"Hidden Four"

Main Cast :

Chanyeol; Baekhyun;

Pairing :

Chanbaek / Baekyeol

Slight Krisbaek; Chansoo

Genre : Romance

Rated : T

WARNING! GS! TYPO(S)

Happy Reading!

.

.

Chapter 1

.

.


.

.

Suatu kesalahan merasa pernah ia lakukan di hari lalu dan membuatnya ingin kembali lagi pada waktu itu. Memperbaiki kesalahan. Oh bukan! Mungkin lebih tepatnya mencegah dirinya untuk tidak melakukan kesalahan itu. Sepertinya keadaannya saat ini akan jauh lebih baik.

Tidak mungkin segila ini. Kejadian itu-saat ini masih bergelayut menggantung-gantung di pikirannya. Jika ada suatu alat yang bisa mencopotkan pikirannya saat ini mungkin ia akan membelinya satu. Agar semua bayangan buruk itu tidak lagi menjajahnya setiap hari, menghantuinya setiap saat.

Menyakiti hati seorang yeoja membuatnya seolah jatuh ke dalam kutukan ini. Kutukan dimana ia harus menyelesaikan semuanya sebelum waktu itu tiba. Waktu apa? Waktu yang berhubungan dengan kematian. Siapa yang mengharapkan kematian? Tidak ada! Hanya orang bodoh yang senantiasa ingin mengakhiri kehidupan di dunia dengan sendirinya.

"Aku gila!" ujar namja itu menjambak rambutnya. Terlihat amat kusut. Menurut sebagian orang ketika rambut seseorang terlihat acak-acakan maka pikirannya pun tidak jauh seperti itu, karena rambut dapat menggambarkan kondisi pikiran seseorang.

"Kau masih saja memikirkan kata peramal?. Hidup-mati itu tidak ada yang tahu. Ayo lah! Gunakan otakmu!" Jongin, seorang namja berkulit tan yang memiliki perawakan tinggi, duduk di atas karpet bludru dengan stick PS yang ia otak-atik, tatapannya masih serius menatap layar LED televisi 42 inch di hadapannya.

"Tapi Hyung... Ramalanku selama ini selalu tepat. Peramal tua itu bilang kalau angka keberuntunganku angka 7, dan aku akan balik dengan salah satu mantan ku dengan embel-embel angka 7. Dan ternyata, Luhan menjadi kekasihku lagi tanggal 7 April kemarin kan?" Namja berkulit putih berambut pirang itu-Sehun, berucap dengan semangat. Namun tatapannya masih tertuju pada layar di hadapannya.

"Ck! Tapi setelah itu dia memutuskanmu juga kan setelah satu minggu?" Jongin melotot, menatap Sehun di sampingnya.

"Tapi, ramalanmu juga benar kan? Dia bilang kalau angka keberuntunganmu 8. Dan ternyata benar, berat badanmu setelah 8 hari itu turun 8 kg." Sehun malah semakin membeberkan kebenaran-kebenaran ramalan tersebut.

"Benar kan!" Namja dengan rambut acak-acakan itu, kini mencak-mencak di atas tempat tidurnya. "Bagaimana nasibku?" Ringisnya semakin terdengar frustasi, gerakannya di atas kasur semakin liar.

"Chanyeol! Sudahlah jangan terlalu dipikirkan." Jongin mencoba menenangkan sahabatnya itu.

Namanya Chanyeol. Namja dengan postur tinggi dan poni yang selalu rapi, namun tidak untuk saat ini. Saat ini rambutnya sangat berantakan, seperti pikirannya. Namja tampan. Tatapan matanya dan senyumnya mampu meluluhkan hati setiap yeoja, sekeras apapun hati yeoja itu sepertinya mampu melunak apabila Chanyeol memberikan tatapan dan senyum terbaiknya yang errrrr-_-

.

-flashback—

.

