Disclaimer: Kishimoto-sama, HitoshizukuP-sama, Crypton Media Future-sama… tolonglah, berikan hak Naruto, Secret (Synchronicity juga boleh. ;9) dan Vocaloid menjadi milik saya… *gelundung-gelundung*

Rating: M (Emaaakk! Saya bikin rating M emaaakk!*ga dianggap anak*)

Pairing: Sasunaru, Narusaku (slight), Shikanaru (slight), Sasusaku (one-side love)

Summary: 'The forbidden fruit', pemuda blonde bermata biru dan cinta kasih adalah tiga hal yang diinginkan malaikat berambut hitam yang berdosa. Yaoi –rape. Sasunaru. Beta by Red Ocean a.k.a Mbak Gretta.

Author's Note:

Hm… sepertinya ini fic yaoi –yang benar-benar yaoi- pertama saya di fandom Naruto. Sebelumnya saya pernah menulisnya di fandom Death Note. Tapi yah, epic orz

Tapi jika mengesampingkan yaoinya, fic ini tetap akan saya beri rated M. Kenapa? Karena ada unsur-unsur dewasa di sini. Contohnya… baca saja sendiri— 8B *dibejek*

Jaa, Enjoy-lah. 8Db

Warning: Yaoi , yaoi, yaoi, yaoi, yaoi, ya— *digebuk* -explisit lime and possibly raep(rape, cough cough), though…orz-, Language and OOC

Italic : Sasuke's think

Normal : Author's Narrative

"…" talk

'…' think

This fic betaed by Red Ocean, a.k.a Mbak Gretta.

This fic based on Vocaloid song, Kagamine Rin and Len -Vocaloid 02,

"The Alluring Secret ~Black Vow~" / "Himitsu ~Kuro Chikai~"

©HitoshizukuP

Kagamine Rin and Len – Vocaloid 02

©Crypton Media Future & Yamaha Corp.


Kagamiyo Neko

Present

.

.

.

.

SECRET

~Black Vow~


hane otoshita datenshi wa
kegareta chigiri ni mi o yudane te
aishi atta kako de sae mo
sono te de keshi satte shimatta no


"Sasuke, kau tahu kan kalau mengembalikan nyawa yang sudah mati itu sangat terlarang?"

"Aku tahu dan aku tidak peduli. Bagaimana dengan orang yang ditinggalkannya kalau begitu? Bisakah kita membiarkannya saja, Aniki?"

"Itu sudah menjadi takdir mereka! Sekarang minta maaflah pada Tuhan dan pergilah ke ruang hukuman!"

"Tidak. Aku tidak akan meminta maaf! Aku tidak salah! Baka Aniki!"

"Sasuke! Jangan pergi ke dunia, Sasuke!"


Mata onyx yang sangat kelam itu pun terbuka sedikit demi sedikit. Pandangannya mulai fokus. Walau sedikit kabur, kedua matanya memperlihatkan sebuah kota yang hiruk pikuk dengan berbagai macam orang yang berjalan hilir mudik. Walaupun ia ada di sebuah gang sempit yang terbuat dari bata merah, tak ada seorang pun yang menghiraukannya.

Ia, yang tadinya dalam posisi telentang, segera mendudukkan tubuhnya yang terasa sakit. Mungkin karena ia bertindak di luar keinginan Tuhan, sekarang tubuhnya bagaikan ditusuk jarum-jarum besar yang amat tajam. Sakit seperti berada di Neraka yang sering diceritakan kakaknya. Sebuah tempat terakhir yang amat sangat menyakitkan dan tak pernah berakhir.

Dirasakannya sepasang sayap putih yang berada di punggungnya sangat sakit jika digerakkan, dan beberapa sayapnya jatuh ke tanah. Dihelakan nafasnya sambil menyenderkan kepalanya ke sebuah tembok bata merah. Ia menutup matanya dengan salah satu tangannya yang bermandikan darah. Mencoba menenangkan diri di sebuah gang sempit sebuah kota yang tidak ia ketahui.

"Ara *? Sedang apa kau di sini, Tuan Bersayap Putih?"

Sebuah pertanyaan yang terdengar bodoh itu menyadarkan lamunan malaikat berambut hitam itu. Dilepasnya tangan yang menutupi matanya dan dilihatnya seorang pemuda berpakaian hitam yang menunduk tepat di hadapannya. Pemuda berambut blonde, bermata biru langit, dan memiliki tiga cakaran di setiap pipinya yang berkulit tan. Pemuda itu mengulurkan tangannya ke arah malaikat berambut hitam, seakan berharap malaikat itu meraih tangannya kembali.

Malaikat berambut hitam itu menahan nafasnya sejenak. Mencoba menelusuri setiap keindahan dari wajah, tubuh, serta hati yang suci pemuda berambut blonde itu. Setiap kali ia menatap seluruh keindahan yang terpancar dari pemuda berpakaian hitam legam itu, hatinya terasa terkikis dari kebencian yang dirasakannya terhadap kakaknya dan Tuhan.

Seolah terbawa perasaan, tangan malaikat itu pun terulur ke arah tangan pemuda. Saat tangan mereka bertemu, malaikat itu menggenggam erat tangan hangat pemuda.

