Title : Say You Love Me

Author : Sherry Kim
Cast : Jung Yunho
Kim Jaejoong
Other

Genre : Romance, Drama, Family, Sad, HQ, etc...

Rate : M
WARNING
Yaoi. Tidak suka jangan baca.
Alur tidak jelas typo bertebaran.

.. * ..

Yjskpresent.

.

.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa seluruh keturunan Jung memiliki wajah yang mempesona. Di mulai kakek buyut Jung yang seorang Jenderal perang dinasti Joseon ratusan tahun lalu sampai keturunan satu satunya keluarga Jung yang tersisa, Jung Yunho.

Laki laki tampan dengan perawakan tinggi, tubuh tegap, bahu bidang serta otot yang sempurna laksana dewa yunani seperti kakek buyutnya. Namun di balik wajah menawan dan kesempurnaan Jung Yunho tersimpan rasa hampa, kesepian yang mendarah daging bagi satu satunya keluarga Jung yang tersisa.

Hidup dalam kemewahan, namun tidak memiliki kebebasan serta teman atau saudara yang menemani hari harinya telah membekukan perasaan Jung Yunho, bukan berarti ia tidak memiliki rasa welas asih. Tetapi hatinya membeku karena sejak kecil ia tidak mengenal apa itu yang di nmkan kasih sayang dan cinta dari sebuah keluarga.

Lelaki tampan itu berdiri di atas bukit tinggi, mengamati tanah yang ia warisi dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan keyakinan untuk mengelola tanah keluarga seperti bagaimana ayahnya mengelola tanah warisan mereka.

Jubah hitam panjang miliknya berkibar di belakang tubuh Yunho kala hembusan angin menyelimuti tubuhnya. Kaki panjang nan kokoh pria itu mendaki lebih tinggi untuk dapat melihat keseluruhan kekayaan keluarga Jung yang saat ini menjadi milikkinya.

Estat kelurga Jung terbentang luas dengan manor megah warisan keluarga berdiri di antara di bukit dan sungai yang mengalir ke desa sejak ratusan tahun lalu. Kakek moyang Yunho adalah orang jenderal perang kerajaan, orang kepercayaan raja terakhir dinasti Jeoson dan berkat kesetiaan beliau, kakek moyang Yunho mewarisi estat di bagin utara Korea, sepenuhnya dan di wariskan turun temurun sampai saat ini.

Estat dengan ladang bukit desa dan sebagian gunung di wilayah Gwangju adalah miliknya sampai di pinggiran kota. Pintu gerbang masih berdiri kokoh mengelilingi manor, hanya saja pintu itu sudah tidak lagi di tutup sejak masa kepimpinan alhmarhum kakeknya.

Tidak ada perubahan terlalu mencolok pada setiap bangunan kecuali bagian taman yang mengelilingi manor depan yang ditabahkan air mancur buatan dengan tinggi dua lantai dengan lebar membentuk lingkaran yang cukup lebar di setiap sisi. Itu adalah ide ibunya. Ayah Yunho terlalu mencintai istrinya, ibu Yunho sampai rela mengubah taman khas era dinasti Jeoseon menjadi taman gaya baru dengan air mancur serta tumbuhan bunga langka di sekitar kastil.

Jembatan membentang tangguh di atas sungai seluas tiga puluh meter tidak jauh dari gerbang utama kastil yang menjadi penghubung kekayaan warisanya dengan kota kota lain. Musang Yunho terpejam, menghirup aroma basah yang sudah hampir hilang karena terbitnya matahari.

Hanya satu hal yang membuat dirinya gundah sejak pengacara keluarga meminta dirinya untuk menangani seluruh kekayaan keluarga. Tanggung jawab serta kutukan keluarga Jung.

Tidak terlihat adanya kutukan dan sebagainya yang begitu kentara, tapi mengapa? Mengapa seluruh keluarga Jung meninggal di usia muda? Di mulai dari kakek, ayah bahkan adiknya yang meninggal saat masih balita. Bibi pernah bilang bahwa itu karena penyakit. Tidak ada kutukan, namun tetap saja Yunho merasa takut bahwa dirinya adalah keturunan terakhir Jung.

