Shingeki no Kyojin (c) Isayama Hajime
Story (c) Hanasemi
Warning : OOC, ngawur, undefined couple, typo, dll dsb
Fanfic ini hanya untuk memuaskan author, tidak mengambil keuntungan material lainnya
Hope you'll enjoy!
Belakangan ini Eren selalu merasa tidak tenang. Malam hari tidurnya tidak nyenyak. Di siang hari pikirannya sulit untuk diajak berkonsentrasi ketika latihan.
Otomatis hal ini menambah kerutan di antara kedua alis Corporal Levi dan kecemasan Mikasa.
Semuanya dimulai setelah dia mendengarkan cerita hantu dari Jean. Saat itu mereka—Eren, Armin, Reiner, Bertholdt, dan Connie—sedang berkumpul di kamar Jean dan Connie. Sekadar berbagi pengalaman setelah perjalanan mereka ke luar dinding.
Dan tiba-tiba saja, Jean bercerita tentang 'penunggu' benteng bekas markas pasukan pengintai—yang sekarang beralih fungsi menjadi tempat persembunyian anggota squad khusus Levi termasuk Eren. Tidak ingin menyia-nyiakan kenyataan itu, Jean pun mencoba untuk menakut-nakuti Eren dengan membumbui ceritanya supaya lebih seram.
Sebenarnya cerita yang disampaikan oleh Jean tidak begitu menyeramkan. Namun anehnya, cerita tersebut ternyata membawa dampak yang tidak terduga kepada Eren. Tidurnya tidak bisa nyenyak karena telinganya selalu menangkap suara ketukan pada pintu kamarnya—yang ketika dibukakan ternyata tidak ada siapapun disana. Siangnya dia bagaikan berhalusinasi akan bayang-bayang yang selalu mengawasi aktivitasnya.
"Eren,"
"ASTAGHFIRULLAHULADZIM SIAPA ITU?!" Eren nyaris terjengkang ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang.
Keringat dingin menetes di dahinya ketika mengetahui rupa orang yang tadi diteriakinya dengan ucapan istighfar itu. Corporal Levi.
Tidak, kenapa malah orang yang lebih menakutkan dari setan manapun ini yang kukira hantu? Batinnya berteriak kencang.
"A—ano, maaf Heichou. Tadi saya sedang melamun, makanya..."
Terlambat, pria yang lebih pendek sepuluh centi darinya itu sudah keburu memasang ekspresi tersinggung.
"Hukumanmu kutambah menjadi seribu sembilan ratus push up, Yeager."
.
.
"Eren, akhir-akhir ini kau terlihat kuyu sekali. Ada apa?" Tidak tahan melihat Eren yang seminggu ini tidak pernah absen mendapat hukuman dari orang pendek yang paling dibencinya, Mikasa akhirnya bertanya.
"Hah?" Eren yang tadinya sedang asyik bengong, menoleh ke arah Mikasa yang kini menatapnya cemas. Saat ini mereka sedang berkumpul untuk makan siang.
"Ah ... itu, aku hanya kurang tidur." Jawab pemuda brunette tersebut seraya menggigit roti yang sedari tadi hanya digenggamnya.
"Iya, kuperhatikan akhir-akhir ini kau terlihat tidak bersemangat. Padahal biasanya 'kan kau yang paling giat dalam latihan," Armin ikut menimpali. Kangen juga dia melihat Eren yang selalu menjadi panutannya dalam meningkatkan semangat berlatih.
Eren hanya diam. Mulutnya sibuk mengunyah campuran roti dan sup jatah makan siangnya.
Duh kasih tahu ke mereka nggak ya... Pikirannya menimang-nimang, antara ingin menceritakan masalahnya kepada kedua teman masa kecilnya itu atau tidak.
Tapi gengsi manusia setengah titan itu berkata untuk tidak memberi tahu mereka. Eren tidak ingin Mikasa dan Armin menganggap dirinya seorang penakut.
"Jangan-jangan kau kepikiran dengan ceritanya Jean, ya?"
JEDER!
Pemilik mata bulat itu tersedak mendengar pertanyaan Armin yang menohok. Melihat itu, buru-buru Mikasa memberinya segelas air minum—yang langsung ditenggak habis oleh Eren. Sejak kapan Armin belajar membaca pikiran orang? Eren mengelap bibirnya, berusaha bersikap tenang.
