnya yang saat ini sudah menginjak pertengahan dua puluhan, Ia masih betah dengan kesendiriannya.
Bukan tanpa alasan, Sehun masih betah untuk mencari sosok itu. Gadis tanpa nama yang selalu menitipkan surat kecilnya di kaki burung merpati di setiap awal musim dingin tiba. Surat itu selalu di tunjukkan untuknya setiap tahun, bahkan sejak tujuh tahun lamanya. Dan, tidak pernah ada kalimat lain yang Sehun temukan dari surat manis itu.
Selain …
Aku menunggumu, Aku merindukanmu, Aku mencintaimu, Oh Sehun.
Bukan main besarnya rasa penasaran yang begitu membeludak di hatinya. Sejak pertama kali menerima surat itu dulu, Sehun merasa hatinya selalu berdebar dengan perasaan aneh yang menyenangkan, dan hangat.
Surat itu tertulis dengan gaya penulisan berait yang amat sangat cantik. Dengan kertas kecil merah mudahnya dan aroma wangi mawarnya yang segar. Selalu ada pita keemasan yang terlilit di balik gulungan surat kecilnya di kaki merpati itu.
Dan, Sehun sudah membayangkannya sejak bertahun-tahun lamanya. Jika gadis misterius ini pasti adalah gadis yang sangat cantik dan indah. Memiliki wajah mungil yang putih cantik berseri-seri seperti malaikat. Memiliki rambut panjang menawan yang menjuntai sebatas punggung. Dan, memiliki perawakan mungil yang menggemaskan ketika berada di sampingnya nanti.
Sungguh! Rasa penasarannya melebihi apapun yang ada di dunia ini. Sehun sudah tidak bisa untuk menunggu dan bersabar lagi. Apapun caranya, siapa pun gadis misterius itu. Ia harus menemukannya juga di awal musim dingin ini. Dengan begitu Sehun tidak perlu lagi lelah untuk terus menunggu dalam melangsungkan pernikahan sakral sehidup sematinya.
Untuk itulah Sehun mengabaikan makan malamnya hari ini. Ia berlari dan terus berjalan jauh tanpa kenal kata menyerah. Mengejar burung merpati yang memberikannya surat kecil ketika Ia baru saja sampai di kediamannya beberapa jam yang lalu. Menajamkan penglihatannya di tengah kerumunan manusia yang berlalu-lalang dan ramai.
Sehun yakin burung merpati itu bisa membawanya bertemu dengan sang bidadari.
Sehun mengutuk ramalan cuaca malam ini. Yang menginformasikan jika malam ini akan turun salju pertama. Di malam akhir pekan, dan di awal bulan desember yang mulai penuh dengan kerlap-kerlip cahaya cantik dari lampu-lampu kecil di pohon Natal. Bukan main ramainya malam ini, sehingga Ia cukup susah untuk berdesak-desakkan di tengah keramaian. Tapi Sehun tidak boleh menyerah, Ia harus berhasil untuk menemukan bidadarinya.
Burung merpati itu terus terbang semakin jauh, mengepakkan sayapnya tanpa lelah di suhu udara yang rendah. Meninggalkan Sehun yang mulai frustasi mengerjarnya di belakang. Dan, Akhirnya Sehun kehilangan jejak burung merpati itu.
Sehun mengedarkan seluruh antensinya pada apa yang bisa Ia lihat. Tanpa sadar, burung merpati itu membawanya ke sebuah pusat keramaian. Taman hijau di pinggiran sungai yang di penuhi dengan lampu-lampu yang berkilauan.
Taman itu di penuhi dengan beberapa pepohonan gundul yang kehilangan seluruh daunnya. Hanya ada ranting kesepian dengan warna coklat gelap. Ada pula beberapa bangku taman yang kosong berembun.
Sehun tak melihat siapa pun yang menarik perhatiannya. Ia menarik nafas kesal dan frustasi. Kehilangan jejak burung merpati itu seperti sama saja dengan Sehun kehilangan jalan menuju cinta abadinya.
Langkahnya bergerak dengan pelan dan penuh harapan. Menyusuri taman yang sepi itu sendirian. Taman di pinggiran sungai Han ini tak seperti pusat keramaian lainnya yang ramai. Hanya beberapa pasangan saja yang sedang bersantai di taman itu, sedangkan Sehun disini sedang berusaha keras untuk menemukan pasangannya pula.
Namun, beberapa meter kedepan, akhirnya Sehun menemukan sebuah petunjuk. Matanya membeliak terkejut ketika indra penciumannya tak sengaja menghirup aroma mawar yang familiar. Yah, aroma mawar yang selalu tercium dari surat manis itu.
Sehun semakin mempercepat langkahnya. Semangatnya tiba-tiba berada di level tertinggi. Wajahnya sumringah dan tak sabar, pancaran bahagia dan penasaran tergambar jelas di mata elangnya.
Aroma itu semakin kuat dan harum. Hingga rasanya Sehun bisa saja pingsan karena begitu terbuai dengan wanginya yang memabukkan. Campuran dari aroma manis vanilla dan wanginya mawar menjadi satu di penciumannya sekarang. Dan, langkah Sehun semakin melambat ketika Ia melihat sosok seorang gadis dari kejauhan.
Lalu pada akhirnya tapakkan kakinya terhenti. Sehun saat ini sedang memandangi punggung sempit seorang gadis. Gadis itu memiliki perawakkan tubuh yang mungil, yang terbalut sempurna dengan coat tebal berwarna putih sepanjang pahanya. Rambutnya tergerai dengan begitu cantik sebatas punggung. Dan, gadis itu juga sedang memberi makan pada sekelompok burung merpati yang berada di sekitarnya. Jika telinga Sehun sedikit saja lebih peka lagi, maka Ia bisa mendengar alunan suara begitu merdu dari nyanyian gadis itu disana.
