Soft TERROR
By : Ve Amilla
Title : Soft TERROR
Main Cast : Oh Sehun, Kim Minseok, Lu Han, EXO
.
.
.
"Aku ingin kita putus", kata Luhan dengan tenang dan tanpa beban.
"Kalau itu yang Hyung inginkan, baiklah", tanggapan dari Sehun, dan tak kalah tenang dari Luhan.
Seolah berakhirnya hubungan mereka bukanlah hal yang besar bagi mereka. Tanpa ada emosi atau perubahan ekspresi di wajah Luhan maupun Sehun. Semuanya begitu santai, dan terlihat mudah. Suasana kafe tempat mereka saat ini duduk pun mendukung terlihatnya suasana santai dan nyaman. Seolah mereka hanyalah dua pemuda tampan yang sedang membicarakan hal-hal sepele pelepas penat.
Luhan mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam tangannya, "Aku harus pergi. Ada urusan yang harus aku lakukan."
Sehun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, "Pergilah, aku juga akan pulang."
"Oh iya, aku yang traktir, sebagai salam perpisahan. Adik kecil", tambah Luhan sebelum dia benar-benar pergi, disertai tawa renyah dari keduanya.
Luhan sudah menghilang dari hadapan Sehun. Sehun meminum latte-nya. Dia berpikir, "Oh iya, aku lupa menanyakan sebab Luhan hyung minta putus. Ck ck ck", ucapnya pelan sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Tapi memangnya itu penting ya? Kalau setahu ku, biasanya pasangan akan bertanya soal alasan meminta putus. Tapi ya sudahlah, Luhan hyung punya hidupnya sendiri. Begitu juga aku", ucap Sehun dalam hati sambil meminum latte-nya. Lalu Sehun keluar dari kafe.
Keesokan harinya, saat di kampus, Sehun tidak sengaja melihat Luhan dari kejauhan. Luhan sedang berjalan beriringan dan berbicara dengan begitu akrab serta diselingi candaan dengan seseorang yang lebih pendek darinya. Sehun tidak kenal siapa orang itu. Tapi dia yakin orang itu tidak asing. Tiba-tiba Sehun menjadi penasaran.
"Eh Tao", Sehun menyenggol lengan temannya.
"Apa?", jawab Tao dengan ekspresi tanya di wajahnya.
"Kau tahu siapa orang yang sedang bicara dengan Luhan hyung itu?", tanya Sehun.
Tao mengikuti arah pandang Sehun. "Oh… dia itu Minseok hyung, sahabat Luhan hyung", jawab Tao. "Eh, jangan bilang kau tidak kenal. Bukannya kau pacarnya Luhan hyung?", tambah Tao setelah dia ingat sesuatu.
Sehun kaget, tapi tak terlihat karena dia memasang wajah datarnya. Beberapa kali mengedipkan mata, berusaha tenang untuk menjawab pertanyaan si Hwang Zitao ini. "Tentu saja aku kenal. Kau ini bicara apa? Aku hanya tidak tahu siapa namanya. Karena selama ini aku hanya memanggilnya Hyung. Aku tidak pernah benar-benar bertanya siapa namanya."
"Oooohhh", respon Tao sambil mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
Sehun lega Tao tidak bertanya lebih jauh. Karena jujur saja, ini baru pertama kalinya dia mendengar nama Minseok. Dan ini juga pertama kalinya Sehun benar-benar melihat sosok Minseok, yang katanya Tao merupakan sahabat Luhan. Sehun jadi heran, kenapa dia tidak tahu kalau Luhan punya sahabat?
Informasi tadi membuat Sehun merangkai sebuah perkiraan. Dia kemudian teringat dengan permintaan Luhan putus darinya. "Jangan-jangan Luhan hyung minta putus karena suka dengan sahabatnya sendiri?", tanya Sehun dalam hati.
Sehun tidak merasa cemburu. Tapi sesuatu dalam hatinya ingin dia melakukan sesuatu. Sehun menyeringai, saat terlintas di kepalanya sebuah ide brilian.
"Kau kenapa Hun, tersenyum sendiri seperti itu?", tanya Tao tiba-tiba saat melihat Sehun menyeringai, Tao memandang Sehun aneh.