Tentu saja melihat reaksi spontan dari temannya itu membuat Armin makin yakin bahwa dugaannya tepat. Walau dia tidak habis pikir kenapa Eren sampai begitu terpengaruhnya oleh cerita hantu. Padahal, pemuda berambut pirang yang biasanya dikategorikan paling penakut di antara teman-temannya itu pun tidak merasa takut sama sekali dengan cerita seram yang disampaikan oleh Jean. Bagaimana bisa takut jika Jean sendiri menceritakannya sambil main-main?
"Apa benar yang dikatakan oleh Armin itu, Eren?"
Eren memalingkan wajahnya dari Mikasa dan Armin yang menatapnya meminta penjelasan. Berharap bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. Hancur sudah harga diri yang sudah dijaganya selama bertahun-tahun ini.
Sungguh, baru kali ini Eren berharap ada titan yang tiba-tiba menerobos masuk—sehingga dia memiliki alasan kuat untuk keluar dari pembicaraan dengan topik yang sangat menyudutkannya itu.
"Ten—tentu saja tidak! Mana mungkin aku takut dengan cerita yang mengada-ada itu, haha..."
Eren berusaha mengelak dari tuduhan yang bukan tergolong fitnah itu dengan tertawa. Tapi baik Armin maupun Mikasa bisa melihat kecanggungan yang terpampang jelas dalam nada suara dan mimik Eren.
"Eren,"
Mikasa menatap mata jade Eren dengan tajam. Seperti ibu yang tengah menyudutkan anaknya agar mengakui kebohongannya.
Eren yang memang pada dasarnya tidak bisa berbohong dengan baik, menunduk. Menyerah kepada tatapan Mikasa.
"Akhir-akhir ini ada yang mengetuk pintuku setiap malam," tutur Eren dengan berat hati.
Mikasa dan Armin saling melempar pandang. Ooh ... ternyata ini yang mengganggu konsentrasi Eren selama seminggu.
Mereka berusaha menahan tawa agar tidak menyakiti perasaan Eren. Teman kecil mereka itu ternyata memang imut sekali.
Tapi mata jade itu menangkap getaran aneh pada pundak kedua orang yang menjadi partner makannya. Merasa ditertawakan, Eren pun segera beranjak dari kursinya. Betapa bodohnya dia mau menceritakan keresahannya kepada Armin dan Mikasa.
"Eh, Eren, tunggu!" Mikasa menahan tangan Eren. Menyesal karena menertawakan saudara angkat sekaligus orang yang sangat disayanginya itu. "Kami tidak bermaksud untuk mengejekmu."
"Itu benar Eren, sebaiknya kita mendiskusikan cara agar masalahmu tidak berlanjut." Armin berusaha menghibur temannya yang sedang merajuk itu.
"Benarkah kalian mau membantuku?" Walaupun masih agak kesal, Eren melempar tatapan berharapnya kepada teman-temannya.
Senyumnya merekah ketika melihat anggukan mantap dari Armin dan Mikasa.
"Tapi jangan cerita ke orang lain lho,"
Duh, Eren manis sekali... batin Mikasa. Wajahnya yang dingin berhasil menutupi hasratnya untuk mencubit pipi Eren.
.
.
Eren terdiam mematung tepat di depan pintu ruangan dimana orang yang ingin ditemuinya berada. Di sebelahnya ada Mikasa yang—tentu saja—setia menemani pemuda brunette itu kemanapun dia pergi. Gadis berwajah oriental itu mulai menunjukkan gestur tidak sabaran karena pintu di depannya tidak kunjung dibuka oleh Eren sejak lima belas menit yang lalu.
"Mikasa, apa aku benar-benar harus menyampaikan hal ini kepadanya?" Eren menatap Mikasa dengan pandangan ragu.
"Hanya ini pilihannya jika kau ingin segera lepas dari penderitaanmu, Eren"
Eren menghela nafas. Tangannya bergerak mengetuk benda yang terbuat dari kayu di depannya.
TOK TOK TOK
"Masuk,"
Pemuda berdarah Jerman itu dengan hati-hati membuka pintu dan melangkahkan kakinya ke dalam ruangan, diikuti dengan gadis yang sedari tadi menemaninya. Matanya menyorot ke pemilik ruangan yang sedang meminum tehnya.
