Disclaimer: Tsukiuta (c) Tsukino Production
Warning: AU, BL, typo, OOC. Don't Like, Don't Read! ;)
Summary: [Kaishun, Hajiharu, Hajishun] Shun bermimpi melihat sebuah masa depan, dimana raja Black Kingdom dan raja White Kingdom berusaha saling membunuh.|Pernahkah kau berpikir, kalau kau akan lebih bahagia jika bersama dengannya?
a/n: alur maju mundur.
Written for self satisfaction. Nonprofit purpose.
XoXo-XoXo-XoXo
Endear © Kiriya Hazelheine
XoXo-XoXo-XoXo
Hajime menyenangi waktu dimana ia bisa tidur, mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya dari kesibukan yang selalu muncul seperti tidak akan ada habisnya.
Ia tidak menyukai, ketika waktu luang yang langka itu harus diganggu.
Di kamar pribadinya, seorang pemuda bersurai putih duduk dengan santai di sofa, di meja tersedia teko dan dua cangkir teh earl grey. Shimotsuki Shun, penyihir dari White Kingdom. Hajime menghela napas, sungguh, tamu yang tidak diduga. Namun jika ini tentang Shun, ia memang selalu tidak terduga.
"Okaeri, Kuro-ouji." Pemuda itu berdiri, hormat ditujukan dengan tundukan dan wajah senyum.
Hajime masuk ke kamarnya, jubah hitamnya ia lepas beserta dengan topinya. Matanya melirik sang penyihir White Kingdom. "Kenapa kau ada di sini?"
Shun tersenyum, "Tentu saja untuk menemui raja yang paling kusukai. Dan sekedar memberi tahu bahwa raja White Kingdom sebentar lagi juga akan tiba."
Hajime mengingatnya, akan ada pertemuan dengan Kai—raja White Kingdom, tempat dimana sang penyihir itu sekarang mengabdi.
"Kau harusnya menjaga rajamu dengan baik. Bukannya mengunjungi orang yang mungkin saja menjadi musuh kalian."
Iris Shun membulat sebelum tawa ringan terdengar darinya, "Kita tidak akan menjadi musuh. Lebih jelasnya, aku tidak akan pernah menjadi musuh Hajime. Karena aku sangat, sangat menyukai Hajime."
Iris Hajime mengikuti pergerakan Shun. Pemuda itu mendekat padanya. Ini adalah pertemuan yang tidak terduga. Sudah lama ia tidak melihatnya, tahun-tahun berlalu dan Hajime terbiasa melewatinya tanpa Shun. Namun, ketika mata mereka bertemu pandang, iris kehijauan itu terlalu indah untuk diabaikan.
"Aku sangat rindu pada Hajime. Bolehkah aku memelukmu?"
"Kau bahkan tidak meminta izin saat memasuki kamarku, dan sekarang kau bertanya seperti itu?"
Shu menganggap hal itu bukanlah penolakan, hingga ia dengan segera melingkarkan tangannya pada tubuh sang raja. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Hajime.
"Kau tidak merindukanku? Atau setidaknya memikirkanku sekali saja di waktu luangmu?"
Ia bertanya, meskipun tahu pemuda itu tidak akan menjawabnya.
Shun sedih.
Hajime tidak membalas pelukannya.
[Endear]
Pembicaraan telah dimulai dari setengah jam yang lalu. Tampak santai karena pembicaraan antar raja itu dilakukan di taman Black Kingdom. Diskusi di dominasi pembicaraan ringan, meskipun dari pihak masing-masing penasehat kerajaan—baik itu Haru dan You memasang wajah serius, dengan catatan dan pena siap di tangan mereka.
Tentu saja karena ini adalah pertemuan antara dua raja, dan itu bukanlah hal remeh. Pertemuan mereka bisa saja menyebabkan hal baik atau hal buruk terjadi. Menjalin hubungan persahabatan antara negeri, atau menjadi lawan. Karena menjaga perdamaian tidak semudah membalikkan telapak tangan, peperangan panjang yang terjadi sepuluh tahun silam begitu membekas di tiap negeri. Hingga kemudian perjanjian gencatan senjata selama dua belas tahun ditanda tangani. Mereka saling berusaha memperbaiki keadaan negeri masing-masing dalam jangka waktu itu. Para tetua berharap peperangan tidak akan terjadi lagi, sedang sang generasi muda berusaha menjaga kedamaian.