"Hehehe… tidak ada apa-apa. Hanya saja aku punya ide yang menarik", jawab Sehun disertai senyum kebahagiaan. Dan Tao tidak peduli apa itu, sehingga Tao kembali pada kegiatan awalnya.
"Iya, itu ide yang brilian Sehun. Memberinya sedikit kejutan akan menarik", senyum Sehun semakin mengembang setelah mengatakannya dalam hati.
PRAAAAANNGG !
"Astaga!", ucap Minseok kaget sambil reflek memegang dadanya. "Bagaimana bisa ada gelas di sini?", tanya Minseok heran. Bekas kekagetan belum sepenuhnya hilang dari wajah manisnya. Dia mengatur nafasnya supaya lebih tenang. Tangan mungilnya mengelus dadanya untuk menenangkan sang jantung yang hampir meloncat dari tempatnya.
Pecahan gelas kaca berserakan di dekat kakinya. Minseok melihat ke sekeliling. Sepi, hanya dia sendiri di sana. Minseok sedang berdiri di depan lemari loker yang terletak di samping koridor. Minseok bertanya-tanya, bagaimana bisa gelas kaca ada di dekat lemari loker? Seingatnya, dia tidak menyimpan gelas di dalam loker.
Saat Minseok sedang sibuk menenangkan dirinya dari kaget sambil memandangi pecahan kaca di dekat kakinya, ada orang lain yang memerhatikannya dari tempat persembunyian. Orang tersebut tersenyum bahagia kerena rencananya berhasil. Orang itu masih di sana menikmati ekspresi terkejut dan heran di wajah Minseok. Dia bahagia, karena dia sangat yakin saat ini Minseok sangat bingung. "Bagaimana bisa ada gelas di sini? Dan pecah lagi", itu pasti pertanyaan yang ada di kepala Minseok, tebak orang itu. Orang itu tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Dan ternyata orang itu Sehun, Oh Sehun.
"Kyungsoo jangan lari! Cepat kembalikan mainanku!"
"Huweeeekk… Jongdae kejar aku kalau bisa", ucapnya sambil meledek.
"Cepat bawa lari Kyungsoo!", satunya lagi menyemangati.
"Baekhyun jahat!", teriaknya tak terima.
Minseok tersadar dari lamunannya memandangi pecahan kaca. Dia menolehkan kepalanya pada sumber suara. Terlihat tiga orang anak kecil berusia lima tahun sedang berkejaran menuju ke arahnya. Minseok tersenyum melihat betapa lucunya anak-anak itu.
"Kyungsoo berhenti!"
"Lari terus Kyungsoo!"
"Astaga, pecahan kacanya kan belum ku bersihkan!", gumam Minseok. Dia melihat anak yang diteriaki dengan nama Kyungsoo, berlari semakin mendekat ke arahnya. Minseok panik. "Jangan ke sini!", larang Minseok.
Tapi justru anak itu berlari ke arah Minseok. Minseok tak punya pilihan lain selain menghalangi pecahan kaca supaya tidak melukai anak-anak kecil itu. Dia berdiri seperti palang mencegah agar anak-anak itu tidak mendekat. "Jangan ke sini! Di sini berbahaya."
Tapi anak kecil yang sedang asik bermain dan berlari, tidak akan mungkin mendengarkan larangan Minseok. Mereka justru berlari dan berusaha menerobos Minseok. Minseok kualahan menghadapi mereka. Minseok kehilangan keseimbangan, lalu dia terjatuh.
"Auugh!"
Sekejab, ketiga anak kecil itu berhenti dan membisu. Lalu perhatian mereka bertiga mengarah ke Minseok. Setelah beberapa detik hening, anak yang dipanggil Jongdae bersuara.
"Tangan kakak itu berdarah", ucap Jongdae sambil menunjuk ke tangan Minseok.
"Ah, ini tidak apa-apa", jawab Minseok tersenyum sambil berusaha menyembunyikan tangannya yang terluka.