Ketiga namja itu sedang menghadiri pameran benda-benda antik di daerah Gwanghwamun. Hanya sekedar iseng berfoto, mengunjungi beberapa stand untuk melihat barang-barang jaman dulu-seperti telepon putar, piringan hitam jadul, ranjang besi yang berderit seram ketika diduduki, mesin ketik tua, lukisan-lukisan usang, dan masih banyak lagi benda lainnya-tidak mungkin untuk disebutkan satu-persatu.

Namun ada satu stand yang menarik perhatian ketiganya. "Lee Soo Man" pekik ketiganya, membaca pamflet yang terpampang menggantung pada tirai stand. Peramal kah? Berbeda dengan stand lain, stand itu diselubungi dengan tirai. Baru kali ini mereka mendapati stand peramal di tempat pameran seperti ini.

'Crek'

Chanyeol mengabadikan gambar stand tersebut dengan camera yang menggantung di tengkuknya.

"Mau coba masuk?" Sehun menaik-turunkan alisnya.

"Tolong Hun, jangan bilang kau percaya sama hal-hal seperti itu," ujar Chanyeol, memutar bola matanya.

"Iseng," jawab Sehun, masih menatap pamflet di hadapannya.

"Buang-buang waktu." Chanyeol hendak berlalu, namun dengan cepat pergelangan tangannya di cengkram kuat oleh Sehun dan Jongin. Keduanya tersenyum sembari mengangkat alis.

Oh Tuhan, sepertinya Chanyeol harus mengalah mengikuti keinginan mereka berdua. Karena kini keduanya menarik paksa Chanyeol untuk segera masuk.

Tidak seperti mereka bayangkan sebelumnya. Biasanya seorang peramal akan menggunakan pakaian serba hitam longgar, ikat kepala dari kain, dan cincin dari bebatuan besar di jarinya. Meramal menggunakan tungku menyan, kartu tarrot, bola krystal, atau benda-benda aneh lainnya. Ternyata mereka SALAH besar.

Peramal itu memang menggunakan pakaian serba hitam namun dengan gaya berbeda. Rambutnya rapi. Jas, kemeja, dasi, celana, serta sepatunya yang serba hitam sangat terlihat rapi. Dari ujung rambut sampai ujung kakinya sangat terlihat rapi, tampan? Mungkin. Sepertinya 'dulu' ketika muda ia tampan. Karena sepertinya kini umurnya sudah menginjak kepala 40. Dan satu lagi, ia tidak menggunakan alat appaun sebagai ajang meramal, hanya perlu menyerahkan dan menengadahkan telapak tangan seolah ia bisa melihat semuanya pada diri klien di hadapannya.

Pertama Sehun. Angka 7, angka keberuntungan Sehun, dan penjelasan lain. Tentang asmara, itu pertanyaan Sehun. Semua ramalannya terdengar wajar dan umum.

Kedua Jongin. Angka 8, angka keberuntungan Jongin beserta beberan penjelasan lain. Berat badan. Dan... Cinta. Walaupun penjelasan mengenai kisah percintaan Jongin terbilang tidak beruntung, tapi itu juga terdengar wajar, ramalannya hanya mengenai masalah cinta biasa.

Terakhir, Chanyeol. Dengan wajah malas ia menyerahkan telapak tangan kanannya.

"Hati-hati dengan angka 4." Ucapnya terkesan misterius.

Hati-hati? Apa maksudnya? Mengapa ramalan Chanyeol terdengar berbeda dengan kedua temannya yang lain? Mengapa kini Chanyeol mendapatkan peringatan 'hati-hati' di awal kalimat terhadap angka 4.

"Kamu menyakiti hati wanita. Dan … "

.

.

"… Berhubungan dengan angka 4," ucap peramal itu seraya memejamkan matanya. "Dan, kematian. Ada garis kematian di sana," lanjutnya semakin terkesan mengerikan.