Namun waktu terus berlalu, dan dua tahun lagi perjanjian damai akan berakhir. Jika saat itu tiba, negeri mana saja dapat memulai kembali peperangan. Sebab itu memiliki sekutu adalah hal yang bagus. Hajime sendiri lebih menginginkan kesepakatan perdamaian dapat tercipta.
Jika ketiga orang di sana terlihat serius, hanya Kai yang terlihat berusaha membuat suasana terasa lebih nyaman dengan cerita-cerita anehnya selama perjalanan yang sebenarnya tidak cukup penting untuk dibahas.
"Shun-san tidak mengikuti pembicaraan itu?" Iku, ksatria muda White kingdom menemani sang penyihir melintasi taman bunga kerajaan. Iku tidak tahu semua nama bunga yang mereka lewati. Ia hanya mengenali beberapa dan sekadar mengaguminya. Ini sebenarnya bukan pekerjaan Iku, namun Shun merasa bosan hingga ia yang harusnya menjaga sang raja malah bersama Shun. Dan masalahnya adalah bersama Shun lebih merepotkan dibanding sang raja.
"Hm, aku tidak perlu berada di sana." Shun menyentuh kuntum bunga mawar merah di tengah taman. Tatapan matanya memberikan kesan bahwa mawar-mawar itu bermekaran dengan sangat cantik.
"Apakah aku pantas berada di antara bunga-bunga ini?"
"Maaf?" Iku tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan Shun. Terdengar begitu random baginya. Mungkin Shun bertanya untuk sekedar membuang rasa bosan. Namun dengan pasti Iku memperhatikan lagi sekelilingnya, tersadar bahwa bagian tengah taman hanya dihiasi bunga berwarna merah dan Shun yang berdiri diantaranya. Mawar merah itu terlihat indah bahkan Shun terlihat pantas memegangnya.
"Kenapa Shun-san bertanya seperti itu?"
"Lihat aku." Ujar Shun kemudian, ia menunjuk dirinya sendiri.
Iku mengerutkan alis. Apakah ini semacam tebakan atau misteri yang harus ia pecahkan? Mata kecoklatannya menatap Shun dengan pasti. Pakaian, topi, dan pita biru yang terikat rapi. Tidak ada hal yang aneh dengan penampilannya, kecuali kepribadian sang pemuda bergelar Maou-sama.
"Aku di dominasi warna putih dan biru."
Iku tergelak, "Meskipun di dominasi warna putih dan biru, Shun-san dan mawar merah terlihat indah bersama. Walau bukan penggemar bunga, aku mengakui kalau tempat ini indah sekali."
"Benar, mereka pasti sangat dicintai." Shun bergumam pelan, ia menatap Iku kemudian, "Mana menurutmu yang lebih indah? Taman ini atau taman bunga di kastil kita?"
"Ah, itu—bagaimana membandingkannya? Karena masing-masing dari mereka telah berjuang untuk tumbuh dan mekar, kupikir dimanapun bunga berada, ia akan selalu terlihat indah. Begitu pula dengan dirimu Shun-san."
"Oh my, aku tersanjung mendengarnya, Iku." Ia berjalan melewati kolam air mancur di taman, meninggalkan Iku beberapa langkah di belakangnya. Pemuda itu kemudian mengikutinya.
Kebun bunga milik sang penyihir. Iku mengetahui dengan baik bahwa penyihir White Kingdom diperlakukan dengan istimewa. Ia memiliki ruangan pribadinya sendiri dan taman bunga yang dibuatkan khusus untuknya atas perintah Kai, sang Raja White Kingdom.
Taman yang hanya dihiasi bunga mawar biru.
Tapi Iku tidak tahu, Taman Black Kingdom—inipun dibuatkan untuk Shun, oleh Hajime.
XoXo-XoXo-XoXo
"Setelah kamarku, kau menyusup ke tempat kerjaku?" Hajime menghela napas. Matanya menemukan Shun berada di ruangan penuh tumpukan dokumen yang menunggu tanda tangan. Kedua tangan penyihir itu berada dibelakang punggung, iris lime green menjelajah buku-buku yang ada di dalam lemari.
"Aku ingin melihat Kuro-ouji bekerja." Senyuman menghiasi wajah Shun.
"Kau bisa saja dituduh memata-matai dokumen rahasia kerajaan ini. Kau akan mempersulit rajamu."
