I Don't Own the Characters. Copyright : Mangaka Eyeshield 21
Original artwork of cover book is not mine. Just Modified it.
Diyari De Present : If You Love Me, Let Me Get You Back ( Trilogi If You Love Me - Final )
Sangat disarankan untuk membaca kedua cerita yang sebelummnya :
1. If You Love Me, Let Me Know
2. If You Love Me, Let Me Stay
.
.
Chapter 1
.
.
"Mama," sapa seorang anak kecil berumur delapan tahun saat Mamori mendorong dari luar pintu kafe untuknya dan anak itu langsung melesat masuk ke dalam.
Hari masih terlalu pagi untuk sebuah toko buka, tapi berbeda dengan kafe ini. Karena Mamori sudah kenal baik dengan pelayannya.
Kafe ini termasuk kafe yang buka lebih pagi karena memang dikhususkan untuk karyawan yang berangkat kerja pagi hari. Mamori melihat ke dalam tersenyum kepada pelayan lelaki yang sedang menurunkan kursi. Dia lalu beralih melihat pelayan perempuan yang tak lain adalah tetangga depan apartemennya.
"Seperti biasa, Anezaki Sensei?" tanya Takagi Saori. Ibu dari Takagi Ito, anak yang selalu bersamanya setiap pagi. Karena masalah waktu bekerja, Saori tidak bisa mengurus keperluan Ito saat berangkat sekolah. Saori harus bersiap-siap membuka toko pagi-pagi. Sementara suaminya yang mengurus keperluan Ito di pagi hari sebelum dia berangkat kerja. Selanjutnya Mamori lah yang bertugas membawa anaknya ke sekolah. Bukan masalah untuknya, karena Ito juga salah satu murid di sekolahnya, ditambah dia bisa meminum coklat hangat gratis setiap pagi. Selain itu memang orang tua tidak dianjurkan untuk mengantar anaknya sampai sekolah.
"Ma. Aku aku mau susu cokelat ditambah dengan es krim," rajuk Ito kepada mamanya yang sudah berdiri di belakang bar menyiapkan minuman untuk dibawa Mamori.
"Sekarang masih pagi Ito. Nanti perutmu kram," ujar Mamori yang berdiri di belakang Ito.
Saori tersenyum. "Betul kata Anezaki Sensei."
Ito cemberut mendengarnya.
"Pagi ini susu cokelat hangat seperti biasa, nanti pulang sekolah mama akan membuatkan susu cokelat dengan es krim."
"Betul ma?"
Saori mengangguk mengiyakan.
Saori memberikan botol berisi cokelat hangat dan susu cokelat kepada Mamori. "terima kasih Takagi-san."
"Dah mama." Ito lalu mencium pipi Saori dan berlari keluar kafe.
.
.
Anezaki Mamori duduk di kursi meja kelasnya saat murid-murid berlarian bermain di lapangan dan sebagian yang lain duduk di kelas sambil menikmati bekal makanan mereka. Dia sedang membereskan laptop dan peralatan lain di atas meja.
"Anezaki Sensei," sapa seseorang sambil mengetuk pintu. Mamori tersenyum membalasnya. "Ayo makan."
Mamori mengangguk. "Sebentar. Nanti aku menyusul."
"Oke."
Setelah selesai, Mamori lalu keluar kelas menuju ruangan guru. Dia lalu duduk di kursinya dan mengambil bekal yang dia letakkan di atas meja.
"Kamu bawa apa Mamiya Sensei?" tanya Mamori ke guru yang duduk di sebelahnya yang sudah lebih dulu makan. Mamori melongokan kepala ke meja sebelah dan terkagum-kagum melihatnya. "Wah. Cantik sekali. Jika itu bekalku, aku ragu akan memakannya."
Mamiya tertawa. Suaminya memang seorang koki di salah satu restoran di Aichi. "Oh ya Anezaki Sensei, kamu pernah mencoba restoran sushi di persimpangan dekat stasiun?"
Mamori menjawab dengan menggeleng.
"Kapan-kapan kita kesana. Katanya enak sekali," lanjutnya.
Sejak pindah ke daerah Aichi satu setengah tahun lalu. Mamori memang belum terlalu mengenal tempat ini. Dia berhenti bekerja dari tempat kerjanya dulu. Sejak kejadian itu, Mamori sangat ingin meninggalkan apartemennya, kalau bisa dia ingin meninggalkan Tokyo. Untungnya hal tersebut diizinkan oleh orang tuanya, mengingat itu demi bisa menyembuhkan keadaan Mamori. Baik fisik dan juga batinnya.
Mamori pun mencari pekerjaan segera mungkin yang ada di luar Tokyo. Dia pun mendapatkannya di wilayah Chubu, tepatnya di daerah Aichi. Dia mengajar sebagai guru SD disini. Beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru membuatnya teralihkan dari mimpi buruknya.