"Huuuuuwwwaaaaaa", Jongdae tiba-tiba mengangis. Melihat temannya menangis, Kyungsoo dan Baekhyun pun ikutan menangis, "HUUUUWWWAAAAAAA". Mereka bertiga menangis dengan sangat kencang. Mereka ramai sekali.
"Eh, jangan menangis, uljima", Minseok berusaha menenangkan ketiga anak itu. Tapi mereka tidak berhenti menangis. Minseok bingung, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. "uljimaaa…", ucap Minseok yang terdengar seperti memohon.
Setelah melihat adegan lucu pertempuran Minseok melawan tiga pelari sprinter, dan berakhir dengan tumbangnya Minseok, orang dalam persembunyian, yang tak lain adalah Sehun, memutuskan untuk pergi dengan tawa kecil yang berusaha dia tahan. Tapi langkahnya terhenti saat Sehun mendengar kalimat yang diucapkan Jongdae, "Tangan kakak itu berdarah."
Secara reflek, Sehun langsung membalikkan badan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, dengan diiringi latar belakang paduan suara tangisan tiga anak kecil. Sehun melihat pemandangan yang tidak terduga. Tangan Minseok berdarah. Itu benar-benar tidak ada dalam rencana yang dia buat.
Sungguh, bagaimanapun Sehun tetaplah anak baik-baik, dia bukan kriminal. Sehun hanya ingin sedikit berbuat iseng. Sehun sama sekali tidak ingin melukai Minseok. Yang terjadi sekarang ini benar-benar di luar rencana. Sehun merasa bersalah, sangat amat bersalah. Hatinya berkata bahwa dia harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini.
"HUUUWWWAAAAAAA", tangis kencang tiga balita.
"Uljimaaaa… berhenti menangis ya? Aduh, kenapa kalian tidak mau berhenti menangis?", Minseok semakin bingung karena tidak bisa menghentikan tangisan mereka.
"Minseok hyung. Tanganmu kenapa?"
"Eh, Sehun?", tanya Minseok heran. Karena saat ini tiba-tiba saja Sehun ada di hadapannya. Berlutut di depannya sambil memandang kawatir tangan Minseok yang berdarah.
"Ini, tidak apa-apa, hanya terkena pecahan kaca", jawab Minseok disertai senyum manis, seolah meyakinkan Sehun bahwa lukanya hanya luka kecil.
"Tapi darahnya banyak sekali", Sehun memandang horor luka penuh darah yang ada di telapak tangan kiri Minseok. Terlihat sekali bekas luka lebar akibat tertancap pecahan kaca yang paling besar.
Terdengar suara langkah kaki yang sedikit berlari, mendekat ke arah mereka. "Astaga, ternyata kalian di sini. Kenapa kalian menangis ?".
"Appaaaa… tangan kakak itu berdarah", ucap Jongdae sesenggukan sambil menunjuk tangan Minseok yang terluka.
"Iya Suho ajushi", timpal Baekhyun.
"Tangan kakak itu berdarah Suho ajushi", Kyungsoo ikut bicara.
"HUUUUWWWAAAAA", lalu mereka bertiga menangis lagi bersamaan.
"Astaga, darahnya banyak sekali. Minseok, cepat obati lukamu di ruang kesehatan", perintah Suho dengan penuh kekawatiran setelah melihat luka Minseok yang penuh darah.
"Ini hanya luka kecil Suho saem, tak perlu dikhawatirkan", ucap Minseok dengan tujuan untuk menenangkan dosennya supaya tidak terlalu khawatir.
"Kecil apanya? Darahnya banyak begitu. Sehun, cepat bawa Minseok ke ruang kesehatan!", perintah Suho.
"Baik Suho saem", jawab Sehun. Dengan segera Sehun membantu Minseok berdiri. Dia memegang pergelangan tangan Minseok dan menghadapkan telapak tangan Minseok ke atas supaya darahnya tidak keluar terlalu banyak. Dengan sedikit berlari Sehun menuntun Minseok ke ruang kesehatan. Dan Minseok hanya bisa menurut mengikuti Sehun.
"Kenapa darahnya tidak mau berhenti?", tanya Jinki bingung saat sedang memeriksa luka di telapak tangan kiri MInseok. Jinki adalah mahasiswa calon dokter yang sedang piket jaga. "Luka ini karena apa?", tanya Jinki pada Minseok.
