Melody
Oh Sehun – Kim Jongin / Mature / lil bit angst
Ribuan perasaan seperti tercampur jadi satu dalam sebuah melody. Entah yang menggetarkan hati, menyayat ataukah bahagia… melody dapat memeluk keseluruhannya…
…
…
…
Ketika bulan menyambut malam. Hari masih terang bersinar bias cahaya Mentari sore. Bulan setengah itu membesar. Ditemani venus yang tersenyum mengantarkan Mentari tenggelam diufuk barat.
Setiap hari adalah lelah. Keringat dan nafas tersengal menjadi rutinitas. Tapi aku menikmatinya.
"Aku ingin berkeliling! Mungkin pukul tujuh akan kembali!" Aku menatapnya sekilas. Memastikan bahwa itu suaranya. Meski tak perlu, aku sudah hapal. Mengamati punggung kokoh yang berjalan keluar, semua orang hanya mengangguk mengiyakan. Tidak denganku, aku hanya mengamati.
"Cepat pulang dan hati – hati, Hun!" Teriakan Suho hyung mengiringi langkahnya. Dia berbalik, menatap Suho Hyung dengan sebuah senyum rupawan. Mengabaikanku disampingnya. Aku maklum namun sesak mengintimidasi.
Tiga ratus detik berlalu. Menepuk paha Suho dan Minseok dikanan kiriku. Tak ada kata, aku beranjak. Mereka hanya mengangguk, mengantarkan kepergianku dengan senyum simpul. Mereka dewasa dan menenangkan.
Menumpukan kedua tangan diatas pembatas. Aku menghirup dalam – dalam aroma lembab suasana sore. Langit berwarna jingga. Rintik kecil air bumi turun tepat tiga puluh menit lalu, sebelum kemudian hilang sama sekali membawa suasana sejuk. Aku ingin menenangkan diriku karena merindukannya.
Perasaan aneh ini datang begitu tiba – tiba. Mataku tak dapat terlepas dari dirinya. Pikiranku kacau oleh bayang wajahnya, serta jantungku menggebu anarkis menendang dada ketika didekatnya. Aku nyaman namun juga sakit.
"Jongin!" Tubuhku membeku. Aku mengenal suaranya. Bariton yang terdengar mendawai halus. Menggetarkan hati dan seketika aku meremang karena panggilannya.
Menoleh kesamping, tahu – tahu Sehun sudah berada disebelahku. Rambut keritingnya menyibak tertiup angin. Dia begitu tampan bak dewa Yunani.
Meski terlihat lancang, dengan tak tahu malunya aku berhambur kedalam pelukannya. Menenggelamkan wajahku diatas dada bidangnya. Kedua tanganku melingkar erat dibelakang punggungnya. Aku merindukannya bagai orang gila.
Menegakkan badan. Aku menenggelamkan wajah pada perpotongan lehernya. Wangi citrus menguar lembut menyapa pembauan. Dia bagaikan rumah dikala aku lelah. Kehadirannya sungguh menghangatkan.
Diwaktu berikutnya Sehun membawa wajahku mendongak. Mempertemukan kami dalam ciuman dalam selama hampir lima ratus detik.
Cumbuannya memabukkan. Aku gila!
Permainan bibirnya begitu liar. Meraup dalam – dalam bagai daging medium well lezat yang tak ada duanya. Aku terlena ketika ciuman bertubi ia hadiahkan di keseluruhan wajahku.
"Aku gila, Kim Jongin!" Bisiknya seraya kembali meraih bibirku.
Aku mabuk!
Tak dapat lagi mengontrol euforia diri. Aku apatis. Menghiraukan rasa sakit saat ia serasa tak mengenalku didepan yang lain.
Tak ada titel spesial ditengah nama kami. Hanya saling berbagi pelukan, cumbuan serta persetubuhan untuk kesenangan. Tapi seolah bodoh, aku membawa perasaan.
Sehun menarik pergelangan tanganku tergesa. Membantingku didalam eskavator, menutup pintu kemudian bersikap seolah tak saling mengenal lagi.
Dadaku sesak. Melankolis, itu kenyataan. Aku memang banci karena melihat sikapnya membuatku seakan ingin meledakkan air mata.