Saat itulah, ia sadar, bahwa sebuah perasaan terlarang mulai tumbuh di hatinya. Tersadar akan dirinya yang telah jatuh cinta terhadap pemuda.

Tersadar bahwa sebuah perasaan cinta itu adalah awal dari perjanjian hitam yang ia torehkan sendiri di sebuah catatan suci miliknya, catatan suci seorang Malaikat.


"Haha, maaf, maaf, rumahku ini memang sempit dan tak rapi. Biasanya ada temanku yang membersihkannya. Tapi sekarang ia sedang pergi, katanya ibunya sakit di desa kelahirannya. Mau bagaimana lagi kan? Masuk saja, tak usah malu-malu!" ujar pemuda blonde itu sambil mengambil baju-baju yang berserakan di setiap sudut rumahnya. Malaikat berambut hitam tetap berdiri di pintu depan rumahnya. Menatap isi dari rumah milik orang yang dicintainya.

Sofa hitam yang ada di pojok ruangan keluarga, meja dan kursi mahal yang ada di ruang makan, dan beberapa pintu yang tidak terbuka yang ada di sebelah dapur. Terlihat seisi rumah itu sangat berantakan. Baju-baju yang berserakan, sampah yang menumpuk di tempat sampah, dan banyak bekas piring dan gelas yang menumpuk di dapur. Tiba-tiba pandangannya tertutupi oleh rambut blonde yang berantakan seperti isi rumahnya itu.

"Tadi kau mendengar apa yang kukatakan, wahai Tuan Bersayap Putih?" serunya sambil menggembungkan pipinya dan menatap ke atas, tepat di wajah malaikat itu. Memang, pemuda itu lebih pendek darinya.

"Ah, maaf, tidak…" jawab malaikat berambut hitam sambil menfokuskan pada mata biru cerah. Ia pun menggembungkan pipinya lagi sambil berlalu ke arah sofa hitam. Malaikat itu dengan perasaan bersalah mengikuti pemuda itu dengan langkah yang agak cepat.

Saat malaikat berambut hitam itu membuka mulutnya untuk meminta maaf, tiba-tiba pemuda blonde itu berbalik dan menatap malaikat itu dengan senyuman di wajahnya.

"Nah! Sekarang, kau mendengar apa yang kukatakan, Tuan Bersayap Putih!" ujarnya sambil tertawa dan meraih tangan Sang Malaikat.

"Aah! Iya! Kita belum berkenalan! Namaku Namikaze Naruto! Seorang imigran dari Jepang yang tersasar di kota Jerman! Tapi dibilang tersasar juga tidak, ah, begitulah pokoknya! Kau, Tuan Bersayap Putih?" tanyanya sambil mengayun-ayunkan tangan Sang Malaikat.

"Aku… Sasuke. Uchiha Sasuke…" jawab malaikat itu sambil menunduk pelan.

"Hem… Uchiha-san ya? Namamu dari Jepang juga ya? Berarti kau sama-sama pejuang sepertiku ya? Pejuang yang mengadu nasib di kota keras, kota Jerman ini~?" tanyanya lagi dengan semangat. Malaikat itu mengedipkan matanya heran.

"Bukan. Aku… aku bukan manusia. Aku… malaikat…" jawab malaikat itu sambil menutup matanya. Ia memilih menjawab jujur, memberikan pilihan terhadap pemuda berambut blonde yang ia cintai itu.

Apakah ia menerimanya atau mendepaknya.

"Jadi… kau ma-… malaikat?" Mata onyxitu pun terbuka. Ada sedikit perasaan takut yang menghampirinya tiba-tiba. Takut akan didepak oleh pemuda yang ia cintai.

"Ya…" ucapnya datar, mencoba menenangkan tubuhnya yang mulai bergemetar.

"Be…"

'Be…?'

"Benarkah? Waah! Baru kali ini aku bertemu dengan malaikat! Pantas saja kau memiliki sayap! Kupikir sayap itu hanya hiasan seperti klub-klub bersolek di sini!" serunya sambil menatap malaikat itu dengan pandangan senang dan kaget.

"Hn," jawab malaikat itu masih dengan kekagetannya atas sikap yang diluar dugaan itu. Pemuda blonde itu berjalan ke belakang malaikat itu tepat di bagian sayapnya yang terluka.

"Bolehkah aku menyentuhnya?" izinnya terhadap sang malaikat. Malaikat itu pun menganguk pelan. Diulurkannya tangan tan itu ke sayap putih yang ada di punggung malaikat. Disentuhnya perlahan seakan jika menyentuhnya lebih keras lagi maka sayap itu akan rapuh. Sang Malaikat merasakan sentuhan halus yang diberikan pemuda. Sentuhan yang makin mengirimnya ke sebuah lembah terlarang. Sentuhan yang makin memantapkan janji hitamnya.

"Indah… Sayapmu, begitu indah… Aku suka dengan sayapmu. Mencerminkan kerapuhan, kesucian, dan keindahan, Sasuke-kun," ujarnya sambil melanjutkan sentuhan kecil di sayap milik malaikat itu. Malaikat itu hanya bisa terpaku. Terpaku mendengar nama kecilnya disebut oleh suara tenor itu, terpaku karena sentuhan-sentuhan yang makin membuatnya lupa diri akan statusnya sebagai malaikat.