Ketiga namja itu berjengit, kaget. Kenapa? Kedua temannya tadi mendapatkan ramalan angka keberuntungan, tapi… Kenapa? Ada apa dengan ramalan Chanyeol? Angka kesialan.

"Saya tidak percaya," tukas Chanyeol seraya menarik lengannya dari genggaman pria tua itu. Namun dengan cepat pria itu menariknya.

Seraya memejamkan mata peramal tadi berkata, "Angka empat, cinta, kesakitan, dan … Kematian. Cepatlah meminta maaf dan cintai dia dengan tulus, miliki dia."

Chanyeol menggeleng.

"Datang lagi, temui saya ketika kamu sudah mendapatkan yeoja itu. Saya akan melihat apakah bayangan kematian itu akan menghilang dari dirimu, atau malah semakin mendekat."

.

-flashback off—

.

Tuhan, Chanyeol semakin gila mengingat kejadian itu. Sudah berlalu selama dua minggu namun semua terkesan semakin menghantuinya. Hhhh... Siapa yeoja yang ia cintai? Sakiti? Dan berhubungan dengan angka 4? Jika Chanyeol tidak segera meminta maaf, maka Chanyeol akan segera mati? Begitukah ramalannya? Ya kira-kira, mungkin seperti itu.

Selama 2 minggu ke belakang ini Chanyeol dibantu kedua temannya mencari seorang yeoja yang berhubungan dengan angka 4. Yeoja yang pernah mengisi hari-hari Chanyeol tentunya. Tidak mungkin keluarga, karena (peramal) bilang Chanyeol harus mencintainya dan memilikinya. Maka, mungkin saja dari deretan mantan Chanyeol atau mungkin korban PHP-nya.

Mulai tanggal lahir yeoja itu, tanggal jadian bersama Chanyeol dan tanggal putus, bahkan nomor rumah, nomor ponsel, dan berbagai nomor-nomor lain yang Chanyeol cari sebagai petunjuk. Semua sudah Chanyeol kumpulkan yeoja-yeoja yang memiliki hubungan dengan angka 4.

Si playboy Chanyeol dan si pemberi harapan palsu itu setiap harinya hanya mengurusi permintaan maaf pada setiap yeoja yang diyakini itu adalah yeoja yang diramalkan (peramal). Dan setiap kali Chanyeol selesai meminta maaf, maka Chanyeol akan menemui peramal itu untuk mengetahui apakah bayangan kematian itu sudah terhapus dari wajahnya atau semakin mendekat.

Berkali-kali Chanyeol datang dan berkali-kali itu pula peramal itu menggeleng. Itu artinya Chanyeol belum menemukan sosok yeoja yang dimaksud. Kali ini ia harus datang ke rumahnya, karena tenggang waktu pameran barang antik itu sudah usai, dan peramal bernama Lee Soo Man yang ditemuinya kemarin tidak membuka stand lagi di sana.

Rumah gelap, dengan lampu berwarna orange remang-remang, barang antik seperti patung-patung hewan dan guci-guci jaman dulu menjejali rumah namja tua itu. Sepertinya ia tinggal di rumah itu sendirian.

"Mengerikan ketika kita sedang berjalan begini, tiba-tiba ada kelelawar terbang melewati muka kita," celetuk Sehun asal ketika mereka tengah menyusuri lorong bercahaya remang-remang untuk menuju ruangan milik Lee Soo Man, sementara Soo Man yang berjalan di depan sana hanya berdeham menyeramkan mendengar celotehan Sehun.

Dan… Hasilnya selalu sama. Nihil. Menurut peramal itu, Chanyeol belum menemukan yeoja yang ia maksud, dan bayangan kematian itu masih tergambar di wajah Chanyeol.

.

.

.

"Udah malam. Balik yuk," ujar Jongin. Membereskan stick PS yang ia gunakan tadi, menggulung kabelnya lalu disimpan di atas rak tv. Sehun pun mengikuti gerakannya.