Ia tidak takut mati, tidak! Yunho hanya menyayangkan warisan keluarga akan jatuh ketangan sepupu jauh yang hampir tidak memiliki hubungan darah denganya jika ia meninggal tanpa melahirkan seorang pewaris.

Keluarga Jung akan lenyap jika dirinya tidak segera menikah. Hanya tinggal dirinyalah yang berkewajiban menjaga dan melahirkan keturunan Jung sebelum ia wafat. Semakin cepat semakin baik, karena Yunho tidak tahu kapan ia akan menyusul leluhurnya dalam kematian.

Hembusan angin membuat helai rambut pria itu menutupi separuh kening dan mata musang miliknya. Dari balik helai rambut ia kembali memperhatikan warisan keluarga yang subur di bawah pengawasan Bibi pengacara keluarga selama sepuluh tahun terakhir.

Seluruh hutan, desa sampai pinggiran kota adalah miliknya, tanah yang begitu luas sampai ia sendiri tidak tahu batas mana kekayaan yang ia milikki. Tapi mengapa ia merasa tidak bahagia dengan kekayaan yang ia milikki saat ini?

Tidak ada yang membuatnya bahagia, tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya tersenyum bahkan tertawa. Ia sadar ia merasa kesepian. Yunho lah satu satunya pewaris yang tersisa dari dua saudara yang di lahirkan ibunya. Tidak ada sepupu kandung dari satu satunya bibi dari pihak sang ibu.

Adiknya Jung Junho meninggal karena demam ketika Yunho masih berusia lima tahun. Tidak banyak yang ia tahu tentang adiknya, tidak banyak kenangan bersama yang mereka milikki. Serta tidak banyak yang Yunho ketahui tentang ayahnya, beliau meninggal sepuluh tahun silam karena penyakit, itulah yang bibinya katakan.

Yunho di besarkan oleh bibinya di kota Busan sejak umur delapan tahun, di pisahkan dari ayahnya sendiri dan Yunho tidak tahu mengapa bibinya melarang Yunho menemui ayah di waktu libur sekolah, sampai pemakaman beliau barulah ia melihat ayahnya berbaring kaku menutup mata tak bergerak. Ayah masih tampan dan bugar saat meninggal. Demi Tuhan, beliau baru berusia empat puluh tahun dan meninggalkan Yunho sebatang kara.

Selama ini apakah ayah tidak merindukan dirinya? Satu satunya putra yang tersisa, satu satunya keluarga yang di milikki ayah. Tidak sekalipun ayah menjenguknya selama di asrama, atau bertandang ke rumah bibi di Busan.

Yunho tinggal di asrama selama ia menjalani pendidikan sampai bibi mengirim Yunho melanjutkan pendidikan di Oxford dan ia memilih tinggal di Inggris setelah ia lulus dan baru kembali dari Oxford dua bulan lalu. Ia tidak akan kembali andai saja tidak mendapat panggilan pengacara keluarga yang menyarankan bibi untuk meminta Yunho mengambil alih tugas sang pewaris.

Jika boleh jujur, Yunho tidak tahu kenapa bibi menjauhkannya dari satu satunya keluarga yang ia milikki, ayahnya. Sejak ia dapat mengingat, dirinya hanya sebatang kara tanpa ada kenangan dari ayah saudara ataupun ibu yang pergi dengan pria lain beberapa minggu setelah kematian Junho, adiknya.

Menghela napas, musang Yunho memperhatikan para petani yang sibuk menyiangi ladang mereka. Ia sudah berusaha melupakan masa lalunya. Menatap ke masa depan meskipun sulit.

Kerbau membajak ladang dan beberapa domba merumput di padang rumput tidak jauh dari kaki bukit. Tidak jauh dari sana ada baprik mengelola teh rumah rumah warga. Sekitar dua kilo meter dari sana mulai memasuki kota dengan sederet pertokoan yang di sewakan, rumah bertingkat serta motel. Semua adalah miliknya.