Semakin malaikat itu mengenal pemuda itu, semakin malaikat itu terperosok ke lubang terlarang.

Lubang neraka yang menantinya atas dosa-dosanya yang ia torehkan di dunia.


"Bosan…" ujar Naruto sambil tidur telentang di kasur hitamnya.

"Kalau begitu lakukan sesuatu, Dobe…" ujar Sasuke sambil membalik halaman dari buku yang beberapa hari ini ia baca.

"Dobe? Kalau begitu kau juga lakukan sesuatu, Teme!" ucap Naruto sambil melempar guling hitamnya ke arah Sasuke. Dengan sedikit tekukan di leher, Sasuke dapat menghindari lemparan guling. Tentunya tanpa melepaskan pandangannya dari buku yang ia baca.

"Dari tadi aku sedang membaca, Dobe. Selain bodoh, kau tak bisa mencerna apa yang kulakukan, ya?" ucap Sasuke sambil membalik halaman buku itu lagi. Kali ini, Naruto bangun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah Sasuke.

"Aku tidak bodoh, Teme! Memangnya apa yang kau baca? Sepertinya menarik sekali…" Naruto berjongkok di depan Sasuke yang duduk di kursi hitam milik Naruto. Dilihatnya judul dari buku itu.

"'The Forbidden Sin'… Dosa terlarang? Bukannya dosa memang terlarang?" ujarnya heran sambil mengerutkan alisnya. Diambilnya buku itu secara paksa dari tangan Sasuke, lalu ia membolak-balik buku itu dengan tatapan yang –sok- serius.

"Kau itu sukanya membaca yang berat-berat, ya? Aku tak mengerti sama sekali buku ini. Membosankan…" cibirnya pelan sambil melempar buku itu ke kasur yang sekarang berantakan. Sasuke menaikkan alisnya pelan, lalu menatap pemuda blonde itu.

"Hei, kenapa kau melemparnya? Aku sedang membaca— "

"Laut!" potong Naruto sambil mengepalkan tangannya ke atas.

"Haa?" Sasuke tak mengerti.

"Laauuttt! Kita ke laauuutt, Sasuke! Daripada membaca buku tebal-tebal tapi isinya tak kumengerti lebih baik kita ke laut! Ide yang bagus, kan?" teriak Naruto sambil menarik-narik tangan Sasuke.

"Hm. Tapi kau pikir orang-orang tak akan memandangku aneh dengan sayap begini?" tanya Sasuke sambil menunjuk sayapnya yang sekarang mulai membaik.

"Buu— Benar juga. Orang-orang di sini 'kan berisik semua. Kalau ada yang aneh sedikit dikomentari. Fuh, kalau begitu nanti malam! Kita ke sana ya, Sasuke?" ujar Naruto sambil berlari ke arah dapur dan menyenandungkan, 'Bekal, bekal, bekal, rameenn—' dengan irama yang berantakan.

Sasuke hanya menghela nafas pelan sambil berpikir baik tidaknya angin malam di laut. Tetapi melihat wajah pemuda yang ia cintai itu, ia pun mengurungkan niatnya untuk menolak pergi ke laut.

Sudah tiga bulan berlalu, ia tinggal bersama dengan pemuda blonde itu. Kedekatan mereka jika disebutkan, bagaikan sahabat yang saling mengerti. Bersama dengannya sang malaikat terlihat bahagia. Setiap kali ia menatap pemuda itu, ia akan tersenyum penuh kasih. Senyuman yang terlihat wajar, namun menyimpan sebuah keinginan. Keinginan yang menginginkan lebih dari hubungan 'pertemanan' mereka sekarang. Keinginan yang didasari dengan nafsu.

Keinginan untuk meraih 'the forbidden fruit' yang tersembunyi rapi di balik senyumannya.

Ia pun berjalan ke arah kasur untuk mengambil buku yang dilempar Naruto tadi. Dilihatnya cover buku itu, sebuah apel yang berlumuran darah dan membusuk.

Apel. Salah satu objek dari 'the forbidden fruit'. Sebuah objek yang diartikan sebagai 'nafsu' terhadap sesuatu yang tidak dapat untuk dimiliki, bahkan terlarang untuk dimiliki. Banyak cerita yang mengisahkan bahwa apel adalah hal yang terlarang, buruk ataupun menyebabkan kematian.

Kata 'apel' dalam bahasa Latin sendiri hampir sama dengan kata bahasa Latin 'setan'. Simbol dan perlambang setan, banyak orang yang berkata seperti itu. Contohnya Adam dan Hawa yang memakan buah terlarang karena mendengarkan tipu muslihat setan yang membisikinya. Begitu memakannya, mereka tidak diperbolehkan lagi berada di Eden, tempat mereka diciptakan.

Perlambang keburukan, perlambang dosa, serta perlambang sebuah keterlarangan.

Samakah apel ini dengan perasaan malaikat terhadap seorang manusia?

'Manusia dan malaikat. Dua makhluk yang berbeda. Tidak mungkin dapat bersatu. Lebih tepatnya, 'terlarang' untuk bersatu.', adalah kata-kata yang sering diucapkan kakaknya yang juga malaikat, Uchiha Itachi.

