Disclaimer:

Katekyo Hitman Reborn! by Akira Amano

Storia (Versione Nuvola) by Hikaru Kisekine

Warning:

Maybe OOC, typo, 18OC

Happy Reading!


Langit musim semi pagi itu berwarna biru gelap, diikuti dengan awan yang bergerak mengikuti pergerakan angin yang berhembus perlahan. Bunga sakura bermekaran dengan indahnya di sepanjang jalan menuju SMA Namimori yang terletak di belakang gedung SMP. Sengaja dibangun demikian dengan alasan membangun hubungan yang baik antara kakak kelas dengan adik kelasnya –walau beberapa siswa beranggapan kalau alasannya adalah lokasi Namimori yang tak memiliki banyak lahan yang luas untuk membangun gedung SMA di beda lokasi.

Pukul enam pagi, masih terlalu awal untuk berada di sekolah yang akan mengadakan upacara awal semester baru jam setengah delapan pagi nanti. Tapi tidak dengan gadis berambut hitam sepunggung dengan gaya ponytail rendah dengan manik violet sewarna amethyst miliknya yang menatap lekat pohon sakura di hadapannya dengan senyum simpul.

Ia sengaja datang lebih awal karena ia tak ingin terlambat, terlebih karena kondisi kakinya yang tengah terkilir dan mulai membengkak saat ia melihat kondisi pergelangan kaki kirinya pagi tadi. Kondisi kaki kirinya itu dikarenakan tiga hari yang lalu ia tak sengaja berurusan dengan empat orang gadis yang marah padanya dan mendorongnya hingga jatuh dan berguling dari pinggir jalan hingga tepi sungai yang letak tanahnya lebih rendah satu setengah meter dari tempat pejalan kaki.

Sesungguhnya, ia bukanlah tipe yang suka berurusan dengan orang lain. Ini semua terjadi hanya karena ia menyukai seorang pria di kelasnya tahun lalu, mencoba mendekatinya dan ia justru dibully oleh empat gadis yang –menurutnya- menyukai pria yang sama dengannya. Dan ini terjadi terus menerus. Ia tak melawan, tepatnya ia malas melawan. Karena menurutnya hal itu sama sekali tak perlu.

Ia menghembuskan nafasnya perlahan dan tersenyum simpul. Tahun ini ia duduk di kelas dua SMA. Tahun lalu, ia sempat menaruh surat berisi perasaannya untuk pria yang disukainya itu di dalam loker sepatu milik pria itu. Walau ia sendiri tak mengharapkan jawaban positif dari yang bersangkutan. Targetnya, tahun ini ia harus bisa menjalani kehidupannya dengan lancar tanpa adanya konflik yang berarti.

Kobayashi Fuyuki, siswi dengan rambut hitam lurus sepunggung dengan manik sewarna amethyst. Nilai pelajaran pas-pasan dengan beberapa nilai merah –ia akui kalau ia tak begitu baik dalam akademik maupun non-akademik. Kedua orangtuanya tinggal di luar negri karena tuntutan pekerjaan -yang sampai sekarang Fuyuki sendiri tak tahu apa pekerjaan mereka. Mereka bilang, akan menceritakannya saat waktunya tiba.

Ia melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan kirinya. Pukul enam lewat lima belas menit, masih sangat lama hingga waktu upacara nanti. Ia pun kembali mengangkat kepalanya dan menatap satu-satunya pohon sakura yang ada di kawasan sekolah Namimori. Ia suka sakura, tapi di sekolah ini hanya ada satu karena sang Karnivora meminta Kepala Sekolah untuk menebang pohon sakura yang lain. Kalau ia punya keberanian lebih, ia pasti sudah menceramahi sang Karnivora karena alasan konyol dan sifat egoisnya itu.

Di sekolahnya, Fuyuki memiliki dua sahabat, Ruri dan Mao. Sayangnya, keduanya masih berada di luar kota hingga minggu depan. Fuyuki sedikit iri, tapi ia tak mungkin meminta keduanya untuk mengajaknya ikut berlibur 'kan?

Ia juga sama sekali tak memberitahu kondisinya sekarang pada orangtuanya atau kedua sahabatnya itu, walau mereka sering menanyainya lewat email ataupun telepon selama liburan. Alasannya, karena ia tak mau membuat mereka khawatir. Intinya, ia terlalu baik. Bahkan tipe tak tegaan pada orang lain.