Shun mendekatinya, wajah mereka berada pada jarak yang begitu dekat. "Hajime tidak akan membiarkan itu terjadi."
Hajime kembali meloloskan helaan napas pelan, ia berjalan menuju kursinya. Duduk dan mengambil berkas yang harus dibacanya. Pembicaraan dengan Kai telah selesai, dan esok hari sang raja White Kingdom akan pulang. Hajime telah memerintahkan Aoi dan Arata—ksatrianya untuk menemani Kai berjalan-jalan di kastil dan mengantarkannya beristirahat.
Itu sebagian pekerjaan yang harus dilakukannya, dan sebagian besarnya berada di atas meja dihadapannya dengan wujud berupa tumpukan dokumen. Hajime tidak mempermasalahkan Shun berada di ruangannya, meskipun berkas yang diperiksanya cukup berbahaya jika diketahui oleh orang luar. Pemuda itu memang tidak bisa ditebak, namun ia tidak pernah mempersulit Hajime.
Shun berjalan-jalan dengan langkah pelan, tak terdengar. Tidak bermaksud mengganggu pekerjaan Hajime. Ia membuka jendela di sudut ruangan. Melihat keadaan luar kastil, angin semilir pembawa kesejukan lebih dahulu menyapa, matanya mendapati alam tertutup oleh hutan pinus dan pegunungan tinggi seakan mengelilingi negeri ini seperti benteng. Tempat ini diliputi ketenangan. Wilayah Black kingdom memang terkenal dengan alamnya yang hijau dan kaya. Tempat yang sudah lama ia tinggalkan. Tentunya dahulu tidak seindah sekarang karena dilanda peperangan. Sepuluh tahun berlalu, dan itu telah mengubah banyak hal.
Ia duduk pada pinggiran jendela, tidak menakuti kenyataan bahwa kastil itu berada pada lantai yang tinggi, hingga jika terjatuh mungkin saja menyebabkan kematian. Hal itu tidak akan berlaku pada pemilik sihir sepertinya. Ia memperhatikan Hajime dari jauh, dari jendela di sudut ruangan. Menatapnya dengan intens. Hajime merasakan hal itu, namun ia harus fokus pada tugasnya. Sudut matanya melirik Shun, dan pandangan mereka bertemu. Pada akhirnya, Hajime terlebih dahulu mengalihkan pandangan, kembali membaca dokumen di mejanya. Memikirkan tingkah penyihir itu bukanlah prioritas utama.
Penyihir itu bukan lagi miliknya.
XoXo-XoXo-XoXo
Kereta yang membawa sang raja White Kindom telah melaju, pergi melewati gerbang istana. Melalui wilayah penuh pohon-pohon asri dengan jalanan yang kadang mendaki dan menurun. Hanya dua hari mereka berada di Black Kingdom, walaupun sang Kuro-ouji telah menawarkan untuk menikmati waktu mereka lebih lama di sana. Namun Kai beralasan ia harus kembali sebelum malam bulan purnama tiba. Ia memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hingga Hajime memakluminya.
"Bagaimana, kau senang bertemu dengannya lagi?" Kai berbicara pada sang penyihir yang duduk berseberangan dengannya. Setangkai mawar merah berada di pangkuannya, ia bersandar dengan mata terpejam. Sekilas terlihat seperti sedang tidur, namun Kai tahu pemuda itu tidak benar-benar sedang tidur.
Shun membuka matanya. Bertatapan dengan Kai, mata sebiru lautan itu terlihat mempesona karena senyum lembut turut menghiasinya. Sang raja tampak bertopang dagu pada jendela kereta kuda, menunggu jawaban darinya.
"Aku senang." Shun menyahutnya singkat. Namun senyumannya memperjelas bahwa tidak ada kebohongan dalam kalimat yang ia ucapkan.
"Terima kasih, Kai."
"Apapun untukmu, Shun."
"Kalau begitu biarkan aku tidur siang."
"Haha, ya, tidur saja. Kita tidak akan sampai dalam waktu yang cepat."
Shun tidak lagi menjawab. Sepertinya ia telah menuju alam mimpi lebih cepat dari yang Kai duga. Kai menghela napas pelan, beralih dengan perlahan untuk duduk di samping Shun tanpa membangunkannya. Ia meraih kepala Shun yang terkadang nyaris membentur jendela kereta. Secara sengaja Kai membuat pundaknya disandari oleh penyihir itu. Mengelus surai keabu-abuan itu agar merasa lebih nyaman di sisinya untuk waktu yang lama.