Mungkin maksud dari kata-kata itu untuk memperingatkan adiknya kalau hubungan cinta antara malaikat dan manusia itu amat sangat terlarang. Tetapi sekarang, segala kata-kata yang dulu kakaknya sebutkan mengenai dosa ataupun hukuman bagi yang melanggar peraturan itu, tak lagi Sasuke dengarkan.

Dari sekaranglah malaikat itu mulai membuka kotak pandora yang tertutup rapat. Ia sedikit demi sedikit membuka segala kemungkinan apa yang tidak mungkin di dunia ini. Termasuk ketidakmungkinan hubungan terlarang antara manusia dan malaikat menjadi mungkin, bahkan nyata.

"Hei! Jangan melamun saja, Teme! Bantu aku menyiapkan bekal!"

"Iya, Dobe. Tapi untuk apa kau membuat bekal sebanyak ini? Aku kan tak makan apa-apa. Kau lupa aku ini malaikat?"

"Aaah— Ini bekalku! Siapa bilang untukmu? Yang penting, bantu aku!"

"Iya, iya..."

Kini, bahkan selamanya, sang malaikat itu di dalam hatinya telah berjanji,

'Ia akan menyerahkan seluruh hidupnya, jiwa ataupun raga, kepada pemuda yang ia cintai, Namikaze Naruto, demi mendapatkan 'cinta' sepenuhnya dari pemuda itu. Bahkan kalaupun ia harus menghancurkan apapun, bahkan dunia sekalipun, ia akan melakukannya, bagaimana pun juga.'


"Eh?"

"…"

"Si…siapa Anda?" tanya seorang wanita berambut merah muda bermata hijau emerald yang bergaun hitam di depan rumah kediaman Namikaze terhadap malaikat berambut hitam yang menatapnya.

"Kau siapa?" Malaikat itu balik bertanya dengan nada sinis.

"Ada apa Sasu— Aahh! Sakura-chan! Kau sudah pulang?" teriak pemuda blonde itu sambil berlari ke arah wanita itu dan memeluknya hangat.

"I…iya. A…ano, siapa pria ini, Naruto?"


"Ma…malaikat?"

"Yep! Bagaimana? Tampan kan? Nee, Sakura-chan?"

"Ah, iya, tentu saja…" Sakura pun tersenyum lembut sambil menatap ketampanan Sang Malaikat yang ada di hadapannya itu. Tentu, ia berpikir, mimpi apakah ia semalam sehingga hari ini ia dapat bertemu dengan sosok malaikat yang begitu sempurna di hadapannya.

"…ra? Sakura?" Panggilan setengah berteriak itu pun menyadarkan wanita berambut merah muda dari lamunannya.

"I...iya? Ada apa, Naruto?" ujarnya sambil mencoba memfokuskan dirinya pada Naruto yang tengah menatap dirinya dengan pandangan khawatir.

"Kau melamun sih. Aku kan jadi khawatir. Penyakit melamunmu ternyata belum hilang, ya?" canda pria berambut blonde itu riang.

"Heeh? Mana ada penyakit macam itu, Narutoo! Kuhajar kau nanti!" Wajah Sakura berubah menjadi merah. Naruto hanya tertawa mendengar ancaman main-main itu. Sementara Sang Malaikat menatap ke arah lain dengan tatapan kosong. Seakan-akan ia sama sekali tak tertarik dengan percakapan antar dua manusia itu.

"Nee, Sasuke! Ayo! Sekarang giliran Sakura yang kuperkenalkan padamu!" ujar Naruto sambil menarik jas putih yang Sasuke kenakan.

"Namanya Haruno Sakura! Dia adalah teman sejak kecilku dan sahabatku yang paling aku suka! Dan..."

'Dan...?' pikir Sasuke di dalam lamunannya.

"Seminggu lagi ia akan menjadi istriku..." ucap Naruto sambil menatap Sakura dengan tatapan kasih. Saat itulah, perhatian sang malaikat itu pun berubah.

Tatapan yang tadinya hanya menatap ke arah manapun itu kembali sepenuhnya kepada pria berambut blonde. Tak ada ekspresi di wajah tampannya. Tak ada satupun kata yang terucap dari mulutnya. Tak ada yang ia lakukan selain menatap pria berambut blonde dan bermata biru itu.

Hanya saja, di dalam hatinya, tersimpan amarah yang bergejolak yang mulai menggelapkan hatinya yang suci.


'Kebahagiaan.

Dapatkah aku memilikinya?

Dapatkah aku memiliki sedikit kebahagiaan bersamanya setelah aku menorehkan banyak catatan dosa di diriku ini?

Dapatkah aku, Tuhan…?'

"Ara, kenapa kau tertidur di sini, Tuan Bersayap Putih?"

Mata onyx hitam itu terbuka perlahan. Bagaikan déjà vu , ia melihat lagi pandangan seorang pemuda di depannya yang sedikit menunduk mendekati dirinya. Pemuda berambut blonde dan bermata biru. Pemuda yang ia cintai dan kasihi. Namikaze Naruto.

Malaikat itu tak bergerak dari posisinya yang berlawanan dengan tembok bata merah di dekat tempat tidur milik Naruto. Ia memperhatikan setiap detail yang ada di tubuh pemuda itu.

