Ingatkan dia, jika pemuda yang dibawa adik-adiknya dalam acara 'Mengerjakan Tugas Kelompok' itu adalah pacar idaman Kougyoku. Katakan padanya, jika merebut calon kekasih adiknya sendiri bukanlah hal yang baik. Dan yang terutama, teriakilah dia jika Alibaba Saluja—nama pemuda yang dibawa oleh Kougyoku dan Hakuryuu hari itu ke rumah—adalah seorang laki-laki, sama sepertinya.
Namun seperti biasa, peduli setan!
Kouen sudah memutuskan jika pemuda naif itu akan jadi targetnya yang selanjutnya.
Hei, bukan salahnya bukan kalau secara tak sengaja si pirang emas itu adalah tipe pacar kesukaannya kan?
.
…*…
.
Disclaimer: Magi belongs to Shinobu Ohtaka.
Saya tidak mendapatkan keuntungan material apapun dari pembuatan fanfiksi ini.
Warning: BL, OOC (maybe), Modern!AU, Miss Typo(s) b
Banyak adegan tikung kanan tikung kiri etc
Happy reading~~
.
…*…
.
Kouen kenal pasti siapa saja orang-orang yang tinggal satu atap dalam perantauan dengan dirinya, baik itu saudara kandung ataupun saudara sepupunya.
Dia tahu pasti jika di balik wajah malas Koumei, tersimpan jiwa perfeksionis yang tergila-gila pada segala hal berbau militer. Dia tak akan segan-segan membantaimu dengan segala teorinya jika kau berani membantahnya.
Dan bukan rahasia lagi jika wajah keibuan Hakuei telah menutup mata dunia akan bakat membunuh yang terwujud dalam masakannya—yakinlah, Kouen sendiri hampir mati saat memakan cokelat valentine Hakuei tahun lalu.
Kougyoku boleh jadi gadis manja yang bersikap seolah punya segalanya, namun dalam hati dia hanyalah gadis kecil kesepian. Sejak dulu dia selalu mengiginkan seorang teman yang mau memahaminya—yang anehnya, begitu sulit dia dapatkan.
Tak lagi terpungkiri jika Kouha—saudara kembar Kougyoku—sering dikira perempuan, atau bahkan jika sudah tertebak gender aslinya, dia selalu mendapat label gay karena terlalu memperhatikan fashion dan keindahan, tapi jika sudah berebut wanita dengannya … siap-siap saja menangis.
Dan yang terakhir Hakuryuu, boleh jadi ia terlihat begitu ambisius dan pemalu, tapi Kouen tahu jika sebenarnya Hakuryuu merasa canggung bersama dengannya dan saudara-saudaranya. Di balik sifat kakunya, tersembunyi senyum manis yang selain dapat membuat perempuan jatuh hati, laki-laki pun …
… lupakan saja. Intinya, Kouen mengenal seluruh anggota keluarganya luar dalam. Hingga ke sikap-sikap terkecil sekalipun.
Itulah alasannya mengapa Kouen sampai mengernyitkan alis saat melihat Kougyoku dan Hakuryuu duduk bersebelahan saat makan malam—biasanya mereka saling menjaga jarak dengan duduk paling jauh—berbisik-bisik dengan wajah serius dan mengangguk dengan wajah yang tak kalah seriusnya juga.
Bukannya dia tak senang jika adik dan sepupunya menjadi akrab, namun perubahan yang terjadi terlalu cepat justru membuatnya curiga. "Ada apa dengan kalian?" tanyanya, mengambil daging dengan sumpit, matanya tak lepas mengawasi dua orang yang sudah menjadi keluarganya itu.
"A-apanya yang apa?" Kougyoku balik bertanya, tertawa gugup dan membuang muka. Tanpa sengaja tangannya mengambil sayur—makanan yang paling dibencinya—Kouen sadar jika adiknya itu memang tengah menyembunyikan sesuatu.
Namun dia hanya diam dan memutuskan untuk tak mengorek lebih dalam. "Oh. Ngomong-ngomong, Kougyoku, kau tak boleh tidak menghabiskan makanan yang sudah kau ambil—kau mengerti kan?"
