TYL!Rei/Koga


the voice of truth cannot be heard

.


Ogami Koga menikah di usia duapuluh enam tahun dan tidak siap.

"Semuanya akan baik-baik saja," dia berbicara pada cermin yang digantung setinggi wajahnya. Dia meletakkan telapak tangan di atas permukaan cermin yang dingin, menghapus sedikit spasi yang memisahkannya dengan benda itu agar dahinya dapat menempel di sana. Dadanya terasa sesak dan gigi-giginya menuntut untuk dia gemeretakkan penuh frustasi. Biasanya dia akan berteriak dan meluapkan kekesalannya pada benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun kali ini tidak. Dia terlalu takut butiran-butiran air melesak turun dari matanya. Air mata adalah tanda kelemahan untuk pria, mereka bilang.

"Brengsek, apa yang sedang kaulakukan, Ogami Koga!?" dia mengerang dengan kedua mata yang tertutup, dan mencoba sangat, sangat keras untuk memaksa dirinya keluar dari ketakutan dan harapan-harapan yang telah lama pupus, keluar dari jurang penyesalan yang diciptakannya sendiri karena bagaimanapun sebuah kejujuran berharga sangat mahal.

Dia mengangkat kepalanya, menatap ke arah wajahnya sendiri, terlihat lebih berkharisma dan tampan lebih dari penampilan-penampilannya yang sebelumnya, hampir sempurna.

Dan kemudian dia memukulkan tinjunya tepat pada cermin, lalu menyeret kedua sepatu yang tampak hitam berkilat keluar dari ruangan, menghamburkan dirinya melewati jajaran pengiring laki-lakinya dan secara tidak terduga berlari menyeberangi aula, hatinya bergejolak diselimuti rasa amarah yang terasa panas sampai tenggorokannya.

Sebuah punggung menyambutnya penuh wibawa, sedangkan pemiliknya menaruh fokus pada pemandangan berupa pegunungan di seberang jendela. Hari ini matahari bersinar cukup cerah, namun dia adalah tipe orang yang memprioritaskan janji, meski mungkin nanti kondisi tubuhnya akan melemah.

"Hey, vampir brengsek," Koga memanggil, dan orang yang dia panggil membalik badan dengan kedua mata yang tertutup rapat.

"Benar-benar keberuntungan yang jelek untukku harus bertemu mempelai pria sepagi ini," dia berkata ringan dan dengan kontur wajah yang terlihat tenang. Koga menggeram kesal, dan berjalan semakin mendekat ke arah orang itu. Dia bisa merasakan hembusan napas menggelitik wajahnya setelah mereka berdiri berhadapan cukup dekat.

"Aku harap keberuntunganmu akan semakin jelek dari sekarang."

Rei tertawa singkat, dan menatap Koga, menyentuh bagian di mana bahu dan lehernya bertemu dengan sangat, sangat lembut dan hati-hati. "Kau terlihat luar biasa hari ini, Doggie."

"Semua ini terasa salah," Koga mengakui, menatap orang yang dengan bangga memproklamirkan diri sebagai vampir itu secara frustasi, menuntutnya untuk mengerti. "Tidakkah kau berpikir demikian, hei, vampir brengsek? Bukankah ini aneh?"

"Tidak," Rei mengangkat satu alisnya, dan terlihat seperti akan memutar bola mata jengah. "Kau terlihat lebih dewasa dan secara literal sudah berubah menjadi pribadi yang lebih matang, benar-benar membuat orangtua sepertiku bangga. Kurasa mempelai wanitamu akan bahagia kelak. Aku heran, kenapa aku tidak pernah berpikiran untuk melamarmu, ya, Doggie?"

Koga mengepalkan kedua tangannya, merasakan ketidaksabaran mulai mendominasi dan menyelimuti seluruh tubuh, merasakan sesuatu yang jahat, dan sesuatu yang sangat, sangat egois mulai menggerogoti hati dan otaknya. Dia tidak yakin kalau apa yang dikatakan Rei layak ditujukan padanya jika sekarang ini dia sedang membiarkan harapan-harapan rusak bermain di kepalanya, diam-diam berdoa agar sang vampir berlari ke atas altar, mengangkat tangan pucat itu tinggi-tinggi dan berseru, "Hentikan, hentikan pernikahannya!" menyelamatkannya dan membawanya pergi ke tempat yang jauh.

"Karena kau tidak mencintaiku," Koga berkata pada akhirnya. Rei melihat sang serigala dari balik bahu dan tersenyum.

"Lalu? Kau juga tidak mencintaiku."