Kondisi fisiknya memang bisa sembuh dalam hitungan bulan, tapi tidak dengan dengan pikiran dan perasaannya. Mamori ingin melupakannya. Dirinya tidak bisa terus seperti ini. Mamori bisa hidup dengan baik dari luar. Tapi dulu, beberapa bulan ke belakang, Mamori selalu rutin ke psikolog. Dokter menyarankan agar Mamori berusaha untuk melakukan banyak kegiatan dan mencari cinta baru. Dia bahkan selalu meminum obat tidur selama hampir dua bulan.
Mencari banyak kegiatan memang sudah dilakukannya, dan terbukti dirinya bisa melupakannya sejenak. Perlahan dia tidak minum obat tidur lagi. Dia pun sudah mengurangi jadwal kunjungannya ke dokter. Tapi untuk mencari cinta baru. Mamori tidak sanggup melakukannya. Karena baginya, dia tidak bisa bersama orang lain lagi. Dia tidak bisa mencintai orang lain lagi. Hatinya seperti ada lubang besar. Dan bagian yang hilang itu, sudah tercabik-cabik tak tersisa oleh orang itu. Orang tidak berperasaan yang menciptakan mimpi buruk Mamori setiap malam.
.
.
Mata yang biru, rambut cokelat kemerahaan yang lurus melewati pundak, senyum yang indah yang bisa membuat orang lain terdiam memandanginya, dan tubuhnya yang kecil itu yang sanggup menenangkan dirinya. Dia adalah malaikat. Hiruma yakin bahwa wanita ini adalah malaikat yang diciptakan untuknya. Dan Hiruma hanya bisa memandang sosok itu lewat gambar di layar laptopnya.
Sudah hampir dua tahun terlewati sejak kejadian itu. Hari berlalu dengan tenang. Hiruma yakin dirinya sudah menentukan pilihan yang tepat. Setidaknya itulah yang dia tegaskan pada dirinya sendiri. Tapi kenyataannya, Hiruma sadar benar bahwa dirinya tidak baik-baik saja.
Hiruma bisa melihat sosok wanita itu dimana pun. Dia bisa melihatnya di bangku penumpang pada mobilnya, dia bisa melihat senyumannya di balik kopi hangat yang diminumnya, dia bisa mencium wangi tubuhnya dibalik selimut tempat tidurnya. Wanita itu ada dimana-mana. Dia selalu ada di setiap Hiruma memejamkan mata. Dan Hiruma sangat merindukannya.
"Kau seperti orang bodoh," ejek Mina dari balik layar pc pengintai, yang mengintip melihat Hiruma yang duduk di depannya.
Hiruma diam, tidak menggubris ejekannya. Toh semua penghuni ruangan ini tahu, bahwa Hiruma memang orang bodoh yang begitu saja melepaskan wanitanya.
"Kalau kau memang sudah niat ingin berhenti, lakukanlah dengan benar," lanjut Mina lagi. "Jangan datang kesini lagi."
Miura yang sedari tadi diam akhirnya angkat suara melihat kedua 'junior'nya. "Sudahlah Mina. Dia memang sedang bosan dan kurang kerjaan."
"Jangan salahkan kami jika bos kesini dan dia memberimu tugas," sahut Mina lagi.
"Berisik. Dia tidak akan berani melakukannya. Dan lagi si botak sialan itu tidak mungkin kesini sebelum memberitahuku."
"Kau ingin membantuku Hiruma? Aku punya laporan yang belum kuketik," ujar Miura.
Hiruma melirik tajam ke Hiruma. Dia lalu segera membereskan laptopnya dan memasukannya ke tas.
"Cara paling ampuh untuk mengusirmu," ujar Mina tersenyum meledek.
"Sialan kalian berdua," balas Hiruma menuju pintu. "Kudoakan kerjaan kalian tambah susah tanpa aku." Hiruma lalu menutup pintu dan berjalan di lorong menuju lift.
Saat tiba di lantai kamar apartemennya, ponsel bergetar dari saku jasnya. "Ya," sahutnya.
"Selamat siang Direktur Hiruma. Mr. Lee dari Kanada ingin menemui anda besok pagi jam sepuluh," ujar sekretarisnya.
"Ya. Bilang padanya untuk datang tepat waktu, karena aku akan pergi siangnya," balas Hiruma. "Dan tunda semua jadwalku untuk dua minggu ke depan."
"Apa anda ada pertemuan ke luar kota, Direktur?" tanya Sekretarisnya.
"Aku akan pergi liburan," jawab HIruma. "Ke Aichi."
.
.