Ia menghela nafas ringan mengingat kalau ia akan menjalani hari ini sendiri, tanpa kedua sahabatnya. Dan helaan nafas yang dikeluarkannya itu bertepatan dengan tepukkan bahu pelan yang dirasakannya pada bahu kanannya. Ia menoleh cepat. Dan manik sewarna amethyst miliknya bertemu pandang dengan manik blue steel tajam milik sang Karnivora.

Fuyuki menelan ludahnya panik.

"Sejak kapan kau di sini?"

"Se-sejak jam enam pagi tadi..." Panik, takut dan canggung, itulah yang dirasakan oleh Fuyuki saat ia berhadapan langsung dengan sang Karnivora yang selalu dihindarinya itu. Hibari Kyouya hanya memberi respon dengan gumaman singkat dan menatap Fuyuki dari atas sampai bawah dengan teliti. Fuyuki menelan ludahnya.

Pandangan Kyouya terhenti tepat pada kaki Fuyuki yang terbungkus kaus kaki hitam sebetis dengan sepatu pantofel coklat. Sebuah kerutan terlihat jelas pada kening Kyouya. Fuyuki yang melihat reaksi berbeda yang dtunjukkan Kyouya pun ikut terbawa suasana dan ikut memandangi Kyouya dengan pandangan bertanya.

"Pergelangan kaki kirimu bengkak?" tanya Kyouya dengan kedua alisnya yang bertaut dan pandangan lurus yang meminta penjelasan. Fuyuki kembali menelan ludahnya takut dan mengangguk singkat sebagai jawaban. Kerutan pada kening Kyouya semakin mendalam. Fuyuki mulai menangkap ekspresi khawatir dari sang Karnivora yang jarang menunjukkan ekspresi demikian -walau Fuyuki masih ragu dengan asumsinya.

"Sejak kapan?" Pertanyaan kembali dilontarkan Kyouya dengan manik blue steel miliknya yang menatap lurus manik amethyst milik Fuyuki. Fuyuki mulai gugup ditatap langsung seperti itu, karena ia sendiri jarang melakukan kontak mata secara langsung dengan laki-laki. Jadi, ia memutuskan untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Tiga hari lalu..." jawab Fuyuki pelan, hampir mirip bisikkan. Kyouya mendengus mendengar jawaban Fuyuki. "Kau mengompresnya?" tanya Kyouya lagi dan dibalas gelengan pelan oleh Fuyuki yang masih menundukkan kepalanya –menghindari kontak mata dengan Kyouya.

"Kau pulang saja."

Fuyuki segera mengangkat kepalanya cepat, terkejut dengan ucapan Kyouya barusan. "Tu-tunggu dulu! Aku masih bisa ikut upacara awal semester 'kok!" ucap Fuyuki mencoba meyakinkan. Bagaimanapun ia sudah bertekat untuk tetap hadir dalam upacara pagi ini. Kyouya mendengus kasar.

"Dengan kondisi kaki seperti itu? Kakimu bisa hancur jika kau mengikuti upacara awal semester dari awal hingga akhir."

Fuyuki menelan ludahnya mendengar ucapan sarkastik yang diucapkan Kyouya dengan aura intimidasi yang mulai dirasakannya. Padahal, ia sama sekali tak merasakan hawa tersebut sejak ia berbicara dengan Kyouya tadi.

Fuyuki masih menundukkan kepalanya, kembali sibuk dengan pikirannya. Kyouya mendengus pelan dan mulai berjongkok membelakangi Fuyuki.

"Naik."

Fuyuki mengangkat kepalanya dan menatap Kyouya dengan kerutan jelas di keningnya. Kyouya kembali mendengus kasar.

"Cepat naik atau kuhajar."

Kembali menelan ludahnya dengan panik dan segera mengikuti instruksi sang Karnivora yang kini tengah menggendongnya di punggung. Kyouya mulai berjalan memasuki gedung sekolah –Fuyuki sedikit bersyukur karena ia sudah meletakkan tasnya di kelas barunya.

"Iinchou, kita mau ke mana?" tanya Fuyuki sedikit ragu. Tapi ia harus menanyakan hal itu untuk memastikan kalau tak akan terjadi hal gawat, setidaknya ia masih mau hidup dan tak mau digigit oleh Karnivora yang tengah membawanya menyusuri lorong lantai satu gedung SMA itu.