Ia memang tidak mengenal penyewa tanah serta penduduk di sekitar, tapi bukan berarti ia tidak ingin mengenal mereka semua. Yunho ingin, hanya saja ia tidak tahu bagaimana caranya bertukar sapa dengan penduduk yang nyaris tidak ia kenal meski sudah dua bulan ia kembali. Ia bukanlah orang yang mudah bergaul.

Selama tinggal di Oxford Ingris selama bertahun tahun tidak satupun teman akrab yang ia milikki, hanya beberapa kenalan yang tidak pernah mengajaknya keluar atau sekedar makan, karena Yunho tidak terlalu menyukai kegiatan di luar rumah.

"Tuan muda, sudah waktunya kita kembali." Sekertaris pribadinya, Park Yoochun memberitahu.

Waktu berjalan begitu cepat tanpa ia sadari ia sudah mengelilingi perkebunan sepanjang pagi. Dedaunan pinus di sisi hutan yang lebat menghalangi sinar matahari masuk sampai ia lupa waktu. Pohon pohon berderet rapi di hutan yang subur.

"Aku ingin berjalan jalan untuk melihat perbatasan tanah kita, Yoochun." Sudah saatnya ia tahu sampai di mana kekayaanya yang ia warisi.

Sekertarinya itu tidak mengatakan apapun sampai Yunho mengambil langkah pertama. "Baik Tuan Muda." Dan mengikuti majikan barunya di belakang.

Jubah hitam milik Yunho berkibar tertiup angin ketika ia berada di sisi hutan beberapa saat kemudian. Pria itu melompat untuk berdiri di atas batu besar mengamati daratan yang lebih rendah di sekeliling mereka, daratan milik orang lain.

Musang pria itu mengamati bukit bukit subur di sisi lain desa yang terkenal akan penghasilan minyak kelapa sawit mereka. Keluarga Jung memiliki separuh saham pada baprik baprik di sana, bekerja sama dengan pemilik tanah keluarga Choi ketika pria itu hampir gulung tikar karena kebiasaan mendiang Mr. Choi Siwon di meja judi.

"Apakah saat ini Choi Seung Hyun yang mewarisi Tanah Mr. Choi?"

"Benar Tuan muda. Mr. Choi senior meninggal lima tahun lalu. Kejadian itu terjadi begitu cepat," Sebelum majikanya bertanya, Yoochun bercerita. "Terjadi perkelahian di Klub tempat Mr. Choi biasa berjudi dan beliau meninggal setelah mengalami luka tembakan dari salah satu pengunjung yang mengamuk."

Choi Seung Hyun. Yunho ingat teman semasa kecilnya itu. Mereka tidak pernah berhubungan lagi sejak Yunho pindah. "Aku pikir dia sudah dewasa sekarang."

"Beliau sudah menikah, dan memiliki seorang putra berumur dua tahun."

Kedua alis Yunho mengeryit. Seakan tahu apa yang di pikirkan oleh majikannya, Yoochun menambahkan. "Perjodohan karena utang piutang Tuan muda, Sir Siwon berutang banyak dari keluarga mempelai wanita."

Astaga. Betapa malang nasip teman lamanya itu. Andai Yunho tinggal di sini, tentunya ia mampu membantu meskipun tidak dapat melunasi semua utang mereka dan menjauhkan temanya itu dari pernikahan yang tak di inginkan. "Apakah kau bahagia?" kata itu mengambang di udara. Pertanyaan tulus yang ia lontarkan untuk sahabat lama yang tidak begitu ia kenal.

Terdengar gemerisik dari belakang. Tangan Yoochun siap siaga dengan pistol di pinggang jika sewaktu waktu ada hewan buas berkeliaran di hutan.

"Tuan muda," Melihat pelayan berlari tergesa, Yoochun memasukan kembali senjatanya ke dalam jas. "akhirnya saya menemukan Anda." Pelayan yang tidak asing itu menghampiri mereka. Yunho tidak berniat berpaling dan mengagetkan pria itu dengan tatapanya yang kata bibinya dingin, meskipun sepertinya mereka sudah terbiasa dengan dirinya yang mengabaikan yang tidak penting.

