Cast : Hwang Minhyun, Park Sooyoung a.k.a Lizzy, Choi MInki a.k.a Ren, and others

Disc : NUEST dan After School milik Pledis ent. Ren milik author *dimutilasi* and the story is MINE! ufufufu~

a/n : sebelum bingung saya mo jelasin kalo di Before ini berfokus dengan Minhyun.

Happy Reading ^^

.

.

.

Before

.

.

.

"Annyeong, Lizzy…" Minhyun menghampiri seorang yeoja yang sedang sibuk menekuni lembaran kertas.

Yeoja manis berambut kecokelatan itu mengangkat wajahnya, ia sedikit heran menatap Minhyun yang dengan santai melahap menu siangnya.

"Wae?" Minhyun yang menyadari tatapan sahabat sejak kecilnya itu bertanya.

Yeoja yang di panggil Lizzy itu mencondongkan sedikit tubuhnya, membuat sedikit jarak antara wajahnya dan wajah Minhyun. "Ada apa dengan wajahmu, Minhyunnie~?"

Minhyun membalas dengan tatapan tidak mengerti, "Maksudmu?"

"Ayolah~ kita sudah bersama bahkan sebelum lahir kedunia ini, Minhyun-ah. Kau datang padaku dengan senyum seperti itu, apa ada yang membuatmu sebahagia sekarang, heum?"

Senyum kembali terpatri di bibir tipis Minhyun. Ia menunda suapan sumpit kemulutnya. "Apa kau percaya pada istilah 'Love at the first sight', Lizzy?"

"Mwo? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Lizzy kembali menyusun lembaran kertas sebelum akhirnya gerakannya terhenti karena menyadari sesuatu. Ia menatap namja di depannya dengan tatapan tak percaya, "Jangan katakan kau…" Lizzy menggantung kalimatnya.

Minhyun hanya tersenyum dan melahap kembali makanan yang sudah di pesan.

Seketika wajah Lizzy menjadi sumringah mendapat respon dari sahabatnya itu. "Omonaa~ Ya, katakan padaku, yeoja mana yang bisa meruntuhkan batu karang di hatimu itu, hm?"

"Kau mengejekku?"

"Aish! Apa kau lupa dengan fakta bahwa kau menolak semua yeoja yang beniat pacaran denganmu. Aku tak perlu mengatakan seberapa banyak 'Semua' itu, kan? Jadi, katakan padaku, siapa dia?"

"Dia… bukan yeoja…" Desis Minhyun. Namun yeoja cantik di depannya bisa mendengar dengan jelas ucapan Minhyun barusan.

"Mwo?"

Sekejap, suasana kantin mulai ricuh saat seseorang bertubuh mungil, berambut putih dengan poni yang terpotong rapi, melenggang santai sendirian memasuki kantin di sekolah barunya itu. Namja itu mengacuhkan berpasang mata yang menatapnya. Dia sudah terlalu bosan dengan tatapan-tatapan yang di tujukan untuknya.

Minhyun langsung menoleh dan mata hitamnya mengikuti gerak namja mungil itu. Lizzy yang menyadari sesuatu mengikuti arah pandang Minhyun dan seketika matanya membulat tidak percaya.

"Jangan katakan kalau…" Lizzy tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia hanya memainkan telunjuknya mengarah pada Minhyun lalu ke sosok manis itu. Yeoja cantik itu menepuk jidatnya pelan. "Jadi… orang hebat yang mampu meruntuhkan karang di hatimu itu 'Sang Teratai'?"

Minhyun tidak menjawab karena Lizzy sudah tau jawabannya. Dia hanya menunduk, memakan kembali menu siangnya. Minhyun bisa mendengar sahabat sejak kecilnya itu terkekeh pelan.

"Aku tidak menyangka kau memiliki nyali yang cukup besar dengan jatuh cinta padanya. Kurasa kau mendengar berita bahwa namja manapun yang berniat menggodanya ataupun menyatakan cinta, akan langsung menginap di rumah sakit untuk waktu yang cukup lama…" Ucap Lizzy. Ia tersenyum, lalu merapikan berkas-berkas kesiswaan yang sudah di selesaikannya karena dia memiliki peranan di Pledis High School, sebagai Dewan Kesiswaan.

Yeoja itu berdiri, menepuk bahu Minhyun pelan. Sedikit menundukkan tubuhnya lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga Minhyun. "Segera jadikan dia milikmu, Minhyunnie~ Kusarankan secepatnya karena ku lihat namja berotak mesum di kantin ini menatapnya lapar."

Setelah membisikkan hal itu, Lizzy segera bersenandung kecil dengan senyum manis terpatri di wajahnya.

Minhyun melihat kesekitar, dan benar yang di katakan sahabatnya, hampir namja berstatus 'Seme' yang sedang makan di kantin sekolah menatap pada satu titik.

.

.

.

