We were as one babe, for a moment in time

And it seemed everlasting, that you always be mine...

oOo

~The Ball Gown~

Disclaimer: Harry Potter is belong to Joanne Kathleen Rowling. I own nothing

Pair: Draco Malfoy and Hermione Granger

Rated: T

Warning: Very OOC, AT/Alternative Timeline, Semi-canon

This is my first fanfiction and I choose Dramione, so I'm so sorry for make many mistakes and if you don't like my story. Just wanna share my story ideas for this pair. I expect and appreciate your help. HAPPY READING!

oOo

CHAPTER 1

~EVERYTHING HAS CHANGE~

Semuanya berlalu begitu cepat. Sangat cepat bahkan. Menghadapai kenyataan bahwa Hogwarts terancam, Pelahap Maut menyerang, merusak, menghancurkan seluruh isi sekolah sihir itu, dan Voldemort –ya, Pangeran Kegelapan yang menjadi dalang semua ini memporak-porandakan Hogwarts dan isinya bersama anak buahnya memang bukan hal yang semata-mata bisa dipercaya. Tetapi memang itulah yang harus dihadapai oleh kaum penyihir di perang besar mereka. Dan begitu cepatnya pula kenyataan yang menyesakkan itu berbalik 180 derajat. Kembali kepada apa yang seharusnya ada, apa yang seharusnya dirasakan, apa yang seharusnya terjadi di dunia sihir. Kedamaian.

Harry Potter. The Boy Who Lived. 'Anak yang hidup' untuk menyelamatkan dunia sihir. Tidak semudah membalikkan telapak tangan memang, harus butuh perjuangan yang menguras keringat, tenaga, pikiran, waktu dan lain sebagainya. Dan pada akhirnya itu semua berubah –atau bisa dikatakan, diubah oleh bocah 17 tahun. Harry James Potter.

oOo

Tahun ke-7 di Hogwarts akan menjadi bagian tahun terpanjang selama Hermione Granger bersekolah di sini. Bagaimana bisa? Tahun di mana Voldemort hidup kembali adalah tahun di mana pelajaran di Hogwarts terganggu. Dan juga Pelahap Maut yang memporak porandakan Hogwarts di semester ke dua tahun lalu. Terimakasih untuk pemuda tampan dengan rambut pirang dengan mata abu-abu yang duduk di meja Slytherin sekarang. Dia yang membawa sekumpulan pembual itu datang ke Hogwarts.

Tidak banyak waktu yang dihabiskan Hermione dan teman-teman seangkatannya di Hogwarts untuk belajar dan merintis ilmu tahun lalu. Sehingga di tahun ke tujuhnya ini, mungkin, Ia akan belajar lebih dari setahun. Berlaku untuk semua murid Hogwarts kecuali kelas satu. Setidaknya Ronald Weasley tidak keberatan dengan kebijakan sekolah ini setelah diperpanjangnya liburan sekolah akibat renovasi besar yang diadakan Hogwarts. Dan kali ini terimakasih untuk Pangeran botak yang sudah menghancurkannya.

Aula Besar sudah dipenuhi siswa-siswi yang sedang menikmati makan malamnya. Menu spesial Hogwarts yang pertama setelah perang berakhir.

"Inhi efnak!" seru Ron dengan mulut penuh makanan. Ginny memandangnya jijik.

"Telanlah dulu, Ron!" Ia mengernyitkan hidungnya,"Kau tahu? Itu hal menjijikan pertama selain darah yang kulihat seusai perang!"

Hermione dan Harry hanya terkikik mendengar perkataan Ginny. "Aku setuju denganmu, Gin!" seru Hermione. Sementara Ron tidak memperdulikan dan menambah isi piringnya.

"Yeah, begitu-begitu dia anggota Quidditch terbaik Gryffindor, kan?" Dean Thomas menimpali, sementara yang lain melihatnya dengan tatapan 'oh ya?'. "Setelah Harry kupikir," lanjutnya. Ron mendengus.

"Tidak, kurasa Ron lebih berbakat di bidang ini dibandingkan denganku," bela Harry. Ron melotot kearahnya. "Wah! Kau merendah Harry!" sahut Ron.

"Semua orang hebat di bidangnya masing-masing bukan? Aku sebagai seeker dan kau sebagai keeper."

"Kalau yang itu aku setuju!" teriak Seamus Finnigan yang bersebalahan dengan Ron.

"Hei hei! Sepertinya Professor McGonagall akan ceramah, guys," celetuk Hermione yang melihat Professor McGonagall mengalihkan pandangan semua anak agar memperhatikannya.

"Kali ini apa lagi?" tanya Ron entah pada siapa.

Dean memandangnya sekilas, kemudian kembali pada Prof. McGonagall. "Tidak tahu? Tahun ketujuh kita akan menjadi satu setengah tahun pelajaran."

Semua siswa kelas tujuh yang berada di radius terdekat Dean melotot. Kemudian Hermione menerangkan,"Kita ketinggalan pelajaran gara-gara perang tahun lalu…" terimakasih lagi untuk Pangeran botak. "Jadi sekolah mengambil tambahan tiga sampai empat bulan untuk ketinggalan pelajaran." Semua hanya mengangguk mendengar penjelasan Hermione.