Sehun berjalan tergesa, meninggalkanku menyebrang halaman luas depan apartemen. Berbelok setelah satu blok terlewati, mengabaikan teriakan demi teriakan yang ia dapati. Para gadis seakan gila melihat parasnya. Jeritan itu tak ia hiraukan, punggung kokohya terlihat tegas, sementara aku memperhatikannya dari kejauhan, mengikutinya dalam jarak lebih kurang lima belas kaki.
Ia membawaku kesebuah hotel berbintang. Entah bagaimana ia bisa dengan mudah memasukinya, tanpa ada yang curiga karena dia seorang idola, begitupun denganku. Aku masih mengikutinya.
Menarikku kedalam salah satu kamar. Membanting tubuhku sekali lagi hingga membentur dinding. Menutup kedua mataku dengan telapak tangan lebarnya, lalu mencium bibir secara brutal dan serampangan.
Aku meringis saat kurasakan nyeri. Dia menggigit bibir bawahku dalam dan beringas. Sehun tengah kesetanan dan aku tak dapat menghentikannya.
Kami akan bersetubuh di penghujung senja, dan aku tahu itu. Seolah hanya budak sex, aku masokis, selalu menikmati setiap sentuhannya.
Hingga pergumulan hebat dan spektakuler Sehun persembahkan. Tak membiarkanku melihat wajahnya ketika dia menyetubuhiku. Memenjarakan kedua lenganku diantara ikat pinggang kulit yang ia satukan dengan kepala ranjang. Tapi aku merasakan basah menghujaniku bertubi – tubi ditengah tubuh kami yang menyatu, ia mencumbu secara kasar.
Aku menangis merasakan tubuhku yang remuk redam akibat keliarannya. Menahan isakan alih – alih hanya desah demi desah laknat yang seolah membangkitkan gairah membuncah.
Menjerit keras – keras ketika Sehun semakin brutal dan dalam menghentakkan tubuhnya. Membuatku terhentak pula. Tulangku serasa copot dari persendiannya diatas segala kata nikmat yang disuguhkan.
Aku tak begitu bodoh ketika lagi – lagi basah menghujani pipiku, bahkan beberapa masuk kedalam mulutku. Aku bahkan bisa membedakan mana air liur dan mana air mata. Sehun tengah menangis.
Inginku usap lembut air matanya. Tapi hanya gelap yang kudapati, dan tangan terkunci mengikatku. Aku kesakitan juga.
Saat akurasi hentakan membawanya dalam suatu pelepasan yang luar biasa, aku dan dia bersamaan menjerit bersama. Memenuhi ruang kamar dengan desah kasar serta hembusan nafas tak beraturan.
Menyelesaikan semburannya sedang tubuhku bergetar hebat. Sehun memelukku, mengulum kembali bibir ini didalam mulutnya. Aku tak tahan, menggeram rendah hingga kerongkongannya. Suaraku serak sementara liur membludak keluar diantara lidah yang berperang dan melilit tak sabaran.
Sehun melepaskanku kemudian, tepat setelah dua ribu seratus detik pergumulan yang luar biasa hebat dan menyakitkan. Sehun duduk membelakangiku, menyuguhkan pemandangan bahunya yang kokoh dan bergetar. Ia hanya diam tak mengeluarkan sepatah kata apapun. Sementara diriku hanya terbaring tak berdaya dibelakangnya. Tak ada sisa tenaga kecuali untuk menggerakkan bola mata menatapnya.
Seakan memiliki sifat kontemplatif. Ia seolah bersemedi ditengah keterdiamannya. Entah apa yang dipikirkannya. Aku bukan seorang ahli mantra yang dapat menebak jalan pikiran Sehun dengan mudah. Yang jelas aku memaksakan diriku untuk meraihnya.
"Sehun!" Suaraku bergetar, hampir tak terdengar. Kerongkonganku sakit akibat jeritan nyaring untuk meneriakkan namanya selama setengah jam percintaan.
Tak kusangka ia berbalik. Menatapku lembut membuang jauh – jauh monster dalam diri yang memporak – porandakanku beberapa waktu lalu.
Membantuku bersandar dikepala ranjang. Mengusap surai kepalaku yang basah karena keringat, kemudian memberiku ciuman lembut bertubi pada kening. Sehun menyandarkanku pada dadanya.
"Aku sungguhan menyayangimu, Jongin!" Aku mendongak menatapnya. "Maafkan aku!" Begitu katanya. Dia terlihat begitu frustasi dan lelah.