"Bibi Anda datang berkunjung. Beliau meminta agar Anda segera menemui beliau."

"Kami akan kembali sebentar lagi." Yoochun lah yang menjawab.

Pelayan itu undur diri dan barulah Yunho berbalik untuk perjalan pulang.

Pulang. Kata yang tidak pernah ia bayangkan akan terdengar begitu melegakan. Selama ini ia hidup tanpa memikirkan rumah, bahkan selama pendidikan di Oxford pun ia tidak pernah berpikir untuk pulang.

Hujan mulai turun dengan tiba tiba. Tidak ada tanda tanda akan adanya hujan pagi ini sampai Yoochun tidak membawa payung untuk berjaga jaga.

Yunho menyibakkan jubah miliknya menutupi kepala, berlindung dari air hujan yang mengguyur hutan begitu lebatnya. Meskipun terhalang oleh dedaunan hutan, mereka tetap basah. Yunho mencoba melihat dengan pandangan kabur, sampai musang miliknya mendapati reruntuhan pondok di lereng bukit yang tidak pernah ia ketahui keberadaanya.

"Ke arah sini Yoochun." Pelayan pribadinya itu tidak terlihat. Yunho memutuskan untuk berlindung terlebih dahulu dan menunggu.

Reruntuhan pondok batu mungil itu berada tepat di perbatasan antara tanah miliknya dan tanah milik keluarga Choi. Tetapi sepenuhnya bertempat di tanah miliknya. Di lihat dari kondisi reruntuhan yang berlumut dan di tumbuhi tumbuhan merambat, Yunho menduga tempat ini sudah di abaikan sebelum ia lahir.

Penasaran, Yunho masuk melalui pintu kayu dengan engsel rusak. Pondok tua itu tidak terlalu besar, dilihat dari segi ukuran dan barang barang tua ia menduga dulunya ini rumah penjaga hutan. Seingat Yunho, saat ini penjaga hutan pertempat di bagian hutan yang lebih dekat dengan perkampungan.

Jejak kaki lain terlihat jelas di sekitar jejak basah kaki Yunho. Apakah ada orang yang berteduh di sini? Ataukah tempat ini perpenghuni?

Menajamkan indra pendengaran, Yunho melangkah maju lebih dalam. Tangga batu mengarah ke lantai dua yang sempit dan ia berjalan menyusuri susuran tangga. Siapapun yang tinggal di tempat ini, orang itu tidak memiliki ijin dengan tinggal di tanah miliknya.

Ia sampai di lantai dua, di depan satu satunya pintu yang terlihat berbeda dari bangunan tua ini. Perlahan Yunho mendorong pintu sampai terbuka setengah. Suara terkesiap di susul benda jatuh dari belakang Yunho membuat pria itu berbalik secepat ia bisa.

Halilintar menyambar, memperjelas bayangan seseorang yang berdiri di tengah anak tangga dengan adanya jendela rusak membawa sinar halilintar menyinari sosok bertubuh kecil itu.

"Siapa kau?" Yunho bertanya. Karena terkejut suaranya terdengar menakutkan.

"Tuan muda." Sekertaris pribadi Yunho muncul di bawah tangga, menatapnya gugup dari balik seseorang yang tidak Yunho kenali itu.

Sosok itu seorang pemuda, dengan rambut panjang sampai bahu dan di ikat asal di tengah kepala. Pemuda itu mundur dengan langkah pelan, berhenti saat Yunho menatap pemuda itu tajam.

"Saya bisa menjelaskanya ini Tuan muda." Musang Yunho beralih menatap secertaris pribadinya dengan terkejut.

"Kau mengenalnya?"

Yoochun mengangguk lemah. "Namanya, Kim Jaejoong."

Tubuh pria yang tidak lebih tinggi dari Yoochun itu berlari menuruni tangga dan berlindung di belakang tubuh sekerteris pribadinya, ketakutan.

Sesuatu menghantam Yunho dengan telak karena di tanah yang menjadi tanggung jawab ayahnya masih ada seseorang yang begitu... begitu sangat... Bagaimana mengatakanya? Memprihatinkan mungkin.