Rambut blonde miliknya yang biasanya mencuat ke segala arah sekarang disisir dan diberi gel rambut ke arah belakang, sehingga rambutnya itu tertata rapi dan terlihat elegan. Mata biru langit yang selalu ia tatap itu tetap bersinar seperti biasanya, namun di hari ini mata biru langitnya itu lebih bersinar cerah, seakan-akan memperlihatkan isi hatinya yang cerah. Kulit tan-nya yang terlihat lembut sekarang ditutupi dengan balutan kemeja putih dan tuxedo hitam dan di dadanya tersemat sebuah bros biru yang berwarna sama dengan matanya serta dasi hitam yang menjuntai sepanjang dadanya. Keindahan kakinya yang biasanya ia pakaikan celana pendek sekarang berganti dengan celana bahan yang serasi dengan tuxedo hitam yang ia pakai.

Ya, pakaian yang ia kenakan itu adalah pakaian pernikahannya. Pernikahan yang sakral itu berlangsung tepat di hari ini dan akan mulai sekitar empat jam lagi. Empat jam, empat jam lagi pria yang selama ini malaikat itu cintai akan terpisah dari dirinya. Selamanya, ia akan hidup bahagia dengan seorang wanita yang paling ia benci, Haruno Sakura. Selamanya, Namikaze Naruto tak akan menjadi miliknya.

'Tapi tidak akan begitu,' pikirnya tamak.

Tidak akan berjalan seperti itu jika sang malaikat menghancurkan segalanya.

"Sasu— " Belum selesai Naruto berbicara, tubuhnya dihempaskan ke tempat tidurnya. Dari sudut matanya ia melihat malaikat itu merangkak menuju tubuhnya. Tak lama kemudian dirasakannya bibir pucat milik Sasuke menempel erat di bibirnya. Mata biru langit itu membesar secara perlahan. Tubuhnya seketika tak dapat bergerak.

Tak lama kemudian, Sasuke menggigit bibir bawah pemuda berambut blonde itu dengan keras. Reflek, Naruto pun membuka mulutnya untuk berteriak kesakitan. Namun di saat itulah lidah Sasuke memasuki mulutnya secara paksa. Lidah Sasuke yang menjalar di segala ruang di mulutnya itu pun akhirnya menemui lidah milik Naruto. Seakan-akan menyuruhnya untuk melawannya ataupun mengikuti gerakannya.

Tiba-tiba kilatan ingatan tentang Sakura membangkitkan kesadaran Naruto. Didorongnya dengan kuat tubuh Sasuke ke arah berlawanan dari tubuhnya. Segera ia bangkit dan merangkak ke arah ujung tempat tidur. Tetapi, langkah Naruto terhenti saat kedua kakinya tak dapat digerakkan. Dengan perasaan yang amat sangat takut, ia pun memberanikan dirinya menatap ke belakang. Menatap pandangan Sasuke yang sangat tak ia kenal.

"Hentikan, Sasuke… Ja…jangan bercanda di hari yang penting bagiku i—" Seakan gelap mata, Sasuke langsung menarik kedua kaki Naruto dan menyeretnya ke arahnya. Ditahannya kedua tangan Naruto dengan tangan kirinya. Dan dengan penuh kasih dijilatnya telinga Naruto sambil membisikkan sesuatu terhadap pemuda yang ia cintai itu.

"Hari yang penting, nee, Naruto? Bagiku hari ini juga adalah hari yang penting bagiku…" Sasuke pun tersenyum gila. Apa yang ada di hadapannya saat ini terlihat seperti daging yang amat membuatnya lapar. Membuatnya ingin memakannya. Mata biru langit itu semakin membesar. Tubuhnya yang berada di bawah tubuh besar Sasuke ia gerakkan dengan kuat. Mencoba lepas dari cengkeraman Sasuke.

"Sa…Sasuke… Kumohon… Kau tahu e…empat jam lagi ak...aku akan menikah dengan Sakura… Ka…karena itu…" Isak tangis keluar dari bibir Naruto. Butir-butir air mata mulai mengaliri kulitnya yang kering. Senyuman Sasuke semakin terukir di wajah tampannya. Disentuhnya bibir lembut Naruto dengan jari telunjuknya dan digerakkannya jari itu ke dagu, leher, dada, dan semakin ke bawah tubuh Naruto.

"Karena itu apa, Naruto? Kau mau lepas dariku? Kau mau meninggalkanku dan hidup dengan wanita itu? Apa yang kurang dariku, Naruto?" ujarnya sambil mencium air mata dan wajah Naruto yang dapat ia raih. Naruto meronta-ronta di bawah tekanan Sasuke.

"Sasuke… kumohon… kumohon…" isak Naruto yang merasakan tubuhnya yang makin melemah.

"Kau milikku, Naruto! Milikku!" teriak Sasuke. Ia makin gelap mata. Dirobeknya tuxedo dan kemeja yang melekat di tubuh Naruto. Dengan penuh nafsu, dijilatnya leher tan yang ia selalu kagumi itu dan digigitnya hingga Naruto berteriak kesakitan. Tak berhenti sampai di situ, Sasuke pun menyentuh nipple merah muda yang menarik hatinya selama ini. Dimainkannya nipple itu dan digigitnya bagai ia mengigit leher Naruto tadi.