"UKS."

Singkat dan padat. Fuyuki mengerutkan keningnya mendengar jawaban itu. Sempat terpikir olehnya kalau Kyouya ingin mengobati kakinya yang terkilir itu. Tapi Fuyuki segera menyingkirkan pikiran itu karena dirasanya sangatlah mustahil untuk orang dengan harga diri setinggi langit seperti Kyouya.

Fuyuki menundukkan kepalanya dan mengistirahatkannya di bahu kiri Kyouya dengan kedua lengannya yang masih melingkar di sekitar leher Kyouya yang kini tengah naik menuju lantai dua. Dan Fuyuki bisa dengan jelas mencium aroma mint dari tubuh Kyouya. Fuyuki menelan ludahnya, mencoba menyingkirkan pikirannya yang mulai merasa nyaman dengan posisinya kali ini. Memejamkan mata sejenak, dan-

"Jangan tidur."

Fuyuki tersentak kaget mendengar suara bass tersebut dan ia yakin kalau wajahnya sudah merah hingga telinga sekarang.

"Kenapa membawaku ke UKS?" tanya Fuyuki tepat setelah Kyouya membuka pintu ruang UKS yang terletak di pojok lorong tantai dua, menyibakkan salah satu tirai putih yang mengelilingi salah satu tempat tidur di sana dan menurunkan Fuyuki di sana. Fuyuki masih menatapnya meminta jawaban.

"Balas budi."

Fuyuki menatap tak percaya akan jawaban yang diberikan Kyouya barusan. Sedangkan Kyouya justru duduk di tepi tempat tidur –tak jauh dari posisi Fuyuki- sambil memainkan ponsel hitamnya. Fuyuki menundukkan kepalanya seraya mengingat kejadian yang pernah dialaminya yang –mungkin- melibatkan Kyouya.

Dan Fuyuki ingat, ia pernah satu kelas dengan Kyouya saat di Taman Kanak-kanak -karena Fuyuki lahir dan besar di Namimori. Seingat Fuyuki, ia sempat berteman dengan Kyouya karena keduanya pernah disuruh untuk membersihkan kelas bersama sepulang sekolah oleh pembina Taman Kanak-kanak saat itu. Ditambah dengan sifat Kyouya yang tak banyak bicara dengan Fuyuki yang sulit bersosialisasi, membuat keduanya dengan mudah akrab saat itu.

Sayangnya, tak lama setelah mereka mulai akrab, Fuyuki pun mengalami penindasan oleh para murid laki-laki yang menjadikannya pelampiasan amarah. Fuyuki sempat dipukuli di kelasnya seusai sekolah –saat itu sekolah sudah sepi- dan ia tak bisa meminta tolong karena tenggorokkannya terasa kering saat itu.

Ia menutup matanya erat. Sekitar sepuluh menit, ia masih menutup matanya dan mendengar berbagai teriakan dari para siswa di sekelilingnya. Dan saat Fuyuki membuka matanya, ia mendapati Kyouya yang berjongkok di hadapannya dengan ekspresi kacau serta beberapa cipratan darah yang menempel pada kausnya.

Tak lama setelah itu, salah satu pembina yang ternyata masih berada di area sekolah datang dan meneyelesaikan semuanya dengan kepala dingin. Semua kembali seperti semula, kecuali hubungan Fuyuki dengan Kyouya yang sempat akrab saat itu. Kejadian itu membuat keduanya tak pernah bicara secara langsung lagi.

Fuyuki jadi ingat, itu alasan kenapa ia sangat menghindari Kyouya dan alasan kenapa ia sedikit trauma dengan perkelahian. Ia menatap Kyouya yang masih duduk di sampingnya sambil memainkan ponsel dengan ekspresi dinginnya itu.

Sudah lama sejak kejadian itu, dan ia mengingatnya... Tunggu, saat itu ia menghajar para siswa itu untuk melindungiku 'kan? Berarti aku yang salah karena sudah menjauhinya yang mencoba melindungiku? Ah, aku harus minta maaf. Aku juga harus berterima kasih karena sudah membawaku ke UKS. Kurasa hampir dua belas tahun sejak kejadian itu... Dan ia...