Dengan pasti, langit yang gelap gulita perlahan menjatuhkan butiran-butiran salju pertamanya di malam ini. Kepingan putih yang berguguran cantik itu bagaikan kapas sutra yang bertebaran. Lembutnya tekstur bulir salju yang basah itu menghujani Sehun yang berdiri dengan diam. Gadis disana malah mengadahkan kepalanya juga kedua tangan kecilnya di udara. Tangannya penuh oleh jatuhan bulir salju yang mencair.
Hingga akhirnya punggung sempit itu berbalik. Menghadap beberapa meter dengan sempurnanya di depan Sehun yang langsung terpaku dan tanpa sadar menjatuhkan air matanya secara langsung.
Kenapa tiba-tiba Ia merasa kacau sekaligus lega seperti ini?
Gadis itu tak merasa kaget mendapati kehadirannya. Sehun justru mendapat sambutan baik dengan satu tarikan senyuman cantik menawan. Dan senyuman itu menjadi tanda dari keruntuhan dinding pertahanan Sehun selama ini.
"Akhirnya kau menemukanku juga, Oh Sehun."
Suara lembut itu membawa kedua kaki Sehun berlari kencang. Menghampiri si gadis yang tersenyum dengan pandangan mata indah berkaca-kaca menunggu tubuh mungilnya untuk siap di peluk.
Sehun datang padanya, bukan hanya memberikan sebuah pelukan kerinduan yang hangat melainkan juga sebuah ciuman yang berlandaskan tangis dan haru. Air mata keduanya jatuh secara bersamaan, dan sang gadis menutup matanya dengan rapat saat kedua belah bibir hangat Sehun meraup rakus bibir ranumnya.
Memberikan sebuah sengatan aneh yang mendebarkan. Membuat suhu di sekitar mereka terasa sangat panas dan gerah kendati suhu semakin rendah karena turunnya salju pertama. Bahkan pelukan keduanya semakin merapat dan intim. Dan Sehun belum mau melepaskan ciuman panjangnya jika saja sang gadis tidak memukul bahunya untuk meminta di lepaskan, karena untuk sebuah ciuman panjang pun di perlukan pula pasokan udara yang banyak.
Sehun memeluk erat gadis itu dan menjatuhkan tangisnya di bahu sempit sang gadis. Ia mengunci seluruh pergerakkan tanpa ada celah sedikit pun. Sehun hanya diam, sampai beberapa saat ketika tangisnya berhenti dan Ia mulai melonggarkan sedikit pelukannya.
"Kau tidak pernah berubah, dulu juga kau selalu menangis ketika memelukku. Dasar lelaki cengeng," Gadis itu bergurau dan tersenyum di balik punggung tegapnya, dan memberi usapan lembut disana.
"Luhan …" bisik Sehun parau.
"Hm ? Kau masih mengingat namaku ?."
"Luhan …" panggil Sehun lagi sedikit keras.
"Ada apa ? Sayang…" sahut Luhan dengan lembut.
Lalu, Sehun menjatuhkan air matanya lagi. Kata itu, adalah kata yang Ia rindukan.
"Kau sungguh adalah Luhan kan, Sayang? Kau adalah Luhanku, kan? Luhan milikku yang menghilang sejak 13 tahun lamanya di akhir pesta kelulusan SMA. Luhan yang selalu ku tunggu-tunggu selama ini. Yang selalu kunantikan sejak lama. Jawab dengan jujur! Kau adalah kekasihku, Xi Luhan kan?!" racau Sehun campur aduk dalam mengekspresikan bagaimana perasaannya.
Dia kacau, bingung menempatkan antara rasa kebahagiaan dan kesedihan yang berkecamuk di dalam dirinya. Tapi, untuk yang seutuhnya, Sehun sangat bahagia bisa menemukan kembali cinta pertamanya. Gadis yang dulunya selalu menemaninya di hari-hari semasa sekolah. Gadis yang dulunya di inginkan sang Ibu untuk menjadi menantu idaman keluarga Oh ketika Sehun sudah beranjak lebih dewasa. Dan sekarang, Sehun seratus persen yakin jika keinginan Ibunya pasti akan terwujud dalam waktu dekat.
Luhan tersenyum haru dan melepaskan pelukan yang Sehun berikan. Namun, kedua lengan kurusnya tidak pergi dari sana, sepasang lengan yang terbalut coat hangat itu menggantung begitu anggun di leher Sehun. Mata Luhan yang indah menatap begitu teduh kedalam mata Sehun yang balas memandangnya penuh rasa bahagia dan kagum. Senyum menawan senantiasa Luhan ciptakan di wajah cantiknya. Dan, kemudian gadis manis itu mengangguk pelan.
"Iya. Aku, adalah Xi Luhan. Perempuan lugu yang dulunya menerima pernyataan cinta dari seorang berandal tampan dan sangat kaya bernama Oh Sehun semasa SMA. Perempuan yang katanya berjasa dalam mengubah pribadi Oh Sehun menjadi lelaki yang lebih baik lagi. Dan aku, adalah kekasihmu, Oh Sehun. Dari dulu, dan mungkin juga sekarang." Balas Luhan dengan jenaka sembari memberikan ulasan tanya di kalimat terakhirnya. Memberi maksud tertentu kepada Sehun yang langsung peka terhadap apa yang Ia tanyakan.