"Eh?!" Gadis berambut merah itu mengerang pelan melihat benda hijau yang disingkirkannya jauh-jauh dalam mangkuk. Ah, harusnya dia tahu jika kakak sulungnya tak akan setengah-setengah jika menginginkan sebuah informasi. Dia mengerucutkan bibirnya kesal. "Ini tidak adil! Apa aku tidak boleh memiliki rahasia untuk diriku sendiri?!"
"Kau membaginya dengan Hakuryuu, jadi mengapa kau tidak membaginya juga dengan kami?"
Kougyoku memandang saudara-saudara lainnya dengan wajah memelas, meminta pertolongan. Koumei tidak peduli dan sibuk membaca buku di tangan kirinya sementara tangan kanannya bergerak tak berguna di dalam mangkuk. Hakuei hanya tersenyum malaikat, tak berniat membantunya—lagipula dia selalu berada di pihak Kouen. Bahkan saudara kembarnya pun, Kouha, tampak sibuk menyortir makanan, mencari yang tak akan mempengaruhi berat badannya. Harapan terakhirnya hanya pada Hakuryuu.
Yang dipandang hanya memasang wajah dingin. Melanjutkan makannya dengan tenang. "Kami hanya sedang membicarakan tugas seni yang harus dikerjakan secara berkelompok. Aku satu kelompok dengan Kougyoku."
Kouen tampak belum puas. "Jika hanya tugas seni tidak perlu bermain bisik-bisik seperti itu bukan?"
Sepasang sepupu yang seusia itu hanya saling pandang dengan wajah lelah.
"Hanya karena kalian mendapatkan kelompok dengan orang yang kalian sukai kan?" Kouha angkat bicara. Masih sibuk menyingkirkan potongan daging dalam supnya—hasil karya Koumei tentu saja, mereka tak akan ambil resiko dengan membiarkan Hakuei menyentuh peralatan dapur lagi.
"KOUHA!" teriakan histeris dari dua mulut itu keluar bersamaan. Wajah Kougoku dan Hakuryuu kompak memerah sebelum akhirnya hanya memalingkan pandangan ke arah lain.
"Oh."
Kougyoku mengernyitkan sebelah alis mendengar reaksi kakaknya. Dikiranya dia akan mendapatkan ceramah panjang atau nasihat tentang usia remaja, jatuh cinta dan hubungan seksual yang sehat. Sesuatu yang akan membuatnya lebih memilih untuk mati saja jika itu terjadi. "Kau tidak bertanya lebih jauh lagi?"
"Untuk apa?"
Sukses sudah Kougyoku mengernyitkan kedua alisnya sekarang.
Hakuei tertawa dari samping Kouen. "Kouen menganggap kalian berdua sudah cukup dewasa untuk jatuh cinta. Dia yakin jika kalian pasti sudah dapat mempertanggungjawabkan apa yang kalian lakukan."
"Oh ...," gumam Kougyoku singkat. Iri pada kemampuan sepupunya yang bisa menebak dengan tepat apa yang tak terkatakan oleh kakak sulungnya.
"Aku juga turut senang untuk kalian berdua," gadis anggun itu kembali melanjutkan. "Kougyoku sekarang sudah bukan lagi gadis kecil yang merengek mengatakan akan menjadi pengantin Kouen jika sudah dewasa, marah jika ada yang mengatakan itu adalah suatu kemustahilan karena kalian bersaudara. Dan Hakuryuu juga sudah benar-benar menjadi seorang pria sekarang, aku benar-benar ingin melihat seperti apa gadis yang dapat membuatmu tersipu seperti itu."
"Bukan urusan Kakak untuk tahu," Hakuryuu masih membuang muka. Bangkit berdiri dan berjalan menaiki tangga sambil berkata, "Terima kasih atas makan malamnya."
Kouha tertawa terbahak-bahak setelah tubuh Hakuryuu menghilang ke lantai dua. "Kalian tidak akan percaya seperti apa gadis yang ditaksir Hakuryuu! Dia suka gadis dengan kekuatan gajah yang bisa menghajar habis sepuluh pria dewasa berotot sekaligus!"
Yang menimpali hanya Hakuei yang tampak tertarik dengan kisah percintaan adiknya. "Bukankah itu bagus? Kurasa gadis yang seperti itu akan melengkapi kekurangan Hakuryuu dan bisa menjaganya."
"Sebenarnya gadis itu cukup cantik juga jika mau berdandan dan sedikit tersenyum."