"Hoi."

Lamunan Fuyuki buyar seketika saat Kyouya menjentikkan jarinya di hadapan wajah Fuyuki –sukses membuat Fuyuki memerah karena ia melamun sambil tetap menatap Kyouya yang tadi tengah sibuk dengan ponselnya itu.

"Kau tetap di sini."

Kyouya berdiri di hadapan Fuyuki sambil memberi perintah tersebut. Fuyuki mengerut tak senang mendengarnya. Kyouya yang mengetahui ketidaksetujuan dari ekspresi Fuyuki hanya bisa mendengus pelan.

"Aku akan memberi alasan pada Sensei nanti."

"Bukan itu."

Kyouya mengangkat kepalanya dan menatap Fuyuki dengan sebelah alisnya yang terangkat –menunggu Fuyuki melanjutkan ucapannya itu. Tapi Fuyuki justru menundukkan kepalanya dengan pandangan matanya yang tak fokus –jika Kyouya tak salah dengan penglihatannya, ia rasa wajah Fuyuki tengah memerah tipis sekarang.

"K-kau akan datang lagi nanti?"

Kyouya menatap Fuyuki dengan ekspresi yang sulit dijelaskan mendengar kalimat yang menurutnya sedikit ambigu itu. Karena Kyouya tak kunjung menjawab pertanyaannya, Fuyuki segera mengangkat kepalanya dan menatap Kyouya yang tengah menatapnya dengan kerutan bingung. Fuyuki menggembungkan pipinya gemas.

"Setelah upacara nanti, apa kau bisa datang lagi ke sini?" tanya Fuyuki lagi, mencoba menjelaskan maksud pertanyaannya. Ia yakin, wajahnya memerah sekarang. Sebuah seringai terbentuk di wajah Kyouya. Wajah Fuyuki kembali memanas lagi. Ingatkan Fuyuki untuk berhati-hati dengan pemuda di hadapannya itu. Rasanya, pemuda itu tak begitu bagus untuk jantungnya.

"Sejak kapan kau seagresif ini?"

Wajah Fuyuki memerah sempurna sekarang, hingga telinga. Rasanya ia ingin segera pulang sekarang. Fuyuki mengalihkan pandangannya ke arah lain, sedangkan Kyouya masih menatapnya dengan pandangan lurus sebelum mulai mengacak surai hitam milik Fuyuki, membuat sang empunya surai menutup matanya sejenak.

"Kuusahakan."

Sepertinya, ia akan segera melupakan pria yang pernah ia kirimi surat cinta di akhir semester lalu. Wajahnya kembali memanas sekarang, terlebih karena Kyouya tersenyum tipis sekarang.

Ah, kenapa aku baru menyadari kalau ia tampan...

Oke, Fuyuki mulai melantur sekarang.

"Jadi, kau tetap di sini. Jangan keluar ruang UKS."

Fuyuki mengangguk singkat mengiyakan perintah Kyouya. Kyouya menatapnya sejenak, sebelum kembali mengacak surai hitam Fuyuki dan segera meninggalkan ruang UKS tanpa mengatakan apapun. Meninggalkan Fuyuki yang kini wajahnya semakin memanas.

Ia merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponsel hitam dengan sebuah garis berwarna ungu tua pada tepinya itu, membuka flipnya dan mulai mengetikkan sesuatu untuk kedua sahabatnya, Ruri dan Mao. Ia segera melepas sepatunya dan kaos kakinya, lalu segera berbaring di tempat tidur yang didudukinya sejak tadi.

Tak lama, ia pun mendapatkan balasan dari kedua sahabatnya di saat yang hampir bersamaan. Pertama, ia membuka email dari Mao. Dan wajahnya kembali memanas.

Itu berarti ia perhatian dan selalu memperhatikanmu 'kan? Kurasa kau harus segera melupakan Toushiro. Menurut penjelasanmu, kupikir ia lebih baik dari Toushiro yang disukai banyak wanita itu. Boleh aku tahu namanya? :3

Fuyuki membalas email dari Mao dengan wajahnya yang masih menyisakan semburat tipis pada kedua pipinya itu.