"Aku juga!" Suaraku teredam. Dia memangkuku, membawa kami bersilat lidah.
Aku tak tahu apa yang tengah mengganggunya. Ia hanya beberapa kali menjauhiku, mengabaikanku kemudian menyambutku seolah aku adalah dunianya.
Ia meniduriku bukan untuk kali pertama, bukan juga cumbuan pertama, pergumulan hebat ini telah kami lakukan beberapa kali tanpa sepengetahuan yang lain. Meski aku tak yakin bahwa Suho Hyung ataupun Minseok Hyung sama sekali tak mengetahui hubunganku dengan Sehun yang serba rumit. Namun, untuk pertama kalinya, Sehun menyatakan perasaannya padaku. Mengaku jika dirinya menyayangiku. Beribu kupu – kupu keluar dari sarangnya. Berhambur memenuhi dasar perutku, menggelitik menggelikan. Aku tesenyum ditengah ciuman kami.
"Apa kau bahagia?" Tanyanya setelah melepas pagutan. Mencium pipiku lembut. Aku terlena akan kelembutannya.
Hanya anggukan antusias. Seperti seorang jalang beruntung. Aku kembali jatuh Cinta. Jatuh pada pesonanya. Aku begitu bahagia mendengar pernyataannya beberapa saat lalu.
…
…
…
Asrama tampak ramai sekali malam ini. Sehun mengajakku kembali tepat pada pukul tujuh, sesuai janjinya pada Suho. Kami tak pulang secara bersamaan. Membiarkanku lebih dulu untuk sampai asrama, sedang ia mengawasiku. Perubahan emosinya begitu mengerikan. Meski begitu dia memperlakukanku bagai Putri.
Euforia perayaan enam tahun kebersamaan kami menjadi alasan senyum – senyum Indah terpatri menghiasi wajah kakak – kakakku. Harapan – harapan puitis terlantun sebagai doa. Aku tersenyum sumringah sembari memejamkan mata dimana kami mengelilingi sekotak kue tart sederhana dengan dua belas lilin diatasnya. Bagaimanapun kami memulai semua ini dengan dua belas anak muda yang bersatu.
Ketika aku membuka mata, kudapati Sehun menatapku teduh. Tersenyum menenangkan namun menggetarkan hati. Pipiku memanas. Sebelum Baekhyun Hyung menepuk pundakku dan berbisik.
"Kutebak kau pergi bersama Sehun tadi" Aku menahan bibir untuk tak tersenyum. Menggigit bibir menahan debaran saat aku sadar betul bahwa Sehun tak berhenti memandangku.
"Dia sudah menyatakannya padamu, Jongin?" Dan justru bubuk sepuhan berceceran tumpah ruah diatas pipiku. Aku malu dan perasaan ini gila.
Semua orang melirikku, sebelum atensi teralihkan saat Chanyeol memukul bahu Sehun lumayan keras.
"Menang banyak kau, Hun!" Dan disaat itu aku tahu bahwa rahasia diantara aku dan Sehun sudah menjadi konsumsi umum diantara anggota. Aku malu luar biasa.
…
…
…
_fin_
…
…
Hei! Apa – apaan ini?
Sekai is angtsy…
Gambaran nyata sebuah drama. Mereka memporakporandakan perasaanku. Mengaduk secara gila – gilaan.
Detik ini act like they have a fight but next time they flirt like a sh*t XD
OH GOODDD… KENAPA SIH SEKAI TUH BIKIN HATI ANAK ORANG URING – URINGAN ㅠ.ㅠ
AND HAPPY ANNYVERSARY TO OUR EXO… HAVE BEEN 6 YEARS WE SPEND TIME TGT … AND WE TROUGH MANY HARD TIME TGT…
Maaf aku lagi mellow banget ini, dan mian, aku Cuma bisa bikin nc kek gitu, ehe XD
Salahkan adekku ya, nemenin kakaknya sama lagu – lagu galau, habis itu ke mode romantis :3
Duuhh maafken aku telah meracuni otak kalian XD
Hope u'll like it XD
SEKALI LAGI, SELAMAT ULANG TAHUN EXO
WE ARE ONE
WE ARE EXO
SARANGHAJA (*)/
(Best regards… Caesarinn)