"Ini cukup mengejutkan bagiku." You yang berkuda di barisan belakang berbarengan dengan Iku memulai pembicaraan.
"Tentang apa, You-san?" Iku sengaja memperlambat langkah kudanya untuk mendengar ucapan You lebih jelas.
"Untuk seseorang seperti Shun yang biasanya lebih memilih untuk tidur sepanjang hari malah ikut pergi ke negeri jauh seperti ini."
"Aku rasa juga begitu. Namun Rui bercerita padaku bahwa dulu Shun-san pernah tinggal di Black Kingdom cukup lama. Mungkin ia rindu pada tempat itu." Iku menoleh ke belakang sejenak. Kerajaan itu tak lagi terlihat, terhalang pepohonan yang rimbun.
"Ah, aku pernah dengar cerita itu, walau hanya sebagian."
"Tidak hanya Black Kingdom, tapi juga kerajaan lainnya. Namun pada akhirnya Shun-san memilih tinggal di kerajaan kita, meskipun dari yang kudengar, Shun-san sangat menyukai raja Black Kingdom."
"Benarkah? Aku tidak pernah mengerti tentangnya. Aku selalu merasa senyumnya penuh banyak makna yang tak terjabarkan. Hal itu membuatku waswas."
"Shun-san benar-benar penuh misteri. Namun aku menghormatinya, karena ia telah memberikan pedang dan kepercayaan bahwa aku bisa melindungi banyak hal. Aku bersyukur ia memilih untuk berada di negeri kita."
You enggan menanggapi hal itu secara pasti. Namun semua orang tahu bahwa selain para raja-raja, penyihir adalah salah satu sosok yang diberkahi dan memiliki kemampuan mengagumkan nyaris setara dengan kekuatan istimewa raja. Sayangnya, keberadaan pengendali sihir tidak cukup banyak. Berbeda dengan calon raja yang selalu muncul ketika raja sebelumnya meninggal. Kehadiran penyihir selalu tidak terduga. Dan jika sebuah kerajaan memiliki penyihir, berarti bahwa kerajaan itu cukup kuat untuk diakui.
You ingin bersyukur. Namun Shun selalu membuatnya kerepotan. Lebih menyusahkan dibanding tugasnya sebagai penasehat kerajaan. Namun jika dipikir lagi, ia memang harus bersyukur. Karena jika bukan karena Shun, ia dan Yoru mungkin saja telah mati sepuluh tahun yang lalu sebagai korban perang.
XoXo-XoXo-XoXo
Haru mendatangi ruangan kerja sang raja, itu terjadi lima menit yang lalu. Sekarang ia berjalan dengan langkah tergesa, mencari kemana hilangnya sang raja di jam istirahat seperti ini. Memang raja nya adalah sosok yang mengagumkan. Orang serius yang selalu tenggelam dalam pekerjaannya hingga terbiasa melupakan waktu makan dan istirahat.
Haru memanggil familiarnya, seekor burung kecil berwarna hijau muncul untuk mencari sosok yang mulia. Tidak butuh waktu lama, ketika Haru berjalan di koridor, burung kecil itu terbang dan berputar rendah hingga melewati taman bunga. Haru mengiringinya dengan cepat sambil memeluk erat buku yang dibawanya tanpa mengabaikan beberapa pelayan yang terkadang menyapa ketika berpapasan. Hokekyo—itu panggilan untuk familiar kecilnya—menghilang setelah Haru sampai di bawah pohon oak. Ia menemukannya, Hajime bersandar dibalik pohon itu, tangannya bersidekap. Topi hitamnya tergeletak di samping. Iris violet yang biasanya tajam, tersembunyi. Haru menggelengkan kepalanya pelan diiringi hembusan napas pelan. Bahkan dalam tidur sekalipun, postur pemuda itu terlihat begitu mengesankan.
Haru berjongkok, "Ou-sama. Kau memiliki tempat tidur yang nyaman. Kenapa malah tidur di sini?"
Tidak ada jawaban.
"Ou-sama."
Haru menepuk bahu Hajime hingga perlahan kelopak mata itu terbuka.
"Haru, aku baru ingin memulai waktu istirahatku."