Sehun ikut tertawa kecil mendengar balasan yang Luhan berikan. Ia mengambil tangan Luhan yang berada di antara lehernya dan meletakkan tangan kecil itu untuk masuk kedalam celah coat tebalnya dan memeluk pinggangnya lebih dekat disana. Sehingga Luhan kembali semakin dekat kepadanya. Sehun menyentuh hidung bangir Luhan dengan hidungnya, menghirup dalam aroma feminine khas kekasihnya yang begitu selama ini Ia rindukan.
Wajah Luhan merona samar dengan bulu mata lentiknya yang bergerak cepat. Meski sudah di umur dua puluh lima tahun sekalipun, Ia tetap lah seorang gadis polos yang belum pernah mengalami hal intim sedekat ini dengan pria. Terlebih itu adalah kekasihnya sendiri, dan Luhan bersumpah bahwa sejauh ini hanya Sehun yang pernah berada sedekat ini dengan dirinya.
"Kau, pertama dan terakhir untukku, Luhan. Aku tidak pernah berselingkuh di belakangmu. Meski kau tahu, aku adalah lelaki paling tampan yang pernah ada."
"Kau semakin tampan, dan aku semakin mencintaimu."
Sehun kembali mengerutkan wajahnya cemberut, dan membawa Luhan jatuh kedalam pelukannya lagi. Tubuh gadis itu Sehun masukkan ke dalam coatnya, membungkus Luhan mungil di dalam dada bidangnya yang nyaman dan penuh kehangatan maskulin.
"Tapi tetap saja kau sudah sangat lama menghilang, sampai akhirnya kini kau kembali pulang. Dan, kali ini aku tak akan melepaskanmu lagi Luhan. Kau tidak akan pernah bisa untuk pergi sesukamu lagi. Aku akan mengurungmu di rumahku mulai sekarang." Ujar Sehun penuh penekanan.
"Kau tidak bisa melakukannya, Oh Sehun."
"Kenapa begitu?!"
"Karena aku masih milik orangtua ku, jadi kau belum punya wewenang apapun." Senyum Luhan polos dengan kepala yang mengadah jelas ke arah kekasihnya.
"Kalau begitu, kita menikah sekarang saja. Supaya aku bisa mengawasimu di sisiku selama dua puluh empat jam penuh. Aku serius, Luhan. Aku tidak ingin kau pergi lagi."
Raut sendu di wajah Sehun membuat Luhan tersenyum getir. Ia menangkup kedua sisi rahang tegas lelaki itu dan mengecup lembut bibirnya sekilas. Sontak hal tak terduga itu pun tak luput dari rasa keterkejutan Sehun. Ia bisa merasakan jika ada sesuatu yang menganggu pikiran Luhan.
Mata Luhan terlihat memudar dengan tatapan kosong. Tiba-tiba raut wajahnya terlihat lesu dan pucat.
"Kau, tidak bisa." Bisik Luhan dengan kepala tertunduk.
"Apa?"
Kepala Luhan kembali mengadah ke atas. Dan sekarang matanya terlihat berkaca-kaca.
"Kau, tidak bisa menikahiku Sehun-ah. Aku sudah di jodohkan dengan lelaki lain. Dan aku tidak bisa menolaknya, meski kau adalah alasan terkuat yang ingin aku perjuangkan." Dan seketika tangis pilu Luhan pecah. Tetesan lembut hangat itu mengalir dari kedua ujung matanya.
Sehun terkejut. Tubuhnya menjadi kaku dan hatinya benar-benar hancur. Dengan lirih, lelaki itu memberanikan diri untuk meminta semua penjelasan.
"Apa maksudnya?! Kau bilang jika kau tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun saat kita berpisah. Oh, atau ini sebenarnya yang ingin kau sampaikan?! Membual dengan kalimat cintamu di surat itu setiap awal musim dingin, dan inikah alasan sebenarnya?! Jika ada lelaki lain yang kau cintai? Katakan Luhan! Jelaskan semuanya padaku!." Suara Sehun meninggi satu oktaf. Ia bahkan juga ikut menangis namun dengan kemarahan yang mendidih di dalam dirinya. Hatinya tiba-tiba terasa hancur dan teriris. Ia benar-benar tidak menyangka, jika maksud dari isi surat yang selalu di tujukan untuknya ini adalah karena Luhan ingin menjelaskan siapa tunangannya selama ini.
Lalu apa malam ini adalah akhir dari hubungan mereka? Sehun bahkan baru ingin kembali memulainya.
Luhan menangis parah dengan sesenggukkan yang jelas terdengar. Ia menggeleng dengan ribut dan menggenggam tangan Sehun dengan gemetar dan kedinginan. Luhan mencoba untuk kembali menemukan suaranya meski tangis membuatnya terasa sukar untuk berbicara.
Tapi, Luhan juga tidak ingin Sehun meninggalkannya. Jadi, Ia mencoba untuk memberi kekasihnya itu penjelasan walau dengan terbata-bata sekalipun. Ia punya alasan kuat mengapa Ia tidak bisa menolak itu. Dan menjadi alasan kuat pula mengapa Ia menghilang sejak di pesta kelulusan SMA waktu itu.
"Aku, aku terkena kanker leukemia Sehun-ah."
Sehun berhenti bernafas dan semakin terkejut.
"Aku sudah mengalami kanker itu sejak umurku delapan tahun. Dokter sudah memperingati sejak awal jika umurku tidak akan bertahan lama. Lalu, ketika masa terakhir di SMA itu adalah dimana waktu kankerku berada di stadium ketiga. Rambutku mulai rontok semakin banyak, terkadang aku juga mengalami batuk berdarah." Luhan membuka matanya dan menatap ke dalam mata Sehun yang terus menjatuhkan bulir air mata. "Aku tidak bisa memberitahumu jika aku akan mati dalam waktu dekat. Aku tidak ingin menyakitimu, jadi, jadi aku pikir pergi secara diam-diam adalah hal terbaik yang bisa kulakukan."