Entahlah, aku tak yakin... Ya, akan kudengarkan saranmu itu. Mengenai namanya... tidak. Untuk sekarang, aku tak bisa memberitahu namanya. Gomen ne

Selesai membalas email dari Mao, ia pun mulai membuka email dari Ruri. Matanya membulat sempurna membaca email dari Ruri yang terkesan terlalu blak-blakkan.

Kau menyukainya. Atau mungkin cinta? Itu jawabanku! Menurut ceritamu, ia sepertinya pria yang baik. Sebaiknya, kau segera menyatakan perasaanmu padanya sebelum kau keduluan oleh wanita lain. Jadi, minggu depan kita bisa triple date dengan Mao~ w/

Oke, Fuyuki lupa kalau Ruri dan Mao sudah memiliki kekasih. Dan ia lupa kalau Ruri sedikit over mengenai cerita cinta. Jadi ia maklum dengan balasan email dari Ruri yang terkesan terlalu terbuka itu. Fuyuki tersenyum simpul dan mulai mengetikkan balasannya pada Ruri.

Entahlah, yang pasti ia pernah menolongku dulu. Mengenai kepribadiannya, aku tak berani langsung menganggapnya baik –walau ia sudah menolongku pagi ini. Kau akan tahu alasanku tak mau langsung menarik kesimpulan mengenai sikapnya jika kau tahu orangnya nanti ...

Menyatakan perasaan? Ruri-chan, menurutku dia bukanlah tipe pria yang disukai oleh banyak siswi. Jadi, aku tak akan terburu-buru mengenai itu. Termasuk dalam menyatakan perasaan –setidaknya sampai aku sadar akan perasaanku yang sebenarnya padanya. Jadi, tunggu saja yaa~ :3

Hembusan nafas pelan meluncur dari bibir tipisnya, ia segera melipat ponsel flipnya setelah selesai membalas kedua email dari sahabatnya itu, memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya dan mulai mengambil posisi untuk tidur.


Jam satu siang, para siswa sekolah Namimori pun sudah mulai pulang satu-persatu. Termasuk lorong lantai dua gedung SMA. Hanya ada seorang pemuda berambut silver cepak dengan sebuah plester di hidungnya yang tengah berjalan di belakang pemuda berambut hitam dengan gakuran yang disampirkan di bahunya.

Sasagawa Ryohei –pemuda berambut silver yang baru saja resmi menjadi siswa kelas satu SMA Namimori itu- menatap Kyouya yang berjalan di hadapannya dengan langkah tegapnya. Kening Ryohei berkerut bingung. Pagi tadi, ia mendapat email dari Kyouya yang memintanya untuk bertemu selesai pertemuan klub tinju. Dan ia bertemu dengan Kyouya tadi di dekat tangga menuju lantai dua, hingga ia berakhir mengikuti Kyouya yang meminta bantuannya.

Dalam benaknya, ia sendiri penasaran dengan hal apa yang akan diminta Kyouya. Karena menurut Ryohei, pria dengan harga diri tinggi seperti Kyouya tak akan pernah meminta bantuan pada orang lain.

"Memang, kau mau minta bantuan apa?" tanya Ryohei setelah dirinya dan Kyouya berhenti di depan pintu ruang UKS. Kyouya membuka pintu ruang UKS dalam diam dan mulai berjalan menuju salah satu tirai yang menutupi salah satu tempat tidur di sana. Menyibakkannya dan menghampiri sosok gadis yang tengah terbaring di atas tempat tidur bersprei putih di sana. Ryohei terdiam.

Ia berjalan mengikuti Kyouya dan berdiri di hadapan gadis yang kini terbaring dengan kedua matanya yang masih terpejam. Ryohei diam menatap wajah gadis tersebut lekat.

"Berhenti memandanginya."

Lamunan singkat Ryohei pecah seketika. Ia menatap Kyouya yang menatapnya dengan wajah yang terlihat kesal. Ah, dia cemburu 'ya?, batinnya singkat. Rasanya Ryohei ingin menyeringai menyadari hal itu.

"Tugasmu di sini."

Ryohei mengikuti arah pandangan Kyouya. Dan mendapati bengkak pada pergelangan kaki sebelah kiri. Ia berjalan mendekati area kaki tersebut dan mulai mengeluaran flame miliknya dari Vongola Gear -yang selalu dibawanya- yang keluarkannya dari dalam tasnya. Perlahan, ia pun mulai mendekati area bengkak tersebut dan membiarkannya selama beberapa saat hingga area bengkak tersebut kembali ke kondisi semula.