"Kouha!" Kougyoku kembali mengintrupsi. "Jangan bilang kalau tertarik pada Morgiana! Hakuryuu sudah naksir dia sejak kelas satu tahu!"
"Mana mungkin aku naksir pada gorila wanita kan?" Sumpit dilempar tepat ke wajah Kouha, untungnya pemuda itu sempat mengelak. Kesal pada saudara kembarnya yang senang melempar barang tiap kali emosinya terpancing, dia melanjutkan ledekannya—kali ini Kougyoku adalah korbannya. "Tapi tidak sepayah Alibaba yang sangat kau sukai itu, tentunya."
Lemparan sumpit kedua nyaris menancap di dahi Kouha andai saja Koumei tidak sigap menghentikan pergerakan benda itu dengan kipasnya. Dia masih belum ingin nafsu makannya hilang karena darah yang bersimbah di ruang makan.
"Alibaba?" tanya Kouen curiga, mengalihkan tatapannya pada Kouha yang memucat. Tahu jika Kougyoku yang malu tidak mungkin akan mau menjawab pertanyaannya. "Itukah nama laki-laki yang disukai Kougyoku?"
"KAK KOUEN! Bisakah kita tidak membahasanya saat makan malam?!"
Mengabaikan sang gadis yang sudah membenamkan wajahnya pada taplak meja makan, Kouen masih menatap tajam pada adik laki-laki bungsunya.
Kouha mencuri pandang pada adik kembarnya yang mengirim aura membunuh, namun aura kegelapan yang menguar dari kakak sulungnya pun tak bisa diabaikan. Dia menelan ludah. Memilih kata-kata yang dikiranya tidak akan membuat garpu, pisau atau apapun dilempar ke arahnya. "Nama lengkapnya Alibaba Saluja. Dia teman sekelas kami."
"Seperti apa dia?"
Target introgasi yang seharusnya Kougyoku berubah menjadi Kouha. Pemuda itu merutuk dirinya dalam hati, menyesal sudah angkat bicara. "Tipe penebar feromon tanpa sadar. Ada beberapa gadis yang benar-benar tergila-gila padanya namun dia sama sekali tak menyadarinya. Kougyoku dan Morgiana adalah dua di antaranya."
"KUBUNUH KAU, KOUHA SIALAN!"
Hakuei memasang wajah khawatir. "Bukankah Morgiana itu gadis yang disukai Hakuryuu?"
Kouha hanya mengangkat bahu tak peduli. "Aku juga tak mengerti mengapa Hakuryuu dan Kougyoku mau-maunya jatuh cinta pada orang yang tak menyukainya. Padahal masih banyak gadis dan pemuda lain di dunia ini. Hanya perlu satu atau dua senyum maka mereka akan luluh dan jadi milikmu."
"Sayangnya Kougyoku dan Hakuryuu bukan tipe yang suka bermain api sepertimu," untuk pertama kalinya Koumei angkat bicara. Mencuri pandang pada adik perempuannya yang mulai meremat-remat taplak untuk menghilangkan rasa malu atau keinginan untuk membunuh Kouha saat itu juga. "Mereka adalah tipe yang akan setiap pada satu orang untuk waktu yang lama."
"Kak Koumei …"
"… dan akan mati bunuh diri pada akhirnya menyadari jika perasaan mereka tak akan pernah terbalas."
"KAK KOMEI!"
Kougyoku mengangkat kembali kepala, berpura-pura jika rona merah sewarna tomat tidak menghiasi pipinya. Namun pandangannya tetap dialihkannya menuju tempat lain. "Ini tidak ada hubungannya dengan cinta-cintaan. Kami hanya satu kelompok untuk mengerjakan tugas seni itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang."
Senyum pengertian muncul di wajah kakak-kakak sang gadis, hapal benar pada sikap tak jujur Kougyoku jika kehidupan percintaannya sudah disinggung.
"Tugas seni apa?" tanya Kouen. Mencoba menjadi kakak baik hati yang memperhatikan adik perempuannya. "Mungkin aku bisa membantu."
"Ini tidak ada hubungannya dengan lukisan atau patung entah-dari-zaman-apa yang menjadi keahlian Kak Kouen kok." Kougyoku menjawab, tampak senang karena pembicaraan akhirnya berbelok dan tak lagi menumbalkan dirinya. "Tapi aku masih memerlukan bantuan salah satu dari kalian."