"Jangan pulang dulu. Bantu aku." Tubuh Chanyeol masih menelungkup di atas tempat tidur. Seharian ini ia tidak menemukan petunjuk tentang siapa yeoja itu sama sekali, seolah sudah kehabisan harus mencari si yeoja angka 4 itu dengan cara seperti apa, sehingga untuk hari ini pun mereka absen untuk menemui (peramal).

"Lanjutkan besok saja Yeol. Lagi pula sepertinya kau butuh istirahat," ujar Jongin, menepuk-nepuk pundak Chanyeol yang masih menelungkup.

"Kalau besok pagi kalian berdua menemukan tubuhku sudah menjadi mayat jangan menyesal," sahut Chanyeol. Suaranya terdengar sangat putus asa.

"Ya, peramal itu benar. Kau akan mati karena tidak minta maaf sama yeoja angka 4. Karena setiap hari kau tidak makan, tidak tidur, sibuk memikirkan yeoja itu. Dan akhirnya kau mati sebelum bertemu dengan yeoja itu." Sehun kini sudah berdiri di mulut pintu kamar Chanyeol, sudah memutar knop pintu untuk keluar.

"Besok ada kelas pagi. Lebih baik kau tidur," saran Jongin masuk akal. Namun entahlah, Chanyeol akan mendengarnya atau tidak. "Aku pulang dulu, Yeol." tutup Jongin. Keduanya menutup pintu kamar Chanyeol. Meninggalkan Chanyeol sendirian yang masih diselimuti kegelisahannya.

Layar televisinya sudah dimatikan. Kedua temannya akhir-akhir ini selalu menemaninya hampir setiap malam. Membantu mencari jalan keluar untuk Chanyeol. Namun, mungkin belum waktunya Chanyeol menemui yeoja itu. Dan kali ini, kedua temannya harus meninggalkan dirinya sendirian di apartemennya ini.

Chanyeol bangkit dari posisinya, melirik jam dinding yang menggantung di kamarnya.

"Hhhh…" Chanyeol mendesah, ternyata memang sudah malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Seharian ini ia belum mengisi perutnya.

Namja itu keluar dari kamarnya. Melirik isi dalam lemari es, sama sekali tidak ada sesuatu yang bisa ia makan. Dengan langkah terhuyung-huyung ia keluar dari apartemen untuk menuju sebuah… Ehhhmmm… Mini market mungkin.

Salah satu mini market dekat apartemennya buka 24 jam. Chanyeol kini berada di dalam jejeran rak makanan serta minuman. Sama sekali tidak ada yang membuatnya bernafsu untuk dimakan. Maka dari itu Chanyeol hanya meraih satu buah kaleng minuman bersoda. Tubuhnya terasa dingin ketika membuka lemari pendingin, ia baru sadar bahwa ia keluar tanpa menggunakan jaket, hanya kaos putih polos dan celana jeansnya.

Sesampainya di kasir, "Empat ribu," ucap sang penjaga kasir tersenyum ramah.

Chanyeol merogoh saku celana jeansnya sejenak. Saku depan, saku belakang. Tidak ada! Ia lupa membawa dompet sepertinya. Bodoh. Ia keluar tanpa membawa dompet, hanya ada kunci apartemen dan beberapa uang koin seribuan di saku depannya.

Ia meraih beberapa uang koin yang belum ia ketahui jumlahnya. Tangan kanannya menengadah, ternyata hanya ada tiga keping uang koin. Itu berarti ia butuh satu keping lagi. Kembali namja itu merogoh saku celananya dengan wajah panik.

"Saya buru-buru," Ucap seorang yeoja yang berada tepat di belakang Chanyeol, menunggu antrian kasir. Hanya ada satu kasir di mini market ini.

Sang penjaga kasir hanya tersenyum dan memberi isyarat 'mohon tunggu sebentar' pada yeoja di belakang Chanyeol.

"Ssshhh… Saya lupa bawa dompet," Ucap Chanyeol seraya meringis.