"Hentikan, Sasuke!" teriak Naruto sambil menggerakkan kakinya lebih kencang. Sasuke pun mencium bibirnya lagi dengan paksa. Saat Sasuke memasukkan lidahnya ke dalam mulut Naruto, Naruto menggigit lidah yang memasuki teritorialnya. Sasuke langsung melepas bibirnya dari bibir Naruto. Terlihat darah menyusuri dagunya yang pucat. Tekanan di tangan Naruto akhirnya terlepas. Dengan amarah yang amat sangat, Naruto menampar pipi Sasuke hingga kepala Sasuke terkulai ke arah kanan.

"Kau tahu, Sasuke? Kita ini berbeda... Kita makhluk berbeda! Bukankah seharusnya kau tahu batasan kita? Kau tahu kan, Sasuke? Lagipula, sebentar lagi aku akan menikah dengan Sakura! Jangan ganggu kami berdua lagi, Brengsek!" Naruto menghempaskan tubuh Sasuke jauh darinya. Sang malaikat hanya terdiam mendengar teriakan Naruto dan hanya duduk di kasur sambil menyentuh pipinya yang terasa sakit.

Sama sakitnya dengan hatinya.

"Fuh... khu khu… Sakura…? Wanita itu?" ujar Sasuke. Naruto hanya memandang aneh malaikat yang mulai tertawa gila di hadapannya.

"Berarti... kalau aku membunuh wanita itu, maka dia tidak akan menjadi pengganggu lagi, kan? Naruto?"

Tak berapa lama, sayap milik malaikat itu membesar. Berubah menjadi sayap yang sangat cantik dan indah. Dengan senyuman gila di bibirnya, Sasuke pun terbang melewati jendela besar Naruto. Beberapa helai sayap terlepas dari pemiliknya dan tersebar di kasur Naruto. Naruto, yang sejak tadi hanya terdiam karena shock, langsung tersadar.

'Ini gawat…' pikirnya berulang kali di otaknya.

"Sakura, Sakura, Sakura!" teriak Naruto frustasi sambil melangkah kakinya keluar kediamannya. Dilupakannya sepatu yang seharusnya ia pakai di kakinya. Dibiarkannya angin pagi yang dingin menusuk - nusuk dadanya yang terbuka. Diabaikannya segala pandangan aneh yang melihatnya.

Hanya ada satu tempat yang ia pikirkan dan ia tuju,

Kediaman calon istrinya, Haruno Sakura.


Nafas Naruto sangat tak beraturan. Berlari sprint dari kediaman miliknya menuju apartemen Sakura bukanlah hal yang mudah. Setidaknya dua kilometer adalah jarak yang harus ia tempuh untuk menggapai pintu apartemen kediaman calon istrinya itu. Sepanjang ia berlari ia selalu berpikir keras.

Kenapa Sasuke harus membunuh Sakura?

Kenapa Sasuke ingin memiliki dirinya?

Kenapa ia harus bertemu dengan Sasuke?

Kenapa Tuhan menjatuhkan takdir yang begini menyakitkan kepadanya?

Apakah Tuhan tak cukup dengan membuatnya yatim-piatu sejak kecil?

Apakah Tuhan tak cukup dengan membuatnya hampir mencintai sesosok malaikat yang ia temui itu?

Apakah Tuhan selalu menjatuhkan takdir yang kejam pada dirinya?

Dihiraukannya pikiran yang berkecamuk dan menusuk hatinya itu saat langkah kakinya menyentuh gerbang apartemen Sakura. Diambilnya nafas dalam-dalam untuk mengurangi detak jantungnya yang amat cepat. Lalu dengan gontai dilangkahkan kaki kanannya itu ke anak tangga yang seperti menunggu kehadirannya.

Berbagai perasaan tak enak menyelimuti otaknya. Matanya mulai berlinang air mata. Isak tak tertahankan keluar dari bibirnya yang bergemetar.

Ia takut.

Ia takut jika terus melangkah.

Tapi ia juga takut dengan kenyataan jika ia tak melangkah.

Maka dengan suara serak dan kehabisan udara, ia pun sampai ke depan pintu apartemen Sakura. Berulang kali ia panggil nama Sakura, namun tak kunjung dijawab.

Di hari itulah, ia memohon dengan sangat kepada Tuhan agar Sakura tak berada di apartemennya, melainkan di gereja, tempat ia akan menikah nanti. Tapi entah kenapa isak tangisnya semakin terdengar pilu. Ia tak tahu kenapa dan apa yang ia tangisi.

Ia belum tahu bagaimana dengan keadaan Sakura dan Sasuke.

Ia belum tahu apa-apa.

Tapi kenapa ia menangis?

Disentuhnya kenop pintu yang dingin dan ditekannya ke bawah, mengiringi dirinya untuk masuk ke kediaman calon istrinya tercinta.

Namun apa yang dilihatnya bukanlah kecantikan calon istrinya yang tersenyum indah kepada dirinya. Apa yang dilihatnya sekarang adalah permohonannya yang paling buruk.

Gaun hitam yang ia belikan untuk Sakura sekarang ternodai dengan warna merah yang bagaikan pola indah berwarna merah kehitam-hitaman. Corak bunga Sakura di bagian dada yang ia buatkan khusus untuk Sakura sekarang berubah menjadi corak bunga merah darah yang senada dengan aliran darah di sekitar tubuh Sakura.