"Itu karena terkena pecahan kaca tadi…", jawab Minseok.
"Oh begitu. Ah! Jangan-jangan ada pecahan kaca yang tertinggal di dalam", tebak Jinki.
Mendengar kata-kata Jinki, Minseok mendadak cemas. Mendapatkan luka itu tidak masalah, tapi jika harus dibedah lebih jauh untuk mengambil pecahan kaca yang tertinggal, itu mengerikan. Minseok takut membayangkannya.
Jinki mengambil peralatan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan pecahan kaca yang tertingal. Dan saat Jinki akan beraksi, tiba-tiba, "Eh, tunggu sebentar", ucap Minseok gugup.
Kecemasan tercetak jelas di wajah manis Minseok. Nafasnya menjadi tidak teratur, dia sangat gugup. Jantungnya berdetak cepat dan keringat dingin mulai keluar. Tangan kanannya yang bebas mengepal erat di atas pahanya.
Jinki tersenyum menenangkan. "Percayalah, ini tidak akan apa-apa", kata Jinki meyakinkan. Lalu dia memulai kembali tindakannya yang sempat tertunda. Dan Minseok semakin cemas.
Tiba-tiba sebuah tangan menangkup pipi kiri Minseok. Memaksa Minseok menghadap pada sebuah wajah tampan. "Minseok hyung, lihat aku", ucap Sehun kemudian. Minseok memasang wajah penuh tanya dan bingung atas tindakan Sehun. Wajah bingung dengan mata sedikit melebar yang lucu.
Kemudian Minseok merasakan ada benda asing yang mulai menyentuh tangan kirinya yang terluka. Segera dia memejamkan matanya. Melihat Minseok yang memejamkan mata dengan erat, Sehun memutuskan untuk mengenggam tangan kanan Minseok yang mengepal erat.
Ada perasaan hangat yang menenangkan Minseok dari kecemasannya. Membuatnya lupa dengan tangan kirinya yang entah akan diapakan oleh Jinki untuk mengeluarkan pecahan kaca. Tapi dia tak bisa membuka matanya, bagaimanapun Minseok tetap takut.
Tanpa sadar, Sehun terus memandangi wajah Minseok. Dia juga lupa kalau tangannya masih menempel di pipi kiri Minseok. Sehun membatu di samping Minseok. Seolah waktu berhenti.
"Nah, sudah selesai", kata Jinki, seolah kata mantra yang mampu membuat waktu kembali berjalan seperti semula.
Minseok membuka matanya. Menampilkan mata coklat kehitaman yang indah namun sendu. Dia melirik pipi kirinya, karena sepertinya ada yang menempel di sana. Sehun paham, dengan segera dia melepaskan semua sentuhan tangannya dari tubuh Minseok. Sehun mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Menghadap tembok putih yang kosong. Dan Minseok menemukan tangannya sudah diperban rapi.
"Ternyata benar, ada pecahan kaca kecil yang terselip di dalam luka tanganmu. Ini dia", kata Jinki sambil menunjukkan pecahan kaca yang dimaksud. Pecahan kaca kecil yang runcing dan penuh darah.
Minseok tak habis pikir, benda sekecil itu ternyata mampu mengacaukannya tadi. Setelah itu Minseok mengucapkan banyak terima kasih kepada Jinki, begitu juga Sehun.
"Iya sama-sama", jawab Jinki disertai senyum ramah. Lalu mereka berdua keluar dari ruangan tersebut.
"Sehun, terima kasih ya, sudah menemaniku dan menolongku. Aku jadi merepotkanmu", kata Minseok saat mereka sudah berada di luar.
"Ah, hyung tidak merepotkanku kok", kata Sehun disertai senyuman. "Karena yang terjadi padamu itu adalah salah ku", lanjut Sehun dalam hati.
Minseok teringat sesuatu. "Oh iya! Sekarang aku ada jam kuliah. Bagaimana ini? Aku pasti terlambat. Aku pergi dulu ya, Sehun", pamit Minseok.
"Ne hyung", ucap Sehun.