Yeoja di belakang Chanyeol tiba-tiba berdiri di samping Chanyeol. Tanpa permisi meraih koin yang Chanyeol genggam.

'Hey apa-apaan dia!' Gumam Chanyeol tak jelas.

Yeoja itu menghitungnya sejenak. "Kurang berapa?" tanya sang yeoja kepada si penjaga kasir.

"Seribu lagi." Kasir mini market tersenyum ramah.

Yeoja itu menyimpan tiga keping uang koin Chanyeol di atas meja kasir, dan menambahkan satu keping uang koin miliknya. Namun sepertinya tanpa sadar yeoja itu memasukan sesuatu ke dalam tasnya. Entah apa, ia tidak tahu. Yang jelas yeoja itu mengharapkan ia bisa cepat-cepat menyimpan barang belanjaannya di meja kasir.

Chanyeol menatap yeoja itu dengan tatapan tidak suka. Ia tidak tahu kondisi hati Chanyeol benar-benar sedang tidak baik saat ini, sikap baik seperti apapun yang Chanyeol terima, itu justru terkesan meremehkan.

Yeoja itu kini sudah berdiri di hadapan Chanyeol, menyimpan keranjang belanjaannya yang kini diabsen satu persatu oleh kasir.

Langkahnya masih terhuyung-huyung menapaki lorong apartemen. Mungkin karena seharian ini ia tidak makan, dan hanya meminum minuman bersoda.

'Crek'

Tangannya memutar knop pintu apartemennya.

"Astaga." Desisnya. Mungkin saking stressnya ia sampai lupa belum membuka kuncinya. Dan... Dimana kunci apartemennya? Berkali-kali ia merogah seluruh saku celananya. Tidak ada, kunci itu tidak ada. Apakah tertinggal di mini market? Tuhaaan, cobaan apalagi ini?

Mau tak mau namja itu dengan terpaksa harus kembali ke mini market. Mengingat-ingat, mungkinkah tadi ia menaruhnya di meja kasir? Sepertinya tidak, ia menggenggamnya bersamaan dengan uang koinnya. Dan uang itu- dengan lancang yeoja itu merampasnya.

Jangan bilang kalau... Kalau kuncinya terambil oleh yeoja itu. Chanyeol semakin mempercepat langkahnya, berlari lebih tepatnya. Keluar dari pintu putar kaubi dengan cepat. Dan...

"Hhh... Hhh... Hhh..." Chanyeol mendorong pintu bertuliskan 'push' dengan nafas terengah-engah.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya ramah seorang kasir tadi. Melihat kondisi Chanyeol yang memprihatinkan saat ini.

"Ada kunci saya tertinggal di sini?" tanya Chanyeol mendekati meja kasir. Masih sesekali mengatur nafasnya.

Kasir itu menggeleng seraya meringis. Sementara Chanyeol mendesah, pasti kunci apartemennya terbawa oleh yeoja itu. Ya! Yeoja lancang itu.

"Terimakasih." ucap Chanyeol seraya melangkah lemas keluar dari dalam mini market.

"Tolol!" Umpatnya kesal. Dompet dan ponselnya ada di dalam apartemen, begitu juga dengan kunci kendaraannya. Bagaimana ia sekarang? Haruskah ia tinggal di jalanan untuk malam ini? Jarak dari aChapteremannya ke tempat Jongin dan Sehun cukup jauh, tidak ada ponsel untuk menghubungi mereka. Tidak ada uang untuk membayar ongkos angkutan umum jika ingin menumpang tidur untuk malam ini di tempat mereka.

Dan... Yeoja itu? Bagaimana ia akan mengambil kunci dari tangan yeoja itu? Namanya, alamatnya, nomor ponselnya, bagaimana bisa Chanyeol menghubungi yeoja itu?

"Boleh saya pinjam ponselnya?" Chanyeol menatap nanar kasir minimarket, ia kembali masuk ke dalam. Biarlah kasir itu akan berbicara apa mengenai dirinya saat ini. Namja malang.