Bukan Hiruma Youichi jika dia tidak tahu dimana Mamori berada. Hiruma punya banyak mata dan telinga. Dia bahkan bisa melihat cctv yang merekam supermarket yang biasa dikunjungi Mamori setiap hari rabu dari layar pc tempat Mina biasa bekerja. Hiruma tahu semuanya, dan dia juga tahu bahwa tidak ada satu laki-laki pun yang berhasil memenangkan hatinya.
Walau sudah hampir dua tahun, atau lebih tepatnya dua puluh satu bulan sejak terakhir Hiruma meninggalkannya di rumah sakit waktu itu, Mamori tidak pernah terlihat bersama lelaki lain selain rekan kerja di sekolahnya. Informannya bilang bahwa Mamori terlihat seperti wanita yang sudah punya seseorang di hatinya. Dia seperti tidak terbuka jika ada lelaki yang ingin mengenalnya lebih dekat. Mamori selalu menjaga jarak dan tidak ingin terlibat lebih dalam. Karena itu tidak ada yang berani mendekatinya.
Jika memang benar seperti itu. Apakah masih ada harapan untuk Hiruma. Apakah rasa cinta itu masih ada untuknya. Hiruma masih ragu akan hal itu. Dia ingat benar bahwa dirinya lah yang telah meninggalkannya, melepaskannya, bahkan melukai hatinya. Hiruma sangat sadar apa kesalahannya, dan jelas Mamori pasti tidak akan memaafkannya. Karena itu, Hiruma akan mendapatkannya kembali bagaimanapun caranya.
.
.
Tepat jam bel masuk sekolah saat Mamori dan Ito sampai di gerbang sekolah dengan tersengal-sengal.
"Selamat Pagi Anezaki Sensei," sapa penjaga gerbang, Suijiro. Saat lelaki berusia lima puluhan itu menutup gerbang setelah mereka lewat. "Tumben sekali telat."
"Pagi. Suijiro-san," balasnya sedikit kelelahan karena berlari kecil sampai gerbang tadi. "Aku tidak bisa menemukan sepatu kets-ku," lanjut Mamori. Dia membutuhkan sepatu kets untuk senam pagi setiap seminggu sekali.
"Sensei, aku ke kelas dulu," sahut Ito melambaikan tangan dan langsung berlari ke kelasnya.
"Ya. Hati-hati Ito," jawab Mamori. "Aku juga ke kelas dulu. Sampai nanti Suijiro-san," ujar Mamori kepada Suijiro. Dia lalu membalasnya dengan senyuman.
.
.
Waktu menunjukkan pukul sebelas siang saat Mamori tengah berkeliling memeriksa pekerjaan anak yang tengah membuat kerajinan tanah liat. Beberapa saat kemudian bel istirahat kedua berbunyi.
"Ayo anak-anak. Kita istirahat dulu. Jangan lupa cuci tangannya sebelum kalian makan siang," ujarnya sambil berjalan ke depan menuju mejanya.
"Ya Sensei," jawab murid-muridnya serempak.
Mamori lalu membereskan tasnya dan berjalan ke ruang guru. Dia lalu berpapasan di pintu kantor dengan rekan guru perempuan. "Anezaki Sensei. Ada kiriman sesuatu di mejamu," bisiknya tersenyum.
"Kiriman?" balasnya bingung.
"Ya," balasnya mengangguk. "Liat saja," ujarnya sambil berlalu ke luar ruangan.
Mamori masuk dan menuju mejanya. Dia melihat tiga tangkai bunga tulip putih di pot tanaman mini dengan pita merah. Mamori melihat lalu membuka lembaran kertas yang terselip di pita itu.
Maaf
Mamori membaca tulisan itu dengan penuh kebingungan.
"Kamu bertengkar dengan pacarmu, Anezaki Sensei?" tanya Mamiya di samping kursinya melihat Mamori yang berdiri memegangi kertas di tangannya. "Maaf. Aku membacanya tadi."
Mamori menoleh sesaat, masih dalam bingungnya. "Ah ya. Tidak apa-apa," sahutnya, perlahan duduk dan masih tetap berpikir.
Mamori bukan bingung tentang siapa pengirim bunga ini. Awalnya dia memang bertanya-tanya siapa pengirimnya. Namun setelah dia membaca tulisannya, satu kata saja sudah menjawab semuanya. Mamori tentu tahu siapa pengirimnya. Hanya saja, dia kepikiran bagaimana orang ini tahu keberadaan Mamori. Selama ini dia berhasil menyembunyikan dirinya dari segala kenangan pahit. Dan tiba-tiba saja orang ini muncul dengan bunga yang seolah berkata, orang itu selalu tahu kemana pun Mamori pergi.
"Ada apa Sensei? Wajahmu seperti baru saja melihat hantu," sahut Mamiya menyadarkan Mamori.
"Kapan bunga ini datang?"