"Maaf mengganggu, Heichou."
Ya, satu-satunya orang yang menurut prediksi Armin dapat menyelesaikan masalah Eren adalah atasannya sendiri—Levi Heichou. Yang juga menempati bangunan yang sama dengan pemuda penuh percaya diri itu.
"Ada keperluan apa?" Mata gelap penuh intimidasi itu bergerak malas ke arah orang yang telah mengganggu jam istirahat siangnya. Tidak biasanya bocah yang kini sedang dalam masa pengawasan itu datang ke ruangannya di saat jam santai.
Eren bungkam. Ia sangat-sangat tidak ingin orang yang diseganinya itu mengetahui masalahnya yang menggelikan. Terbayang komentar yang akan dilontarkan Corporal-nya begitu tahu dirinya ternyata takut dengan hantu. Tidak, Eren belum siap untuk menerima komentar menyakitkan dari orang yang bermulut pedas di depannya ini.
"Apa kau tuli, Eren Yeager?" Wajah Levi mulai menunjukkan mimik yang tidak mengenakkan. Kesal karena bocah di depannya tiba-tiba terdiam.
"Ah! Iya, begini... Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena akhir-akhir ini saya tidak berkonsentrasi penuh dalam latihan. Itu ... karena saya kurang tidur," Eren diam lagi. Tidak sanggup untuk mengatakan kelanjutan kalimatnya—alasan mengapa ia tidak bisa tidur.
"Lalu apa urusannya denganku, bocah?"
Pemimpin squad khusus itu mendengus kesal, Lalu aku harus datang mengeloninya setiap malam agar tidurnya nyenyak, begitu? Menggelikan. Tangannya kembali meraih cangkir berisi teh hitam di mejanya, kemudian menyesapnya. Moodnya bertambah buruk karena waktu santainya diinterupsi oleh seorang bocah yang datang hanya untuk mengadu tidak bisa tidur.
"Eren tidak bisa tidur karena takut dengan hantu yang selalu mengetuk pintunya di malam hari, sir."
Mikasa tidak tahan menunggu Eren yang mematung tanpa ada niat untuk melanjutkan kalimatnya. Kalau bukan karena cemas dengan Eren yang kurang tidur, mana sudi dia berlama-lama di dalam satu ruangan dengan lelaki pendek yang telah menjadi musuhnya sejak sidang dimana Eren dibuat babak belur tanpa ampun.
"MIKASA...!"
Eren merutuki gadis yang selalu bertingkah seperti kakaknya itu dengan tatapan membunuh. Sayangnya, yang ditatap tidak sedang menoleh ke arahnya.
Benar saja dugaan Eren. Corporal-nya itu kini tengah melempar pandangan menyedihkan ke arahnya.
"Bagaimana bisa bocah yang pernah bertekad untuk membunuh seluruh titan di dunia dengan tangannya sendiri menakuti sesuatu yang tidak jelas keberadaannya?" dengus Levi dengan nada yang sangat meremehkan.
Saya juga heran, sir. Eren mengakui di dalam hati. Malu terhadap dirinya sendiri.
Herannya, yang menjadi panas mendengar sindiran tersebut ialah Mikasa—bukan Eren yang sedang menjadi objek sindiran utama. Tangan gadis berambut hitam itu mengepal. Wajahnya secara terang-terangan memberi tatapan kebencian kepada orang yang di matanya selalu menyiksa saudara angkatnya itu.
"Seharusnya anda sebagai atasan membantu menyelesaikan masalah bawahan anda, sir. Bukan merendahkan mereka."
Levi menatap heran gadis yang sedang mengkritiknya itu. Heran karena tingkahnya yang berlebihan terhadap Eren. Sejak kapan bocah itu memiliki ibu angkat?
Yang sedang dibicarakan hanya bisa diam melihat kedua orang di depannya yang saling beradu tatapan permusuhan. Hatinya masih kesal karena Mikasa yang—lagi-lagi—terlalu mencampuri urusannya. Tapi dia tidak berani menginterupsi pertarungan tatap-tatapan yang sedang berlangsung sengit di hadapannya itu.
"Eren, ceritakan dengan singkat kronologis penyebab tidurmu terganggu." Levi kembali menatap pemuda brunette itu dengan malas. Memutuskan untuk mendengar masalah Eren.