"Lu-Luhan …"
"Dan, ketika dimana aku kembali kritis di rumah sakit setelah acara pesta kelulusan kita. Dokter berkata jika kankerku kemungkinan akan sembuh bila aku mendapatkan donor sumsum tulang belakang yang sama seperti yang ku punya. Kemudian, entah bagaimana keajaiban pun datang. Setelah beberapa jam dokter mengatakan jika aku tidak akan tertolong, Ia pun kembali mengatakan pada keluargaku jika aku mendapatkan donor itu. Seorang pasien juga di rawat waktu itu dan Ia menjadi korban dari tabrak lari yang membuatnya benar-benar kritis. Pasien itu adalah seorang lelaki dari kalangan kaya dan pemimpin sebuah perusahaan besar." Luhan menghembuskan nafas panjangnya.
"Kemudian, dokter juga bercerita pada keluarga lelaki itu termasuk dirinya mengenai kondisiku. Lalu tanpa di duga, pasien itu bersedia membantu keluargaku, dengan secara suka-rela Ia ingin mendonorkan sumsum tulang belakangnya untukku agar aku bisa segera di operasi untuk menyembuhkan kanker itu. Katanya, Ia ingin melakukan satu kebaikan menyelamatkan nyawa orang lain sebelum Ia meninggal mengingat kondisi dari lukanya yang sangat mengkhawatirkan. Padahal dokter belum mendiagnosa tentang itu, tapi lelaki baik hati itu seperti sudah mengetahui jika Ia tak akan hidup lebih lama lagi."
"Lalu?" Tanya Sehun setelah sedari tadi terus menyimak cerita Luhan.
Luhan tersenyum, Ia mencoba menghapus airmatanya dengan sapu tangan. Kedua tangannya masih mengalun mesra di dalam coat Sehun, tepat di pinggang lelaki itu.
"Kemudian aku pun langsung di operasi setelah dokter mencocokkan DNA sumsum tulang belakang kami yang sama. Aku tidak tahu mengenai apapun, karena saat itu kondisiku benar-benar kritis dan tak sadarkan diri. Orangtuaku lah yang menceritakan semua ini padaku. Aku ingin berterimakasih banyak pada lelaki itu, namun ternyata benar, bahwa Ia sudah tiada. Dan, ternyata sebelum itu keluargaku telah di titipkan sebuah pesan dari pendonor itu. Ia mengatakan, jika Ia memiliki seorang putra tunggal yang sangat disayanginya. Karena pendonor itu tahu jika aku adalah anak perempuan yang kebetulan seumuran dengan putranya, Ia pun menitipkan amanat jika Ia ingin aku menikahi putranya itu suatu hari nanti."
Kemudian, Luhan menatap Sehun dengan tatapannya yang penuh makna.
"Untuk itulah aku tidak bisa menolak amanat itu, Sehun. Aku harus memenuhi amanat itu karena lelaki itu telah menyelamatkan nyawaku dan membuatku berumur lebih panjang. Karena itulah aku menunggu disini, di taman ini selama setiap awal musim dingin tiba. Aku terus menunggu putra tunggal dari pendonor baik hati itu untuk datang menemuiku. Dan, sekarang aku rasa aku tak perlu menunggu lagi." Lalu, Luhan tersenyum arti, dan memeluk Sehun sangat erat. Kembali, airmatanya menitik disana.
Luhan hanya diam karena Ia telah selesai dalam ceritanya. Menunggu kepekaan Sehun untuk memahami semua kalimat yang telah Ia sampaikan barusan. Luhan tahu Ia hanya perlu diam, karena Sehun pasti akan langsung mengerti apa maksud Ia yang sebenarnya.
Sehun mendengar semua cerita Luhan dengan baik sejak awal. Mulanya Ia terkejut karena ternyata sudah sejak lama kekasihnya itu mengidap penyakit mematikan yang bahkan dengan bodohnya Sehun tidak peka akan hal itu. Mulanya Sehun terus merasa sedih dan lega ketika Luhan bercerita jika Ia mendapat pendonor yang cocok untuknya.
Mulanya Sehun tidak curiga sama sekali, bahkan Ia terlalu hanyut dalam keseriusannya menyimak seluruh cerita pelik masa lalu Luhan. Hingga kemudian, pikirannya mulai menaruh firasat janggal ketika Luhan mengatakan si pendonor tersebut adalah lelaki kalangan kaya raya yang menjadi korban malang dari tabrak lari hingga membuat si pendonor itu meninggal.
Nasib itu, sama persis dengan nasib yang di alami Ayah Sehun beberapa tahun yang lalu setelah hari kelulusannya. Yang dimana Ayahnya menjadi korban tabrak lari dari seorang penjahat yang tak lain adalah pesaing keluarga mereka di perusahaan. Sehun juga ingat jika Ibunya pernah bercerita bahwa sebelum Ayahnya meninggal, beliau sempat membuat satu kebaikan besar dengan menolong nyawa orang lain. Namun sang Ibu tak pernah bercerita jika sang Ayah mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk orang lain. Dan, Sehun juga sama sekali tak pernah bertanya soal itu.
Mata Sehun membeliak dengan terkejut juga kegemetaran yang tidak biasa. Ia merasa sangat gugup namun juga tak menyangka. Apa ini maksud dari perkataan Ibunya waktu Sehun selalu bercerita jika Ia merindukan Luhan . . . .