Mamiya mengangkat bahu. "Aku juga baru saja sampai. Mungkin Suijiro-san yang membawanya kesini. Kamu tanya saja padanya."
Tidak perlu memunggu lama, Mamori lalu keluar dari bangkunya dan menuju ke Suijiro. Setelah bertanya, Mamori tidak mendapat jawaban yang diinginkannya. Karena memang bunga ini pasti dikirim dari toko bunga. Suijiro juga memberikan tanda terima dari toko bunga tersebut ke Mamori. Dengan segera Mamori menelepon toko bunga tersebut.
"Saya Anezaki Mamori dari SD Kawatori I. Saya mau menanyakan tentang kiriman bunga..."
"Oh ya Anezaki-san. Saya ingat," sela suara perempuan di seberang. "Apa ada masalah dengan bunganya?"
"Ah tidak... Saya cuma ingin tahu siapa orang yang mengirim bunga ini?" tanya Mamori langsung.
"Maaf saya tidak tahu," balas petugas itu. "Saya hanya menerima telepon dari seorang perempuan untuk mengirimkan bunga. Dia tidak mengatakan dari siapa bunga itu akan diantar. Dia juga melakukan pembayaran via transfer."
"Perempuan?"
"Ya," balasnya. "Saya bisa lihat nama pengirim biayanya. Sebentar."
"Siapa?"
"Namanya Shinomiya Kaya."
.
.
Shinomiya Kaya mengalihkan pandangan dari laptopnya saat pintu ruang pertemuan terbuka dan tiga orang keluar dari sana. Salah satunya adalah Direkturnya. Dia lalu bangkit dari kursinya dan menundukkan kepala saat tamu dari Kanada jalan melewati mejanya. Perempuan tiga puluh tahunan itu lalu mengangkat kepalanya kembali dan melihat Hiruma yang berdiri di depan meja.
"Kau sudah melakukannya, heh?" tanya Hiruma.
Shinomiya mengangguk. "Ke SD Kawatori I, Aichi. Untuk Anezaki Mamori. Lengkap dengan pesan yang Direktur ingin sampaikan."
"Bagus," balas Hiruma. Dia lalu melihat ke jam tangannya. "Aku akan bersiap sebentar lagi. Kau sudah alihkan semua jadwalku dua minggu ke depan?"
"Ya. Sesuai perintah Direktur."
"Oke. Kalau begitu aku pergi."
Shinomiya lalu menundukkan badannya sementara Hiruma berjalan menuju lift.
.
.
To Be Continue
.
.
Catatan Kecil :
Haaaai ! Apa kabaaaar pembaca tercinta. Siapa yang kangen (cerita) saya?
Okey.. Pertama-tama. Ini judul fict kelewat panjang. Tapi karena saya tidak bisa menemukan kata yang pas hanya dengan satu kata (karena yg pertama let me know, kedua let me stay) jadilah saya pakai kata-kata get you back. Selesai. Itu soal judul.
Kedua. Saya mohon maaf untuk pembaca yang berharap-harap pada chapter terakhir fict about that night. Mohon maaf, karena saya tidak bisa membalas review kalian (maaf karena di PHP in) Tapi sekali lagi, saya selalu membaca review kalian dan senyum-senyum sendiri. Karena itu, tetaplah memberikan review penyemangat kalian.
Ketiga. Kenapa saya membuat lanjutan dari if you love me ini? Karena saya sadar dan tahu betul kalau pembaca tidak puas dengan akhir cerita ini yang terlalu cepat. Karena itu, saya sudah hapus bagian terakhir cerita let me stay. Jadi cerita di fic kedua dibuat menggantung. ceritanya akaDilihat dari reviewnya maupun jumlah review, fav, dan follow. Fic let me stay lah yang paling ga sreg di hati pembaca dibanding fic yang lain. Alasannya pun beragam. Bisa karena genre nya, ending yang tidak memuaskan, atau banyaknya chara tambahan kurang detail penjelasannya. Karena itu, dari dulu memang sudah punya niatan untuk membuat trilogi if you love me - final ini.
Jadiii... Cukup sekian celotehan saya yang memuat lebih dari 250 kata ini. Terima kasih untuk yang pembaca yang setia menunggu. Doakan semoga urusan saya lancar dan punya kesempatan untuk terus menulis kelanjutan cerita ini. Semoga kalian tidak kecewa dengan pilihan saya yang membuat lanjutan cerita ketimbang membuat cerita baru. Karena jujur, saya belum punya ide baru untuk membuat fic Hirumamo kembali ramai.
Oke... Kecewa atau bahagianya kalian upload cerita baru, jangan lupa tulis di review ya.
Ingin berbagi ide dan saran atau sekedar mengobrol? PM saja. Karena banyak juga yang sudah PM ke saya.
Salam : De
