Cuaca mendung, langit akan menangisi bumi. Suara gemuruh guntur dan sesekali kilatan cahaya muncul membuat hari terlihat sangat tidak menyenangkan. Angin berhembus kencang membuat dahan-dahan pohon tinggi menari mengikuti arah sang angin. Kadang aku berpikir kalau si pohon terlalu naif karena terus saja membiarkan angin mengendalikannya, tetapi ternyata mereka melakukan tarian yang anggun, mereka sangat serasi.
Langit dan bumi, entah mengapa perumpaan itu dijadikan sebagai perbedaan yang sangat jauh. Langit yang jauh itu langit yang mana? Mungkin karena langit yang tak pernah menunjukkan batasnya. Langit yang dihiasi permen kapas itu, ada? Langit yang sering menangisi bumi itu adakah? Langit tempat para manusia melukiskan angan-angan mereka, itu terlihat jelaskah?
"Apa yang kau pikirkan?" suara khas bariton menarikku dari pikiranku
Gaara, sosok yang sangat menabjubkan, bahkan saat aku sedang serius memikirkan sesuatu ia selalu saja bisa mengalihkan pikiranku. Dia hadir dalam sekejap disampingku bersama dengan datangnya angin, dia terlihat lebih tinggi sejak terakhir aku melihatnya, rahangnya lebih tegas dan kantung matanya menghitam.
"tidak ada" jawabku sambil tersenyum menatapnya, aku masih menyusuri wajahnya.
"kau tahu, kenapa langit dan bumi dijadikan perumpamaan perbedaan?" aku tak menjawab, kubiarkan ia meneruskan "bukan karena jarak, bukan karena bumi tak bisa menggapai langit. Bumi berkehidupan dan penuh dengan warna-warni sedangkan langit hanya hitam dan hampa, itulah mengapa mereka berbeda"
"ohh" aku bergumam
"walaupun begitu manusia juga sering melupakan sesuatu, bumi membuat langit terlihat hidup makanya langit selalu melindungi bumi"
Dan kemudian dia pergi bersama angin utara yang berhembus.
Aku mengerti sekarang, bahwa kami tidak berbeda, tapi hanya saling melengkapi 'itukan maksudmu Gaara?' tanyaku dalam hati.
