PROLOG

Gadis itu mengendus untuk kesekian kalinya. Ia tak habis pikir mengapa ia dapat bertahan di kelas itu. Mempelajari tentang sastra Inggris cukup membuatnya pusing. Di tambah lagi dengan staff pengajar yang terlalu melebih-lebihkan sastra kedalam romansa. Mendengarnya saja, ia rasanya ingin muntah sekarang juga.

Ia tak mengerti mengapa ada cerita bodoh yang di ciptakan oleh Shakespeare seperti yah, Romeo dan Juliet. Kisah yang begitu melegenda, yang bahkan tak akan di tanya dua kali jika telah menyebut tiga kalimat itu. Menurutnya, Shakespeare adalah sastrawan yang cukup menarik hatinya, yah selain karyanya yang terlalu menonjolkan tentang cinta, cupid, dan semacamnya. Bagaimana dengan Hamlet, Timon dari Athens dan cerita komedinya, Saudagar dari Venice? Itu lebih di sayangkan jika tak pernah di sebut-sebut. Dan walaupun begitu, ia tak tahu haruskah ia menyesali sudut pandang orang lain tentang karya-karya William Shakespeare.

Well, jika di tanya apakah ia mencintai sastra atau tidak, mungkin ia akan memilih tidak. Bagi gadis itu, semuanya terdengar menjadi melankolis jika di susun menjadi sebuah runtunan tulisan. Terlalu berlebihan dan terlalu hanyut dalam sebuah kata-kata indah namun membosankan. Semakin membuat orang ikut merasakan perasaan mengenai si tokoh, bahkan menangispun mereka rela. Benar-benar menggelikan bukan? Seperti membuat manusia di bumi ini terlihat lemah.

Sebuah kisah akan selalu mengiringi si tokoh utama setiap harinya. Mengikuti sudut pandangnya dan menulis cerita realita hidupnya yang sesungguhnya. Setiap kali ia merasa sedih karena sesuatu yang kecil, marah besar, atau bahkan jatuh cinta, semuanya akan terus terungkap pada lembar-lembar kertas putih yang kasar. Dan pada akhirnya ternodakan pada tinta konflik yang berkepanjangan yang timbul dari kisah itu. Sebuah kisah adalah suatu pelajaran, yang dapat di petik dari banyaknya cabang alur kisah. Dan kisah membuat ia selalu tak mengerti mengapa jalan hidupnya harus tetap berputar, berlanjut untuk kemudian harinya, tak seperti sebuah novel yang dengan mudahnya di tutup dengan The End.

Tak peduli apakah itu berakhir dengan menyedihkan atau, seperti yang kita inginkan, bahagia. Setiap orang pasti menginginkan itu, termasuk dirinya.

Tapi, apakah takdir akan selalu berada di pihaknya? Hmm, mari kita pertimbangkan. Setiap masalah akan selalu ada di kehidupan manusia. Tak peduli bagaimana baik sebaik-baiknya pribadi orang tersebut. Menjengkelkan, bukan? Ya, sangat menjengkelkan baginya. Karena, takdir juga ikut merebut kebahagiaannya. Membawa lari ayahnya, yang kini entah berada dimana.

Setiap harinya gadis itu akan tersenyum getir jika mengingat bayang-bayang itu. Memang begitu indah, tapi harus segera di lupakan.

Itulah kehidupan, baginya. Terkadang ia harus berbagi juga.

Dan kini kehidupnya akan di awali oleh dirinya sendiri. Di awali dan di akhiri. Ia yakin, ia sudah cukup mental dan keberanian, untuk merajut kisah-kisah kelam bersama dengan benang putih yang adalah masa depannya.

Ia adalah perempuan yang mandiri, bukan?

Semua orang tidak tahu bagaimana nasib mereka nanti. Apakah mereka akan tetap menyambut sinar matahari melalui kedua mata mereka yang sehat atau malah mati, di kembalikan lagi nyawanya oleh Malaikat Pencabut Nyawa.

Yeah, ia siap. Ia akan selalu siap untuk kehidupannya kelak, pada tahun baru kali ini, sendirian.