"Jangan menunggu Luhan, Sehun. Dia tidak akan pernah kemana-mana. Kau tidak perlu mencarinya. Dia pasti akan datang untukmu."
"Ja—jadi . . ."
"Iya, Sehun. Pendonor itu adalah mendiang Ayahmu, Oh Yunho. Dan, putra tunggal yang dimaksudnya itu tentu saja adalah Oh Sehun, kan? Kekasihku sendiri?." Lirihan suara merdu Luhan melambungkan rasa keterkejutan Sehun.
Sehun langsung menangkup kedua wajah Luhan, lalu memeluknya. Kepala lelaki itu mengangguk, wajahnya tersenyum dengan sumringah, juga matanya yang berkaca-kaca. Ia tidak tahu bagaimana Tuhan bisa seunik ini dalam menuliskan takdir pertemuannya kembali pada Luhannya.
Sehun mungkin pernah merasa penasaran dengan siapa Ayahnya mendonorkan salah satu organ terpenting dari tubuhnya itu. Namun, sekarang Ia sangat bersyukur, jika orang yang menerima bantuan dari mendiang Ayahnya itu adalah Luhan.
"Kalau begitu, karena di dalam dirimu sekarang ada sedikit bagian dari mendiang Ayahku. Itu artinya, Xi Luhan kekasihku ini sudah seharusnya untuk menjadi bagian yang lebih penuh di keluargaku, kan?" kedua bahu Luhan, Sehun genggam dengan tangannya, "Dan, kau tahu sayang jika aku tidak bisa untuk menunggu lebih lama lagi."
Sehun mengeluarkan sesuatu dari dalam saku coatnya. Kemudian kedua kakinya Ia tekukkan dengan sempurna menyentuh tanah, sehingga Sehun benar-benar bertekuk lutut di depan Luhan.
Sehun membuka kotak benda itu, dan kemudian ekspresi keterkejutan Luhan terlihat jelas di malam awal musim dingin ini. Itu adalah kotak cincin dengan warna merah menyala yang cantik. Yang dimana, di dalamnya terdapat satu cincin permata yang terlihat sangat berkilau cerah dan menawan.
Sehun mengambil satu tangan Luhan, kemudian menggenggamnya. Pancaran matanya yang bersungguh-sungguh begitu penuh dengan satu tekad yang sangat kuat.
"Aku sudah menunggumu sejak lama, dan cincin ini selalu kubawa kemana pun aku pergi. Agar ketika aku bertemu kembali denganmu, aku tidak perlu bersusah payah untuk kembali ke rumah untuk mengambil cincin ini kemudian melamarmu." Senyum Sehun menghiasi wajah tampannya, "Kurasa aku tidak perlu berbasa-basi lagi, Sayang. Aku ingin kita menikah dalam waktu dekat, membangun rumah tangga bersamamu, mengajakmu untuk tinggal di rumah pribadiku yang kesepian, lalu memiliki banyak bayi-bayi lucu darimu. Dan kau tidak punya pilihan apapun selain 'Iya'. Jadi, Luhan? Jawablah Iya untuk lamaranku ini."
"Astaga, Oh Sehun! Bagaimana bisa aku menolakmu! Tentu saja jawabannya adalah Iya, Iya, Aku mau menikah denganmu." Ungkap Luhan dengan suara cerianya juga sedikit tawa yang membahagiakan perasaan Sehun.
Sehun juga ikut tertawa dan tanpa ragu menematkan cincin permata itu di jemari manis calon istrinya. Ia bangkit untuk berdiri setelah selesai mengecup mesra punggung tangan Luhan yang mengguarkan aroma mawar polos memabukkan.
Di peluknya tubuh mungil itu semakin dalam dengan sedikit membersihkan sisa-sisa dari jatuhan butiran salju yang menghiasi di rambut panjang kekasihnya itu. Mereka bahkan tak merasa kedinginan sedikit pun, hawa hangat dari cinta kasih mereka benar-benar membuat keduanya merasa hangat dan nyaman.
"Kita akan menikah dua minggu lagi."
"Kenapa terburu-buru? Bagaimana dengan restu dari keluarga kita?."
"Tidak ada orangtua di dunia ini yang tidak ingin anak gadisnya menikah dengan lelaki tampan seperti Oh Sehun, Sayang. Pasti mereka akan mendesakmu juga. Dan Ibuku? Tentu saja Ia juga akan begitu."
"Kau sepertinya terlalu percayadiri, Oh Sehun."
"Sayang, aku hanya sudah bosan untuk hidup sendiri. Aku perlu istri dan juga anak. Aku ingin punya banyak anak-anak yang tampan dan cantik. Kita harus mulai merencanakan semuanya dari sekarang."
Hening
"Sehun . . ."
"Iya, bidadariku ?"
"Kau sepertinya akan membuatku terbebani dengan impianmu itu."
"Aku pasti akan membantumu, Sayang. Jangan khawatir."
"Benarkah? Membantu apa?!" Tanya Luhan antusias.
"Membantu untuk memberimu pelayanan special dengan kenikmatan surgawi setiap malamnya di ranjang kita, tentu saja."
"OH SEHUN !."
"Aku juga mencintaimu, Sayangku."
.
.
The First Snow
.
.
Setelah malam itu berlalu. Sehun benar-benar membuktikan ucapannya kepada Luhan. Lelaki itu tanpa ragu langsung membawa Luhan ke hadapan orangtuanya esok pagi, tepatnya hanya kepada sang Ibu yang sangat Sehun sayangi. Kim Jaejoong.
Bagaimana dengan perasaan Jaejoong?