Setelah Minseok benar-benar menghilang dari pandangan, Sehun menghela nafas berat. Menghirupnya, dan menghembuskannya. "Bagaimana ini? Apa aku akan tetap melanjutkannya?", tanya Sehun pada dirinya sendiri.
Rencana yang awalnya terasa mudah, sekarang menjadi berbeda. Ada perasaan berat yang menganggu. Seolah melarangnya. Jadi, apa dia harus berhenti? Tapi, ini bahkan baru awal. Sehun tidak rela jika harus berhenti sekarang.
"Iya Sehun, kembali ke rencana awal. Rencana berikutnya harus dilakukan. Harus!", ucap Sehun untuk meyakinkan dirinya sendiri. Sehun tersenyum, membayangkan keberhasilan rencana selanjutnya. "Fighting!", ucap Sehun sambil mengangkat kepalan tangan kanannya di depan dada.
Tapi saat dia melihat tangan kanannya, Sehun kembali teringat kejadian tadi. Tangan itu tadi telah memegang wajah Minseok. Teringat kembali betapa lembutnya kulit putih pipi Minseok. Teringat kembali setiap lekuk wajah manis Minseok. Teringat kembali mata indah namun sendu itu menatapnya. Sehun menggelengkan kepalanya keras. "Apa yang terjadi padamu Sehun? Fokus. Fokus".
Sehun mengambil nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Rencana selanjutnya siap dilaksanakan!", ucap Sehun dengan sangat yakin.
Siang yang terik menjelang sore. Sehun memutuskan untuk menikmati bubbletea di tempat favoritnya ini. Dia duduk sendirian di salah satu meja, dan suasana kafe dalam keadaan sepi. Sehun di sini sedang bersantai menghilangkan lelah, sambil merancang dan memilih rencana selanjutnya untuk Minseok.
Sehun mengingat-ingat kejadian apa saja yang dia alami di kampus tadi, siapa tahu bisa menjadi inspirasi untuk rencana selanjutnya. Tiba-tiba dia ingat kejadian tadi saat di tempat parkir. Sehun disapa oleh Luhan yang ternyata posisi parkir mobil Luhan ada tepat di sebelah mobil Sehun.
Dari yang Sehun perhatikan, Luhan semakin sibuk saja dengan sepak bolanya. Itu terbukti dari barang-barang yang dibawa Luhan tadi. Luhan sibuk memasukkan perlengkapan sepak bola sambil merangkul bolanya. Ditambah lagi, sepatu sepak bola yang sedang dia pakai. Luhan benar-benar seperti maniak sepak bola.
Sehun kembali menyedot bubbletea-nya. Sehun bertanya-tanya, bagaimana bisa dia berpacaran dengan Luhan? Karena mereka berdua benar-benar berbeda. Luhan yang maniak olahraga, sedangkan dia sendiri hanya suka bermain dan bermalas-malasan, "bersantai" itu kata Sehun. Bahkan seingat Sehun, dia dan Luhan jarang bersama. Sehun merasa ada yang aneh di sini. Akhirnya Sehun berusaha mengingat kembali apa saja yang telah terjadi.
Flashback
"Hun, kau itu tampan, tinggi, kaya, pintar, dan populer di manapun kau berada. Tapi sampai sekarang kenapa kau tidak juga punya pacar? Kau itu benar-benar ingin menjadi jomblo sejati apa?".
"Cinta bukanlah prioritasku Jongin", Sehun menjawab dengan malas, karena pertanyaan ini lagi-pertanyaan ini lagi yang selalu dikatakan oleh Jongin. Sehun benar-benar bosan mendengarnya.
"Tapi bukan berarti kau harus jadi jomblo kan?", Jongin sedang memancing keributan rupanya.
Tarik nafas, hembuskan. Sehun memejamkan mata untuk mengendalikan diri. Karena sungguh, dia ingin sekali menyumpal mulut sahabatnya ini dengan sepatu. "Lalu… yang penting aku harus punya pacar, begitu maksudmu?", tanya Sehun menantang.