Hakuei tersenyum sambil menata satu per satu peralatan makan yang sudah selesai digunakan. Membawanya ke tempat pencuci piring. "Jika ada yang bisa kami bantu, dengan senang hati kami akan bantu."
"Benarkah?!" Kougyoku berseru antusias. "Tugas kami mengharuskan ada satu model manusia untuk dilukis. Kami akan membandingkan gambar-gambar teman satu kelompok dan menarik kesimpulan dari hasil yang ada."
"Sepertinya menarik," Hakuei menimpali. "Dan kau menginginkan salah satu dari kami untuk menjadi model bukan?"
"Tepat sekali!" sorak Kougyoku. "Jadi, kalian mau kan?"
Koumei berdiri dari kursinya. "Aku tidak ikut." Sebelum Kougyoku sempat berteriak dengan nada kecewa menanyakan alasan mengapa tawaran itu ditolak dengan sebegitu mudahnya, Koumei melanjutkan. "Wajahku tidak cocok untuk digunakan sebagai model. Sebaik apapun kemampuan kalian dalam melukis, hasilnya tetap saja buruk."
Mereka tak lagi membantah kata-kata itu—percuma, Koumei tak akan mendengarkan apapun yang dikatakan mereka. Mengutip kata-kata Kourin—salah satu anak perempuan keluarga Ren yang masih tinggal di rumah utama dan tidak ikut merantau seperti kakak-kakaknya—Koumei terlalu percaya pada apa yang dikatakan cermin. Padahal jika dia mau membuka diri, sesungguhnya ada satu atau dua gadis yang tergila-gila padanya.
Kouha bersiul setelah Koumei masuk ke dalam kamarnya. "Satu calon modelmu sudah hilang, adikku tercinta."
Kougyoku mendengus pelan. "Memangnya kelompokmu sudah mendapatkan model?"
"Hei, jangan samakan kelompokku dengan kelompokmu yang lambat. Kami sudah punya beberapa model yang akan dipertimbangkan, pertama kakak laki-laki Aladdin, namanya Judar, yang kedua ibu Titus—kupikir dia adiknya, jujur saja. Dan yang paling terpaksa adalah kakek Sphintus—meski aku tak berharap melakukannya."
"Itu mengerikan. Namun masih jauh lebih baik dibandingkan kami." Kougyoku menghela napas panjang dengan gaya dramatis. "Wajah kedua kakak Alibaba benar-benar … aku tak mau mendeskripsikannya. Kak Koumei terlihat seperti seorang pangeran rupawan dari buku dongeng dibandingkan dengan mereka. Kakak laki-laki Morgiana … oke, sebenarnya dengan senang hati aku akan melukisnya andai saja dia bukan guru olahraga kita. Aku tak mau dikenal sebagai gadis yang gagal dalam lari sekaligus melukis di matanya."
"Oh jadi, Sir Masrur itu … pantas saja mereka sama-sama berotot dan memiliki kekuatan gajah."
Kougyoku tak lagi menimpali ocehan saudara kembarnya. Memandang penuh harap pada dua kakaknya yang tersisa.
Hakuei tersenyum sambil mengelap piring-piring yang telah selesai dicuci dan meletakkannya kembali di rak. "Jika kalian tidak keberatan, aku mau menjadi model kalian."
"AKU CINTA PADAMU KAK HAKUEI!"
"Jadi, kapan kerja kelompok kalian akan dilakukan?"
"Rencananya besok," jawabnya cepat. Seingatnya Alibaba sudah mengatakan jika dia izin dari klub anggarnya untuk kerja kelompok mereka. Morgiana pun sudah berpamitan pada kakaknya untuk libur dari latihan petarungan bebas—entah apa itu maksudnya."
Hakuei memasang wajah tak enak. Memandang Kougyoku dengan pandangan meminta maaf. "Ah, jika besok … kurasa aku tidak bisa. Aku sudah ada janji untuk menemani dosenku mengikuti seminar di luar kota hingga malam …"
"Ah, begitu ya …" Kougyoku mendesah kecewa. Batal sudah dia hendak menyajikan seorang model cantik, anggun, menawan bak seorang putri pada teman-temannya. Namun sedikit dia merasa lega, dengan begini kekhawatirannya akan kemungkinan Alibaba jatuh cinta pada Hakuei akan menghilang. Dia menoleh pada satu-satunya kakak yang tersisa.