Merepotkan sekali harus mengawasi bocah manja yang selalu didampingi oleh 'ibu' over-protektifnya, rutuknya dalam hati.
.
.
"Jean,"
Pemuda tinggi itu terpaku.
Ada apa ini? Ketika sedang bermaksud untuk masuk ke kamar, telinganya menangkap suara yang sangat dikenalinya. Suara dari wanita yang selama ini selalu mengisi pikirannya. Menjadi mimpi dan harapannya.
Dan untuk pertama kalinya dia mendengar suara itu memanggil namanya. Bukan nama rivalnya.
Perlahan Jean menolehkan kepalanya ke arah pemilik suara tersebut. Takut akan kemungkinan terkecoh oleh halusinasinya sendiri.
Subhanallah ... bidadari surga ternyata benar-benar nyata.
Jean terpukau melihat kenyataan yang indah. Mikasa sedang berdiri di hadapannya. Mikasa yang selama ini hanya peduli dengan Eren, kini tengah menatapnya. Mikasa yang selama ini selalu memanggil nama Eren, kini menyebut namanya.
Mungkin jika saat itu tiba-tiba ada titan yang menangkapnya, Jean bisa mati dengan senyuman.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Ada yang ingin dibicarakan?
Jantung Jean berdebar tidak karuan. Apa yang ingin dibicarakan oleh seorang wanita malam-malam begini? Jangan-jangan Mikasa mulai mengakui ketampanan Jean dan menyadari bahwa dirinya lebih keren dibandingkan dengan Eren.
Apa mungkin Mikasa ingin menyatakan cinta?
Wajah pemuda itu memerah. Oh tidak, Jean lelaki sejati yang tidak akan membiarkan seorang wanita untuk menyatakan perasaannya. Terutama spesies cantik seperti Mikasa. Tidak, menyatakan cinta itu adalah tugas seorang lelaki. Itu adalah tekad yang dianut oleh dirinya sejak dia mulai mengenal rasa cinta.
"A—aku juga ingin menyampaikan sesuatu, Mikasa."
Baiklah, sebelum Mikasa sempat melancarkan serangannya, Jean akan menyatakannya. Malam ini juga.
"Aku men—"
Belum selesai dia bicara, kalimatnya sudah terpotong.
"Kudengar kau menceritakan cerita hantu kepada Eren."
Hah?
"Kau tahu Eren itu selalu menanggapi semua hal dengan serius. Dia sampai tidak bisa tidur karena memikirkan ceritamu."
Eren, tidak bisa tidur?
"Aku kecewa dengan sikap kekanakanmu, Jean. Tolong jangan diulangi lagi, terutama kepada Eren."
Setelah menyelesaikan kalimat tersebut, Mikasa berbalik menuju kamarnya. Mikasa tahu kalau Eren sudah berkata agar mereka merahasiakannya. Tapi dia tidak ingin insiden seperti ini terulang kembali. Maka, usai makan malam, gadis oriental itu memutuskan untuk menegur Jean.
Aku kecewa dengan sikap kekanakanmu.
Aku kecewa dengan sikap kekanakanmu.
Aku kecewa.
Yang ditinggalkan masih terpaku di tempatnya semula. Pikirannya masih dipenuhi oleh kalimat terakhir yang dilontarkan Mikasa. Hatinya perih setelah mengetahui tujuan utama kunjungan gadis yang menjadi pujaannya. Matanya terasa basah menyadari khayalan-khayalannya indahnya ternyata meleset jauh dari kenyataan.
"Sialan kau, Eren."
Jean mengutuk nama pelaku yang telah menjatuhkan harapannya dari langit tingkat ketujuh langsung menuju tajamnya batu karang.
.
.
Tubikontinyu
A/N :
Taratengkyu semuanya yang udah ngebaca fanfic pertama saya di fandom ini! Semoga kalian suka
awalnya ide ff ini muncul setelah mendengar wintersia mengeluh nggak bisa tidur habis mimpi didatengin hantu
jadi lah saya pake ide itu untuk sebagian bahan ff ini
mohon ampun kalau ada pemilihan kata yang janggal dan kurang disukai readers, karena sesungguhnya ini hanyalah fanfic dari tangan seorang awam demi memuaskan imajinasinya sendiri QwQ *cipika cipiki*
Saya selaku author akan sangat bersemangat jika readers bersedia menyumbang review AwA