"Hehehe… bisa dibilang begitu", jawab Jongin sedikit bercanda, karena sepertinya Sehun sudah berada di ujung kesabarannya. Jongin sebenarnya tahu pasti kalau Sehun sangat tidak suka ditanyai pertanyaan itu. Tapi mau bagaimana lagi, Jongin ingin sekali melihat Sehun punya pacar. Bagi Jongin, menjadi saksi Sehun mempunyai pacar itu adalah hal istimewa. Itu dikarenakan, Sehun adalah tipe orang yang tidak peduli dengan dunia percintaan, dan sangat malas berhubungan dengan hal tersebut. Jadi, Jongin merasa tertantang untuk membuat Sehun punya pacar. Keinginan yang aneh memang, dasar Jongin.
"Cih, lalu memangnya aku harus pacaran dengan siapa? Aku bahkan sedang tidak tertarik dengan siapapun", Sehun benar-benar tidak habis pikir. Sahabatnya ini benar-benar tidak masuk akal, atau memang Jongin tidak pernah punya akal? Sehun yakin itu penyebabnya.
Jongin meminum air di botolnya. Diam-diam Jongin membenarkan perkataan Sehun. Sehun selama ini memang tidak pernah tertarik dengan seseorang. Kalau begitu, dengan siapa Sehun harus berpacaran? Itu pertanyaannya sekarang. Jongin kembali memandang ke depan setelah menelan minumannya. Tiba-tiba mata elangnya menangkap sesosok wajah.
"Eh Hun, itu", ucap Jongin sambil tangannya menunjuk ke satu arah. Sehun mengikuti arah tangan Jongin. "Itu Luhan sunbae. Dia juga jomblo", lanjut Jongin.
"Lalu…", respon Sehun tak peduli. Kenapa memangnya kalau si Luhan sunbae itu jomblo atau tidak? Bukan urusannya juga kan.
"Maksudku, kau bisa pacaran dengan Luhan sunbae", kata Jongin, seolah itu adalah ide paling brilian yang dia punya.
Mendengar yang dikatakan oleh Jongin, Sehun hanya bisa tersenyum meremehkan. Sahabatnya ini benar-benar tidak punya otak, itu kesimpulan yang Sehun ambil.
Melihat respon dari Sehun, Jongin tahu pasti bahwa Sehun tidak akan menerima dengan mudah ide briliannya ini. "Jika kau punya pacar, aku janji. Aku tidak akan menganggumu lagi dengan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan itu", kata Jongin dengan serius.
Sehun meneliti sahabatnya ini. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu menatap serius mata Jongin. "Janji?", tanya Sehun kemudian.
"Yaksok", jawab Jongin dengan penuh keyakinan. Wajah menampilkan ekspresi serius, tetapi hatinya bersorak gembira. Karena sepertinya Jongin akan menang kali ini. Jongin mampu menaklukkan Sehun dengan meyakinkannya untuk mau memiliki pacar. "Kerja kerasmu berbuah manis Jongin, hahahahaha", tawa nistanya dalam hati.
Bagi Sehun, dia sudah amat sangat bosan terus mendengarkan ocehan Jongin selama ini. Satu-satunya misi yang harus dia lakukan saat ini adalah "Membungkam Mulut Jongin". Dan yang ditawarkan oleh Jongin adalah peluang yang bagus, menurut Sehun. Kembali Sehun memerhatikan Luhan.
"Luhan sunbae sepertinya boleh juga", komentar Sehun. Dan Jongin yang duduk di samping Sehun, tersenyum lebar menyambut komentar Sehun.
"Anyeonghaseo. Chogi, bisakah kita bicara sebentar?".
Mendengar ada yang bicara di sampingnya, Luhan menoleh ke sumber suara. Ada seorang pemuda yang lebih muda darinya berdiri dan memandangnya. Luhan akhirnya paham, ada yang ingin bicara dengannya rupanya. Lalu Luhan menghadap pada orang yang duduk di sebelahnya, yang saat ini sedang asik memandang ke arah lapangan.
"Min, aku pergi dulu sebentar", pamit Luhan pada orang yang duduk di sampingnya.