.

.

.

"Semalam kau tidur di apartemen Jongin?" Sehun melangkah di samping Chanyeol. Keadaan Chanyeol kini semakin buruk, amat buruk dengan kaos dan celana yang agak sempit karena menggunakan pakaian milik Jongin.

"Lalu bagaimana caranya kau bisa dapat kuncimu lagi?" Sehun menatap Chanyeol dengan tatapan mengiba.

"Entah lah. Mungkin bayangan kematian itu semakin dekat. Dan... Sebentar lagi aku mati," ucapan Chanyeol terdengar putus asa.

"Hhhh..." Jongin mendesah. "Bisa tidak kita sehari ini tidak membahas hal itu? Mungkin saja ini sama sekali tidak ada hubungannya kan? Kematian, yeoja, angka 4. Itu justru membuatmu semakin tertekan."

"Ya, kita lupakan saja. Toh sebentar lagi aku mati." Chanyeol mendahului langkah kedua temannya. Meninggalkan mereka yang kini belum berhenti menggeleng heran melihat kepergian Chanyeol.

"Aku tahu!" Chanyeol menoleh ke samping kanannya, menggebrak meja Jongin.

Jongin dan Sehun mengerutkan kening. Arti dari raut wajahnya mungkin berupa pertanyaan, "Kenapa?"

"Kyungsoo!" Ujar Chanyeol dengan nada girang. "Kyungsoo mantan kekasihku yang ke-4!" Chanyeol semakin antusias. Ia yakin. Dengan terkaannya saat ini.

"Maksudmu? Yeoja yang dimaksud peramal itu Kyungsoo?" Jongin menguraikan maksud perkataan Chanyeol.

"Oh God! Ayo lah Yeol. Dia sudah punya pacar. Kim Junmyeon, anak Jurnalis." Sehun memutar bola matanya. "Kau tidak mungkin merebut dia dari tangan Junmyeon" lanjut Sehun.

"Aku ingat. Dia satu-satunya yeoja yang paling merasa sakit hati, dia mohon-mohon sampai menelfon orang tuaku, supaya aku tidak memutuskannya. Mungkin aku memang harus minta maaf kepadanya, dan... Berusaha mencintainya lagi." Chanyeol semakin antusias mengingat kenangannya sebagai namja biadab.

"Yayaya. Dan pasti Kyungsoo waktu itu perlu perjuangan yang keras untuk move on darimu. Dan mungkin saja sampai saat ini dia masih benci denganmu." Sehun menatap sarkastik.

"Yang penting hidupku tetap berlanjut. Bagaimanapun caranya!" ujar Chanyeol. Sedetik kemudian namja itu sudah melesat, menghilang ditelan pintu kelas.

Pandangan Chanyeol kini tertuju pada papan jadwal di depan fakultasnya. Memperhatikan gerakan telunjuknya, mencari jadwal kelas Kyungsoo.

"Mana mana mana?" Chanyeol tak henti menggumam pada dirinya sendiri.

'Tap'

Hingga jari telunjuknya menemukan satu kelas dimana Kyungsoo berada sekarang. Dengan cepat Chanyeol berbalik badan dan...

'Dukh'

Bahu kanannya menghantam kening seorang yeoja yang tengah melintas melangkah di koridor.

"Maaf," ujar Chanyeol tanpa basa-basi lain. Meninggalkan yeoja itu yang kini masih meringis.

"Tunggu." Chanyeol menghentikan langkahnya. Sepertinya ia melewatkan sesuatu. Yeoja itu. Mata Chanyeol terbelalak. Sepertinya ia mengingat sesuatu. Ya. Yeoja itu, yeoja yang semalam ia curigai mengambil kunci apartemennya di minimarket, 'tidak sengaja' mengambil maksudnya.