"Ada lagi?" tanya Ryohei setelah selesai menyembuhkan bengkak tersebut. Ia menatap Kyouya yang sepertinya tengah sibuk berpikir. Hingga Kyouya menarik kursi yang berada di dekat tempat tidur –di sisi yang berlawanan dengan posisi Ryohei berdiri- dan mulai menunjuk lengan atas sebelah kiri dekat bahu. Ryohei berjalan mendekati posisi Kyouya dan mulai menaikkan sedikit lengan seragam Fuyuki.

"Memar?" Ryohei sedikit shock melihat luka memar yang kebiruan di area lengan atas dekat bahu tersebut. Ia menatap Kyouya meminta penjelasan. Ia rasa, luka pada pergelangan kaki dan lengan itu bukanlah kecelakaan. Apa Kyouya yang membuat luka memar dan bengkak itu?, batinnya mencoba menebak alasan di balik luka tersbut.

Kyouya mendengus kesal melihat ekspresi Ryohei dan sukses menarik perhatian Ryohei padanya. "Bullying." Mulut Ryohei membentuk huruf 'o' setelah ia mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Setelahnya, ia pun kembali mengeluarkan flame pada Vongola Gear miliknya dan memulai proses penyembuhan pada luka memar itu.

"Kau mengenalnya?" tanya Ryohei setelah ia selesai menyembuhkan luka memar tersebut dan segera memasukkan Vongol Gearnya ke dalam tas yang dibawanya –karena ia berniat langsung pulang setelah ini. Kyouya hanya bergumam singkat sebagai jawaban dan mulai bangkit dari posisi duduknya.

Di saat yang sama, Fuyuki mulai membuka kedua kelopak matanya. Bangun dari posisi tidurnya dan mengubahnya menjadi posisi duduk sambil menatap Ryohei dan Kyouya secara bergantian dengan pandangan sayu.

"Akh... dia sudah bangun!" pekik Ryohei dengan senyum lebar khasnya. Sedangkan Kyouya hanya melipat kedua lengannya di depan dada sambil menatap Fuyuki lurus –menunggu reaksi selanjutnya dari Fuyuki.

"Upacaranya?" Fuyuki bergumam sekilas dengan kedua alisnya yang bertaut mencoba menormalkan pandangan matanya yang masih sedikit buram. "Sudah selesai sejak tadi," jawab Kyouya seperlunya dan diikuti dengan anggukkan Ryohei.

Fuyuki pun segera menurunkan kakinya dan segera memasang kaus kakinya serta sepatunya untuk segera pulang. Tapi pergerakannya terhenti saat ia menyadari kalau bengkak akibat terkilir di kaki kirinya telah sembuh. Dan ia juga sudah tidak merasakan nyeri pada lengan kiri bagian atasnya yang memar akibat tiga hari lalu karena kejadian yang sama. Ia diam dan menatap Kyouya serta Ryohei bergantian –meminta penjelasan.

Sayangnya, Ryohei hanya membalas tatapan Fuyuki dengan senyum lebar, sedangkan Kyouya hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Alis Fuyuki bertaut serius.

"Sebaiknya cepat. Aku mau menutup gerbang depan."

Fuyuki pun segera mempercepat gerakannya sedangkan Ryohei justru tertawa lepas sambil membuka pembicaraan dengan Kyouya yang sama sekali tak dipahami Fuyuki.

"Ah, terima kasih karena sudah menyembuhkan kaki dan lenganku," ucap Fuyuki dengan senyum simpul setelah ia selesai mengenakan sepatunya dan sudah bersiap untuk pulang. Dan dibalas senyum lebar oleh Ryohei dan anggukkan singkat dari Kyouya.

"Oh ya, tasku," gumam Fuyuki pelan setelah sadar kalau tasnya masih ia tinggal di kelasnya. Sedangkan Ryohei justru menunjuk ke arah meja kecil yang ditelakkan di samping tempat tidur Fuyuki, di mana ada sebuah tas sekolah di sana. Mata Fuyuki terbelalak sejenak.

"Kyouya membawanya tadi," jelas Ryohei dengan cengiran lebar, sedangkan Kyouya hanya mendengus kasar. Fuyuki tersenyum simpul mendengarnya.