Namun di wajah calon istrinya itu, hanya ada satu yang sesuai dengan harapannya.

Sakura tersenyum penuh dengan kasih.

Penglihatannya sekarang terlihat kabur. Nafasnya tercekat. Otaknya tak menyuruhnya apa pun. Tubuhnya tak bisa ia kontrol. Lututnya melemas hingga menyentuh lantai.

"SAKURAAAA!"

Apakah Tuhan begitu kejam pada dirinya?


Di hari yang seharusnya menjadi hari pernikahannya dengan Sakura, kini berubah menjadi hari pemakaman Sakura. Seluruh tamu undangan begitu terkejut dengan apa yang ada di hadapan mereka. Bukanlah sepasang sejoli yang tersenyum bahagia di depan altar, melainkan seorang pemuda yang menatap peti mati di depan altar. Menatap mantan calon istrinya yang sekarang terlihat seperti sedang tertidur.

Banyak sahabat pemuda itu yang memberinya semangat. Namun banyak juga yang tak dapat menahan kesedihan mereka saat melihat tatapan kosong dari pemuda itu.

Tapi pemuda itu tak peduli sama sekali.

Entah mengapa ia bersyukur gaun yang diberikannya kepada Sakura dan tuxedo yang ia kenakan adalah warna hitam. Mungkin karena bercak darah yang ada di gaun Sakura tak terlihat. Atau mungkin karena warna hitam lebih cocok dengan dirinya.

Si Pendosa yang terkutuk.

Mungkin warna hitam tak cocok dengan Sakura, yang bagi dirinya selalu terlihat bersinar di matanya. Ia bukanlah pendosa. Ia bagaikan malaikat.

Malaikat, eh?

Ingatannya tentang malaikat makin membuat dirinya berdosa.

Disentuhkannya jari yang bergemetar itu ke tangan pucat Sakura. Digenggamnya kuat hingga ia merasa dirinya ikut dalam kematian itu. Ditenggelamkan kepalanya ke peti mati itu. Terdengar beberapa sahabatnya mulai meneriakkan namanya.

Tapi tak dihiraukannya.

"Sakura… Maafkan aku yang tak bisa membahagiakanmu… Maaf. Tapi... aku bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang, Sakura? Tolonglah... jawab pertanyaanku ini—"

Isak tangis mulai terlepas dari bibirnya yang kering. Semakin dikuatkannya genggamannya di tangan Sakura, saat tubuhnya mulai diangkat oleh sahabatnya.

"Apa... yang harus kulakukan sekarang, Tuhan?"


"Naruto... kau tak mau menceritakan detail kasus ini kepada kepolisian?" tanya seorang pemuda yang mengenakan jaket hitam tebal di sekitar pundaknya. Pemuda blonde itu tak menjawab.

"Naruto... jika kau menceritakannya, pelaku yang membunuh Sakura pasti bisa tertangkap!" Lagi-lagi pemuda blonde itu tak menjawab. Habis sudah kesabaran pemuda yang terus bertanya itu.

"Namikaze Naruto! Lihat aku! Apakah harus aku menyuruhmu paksa untuk menceritakan setiap detail apa yang kau lihat?" teriaknya sambil menarik kerah Naruto. Membuatnya tergolek lemah di tangan pemuda berambut hitam nanas itu. Pemuda itu pun menghela nafas tak sabar.

"Bagaimana kalau kusebut 'malaikat' adalah pelaku utama dari kasus ini?"

Mata pemuda blonde itu pun terbelalak.

"...ternyata benar. Tak kusangka pemuda yang selalu berkeliaran di rumahmu itu adalah malaikat..." ujarnya sambil melepaskan genggamannya dari kerah Naruto.

"...ri...na..."

"...?"

"Tahu... da... ri mana...?" ujar pemuda blonde itu dengan suara seraknya. Pemuda berambut nanas itu pun menggumamkan, "Menyusahkan," dan berjalan ke arah batu nisan yang bertuliskan 'Haruno Sakura' di depannya.

"Setiap kali aku dan yang lain ingin main ke rumahmu, kau selalu menolaknya. Halaman rumahmu selalu terlihat rapi, padahal biasanya selalu berantakan. Dan kadang, dari jendela kamarmu terlihat sayap putih yang bersinar dan sesosok pemuda berambut hitam. Bukankah itu sudah menjelaskan beberapa masalahnya?" terka pemuda nanas itu sambil mengambil kelopak bunga Sakura di batu nisan itu.

"Begitu..." Pemuda nanas itu melirik pemuda blonde itu dari ujung matanya.

"Dan... sepertinya, malaikat itu ada di belakangmu, Naruto..." Ditolehkannya kepalanya itu ke arah belakang Naruto. Terlihat, malaikat berambut hitam yang wajahnya tertutup dengan rambutnya. Di tangannya tergenggam pistol perak laras pendek yang ada sedikit bercak darah di bagian larasnya. Di bajunya yang putih tercorak warna merah yang mulai kehitaman.