Langkah Chanyeol berbalik, menjenjangkan lehernya, menyelap-nyelipkan tubuhnya di antara jejalan mahasiswa di koridor, mencari yeoja itu. Kemana yeoja itu tadi? Seingat Chanyeol, ia tadi mengenakan kaos biru muda dengan celana ehhmmm... Bukan! Bukan celana, tapi rok berwarna...

"Heh!" Chanyeol menarik lengan yeoja itu dengan kencang, membuat yeoja itu berputar berbalik menghadapnya.

"Ada apa sih!" Yeoja itu masih sesekali meringis. Menatap Chanyeol yang kini berdiri di hadapannya.

"Kunci apartemenku!" Tanpa basa basi dengan nada membentak, bukan bertanya, membuat yeoja itu sedikit tersentak.

"Kunci? Ada."

"Dimana?"

"Di apartemen." Ucap yeoja itu dengan cuek.

"Lalu bagaimana caraku mengambilnya?" Chanyeol merasa yeoja itu menyebalkan.

"Tunggu sampai mata kuliahku habis. Jam 2 siang." Ujarnya, lalu memasuki kelasnya dengan langkah gontai.

Chanyeol menarik lengan yeoja itu. Menarik tali tas yang menggantung di bahu yeoja tersebut, dan dengan lancang mengaduk-aduk isi tasnya. "Ini jaminannya." Ujar Chanyeol mengambil ponsel yeoja itu.

"Hei!" Yeoja itu menghentak-hentakkan kakinya, melihat kepergian Chanyeol yang semakin jauh berlari. Tak henti mendengus. "Namja gila!" Umpatnya, kesal.

"Baekhyun? Masuk." Ucap seorang menarik yeoja itu yang masih berdiri di ambang pintu kelas.

Chanyeol sudah diam di tempat parkir, menatap kepergian Kyungsoo bersama kekasihnya, Junmyeon. Masuk ke dalam mobil dan mengilang.

"Sepertinya akan susah." Ujar Sehun yang berdiri di sampingnya.

"Kyungsoo pasti jadi milikku lagi. Aku masih ingin hidup." Tatapan Chanyeol masih mengarah kemana tadi mobil itu berlalu.

Sehun dan Jongin menggeleng bersamaan.

Tiba-tiba terdengar nada dering ponsel.

'I got a boy meotjin! I got a boy chakhan! I got a boy handsome boy nae mam da kajyeogan
I got a boy meotjin! I got a boy chakhan! I got a boy awesome boy wahnjeon banhaenna bwah'

Ketiganya saling lirik. Nada dering siapa itu? Tidak ada yang mengenalnya, lalu ketiganya terkekeh. Namun nada dering itu tak kunjung berhenti.

Jongin mempertajam pendengarannya. "Itu di sakumu deh!" Jongin menunjuk saku celana Chanyeol.

Chanyeol tersentak, dengan cepat merogoh saku celana depannya.

'Kris' calling'

Ssshhh... Dia baru sadar bahwa sebelum ia meninggalkan yeoja itu tadi, ia sempat mengambil ponsel yeoja tadi. Lalu bagaimana ini? Ada seseorang menghubungi ponsel yeoja itu. Chanyeol tidak mengangkatnya, membiarkan sambungan telepon itu mati dengan sendirinya.

Sehun dan Jongin memasang wajah heran. "Handphone siapa yang kau bawa?" Sehun meringis melihat ponsel dengan soft cass berwarna pink.

Chanyeol menghiraukan. Melirik jam tangannya. Ternyata sudah pukul 2 siang. Lalu langkahnya terburu meninggalkan kedua temannya itu. "Aku akan mengambil kunci apartemenku dulu." Chanyeol sempat meneriakan hal itu.

"Memang dia sudah bertemu dengan orang yang tidak sengaja mengambil kuncinya?" Sehun menatap Jongin, heran. Jongin hanya mengangkat bahu sembari meraih helm dari atas motornya.

.

.

.

~TimpukBaekhyunChanyeol~

.

.

.