"Kau bisa beristirahat di kamarmu, yang mulia."
Hajime meluruskan punggungnya. Kemudian ia menepuk-nepuk tempat persis di sebelahnya. Haru memandangnya heran.
"Oh—kau memintaku duduk di sebelahmu?"
Pemuda itu hanya menatapnya tanpa ucapan mengiyakan. Namun Haru mengerti maksudnya begitu saja. Ia menuruti keinginan Hajime.
Haru belum mengatur posisi duduknya dengan benar, namun sebuah beban telah menimpa kakinya. Sang raja itu merebahkan diri, menyamankan diri pada pangkuan Haru, menutup mata dengan tangan terlipat.
"Ya, ini lebih baik."
"Ya ampun—astaga, Ou—"
"Aku lelah. Bangunkan aku setengah jam lagi."
Meskipun harusnya Ou-sama bersiap untuk menyantap makan siangnya, Haru tidak memiliki pilihan selain membiarkan Hajime.
"Selamat tidur, Ou-sama."
Haru bersandar pada pohon tua yang telah hidup lebih lama darinya. Wangi bunga mawar yang berbaur dengan bunga lain di taman menyapanya, ia mendongak pelan, menatap langit biru dari sela-sela dedaunan hijau. Langit terlihat sangat biru, awan-awan berlalu dengan cepat karena tiupan angin. Burung-burung kecil berkicau, terbang dari satu dahan ke ranting kecil. Terik matahari tidak mampu menyentuh mereka, hanya ada rasa sejuk di sana.
Haru menjauhkan sebagian poni Hajime yang menutupi wajahnya karena sapuan angin. Pemuda tampan itu memiliki guratan lelah di wajahnya. Haru pikir mungkin ia bisa memberikan waktu tambahan lima atau sepuluh menit untuk Hajime beristirahat. Tentu semua ini ada hubungannya dengan kedatangan raja dari White Kingdom, dan juga sang penyihir. Atau lebih Haru kenal dengan nama Shimotsuki Shun.
Pemuda bersurai putih itu tidak akan bisa dilupakan oleh Haru, baik tingkah dan senyumnya. Terlebih lagi yang membuat Haru berada di sini—di sisi Hajime, adalah Shun.
Tempat yang awalnya milik Shun, diberikan kepada Haru oleh sang penyihir itu.
[Endear]
Hajime pertama kali bertemu dengan Shun saat mereka berumur sepuluh tahun. Berkesan karena waktu itu Shun mendorongnya jatuh dari kastil tertinggi Black Kingdom.
Ia mengenal Shun sebagai sosok istimewa yang diberkahi seperti dirinya. Shun adalah seorang penyihir. Berbeda dengannya yang terpilih menjadi raja selanjutnya di umur yang ke tujuh. Shun terlahir dengan kekuatan penyihir. Tentu saja, terpilih jadi raja tidak berarti serta merta dapat memerintah sesukanya. Hajime mendapat pelatihan oleh para tetua istana sebelum menduduki tahta.
"Kuro-ouji, perkenalkan, aku Shimotsuki Shun." Shun tersenyum, ia menunduk hormat.
Mata Hajime mendapati bunga salju bertebaran dari tubuh anak itu, ia tahu pasti bahwa hanya beberapa orang yang dapat melihatnya. Anak itu pasti ingin menunjukkan hal itu padanya.
"Seperti yang Tsukishiro katakan, kau penyihir."
Shun mengangguk, "Ya, itu benar. Aku adalah kehadiran yang jarang ada di dunia ini~ dan aku akan menjadi penyihir di kerajaanmu."
"Apa yang bisa kau lakukan?"
"Aku bisa melakukan berbagai hal. Terkadang aku bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan."
Mata Hajime menatap Shun serius, "Jadi kau bisa melihat masa depanku?"
"Kau akan jadi raja yang hebat. Aura kepemimpinanmu benar-benar terpancar. Kau memiliki potensi kekuatan yang sangat besar dibanding orang lain."
"Kau baru sepuluh tahun. Kau belum melihat orang sebanyak itu."
"Hehe, itu benar. Tapi aku sudah tinggal di beberapa kerajaan lain sebelumnya. Aku bertemu dengan raja dan banyak orang." Shun mendekatinya. "Dari penglihatanku sejauh ini, kau orang yang memiliki kekuatan paling hebat. Apa kau senang mendengarnya?"