Tentu saja wanita baya itu sangat bahagia dan begitu antusias. Bukan hanya Sehun yang sudah menunggu Luhan terlalu lama, namun Jaejoong juga. Sudah pernah Sehun katakan bukan jika Luhan adalah calon menantu idaman Ibunya? Di umur yang sudah mau memasuki kepala lima itu, Jaejoong tentu sangat ingin segera menimang seorang cucu dari putra tunggalnya.
Untuk itulah ketika kedatangan Luhan begitu antusias Ia sambut, tanpa ragu pun wanita baya yang masih sangat cantik di usianya itu langsung melayangkan permintaan special jika Ia ingin segera meminta cucu dari Sehun dan Luhan. Sama halnya dengan Sehun yang menginginkan pernikahan yang dilakukan dalam waktu dekat.
"Lulu pikir, Jaejoong Eomma akan mendukung Lulu untuk menunda pernikahannya. Tapi ternyata Eomma malah berpihak penuh kepada Sehun," tukas Luhan dengan bibir yang mengerucut imut.
Wajahnya yang polos kekanakan itu membuat Jaejoong yang duduk tepat di sisi sebelahnya pun merasa gemas bukan main. Kedua pipi Luhan adalah sasaran dari cubitan gemasnya.
"Kau membuat Eomma gemas, Lulu! Tentu saja, Eomma akan mendukung Sehun! Karena apapun yang terjadi, pernikahan kalian tidak boleh di tunda-tunda lagi. Sayang, kau kan tahu bahwa Eomma ini sudah tak lagi muda. Sudah saatnya Eomma menimang seorang bayi mungil darimu dan Sehun. Ah, Eomma benar-benar tidak sabar, Luhan! Atau kita majukan saja tanggal pernikahannya menjadi akhir minggu ini, Bagaimana? Kau pasti setuju kan?."
Luhan hanya tertawa pasrah mendengar penuturan Ibunda dari Sehun yang begitu sangat antusias. Ia pun membatin dalam hatinya, mungkin benar jika ada pepatah yang mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu memiliki makna yang sangat pas untuk Sehun begitu pun Ibunya.
Saat ini, hanya Luhan yang menemani Jaejoong sejak pagi. Sehun sedang berada di Kantor dan sangat sibuk untuk mengerjakan semua tugas-tugasnya sebelum mengambil cuti beberapa hari untuk hari pernikahannya kelak. Bahkan Luhan pun untuk menghubunginya sejenak saja tak bisa.
Kemudian? Bagaimana dengan restu dari orang tua Luhan?
Sesuai dengan perkataan Sehun waktu itu, jika tidak ada orang tua yang akan menolak anak perempuannya dinikahi oleh seorang pewaris kaya seperti Sehun. Begitu pula kedua orangtuanya yang langsung menyetujui semua lamaran yang di ajukan Sehun dan rencana pernikahannya.
Belum lagi dengan fakta baru yang Luhan ketahui, jika Ibunya dulu adalah sahabat lama dari Ibunya Sehun. Tentu saja, kedua Ibu itu akan merasa sangat bahagia jika sebentar lagi mereka akan menjadi satu bagian keluarga yang utuh melalui pernikahan putra dan putrinya.
"Kau ingin model gaun pengantin seperti apa, Sayang? Atau warna apa yang kau inginkan untuk tema resepsi dari pernikahanmu nanti, hm? Putih? Biru muda? Atau merah muda? Atau kau punya saran lain yang kau sukai? Ayo katakan saja semuanya pada Eomma, pasti akan Eomma wujudkan semua keinginanmu." Ujar Jaejoong antusias. Ia menatap Luhan dengan mata indahnya yang penuh harapan.
Luhan hanya tersenyum manis, merasakan sensasi kehangatan yang menyenangkan di dalam hatinya karena mendapatkan tatapan sehangat itu dari Jaejoong.
"Hm, tidak perlu sesuatu yang istimewah, Eomma. Hanya sebuah pesta pernikahan yang sederhana dengan tema serba putih dan banyak bunga mawar yang mengisinya. Lulu rasa, itu saja sudah cukup." Tukas Luhan lembut.
"Kau yakin tidak ingin pesta pernikahan yang lebih mewah, Sayang?"
"Tidak, Eomma. Lulu lebih suka sesuatu yang sederhana namun begitu istimewah untuk semua orang. Yang pentingkan adalah makna pernikahannya."
Jaejoong tersenyum kagum dan memeluk Luhan dengan hangat. Ia sungguh kagum pada kesederhanaan yang Luhan miliki. Meski gadis itu sebenarnya juga berasal dari kalangan yang sama seperti keluarganya. Tapi Luhan tidak seperti kebanyakan gadis kaya lainnya, yang punya hoby menghabiskan uang dengan sesuatu hal yang mahal dan mewah.
Sifat itulah yang membuat Jaejoong sudah merasa begitu menyukai Luhan sejak awal. Bahkan sejak pertama kali Sehun memperkenalkan Luhan padanya ketika mereka pertama kali berkencan saat SMA.
"Eomma begitu kagum padamu, Sayang. Kau memang adalah menantu idamanku. Ah, mungkin semua Ibu yang ada di dunia ini." Puji Jaejoong pada Luhan.
Luhan hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah itu mereka terus terlibat dengan begitu banyak obrolan yang menyenangkan.
Hingga waktu yang tak terasa berjalan semakin cepat telah berganti. Malam pun tiba menggantikan siang. Dan malam ini adalah malam pertemuan keluarga besar Luhan dengan keluarga besar Sehun.
Semua rencana pernikahan pun di bahas disana. Peran sang Ayah begitu penting untuk Luhan. Karena lelaki itu akan memberikan semua pendapatnya mengenai pesta pernikahan seperti apa yang terbaik untuk putri sematawayangnya.