Orang yang dipanggil Luhan menoleh. "Oh, iya", responya singkat sambil menganggukkan kepala pelan. Lalu pandangan matanya mengikuti pergerakan Luhan, setidaknya dia ingin tahu. Kemudian dia melihat ada seseorang yang sedang berdiri di sana. Dan pandangan mata mereka bertemu. Namun hanya sebentar, karena terhalang punggung Luhan yang sudah dalam posisi berdiri. Lalu mereka kembali pada kegiatan mereka masing-masing.
"Ada apa?", tanya Luhan setelah berada di tempat yang aman untuk mereka bicara berdua.
"Perkenalkan, aku Oh Se Hun", ucapnya sambil membungkukkan badan. "Yang ingin aku bicarakan adalah…", Sehun berhenti sejenak untuk mengambil nafas. "Aku ingin menjadi pacar Luhan sunbae. Maukah Luhan sunbae menjadi pacarku?", ucap Sehun langsung pada tujuan.
Luhan mengangkat satu alisnya, sedikit heran. "Dia frontal sekali. Biasanya akan ada basa-basi dulu", pikir Luhan. Diperhatikannya Sehun dari atas ke bawah, lalu ditatapnya kembali wajah Sehun. Kemudian Luhan mengenali Sehun, ternyata Sehun adalah salah satu mahasiswa tahun pertama yang populer yang sering diidolakan oleh mahasiswa lainnya.
"Boleh juga", kata Luhan setelah hening beberapa menit. Kemudian dia mengulurkan tangannya yang sejak tadi dia masukkan ke dalam saku celananya, untuk mengajak Sehun berjabat tangan. Sehun menjabat tangan Luhan.
"Mulai sekarang kita berpacaran", kata Luhan kemudian. Ditanggapi dengan anggukan kepala serta senyum kelegaan oleh Sehun. Lalu keduanya melepaskan jabatan tangan mereka.
"Kalau begitu, aku kembali ke kelas dulu hyung", pamit Sehun.
"Oke", jawab Luhan disertai senyuman, dan dibalas Sehun dengan senyuman juga. Lalu keduanya berpisah dan kembali ke tujuan mereka masing-masing.
Setelah status mereka berubah menjadi pacaran, tak ada perubahan berarti di kehidupan mereka, Sehun maupun Luhan. Dalam kehidupan Sehun, Jongin benar-benar berhenti menanyakan pertanyaan menyebalkan itu. Karena digantikan oleh pertanyaan yang baru, yaitu, "Sehun, mana Luhan hyung? Sebenarnya kau itu benar-benar pacaran atau tidak sih dengan Luhan hyung?". Satu pertanyaan menyebalkan berhenti, dan digantikan oleh pertanyaan menyebalkan lainnya. Itulah kenyataannya.
"Jongin, pacaran itu adalah hal yang bersifat pribadi. Jadi, tidak bisa diumbar ke umum", jawaban dari Sehun disertai senyuman saat mengucapkannya.
"Tapi aku kan sahabatmu Sehun", protes Jongin.
Sehun hanya menanggapi Jongin dengan senyuman manis. Tapi jika dilihat lebih detil, itu bukanlah senyuman manis. Melainkan senyuman mengerikan yang mengandung aura membunuh begitu besar. "Iya, aku memang sahabatmu Jongin. Bahkan aku ingin jadi ibumu. Dan kemudian mengutukmu menjadi batu", sumpah Sehun dalam hati. Tapi setidaknya, Jongin sekarang lebih bisa dikendalikan dibanding Jongin yang dulu. Setidaknya Jongin tahu apa itu privasi.
Sehun memang jarang dengan Luhan, bahkan hampir tidak pernah. Mereka sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Daripada disebut pacar, mereka lebih tepat disebut sebagai dua kakak beradik yang tinggal di dua planet yang berjauhan.
Pernah suatu saat Sehun bertanya pada Luhan, saat Luhan menraktirnya karena Luhan menang taruhan bola. Bagaimana pun Sehun juga merasa heran, bagaimana bisa Luhan yang tidak mengenalnya sama sekali, menerima dengan mudah permintaannya menjadi pacar? Aneh bukan? Walaupun saat itu Sehun sangat bersyukur atas sikap Luhan, karena yang terpenting baginya saat itu adalah "Membungkam Mulut Jongin".