"Entahlah. Kenapa aku harus senang?"
"Semua orang selalu ingin jadi yang terhebat dan tentu saja, terkuat."
"Aku tidak merasa sehebat itu."
"Mari kita lihat." Shun meraih tangan kanan Hajime dan menggenggamnya.
Hajime menyadarinya, anak bersurai putih yang baru dikenalnya itu memeluknya erat kemudian mendorong diri mereka jatuh. Meluncur ke bawah dengan begitu cepat. Ia melihat langit biru seakan mendekatinya, kemudian iris lime green yang menatapnya begitu dekat.
Ia nyaris menghantam tanah dengan keras, namun tiba-tiba tubuhnya terasa ringan, sekitarnya diselubungi cahaya berwarna violet, ia melayang hingga bisa mendarat dengan kedua kakinya perlahan. Namun sedetik kemudian setelah mendarat, tanah bergetar hebat. Hajime mendongak, Shun masih melayang dengan tangan mereka yang bertaut.
"Ini mengagumkan, bukan?"
"Jika maksudmu tentang menjatuhkan diri dari kastil tertinggi, itu adalah tindakan yang gila."
"Tapi kita tidak akan mati dengan mudah. Begitu pula hidup kita, tidak akan mudah. Kita akan menapaki jalan hidup masing-masing. Jalan yang berbeda."
"Ya, aku tahu."
Di umur belia, mereka sudah tahu rasanya membunuh.
XoXo-XoXo-XoXo
Pohon oak itu memiliki daun lebat dengan banyak cabang, menjadikannya sebagai tempat peneduh yang nyaman untuk dijadikan tempat istirahat, selain itu juga karena hanya ia dari beberapa dari tumbuhan yang hidup di halaman kastil Black Kingdom. Beberapa lainnya hanyalah pohon hias yang daunnya mulai rimbun dan rumput pendek.
Mereka berada di bawahnya, Hajime bersila sambil membersihkan pedang kerajaan yang menjadi hak miliknya sekarang. Di sebelahnya, Shun memainkan sihirnya, melambungkan bunga-bunga salju untuk mendinginkan sekitarnya.
"Hei, Ou-sama. Ini tempat yang luas sekali, akan lebih bagus jika ada kolam air dan taman bunga. Yang luas."
"Kita tidak ada waktu untuk memperindah kastil, perang belum berakhir."
"Benar juga yaa…" Shun mendesah pelan, "Para bunga pun tentu akan sulit bertahan hidup karena kobaran perang. Tapi Hajime, sebentar lagi perang akan berakhir."
Hajime berhenti dari kegiatannya, "Perang akan berakhir?"
"Ya, perang akan berakhir karena perjanjian damai. Tapi aku tidak tahu itu akan bertahan berapa lama. Kuharap untuk seterusnya."
"Kalau begitu, setelah perang berakhir, aku akan membuat taman bunga di sini. Seperti yang kau inginkan."
"Oh~ aku akan menantikannya, Ou-sama!"
Namun Shun pergi sebelum janji itu berhasil Hajime penuhi.
XoXo-XoXo-XoXo
Mereka mengikutinya, Shun dan Hajime duduk bersebelahan menyaksikan deklarasi gencatan senjata dari jarak dekat. Para tetua saling bersalaman dan tersenyum satu sama lain. Rasanya sulit dipercaya, beberapa waktu lalu prajurit mereka justru saling menikam, namun mulai hari ini semua hal itu dilarang untuk dilakukan. Shun menatap semua orang yang berada di sana, hingga tidak sengaja bertatap pandang dengan seorang pemuda beriris biru. Kai Fuduki, Shun mengingat namanya, sosok yang menjadi raja di White Kingdom.
Shun memberikan senyumannya, membuat Kai sedikit terkejut. Ia tampak mengelus surai kecoklatannya sebelum balas memberikan cengiran.
Itu pertemuan pertama yang sederhana.
XoXo-XoXo-XoXo
Malamnya, Shun bermimpi melihat sebuah masa depan; sebuah peperangan dimana Hajime—raja Black Kingdom dan Kai—raja White Kingdom berusaha saling membunuh.
XoXo-XoXo-XoXo
[tbc]
XoXo-XoXo-XoXo
10/02/2018
m/p: lagu-lagu Quell dan Growth
-Kirea-