Luhan tidak menyangka jika Ia akan menikah dalam waktu dekat. Bahkan ketika dulu dokter memfonisnya terkena penyakit kanker leukemia stadium tiga, Luhan tak terpikir untuk hidup lebih lama lagi setelah umurnya delapan belas tahun.
Namun, umurnya juga tidak akan bisa terus bertahan hingga saat ini jika tidak mendapatkan pertolongan dari mendiang Ayahnya Sehun. Sampai saat ini, Luhan tiada hentinya untuk terus merasa bersyukur dan begitu berterimakasih pada Sehun begitu pun keluarganya.
Ia juga selalu menempatkan dirinya untuk mendoakan yang terbaik bagi mendiang Ayah Sehun di surga sana. Luhan berjanji dalam hatinya, jika nanti Ia telah sah di persunting oleh kekasihnya. Luhan berjanji akan menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya. Menjadi Ibu yang baik untuk anak-anak mereka. Dan selalu setia bersama Sehun dan anak-anak mereka hingga hanya mautlah yang bisa memisahkan mereka.
Luhan berjanji untuk itu.
.
.
The First Snow
.
.
Sebulan telah berlalu. Musim dingin masih menyelimuti kota Seoul hingga Februari tiba. Suhu udara masih terlampau rendah dan dingin. Orang-orang memilih untuk selalu menjaga suhu tubuh mereka agar tetap hangat dengan berdiam diri di rumah di depan tungku perapian dan selimut tebal.
Luhan meletakkan kedua tangannya di pinggiran cangkir. Uap putih dari cangkir hangatnya mengepul di udara. Mengguarkan aroma coklat manis yang menenangkan.
Luhan baru saja selesai membuat coklat panas untuk menghangatkan tubuhnya di tengah suhu udara yang rendah. Ia memilih untuk duduk di bangku kayu yang terletak tepat di depan jendela ruang keluarga dalam rumahnya.
Sambil menyesap coklat panasnya dengan pelan, mata Luhan menyapu penuh pada dunia luar yang terselimuti putihnya tumpukan salju. Hari sudah mendekati malam, dan saat ini Ia tengah menunggu kepulangan suaminya yang tampan.
Sudah sebulan sejak pernikahan mereka, Luhan sudah tinggal bersama Sehun di rumah mereka sendiri. Kediaman mereka juga masih terletak di tengah-tengah kota. Jadi walaupun Sehun harus pulang malam dan meninggalkan Luhan sendirian di rumah, Luhan tak perlu merasa terlalu kesepian.
Tapi, meskipun begitu tetap saja Luhan butuh seorang teman untuk menemani hari-harinya di rumah. Bukan sekedar teman biasa, namun teman yang selalu bisa membuat hari-harinya penuh kebahagiaan dan tawa. Teman yang bisa membuat suasana hatinya selalu hangat. Dan Luhan tahu Ia harus bersabar sedikit lebih lama lagi.
Tiba-tiba bibirnya terangkat di wajahnya. Senyuman hangat senantiasa menghiasi di wajah cantiknya yang berseri-seri. Luhan memeluk pinggiran cangkir dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya meraba ke sisi perutnya yang bergejolak ringan.
"Mama tahu kalau kesayangan Mama ini lagi suka-sukanya dengan coklat. Bahkan persediaan coklat kita hampir habis karena kau menginginkannya terus, Sayang. Ah, sepertinya anak Mama ini nanti akan tumbuh menjadi bayi yang sangat manis. Benarkan?." Ujar Luhan tertawa ringan hingga matanya mengecil dan membentuk bulan sabit dengan indah.
"Kau harus cepat tumbuh dengan besar ya, Sayang. Supaya kau bisa lebih cepat untuk menemani hari-hari Mama di rumah. Tidak masalah jika anak Mama yang manis ini nanti akan terus menangis, rumah kita akan menjadi lebih ramai." Sambungnya lagi dan terus mengelus perut ratanya dengan sayang.
Bagaimana bisa Luhan mendeskripsikan tentang seberapa besar perasaan bahagia yang Ia alami saat ini?
Ia bahkan tidak sanggup untuk menceritakan seberapa bahagianya Ia mendapati keluarga barunya. Dua minggu setelah pernikahan mereka, dokter menyatakan jika Luhan tengah hamil di usia janin yang masih sangat muda.
Tangis harunya pun jatuh kala itu, Sehun bahkan sangat susah untuk menenangkan dirinya yang terus menerus menangis tanpa henti. Kebahagiaan Luhan berkali lipat bertambah.
Ia merasa bahwa Ia adalah wanita paling beruntung di dunia ini. Tidak mudah bagi wanita lain untuk mempunyai suami super sibuk seperti Sehun. Yang memiliki sifat workholic yang sangat lengket pada kesehariannya. Sehun akan pergi di pagi hari dan pulang ketika makan malam.
Namun satu hal yang membuat Luhan selalu tersenyum pada perilaku suaminya adalah bagaimana cara Sehun yang begitu perhatian padanya. Setiap lima belas menit sekali, ponsel kesayangan Luhan tidak pernah absen dari deringan telepon.
Sehun akan menghubunginya bahkan di jam rapat sekalipun. Mengatakan jika Luhan tidak boleh terlalu banyak beraktivitas yang melelahkan. Mengingatkan Luhan untuk selalu makan tepat waktu dan meminum banyak vitamin juga susu Ibu hamilnya. Selalu menanyakan pada Luhan apa yang bayi mereka inginkan.