Ia tak bergerak. Ia hanya berdiri pada jarak sekitar dua meter dari Naruto. Pemuda nanas itu mulai mengambil pistolnya dari balik jaketnya. Namun, suara serak seseorang mengaburkan segala strategi di otaknya.

"Tinggalkan kami, Shikamaru... Aku hanya ingin berbicara dengannya."

Perkataan yang bernada seperti perintah itu menyebabkan dirinya tertegun. Dengan gumaman, "Menyusahkan," ia pun berbalik arah dan meninggalkan mereka berdua.

Tak ada kata-kata yang keluar dari kedua pihak. Hanya ada keheningan yang menyakitkan di kuburan itu. Keheningan kematian.

"…lah…" Malaikat itu perlahan mendongakkan kepalanya, namun wajahnya tetap tak terlihat.

"…Pergilah, Malaikat…"

Dua kata itu yang menjatuhkan harapan satu-satunya.

Tidak ada cercaan ataupun amarah dari kata-kata itu. Tidak ada panggilan namanya dari kata-kata itu. Bagaikan pemuda itu sudah lelah dengan semua masalah dan tak ingin menyebutkan namanya. Tak ingin bertemu dengan pendosa sepertinya.

Diangkatnya wajahnya itu hingga bertemu dengan Naruto. Bukan wajah amarah ataupun ketakutan yang ia perlihatkan ke orang yang ia cintai itu.

Melainkan wajah yang penuh cinta.

Malaikat itu tersenyum, walau hatinya terasa amat sangat sakit, ia tetap tersenyum. Ia tak ingin pertemuan terakhirnya dengan orang yang ia cintai itu sedemikian buruk. Karena itu, ia memilih tersenyum.

"Terima kasih dan selamat tinggal, Namikaze Naruto…"

Dalam hitungan detik malaikat itu pun menghilang. Hanya ada beberapa helai sayap yang terjatuh di sekitar pemuda itu. Tak lama, pemuda itu terjatuh di kedua lututnya. Ia mengulurkan tangannya ke salah satu helai sayap putih itu. Dikecupnya pelan sayap yang sangat halus itu. Pemuda itu pun tersenyum.

"Sa…suke…"

Dua butir air yang hangat jatuh ke genggaman tangannya. Tangannya mulai bergemetar.

"Sa…suke… Sasuke…"

Ia terus menunduk hingga dahinya menyentuh tanah.

"Sasuke…Sasuke… Aku…"

Isak tangis mulai menghiasi pemakaman yang sunyi.

"Aku mencintaimu, Sasuke…"


I'll abandon my pure heart

"Hoo— ada apa ini? Kenapa ada malaikat yang tampan datang ke iblis seperti kami ini?" tanya iblis yang memiliki rambut panjang berwarna hitam dan kulit yang pucat.

"Kau tahu kan cara untuk menjadi manusia, Orochimaru?" Bukannya menjawab, malaikat itu justru bertanya.

If I'm allowed to live and love you,

"Fuh— memang, Uchiha itu harga dirinya tinggi sekali, nee , Kabuto?" Iblis ular itu menatap iblis yang berambut putih yang ada di sebelahnya. Kabuto menganguk pelan sambil tertawa sadis. Cemooh itu tak dihiraukan malaikat itu.

"Jawab pertanyaanku, Orochimaru," ujarnya dingin.

"Hm... Tentu saja aku tahu, Sasuke Tapi, tentu saja ada barternya."

"Sebutkan saja barternya, Brengsek."

"Ooh— sejak kapan malaikat yang suci ini menjadi kasar?"

"Cepat sebutkan atau kubunuh kalian berdua..." Diarahkannya pistol perak yang ada di genggaman tangannya itu ke arah dua iblis yang sekarang terdiam dari tawa mereka.

"Serahkan kedua sayap malaikat yang kau miliki dan tentu, saat kau mati nanti, kau akan ke Neraka. Pendosa sepertimu tak akan bisa pergi ke surga, nee?"

I won't hesitate to cut off these wings

"Aku terima..."

Let me surrender myself to the devil

Tsuzuku


Author's Note:

*Ara: 'Ah' ato semacamnya gitu.

Bahasa Inggris terakhir itu dari liriknya. ;;A;;

Cha…chapter 1 selesai –akhirnya-. Maap kalau panjang. TTATT Salahkan tangan saya yang tak henti-hentinya mengetik. Orz

Tentu, ini adalah kisah fiksi. Masa malaikat bisa jatuh cinta? Wong, malaikat ntu ndak ada perasaan 'doki doki love'. Adanya cinta ma Tuhan ya toh, toyiibb— Lagian mano ado malaikat punya saudaro? Lo kato malaikat nto manusio, ado hubungon daroh segalo? *lah sapa yang bikin ni fic?* Terus, jangan tanya kenapa gaun dan tuxedo Sakura dan Naruto warnanya hitam. Habisnya, di PV-nya juga warna hitam. Jadi ya, gitu. *nampol Miku* *ditampol balik ma pens-pensnya*

Yah, namanya juga fic. Apa aja boleh di sini. Kucing kawin ma dinosaurus juga bisa. *dikejar dinosaurus beneran* KYAAAA!

Chapter selanjutnya adalah chapter terakhir. 8B

Rifiu— desu, onegaaii? (´oㅅo`)*kitten eyes attack*