"Ah, aku duluan 'ya! Ada perlu!" ucap Ryohei sedikit memekik dan segera meninggalkan ruang UKS, meninggalkan Fuyuki dan Kyouya yang masih sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Fuyuki melirik ke arah Kyouya melalui ekor matanya dan mendapati Kyouya tengah mengecek ponsel hitam miliknya. Ia kembali menelan ludahnya saat mulai merasakan panas yang kembali menjalari wajahnya itu.

"Melamun, heh?"

Pecah lagi. Fuyuki hanya menanggapi pertanyaan retoris Kyouya yang disertai seringai itu dengan gelengan cepat. Rasanya ia malu sekarang. Terlebih setelah didapati menatap seseorang secara langsung seperti tadi.

"Memikirkan apa?" tanya Kyouya dengan senyum –yang menurut Fuyuki terlihat sedikit arogan. Fuyuki hanya menggelengkan kepalanya sebagai balasan dan di balas dengusan geli dari Kyouya. Wajah Fuyuki sukses memerah lagi.

"A-ano... kau ingat kejadian saat di Taman Kanak-kanak dulu?" tanya Fuyuki sedikit canggung –walau ia masih berusaha menatap langsung mata Kyouya. Kyouya menatapnya lurus, lalu mengangguk singkat. "Terima kasih karena sudah datang saat itu," ucap Fuyuki pelan sambil menunduk dengan pandangan mata tak fokus. Jantungnya mulai berpacu cepat sekarang.

Kyouya hanya mendengus singkat. Berjalan mendekati Fuyuki yang berdiri satu meter dari tempatnya berdiri. Berhenti di hadapan Fuyuki yang masih sibuk dengan pikirannya itu dan segera mengangkat dagunya dengan tangan kanannya. Reaksi Fuyuki di luar dugaannya. Karena wajah Fuyuki memerah sempurna sampai telinga.

Keduanya masih diam dalam posisi tersebut. Sedangkan otak Fuyuki mulai meminta tubuhnya untuk segera keluar dari ruang UKS, tapi di sisi lain ia ingin terus berada di posisi ini. Ia yakin, wajahnya sudah memerah sempurna sekarang. Dan jika ia menceritakan hal ini pada Ruri, -gadis yang gila akan hal percintaan itu- pasti akan segera berteriak histeris.

"Kau tahu, tindakanmu barusan termasuk tidak sopan." Fuyuki menelan ludahnya susah payah setelah mendengar suara rendah milik Kyouya, jantungnya kembali terpacu cepat. "Kau harus menatap lawan bicaramu. Bukan mengalihkan pandangan dari lawan bicaramu," lanjut Kyouya santai dan masih menatap lurus manik sewarna amethyst milik Fuyuki.

"A-akan kuusahakan..." balas Fuyuki tergagap karena detak jantung dan suhu panas yang masih menjalari wajahnya. Kyouya tersenyum sekilas, membuat Fuyuki diam saat melihat senyum itu. Lalu berbalik dan berdiri di ambang pintu ruang UKS yang telah dibukanya. Fuyuki menatap Kyouya dalam diam.

"Kau mau pulang atau kukunci di dalam sekolah?"

Tersentak sejenak sebelum mulai menyamakan langkahnya dengan Kyouya yang sudah berjalan di depannya.

Hari pertama ia memasuki awal semester di kelas dua SMA. Pertemuan singkat yang membuatnya merasakan debaran dan suhu panas pada wajahnya yang tak pernah dirasakannya. Rasanya, ia ingin segera bercerita secara langsung pada Ruri dan Mao mengenai pengalamannya hari itu. Dan ia pun tak sabar menunggu apa yang akan terjadi di hari esok.

.

.

.

.

A/N: Saya balik lagi di fandom ini! Fic ini sebenarnya menjadi awal pertemuan Kyouya dengan Fuyuki yang sempat sedikit dibahas di fic Problem. Bisa dibilang semacam cerita mereka hingga bisa menjadi kekasih. Kejadian ini terjadi satu tahun setelah kejadian di Future Arc. Jadi settingnya setelah semua Arc dalam komik selesai. Kiranya, hanya itu yang ingin saya sampaikan. Terima kasih untuk yang telah membaca!~ Kritik dan saran diterima! :)