Kouen menghela napas panjang. "Pastikan jam tiga kalian sudah sampai."
Kougyoku menjerit dan langsung memeluk kakak sulungnya erat. Menyatakan betapa dia sangat menyayangi sang kakak—persis sama seperti saat mereka masih kecil. Gadis itu sama sekali tak menyadari jika di balik wajah tampan dan tenang kakaknya, tersembunyi sebuah motif yang awalnya didasarkan pada rasa ingin tahu dan kasih sayang pada adik-adiknya. Dia ingin menilai seperti apa orang yang sudah berhasil membuka hati Kougyoku dan Hakuryuu yang keras.
Di sisi lain meja, Kouha mengerang kesal. "Curang, aku juga mau melukis Kak Kouen …"
.
…*…
.
"Jadi, Kak Kouen yang akan menjadi model kita?"
Kougyoku menoleh pada sepupunya yang berjalan sambil menatap lurus ke depan, ke tempat dua teman satu kelompok mereka berjalan sambil melihat pemandangan sekeliling dengan heboh. Mengagumi deretan rumah-rumah besar dengan taman berhiaskan air mancur yang banyak ditemui di kompleks ini. "Ada masalah?"
Hakuryuu mendengus kecil. "Kau tahu aku tidak terlalu suka dengan Kak Kouen."
"Kita tidak punya pilihan lain. Kak Hakuei ada acara hari ini dan jangan tanya bagaimana dengan Kak Koumei, sudah pasti dia menolak dan lebih memilih berdiam di sudut kamarnya, membaca buku hingga berjamur." Gadis itu menyeringai pada sepupunya yang masih tak dapat menerima kenyataan jika dia harus menggambar kakak sepupunya yang paling tak bisa dia hadapi. "Atau … jangan-jangan kau takut Morgiana direbut oleh Kak Kouen?"
"TIDAK!"
Kougyoku tertawa melihat wajah sepupunya yang memerah. "Ayolah, Morgiana bukan tipe kesukaan Kak Kouen. Dia masih terlalu muda." Kougyoku mengingat-ngingat kembali beberapa mantan kekasih kakaknya yang pernah dia temui—dan dia jadikan objek kecemburuan saat masih kecil. "Lagipula, mantan terakhir Kak Kouen memiliki tubuh yang kurus dan tinggi serta berambut pirang keemasan. Sikapnya sangat polos dan memandang dunia dengan naifnya."
"Maksudmu seperti dia?"
Gadis berambut merah itu mengikuti arah dagu Hakuryuu yang terangkat. Tepat menuju pemuda yang diharapkannya akan menjadi kekasihnya akhir tahun ini. Dia memandang Hakuryuu dengan wajah malas. "Apa aku harus mengatakan jika semua mantan Kak Kouen adalah seorang perempuan?"
Hakuryuu mengangkat bahu tidak peduli. "Aku hanya bercanda." Dia berjalan lebih cepat beberapa langkah dari Kougyoku. "Tapi deskripsimu itu sangat cocok dengan dia bukan?"
"Jangan jadikan Alibaba kambing hitam untuk menghilangkah kegelisahanmu, Hakuryuu."
"Aku juga tidak akan peduli jika memang itu terjadi. Selama Alibaba tidak menyadari perasaan Morgiana, maka itu sudah cukup untukku. Entah itu kau, Kak Kouen atau siapapun yang melakukannya," katanya. Memandang pada sepupunya yang memasang wajah cemberut tak senang. "Tapi karena aku sudah telanjur bekerja sama denganmu untuk tugas kali ini, maka ayo kita lakukan sampai akhir. Kau akan menjauhkan Alibaba dari Morgiana sementara aku akan menjauhkan Morgiana dari Alibaba. Itu perjanjian kita semalam kan?"
Kougyoku mendengus pelan mendengar kata-kata Hakuryuu. "Kita lihat siapa yang bicara? Pemuda yang semalam meninggalkan ruang makan dan membiarkan partner in crime-nya diintrogasi dan diejek oleh saudara lainnya?"
"Diamlah."
Sang gadis berambut merah hanya mengamati sepupunya yang berjalan lebih cepat dan mensejajari satu gadis lainnya yang ada dalam kelompok mereka. Berbeda dengan saat bicara dengannya, rona merah muda jelas terlihat di pipi pemuda itu saat mengajak gadis pendiam di sampingnya mengobrol.