Untuk kesekian kalinya Ren berdecih ketika beberapa namja menawarinya untuk duduk bersama. Jangan salahkan wajahnya yang di wariskan dari Sang Oemma, Choi Sungmin, yang harus membuatnya terus di goda namja. Pipi chubby yang putih mulus, mata bulat dengan bulu mata lentik, bibir shape M yang indah, surai putih yang di kuncir asal, dan tubuh mungilnya yang terlihat ramping. Seme mana yang tidak menelan ludah jika melihat sosok sesempurna itu?

Dia sedikit mengedarkan pandangannya menyapu kantin dan iris hitamnya menangkap satu meja yang hanya di isi satu orang. Di putuskan untuk menghampiri meja yang terletak di sudut kantin.

"Annyeong~ bolehkah aku duduk di sini?" Ren dengan senyum manisnya menyapa namja yang sedang mengaduk supnya.

"A-ah… N-ne… silahkan…" jawab namja itu, tergagap.

Ren meletakkan nampan dan duduk di depan namja berambut hitam. "Choi Minki imnida. Bangapseumnida, Sunbae…" Ren membungkukkan sedikit tubuhnya.

"H-Hwang Minhyun imnida."

"Mwo? Hwang Minhyun?" Ren terkekeh kecil, lalu menyuap makanannya.

"Hmm… Wae?"

"Ahh~ ani… hanya saja aku tidak menyangka bisa semeja dengan seorang Hwang Minhyun."

"Apa ada masalah?"

Ren kembali menyuap nasi gorengnya dengan santai. "Kurasa popularitasmu adalah masalah, Sunbae…"

Minhyun hanya mengerenyit tidak mengerti.

"Apa perlu kutakatan bahwa kau, namja dengan penolak yeoja terbanyak di Pledis Academy? Bahkan teman-teman sekelasku dulu banyak yang menggosipkanmu."

Hening mendominasi. Ren sering kali mendengus ketika mata hitamnya beradu dengan berpasang mata yang menatapnya. Sedangkan Minhyun, dia sendiri berusaha untuk meredam detak jantungnya yang tidak bisa di bilang pelan.

Minhyun melirik mangkuk sup Ren yang masih menyisakan sayur-sayuran. "Tidak baik menyisakan makanan seperti ini, Minki." Minhyun mengambil sendok sup dan menyodorkannya pada Ren.

"Aku tidak suka sayur, hyung…". Sungguh berbeda dengan Sang Appa, yang notabene menerapkan hidup sehat dan mengonsumsi berbagai jenis sayuran.

"Tapi kau harus menghabiskannya, Min. Bagaimana kalau sayurannya menangis?"

"Aish! Aku sudah bukan anak kecil yang bisa kau bilang seperti itu."

"Agar kau tumbuh dengan baik, Min. Sayur bagus untuk tubuh yang sedang masa pertumbuhan." Minhyun tetap kekeuh menodorkan sendok berisi potongan wortel ke depan mulut Ren.

Awalnya Ren menolak, tapi setelah melirik Minhyun, dengan berat hati dia membuka mulutnya. Minhyun tersenyum senang akan hal itu.

.

.

.

"Bagaimana perkembangannya?" Lizzy yang baru datang langsung menopang dagu di depan Minhyun sambil tersenyum penuh arti.

"Euhm… dia sering menegurku tiap bertemu…" Jawab Minhyun, sekenanya. Dia terlalu focus dengan buku bacaannya.

"Lalu, kapan kau akan bergerak, Minhyun-ah?"

Namja bermarga Hwang itu menatap Lizzy dengan tatapan tidak mengerti.

Yeoja pemilik nama lengkap Park Soo Young itu menghela nafas. "Apa kau benar-benar menyukainya? Setiap hari Ren selalu mendapat ribuan surat cinta, kado, dan sebagainya di lokernya. Kuarasa di antara 'ribuan' itu tak ada namamu."

Minhyun hanya tersenyum menanggapi. Karena Lizzy tidak tahu jika tadi pagi dia menyelipkan sebuah kertas kecil kecelah loker Ren. Isi kertas itu tak ada kata romantis, hanya kalimat yang berisi ajakan bertemu di atap sekolah seusai jam belajar berakhir.

.

.

.

Hampir setengah tahun Minhyun dan Ren berpacaran. Saat ini dia berada di sebuah toko pernak-pernik. Dia berniat membelikan sebuah kalung dengan liontin teratai berwarna pink atas saran Lizzy. Tapi entah kenapa, dia merasa kepalanya berdenyut kuat.

Setelah membayar belanjaannya, Minhyun langsung tak sadarkan diri.

.

.

.

Lizzy buru-buru menuju kamar Minhyun setelah mendapat kabar kalau namja itu masuk rumah sakit. Sejak awal dia sudah mencemaskan sesuatu mengingat Minhyun sering sekali terlihat pucat dan jarang masuk sekolah. Tapi sebisa mungkin ia menepis tiap kemungkinan yang terlintas di benaknya.