Bahkan meski Sehun harus keluar rumah di jam dua pagi, di saat dirinya tengah kelelahan dan mengantuk demi satu mangkuk tteokboekki yang sangat langkah untuk mendapatkannya sekalipun. Sehun tidak pernah mengomeli Luhan meski akhirnya makanan ngidam itu akan berakhir di meja makan tanpa tersentuh bibir Luhan sekalipun.
Karena Luhan terlanjur kembali tertidur pulas akibat menunggu kedatangan suaminya yang lama. Dan, setelah itu Sehun hanya bisa menghela nafasnya kecewa.
Imajinasi Luhan rusak seketika ketika Ia sedang asik memikirkan suaminya di tengah telepon rumah yang tiada henti berdering keras. Luhan mendengus malas dan mengupat di dalam hatinya, siapa yang menghubungi kediaman rumah mereka di tengah cuaca dingin seperti ini? Menyebalkan pikirnya!
Luhan meletakkan cangkir coklatnya di atas meja. Mencoba menata hatinya untuk membuat suara yang lembut ketika menjawab panggilan menyebalkan itu nanti.
Namun, mengapa langkah kakinya tiba-tiba terasa berat untuk melangkah ke meja kecil di ujung sana? Itu hanya berjarak sekitar lima langkah dari tempat duduknya, tapi mengapa rasanya begitu berat?
Luhan berkedip satu kali. Memastikan jika Ia hanya terlalu berlebihan pada sesuatu yang bahkan Ia belum tahu kebenarannya. Mengambil nafas panjang dengan tenang dan mulai berjalan selangkah demi langkah.
Dering telepon itu tiada hentinya berbunyi. Ketika Luhan akan lambat untuk mengangkatnya, maka dering itu akan berbunyi kembali. Sepertinya, itu telepon yang sangat penting sehingga Luhan harus mengangkatnya untuk mengetahui pesan apa yang ingin disampaikan.
Dengan hati yang berusaha untuk tetap tenang, Luhan menghembuskan nafasnya satu kali dan mulai mengeluarkan suaranya.
"Hallo, dengan kediaman keluarga Oh disini. Ada keperluan apa?." Jawab Luhan lembut
"Hallo ! Apa saya sedang berbicara kepada nyonya Oh Luhan?!."
"Iya, dengan saya sendiri. Anda siapa?." Perasaan Luhan tiba-tiba terasa semakin gelisah.
"Oh! Syukurlah. Saya Byun Baekhyun, Nyonya. Perawat dari rumah sakit Human Hospital milik keluarga Park. Inch. Mohon maaf sebelumnya, Nyonya Oh. Saya harus memberitahukan berita kurang mengenakan kepada Anda perihal suami Anda, Tuan Oh Sehun." Ungkap Baekhyun di seberang sana dengan suara gusarnya.
Luhan meremas kuat ganggang teleponnya, tangannya yang satu lagi mencoba untuk menopang beban tubuhnya untuk tetap berdiri di pegangan meja kecil telepon itu. Matanya langsung berkaca-kaca dengan suasana hati yang kacau.
"Ada apa dengan Sehun?! Tolong katakan padaku tentang kondisinya! Suamiku baik-baik saja kan?! Tidak ada sesuatu hal buruk yang terjadi padanya kan? Perawat Byun tolong jawab?!." Teriak Luhan kalut dan ketakutan.
"Maafkan Saya, Nyonya. Saya harus menyampaikan berita ini kepada Anda. Jika tuan Oh Sehun …"
"KATAKAN !."
"Jika tuan Oh Sehun mengalami kecelakaan lalu lintas beruntun dalam perjalanan pulangnya setengah jam lalu. Sekarang dalam keadaan koma dan sedang ditangani oleh dokter serta perawatan medis lainnya di ruang ICU, Nyonya. Maaf jika saya harus—"
Tutt … Tutt … Tuttt … Tuttttt …
Luhan menutup teleponnya dengan sepihak dan meraung dalam tangis yang memilukan. Tubuhnya jatuh merosot ke bawah hingga menyentuh lantai. Air matanya jatuh secara terus menerus dari kedua mata cantiknya. Hingga Luhan berharap jika akan datang seseorang yang bisa membangunkannya ketika Ia merasa matanya memberat dan jatuh dalam penglihatan yang penuh kegelapan.
.
.
Sehun-ah, kumohon jangan tinggalkan aku dan bayi kita . . .
.
.
.
.
.
.
.
To Be Countinue
..
..
10 Februari 2018
Hallo, Readers-nim.
Oke. Aku tahu kalian pasti bakal bilang gini:
'Kak kenapa gak update-update?' 'Kak kenapa Hiatusnya lama banget?' 'Kak, tolong dilanjut dong FFnya ' dan blaa…blaaa… xD
Maaf ya, jika aku tiba-tiba Hiatus tanpa izin dulu sama kalian. Soalnya waktu itu ada masalah di Real-life yang buat aku DROP banget selama sebulan penuh. Sampai aku gak bisa mikir buat apa-apa, apalagi nulis FF untuk kalian dan sekarang aku masih ambil cuti ya readers-nim. Cuma aku ganti status aku menjadi SEMI-HIATUS. Karena aku lagi sibuk banget sama masa magang aku :")). Ku harap kalian semua bisa ngertiin kondisi aku ya hehehe.
Ini aku kasih pemanis deh buat bulan yang katanya penuh cinta ini. Padahal jomblo juga mana ada yang cinta /PLAK/ .
Ku harap kalian suka ya sama FF baru aku ini. Twoshoot doang :")) Nanti aku UP kok kelanjutannya. ALL CH 7 masih dalam tahap penyelesaian, Oke :*
Selamat menikmati weekend. Salam cinta dari BaekbeeLu :*
Big Love. Thanks ^o^