Kougyoku mengangkat bahu sebelum berlari menuju pemuda pirang yang dia klaim menjadi kekasih masa depannya. Huh, siapa peduli dengan ocehan Hakuryuu yang tidak jelas ujung pangkalnya bukan?
Senyum secerah matahari sudah ditampilkannya. "Alibaba!"
.
…*…
.
Kouen masih duduk di ruang keluarga saat mendengar ribut-ribut dari pintu masuk. Dia tak perlu keluar untuk melihat siapa yang datang. Jam sudah menunjukkan puluk setengah tiga, pasti Kougyoku dan teman-temannya sudah tiba.
Saat suara langkah kaki mereka terdengar semakin keras, baru dia menutup buku yang membahas tentang peran wanita dalam pemujaan sebelum masa prasejarah. Menoleh, mendapati beberapa remaja sudah berada di ruang tamu dari pintu yang sedikit terbuka. Dia tak angkat bicara, Kougyoku pasti akan melakukan tugas untuk beramah tamahnya dengan baik, menyuruh teman-temannya duduk, membuatkan teh dan mengambilkan beberapa cemilan sebelum memulai membahas tugas kelompok mereka.
Benar saja, beberapa menit kemudian celah yang tadinya sempit di antara dua pintu melebar, Kougyoku masuk sambil membawa tas sekolahnya. Senyum di wajahnya tampak lebih lebar dari biasanya.
"Aku senang Kakak ada di rumah."
"Aku sudah berjanji padamu, bukan?" jawabnya. Meletakkan buku di atas meja dan menoleh pada sang adik yang tengah berlari ke dapur. "Lagipula aku memang membutuhkan liburan dari pekerjaan sebagai kurator museum sejarah."
Sang adik perempuan tersenyum lebar. "Dan kau mengorbankan waktu liburanmu yang sangat berharga itu untuk menjadi model kami."
Kouen mengangguk kecil. Menyandarkan tubuhnya pada sofa dan mencuri lihat pada pintu ruang tamu yang terbuka. Seorang gadis berambut merah gelap duduk di ujung sofa, di sampingnya Hakuryuu tengah mencobanya mengajak bicara sambil menggaruk belakang kepalanya salah tingkah.
Tak perlu ahli percintaan untuk menebak mana yang bernama Morgiana di sana.
Satu orang yang tersisa—yang kemungkinan besar adalah pemuda yang disukai Kougyoku—adalah anak laki-laki berambut pirang keemasan yang duduk membelakanginya, membuatnya tak bisa menebak rupa pemuda itu.
"Kak Kouen bisa tunggu saja di perpustakaan—tunggu, apa Kak Koumei ada di sana?"
"Di mana lagi Koumei berada?" Kouen balas menjawab. "Aku tunggu di sini saja. Kalian bisa melukisku dengan latar belakang perapian palsu itu."
Kougyoku memandang perapian hiasan yang mati-matian Hakuei pertahankan keberadaannya saat mereka pindah ke sini. Cukup indah dan berkesan klasik, tampak cocok dengan kakaknya yang tampan dan serius. "Setuju." Sang gadis menyambar baki berisi beberapa cangkir teh, poci dan cemilan, berjalan riang ke ruang tamu sambil berteriak ceria.
Kouen kembali mencuri pandang, menemukan si pirang menoleh dan tersenyum pada Kougyoku, mengatakan sesuatu yang tak sampai pada telinga Kouen.
Dan saat itu sebuah seringai lebar tersungging di wajah sang pria muda.
Selera Kougyoku di luar dugaan. Boleh juga.
.
…TBC…
.
A/N:
Terima kasih sudah membaca kisah ini.
Aduh, aku nggak tahu kesambar apa sampai nulis kisah ini. Namun tetap saja aku senang saat menuliskannya. Meski satu tema dengan FF yang waktu itu aku baca, aku berani menjamin ini bukan FF terjemahannya, karena ya … ini akan jadi FF yang aku harapkan benar-benar bisa membawa kisah gay dunia nyata. Nggak tahu nanti hasilnya bagaimana.
Mungkin ini saja yang bisa aku sampaikan, mohon kritik dan sarannya ya ^^