Setelah menemukan pintu bercat caramel, dia langsung memutar knop pintu dan terkejut melihat kamar yang cukup luas itu tidak di terangi cahaya lampu. Namun dia bisa melihat Minhyun sedang duduk di balkon kamarnya.

"Minhyun-ah…" panggilnya.

Minhyun hanya menoleh sebentar, lalu pandangannya kembali kedepan. Lizzy menggigit bibir bawahnya dan langsung merangkul Minhyun dari belakang. Dan dia dapat merasakan, tubuh yang di dekapnya bergetar.

"Bagaimana mungkin, Minhyun… bukankah dulu dokter bilang kau sudah sembuh?" Lizzy makin erat memeluk tubuh Minhyun.

"A-aku tidak tahu, Lizzy-ah…" Minhyun sendiri berusaha untuk tidak menangis karena sudah cukup sering dia membuat yeoja di belakangnya bersedih dulu, saat dokter memvonis dirinya memiliki kangker otak di usia 11 tahun.

Lizzy melihat beberapa kertas terserak begitu saja. Ia melepas pelukannya dan mengambil kertas-kertas hasil pemeriksaan kesehatan Minhyun. Air matanya semakin deras saat membaca semua tulisan yang tertera, dia membekap mulutnya, agar isakannya tidak terdengar. "Minhyun-ah…ini… tidak mungkin…"

Kali ini Minhyun yang memeluk Lizzy. Tubuhnya bergetar hebat dan yeoja bermarga Park itu tahu kalau Minhyun menangis dan merasakan ketakutan. Sama seperti tujuh tahun yang lalu.

"Aku takut, Lizzy-ah… aku… tidak mau Minki mengetahuinya…"

Lizzy menyeka air matanya dan melepas pelukan Minhyun, lalu menyeka air mata di sudut mata sahabatnya. "Kau mencintainya, kan?"

"Sangat."

"Kau percaya padanya?"

Minhyun mengangguk sebagai balasan.

"Jika begitu, katakan yang sebenarnya."

"A-aniya…" Minhyun menggenggam tangan Lizzy. Dia benar-benar butuh topangan seseorang kini.

"Minhyun, kau seorang namja. Berhentilah lari dari kenyataan. Ren mencintaimu, apa kau pikir dia akan meninggalkanmu setelah tahu semuanya? Tidak, Minhyun-ah… dengan tidak mengatakan apapun, justru kau akan terus menyakitinya."

Minhyun hanya diam menanggapi ucapan Lizzy. Pikirannya benar-benar kalut, dan hanya tertuju pada satu orang, namja mungil yang begitu di cintainya.

.

.

.

Tubuh Minhyun semakin kurus ketika sepulang sekolah Lizzy menjenguk sahabatnya itu. Sudah satu minggu namun dampaknya begitu terlihat pada tubuh namja itu. Tatapannya tak secerah dulu. Dan benda yang di dekapnya selalu sama. Sebuah foto ber-frame kayu, menampilkan potret dirinya dan seorang namja manis bersurai putih, tersenyum lembut kearah kamera.

Setelah pamit, dia segera menyambar ponselnya dan menengadahkan wajahnya keatas, menahan cairan asin yang hendak keluar dari sudut matanya.

Merasa mendapat jawaban, Lizzy mengatur nafasnya. "Baekho, bisakah kau mengantarkan aku kekediaman keluarga Choi sekarang? Aku menunggumu di sekolah."

Pip!

Yeoja cantik itu sekilas melirik ke gedung rumah sakit, tepatnya ke salah satu jendela kamar tempat sahabat yang sudah di anggapnya sebagai adik itu terbaring.

Sebenarnya usia Minhyun dan Lizzy terpaut setahun. Namun karena dulu, saat SMP, yeoja itu mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang, dia harus mengulang kembali setahun ketika kembali ke Korea. Membuatnya setingkat dengan Minhyun.

Mereka berdua memang sudah akrab sejak kecil. Di topang dengan jarak rumah yang bersebelahan dan kedua orang tua yang sudah berteman baik, membuat keduanya sangat dekat. Hal ini pula yang membuat Lizzy tidak bisa menolak permintaan Minhyun untuk menciumnya di perpustakaan karena sudah mengira Ren akan kesana.

"Mianhae, Minhyun-ah, aku tidak bisa melihat kalian seperti ini. Dia harus tahu yang sebenarnya…"

Perlahan, langkah kaki itu menjauh dari rumah sakit.

.

.

.

After

.

.

.


author amatir kembali~ \^o^/ *dilempar batu

masih ada yg menanti sequel About You? :3

niatnya sih pengen disatuin Before dan After...

tp karena bisa berdampak kebingungan bagi readerdeul, alhasil jadi 2chap...

Nah, bersedia...

R

E

V

I

E

W?

^^v