Terkutuklah ayahnya membiarkan hal ini terjadi di tanahnya dengan kekayaannya yang berlimpah ruah.

Yunho mengumpat. Umpatan yang membuat sekertarisnya terkejut karena Yunho yang Yoochun kenal adalah pria pendiam, sopan dan bijak dalam menanggapi masalah apapun.

"Jelaskan Yoochun." kata itu sebuah perintah tak terbantahkan.

Sekertarinya itu mengangguk lemah. "Namanya Kim Jaejoong, saya minta maaf sebelumnya karena saya yang memberinya ijin untuk tinggal di sini." Yoochun terdiam, menunggu. Menunggu majikan barunya itu berteriak marah atau apapun asal jangan diam seribu habasa yang hanya membuat suasana semakin mencengkam.

Yunho melihat pemuda bernama Jaejoong itu mencengkeram lengan pelayannya dengan keras, sampai Yoochun meringis. Ya Tuhan, lihatlah kondisinya. Pakaian kumuh dengan sepatu rusk yang entah sudah berapa kali di jahit ulang.

"Tidak apa-apa Jae, Tuan muda Yunho pasti mau menampungmu di tanah miliknya. Beliau tidak sekejam mandor perkebunan teh maupun warga desa sebelah." Seakan menyadari bahwa ia salah berkata Yoochun menatap Yunho dan meralat. "Maksudku, Tuan muda sangat bijak dalam mengambil keputusan apapun."

Yunho mencoba tetap tenang, ia tidak ingin menakuti pemuda bertubuh kurus itu dengan amarah yang pastinya akan membuat kedua orang di hadapanya ketakutan setengah mati.

Karena sungguh, ia sudah akan merobohkan bangunan tua ini jika mereka tidak menjelaskan mengapa dan hal apa yang keduanya sembunyikan darinya. Dan kenapa pemuda itu bersembunyi di tanah miliknya, jauh di tengah hutan, sendirian tanpa perlindungan dan keluarga?

"Aku menunggu penjelasan kalian." Yunho berbalik untuk masuk keruangan yang di jadikan sebagai kamar. Kamar tersebut tidaklah besar. Sebuah ranjang di lantai dan peralatan makan seadanya.

Yunho kembali mengumpat. Tempat ini tidak layak di tinggali, bahkan kandang kuds lebih nyaman dari ranjang jerami itu.

Yoochun menarik satu satunya kursi di ruangan kecil itu untuk Yunho duduk. Kursi bergoyang tak seimbang saat Yunho menempatkan diri di atasnya.

"Aku menunggu penjelasan kalian!" Tuntutnya.

Terdengar helaan napas panjang sekertarinya itu. Yunho melirik pemuda yang masih ketakutan berdiri si pojok ruangan menggeleng ke arah Yoochun.

"Dia yatim piatu, saudaranya meninggal dan tidak memiliki keluarga lain juga rumah untuk di tempati."

Entah nyata atau tidak, Yunho melihat pemuda bernama Kim Jaejoong itu menghela napas lega.

Lega? Kenapa?
Apakah mereka menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin Yunho ketahui?

"Aku ingin penjelasan yang lengkap Yoochun. Biarkan dia yang berbicara." Yunho menunjuk Jaejoong dengan dagunya.

Keduanya terlihat tidak nyaman berdiri di sana. Menatap satu sama lain, bahu Yoochun terkulai dan berkata. "Dia tidak akan bisa menjelaskan masalahnya sendiri."

"Kenapa?"

"Karena Jaejoong tidak bisa bicara. Dia bisu."

~TBC~

IM BACK.
Adakah yang kangen. #tidak ada ya... nangis di pojokan

Yuhuuuu... Ff baru lagi.
Di geplak. Ff lain nganggur malah buat cerita baru lagi.

Model ff baru(?) kkk。。。
Pertama kali buat ff latar belakang Harlequin versi korea. Maaf jika aneh. Masih dalam tahap belajar, menerima masukan dan saran jika salah dalam menyebutkan sesuatu di ff ini. Kamsahamnida.