"Ngomong-ngomong hyung, boleh aku tahu? Kenapa saat itu kau mau menerimaku menjadi pacar?", tanya Sehun.
Dan ternyata Luhan tidak kalah frontalnya dengan Sehun. Luhan bilang bahwa sebenarnya dia bosan dan bingung menghadapi para fans-nya yang semakin menggila. Mereka mendesak Luhan untuk menerima cinta mereka. Sedangkan Luhan tidak mau direpotkan dulu oleh urusan percintaan. Dia punya hal lain yang dia prioritaskan. Luhan tidak ingin rencananya berantakan. Biarlah urusan cinta akan dia urusi nanti saat dia telah meraih mimpinya.
Tapi kenapa dia malah menerima Sehun? Itu karena menurut Luhan, Sehun juga sama-sama tidak tertarik dengan urusan percintaan. Luhan melihatnya dari cara Sehun memintanya menjadi pacar. Luhan tidak tahu pasti apa alasan Sehun melakukannya, tapi yang pasti itu berhubungan dengan status "Punya Pacar". Lagi pula Luhan mengenali Sehun sebagai salah satu mahasiswa populer. Jadi, tidak akan menjadi masalah jika kabar mereka berpacaran menyebar. Tidak akan ada yang menyalahkan Sehun, karena Sehun adalah mahasiswa populer.
Luhan juga bilang bahwa dia sempat berencana untuk meminta tolong kepada sahabatnya untuk berpura-pura menjadi pacarnya. Tapi kemudian dia urungkan. Karena dia takut sahabatnya menjadi sasaran kekesalan. Sedangkan sahabat Luhan merupakan orang yang sederhana dan baik hati. Luhan takut jika nantinya sahabatnya akan terluka karena menolongnya.
Sehun lega dan bahagia. Ternyata hubungannya dengan Luhan adalah hubungan saling menguntungkan, simbiosis mutualisme. Luhan berlindung dengan status "Punya Pacar", begitu juga dengan Sehun. Sehun bisa terhindar dari ceramah Jongin mengenai "Joblo Sejati", yang begitu merusak telinga.
Hubungan keduanya terus seperti itu, tanpa ada perkembangan. Keduanya saling tahu, bahwa mereka tidak saling cinta. Juga tidak ada yang ingin mengubahnya menjadi cinta, baik itu Sehun maupun Luhan. Mereka hidup di dunianya masing-masing.
Flashback End
"Dan… minggu lalu Luhan hyung meminta putus", kata Sehun, kemudian meminum bubbletea-nya.
"Sebenarnya aku tidak peduli alasan Luhan hyung meminta putus. Tapi kan, dulu aku yang memintanya berpacaran. Seharusnya aku yang memutuskan dia, bukan malah dia yang minta putus. Biarpun aku tidak cinta padanya, tapi seharusnya Luhan hyung menunggu ku untuk memutuskannya", Sehun sedang berbicara sendiri.
"Iya, ini pasti karena Luhan hyung menyukai Minseok hyung. Minseok hyung memang manis sih. Tapi tetap saja…", ucapan Sehun terhenti karena dia merasa ada kalimat yang tidak sengaja dia katakan. Dia tidak sengaja mengakui kalau Minseok manis.
"Eh, tadi aku bilang apa?", Sehun mencoba mengingat. "Aaaaa… ada apa dengan otak ku akhir-akhir ini?", Sehun memegang kepalanya frustasi. "Iya, ini pasti hanya karena aku terlalu serius memikirkan cara untuk meneror Minseok hyung. Iya, itu pasti. Fokus Sehun, fokus".
"Luhan hyung maaf. Aku memutuskan untuk meneror sahabatmu, Minseok hyung. Bukan karena aku benci padanya atau pun marah. Aku hanya butuh hiburan, karena kau telah memutuskan ku, seharusnya akulah yang memutuskanmu. Tapi tenang saja, aku tidak akan menerornya dengan cara yang menyeramkan seperti yang ada di film-film. Aku menerornya dengan cara yang sopan. Dan aku janji, aku tidak akan menyakitinya", ucapan Sehun disertai seringaian kepuasan.
.
.
Bersambung…
.
.