"… Dan untuk itu tahun ini Hogwarts akan mengadakan Pesta Dansa untuk menghibur kalian," semua siswa bersorak saat mendengar pengumuman professor Mconagall ini.

"…hanya boleh diikuti untuk kelas tiga keatas. Untuk kelas satu, jadwal liburan musim panas akan ditambah karena tahun lalu kalian belum masuk Howarts sehingga tidak mengalami ketinggalan pelajaran." Sedetik kemudian suara ricuh yang ditimbulkan murid kelas satu terdengar. "Untuk kelas dua, kunjungan ke Hogsmeade diadakan setiap Jumat sore sampai Minggu, tidak hanya Sabtu dan Minggu saja." Kali ini giliran murid kelas dua yang bersorak.

"Haaah, tidak adil, kita hanya dapat pesta dansa saja!" gerutu Parvati kemudian.

Harry mengangguk setuju. Hermione hanya mendengus. Professor McGonagall memukul gelasnya lagi. "Dan telah diberitahukan siapa saja yang akan menjadi prefek, sementara berdasarkan hasil rapat para guru telah ditentukan dua murid yang akan menjadi Ketua Murid tahun ini…" Ia berjalan ke mimbar.

Semua murid kelas tujuh terlihat tegang menunggu pengumuman tersebut. Tentu saja! Semua mendambakan jabatan itu. Mendapat kebebasan berkeliaran setiap hari dan setiap saat –diluar jam pelajaran- siapa yang tidak mau?

"Untuk ketua murid putra, selamat kepada…" kembali terlihat wajah-wajah tegang para siswa putra kelas tujuh. "…Draco Malfoy!" dan seketika puluhan pasang mata memandang pemuda Slytherin yang sedari tadi menyangga dagu runcingnya, bosan. Mendengar namanya diumumkan sebagai ketua murid putra dia menegakkan posisi duduknya dan mentap teman-temannya –yang bertepuk tangan- tidak percaya.

"Hebat kau Drake!"

"Drakkieeee! Selamat ya!"

"Mate, kau keren!"

"Draco majulah!" Professor McGonagall menggerakkan tangannya, mengisyaratkan Draco agar maju.

Sementara di meja Griffindor. "Kau percaya itu? Kenapa tidak Harry saja! Jelas-jelas dia sudah menyelamatkan dunia sihir! Hell!" ceorocos Ron yang –tentu saja- langsung menunjukkan sikap kontra.

"Harry sudah jadi prefek, Ron. Dia tidak mungkin jadi ketua murid di waktu yang sama," jelas Neville yang sedari tadi –sebenarnya- juga tidak percaya atas pilihan guru-guru.

"Draco pintar, ambisius, berbakat, dia juga mengorbankan nyawanya demi mendukung kita saat perang, lagian dia 'kan… tampan," kata Ginny tanpa menoleh ke arah teman-temannya.

Harry meliriknya tajam,"Tampan?"

Ginny hanya tersenyum manis,"Tidak setampan kau, Harry." Ia kemudian mencium Harry.

"Bisakah kalian tidak bermesraan disaat seperti ini?" gerutu Ron.

"Diamlah, Ron! Mereka pasangan, itu wajar, 'kan? Kau tak punya hak melarang mereka bermesraan kapan saja," Hermione nyeletuk yang hanya disahut dengan dengusan Ron. Entah berapa kali Hermione mendengarnya mendengus hari ini. Ia kemudian mengikuti gerak-gerik sang Pangeran Slytherin yang berjalan ke arah mimbar. Jujur saja, Ia juga tak percaya kenapa guru-guru lebih memilihnya dibandingkan Harry. Well, bagaimana pun juga walau Harry adalah pahlawan, namun tak dapat dipungkiri kemampuan otaknya jauh dibandingkan milik si Malfoy junior. Jauh dibawah tentunya.

"Perlu kalian ketahui, kami melihat adanya perkembangan pesat dari Draco Malfoy, Ia menduduki peringkat pertama se-Inggris Raya dalam tes OWL dua tahun lalu. Jadi kami sepakat memilihnya menjadi ketua murid," jelas Professor McGonagall seakan membanggakan Draco. Kata-katanya sukses membuat beberapa mata melirik Hermione Granger yang notabene selalu mendapat peringkat pertama.

"Dia mengalahkanmu, Mione!" desis Seamus yang berada di seberangnya tidak percaya. Ia berkata sambil mencondongkan tubuhnya kearah Hermione.

Neville yang berada di sebelah Seamus mengangguk. "Bloody Hell! Benarkah dia Draco Malfoy?"

"Kurasa memang dia, Neville," Harry mengamini.

"Siapa sangka murid terbaik asrama kita terkalahkan?" ledek Dean Thomas yang sukses mengundang tatapan kau-ingin-kubunuh-hah? dari Hemione.

"Dan kali ini untuk ketua murid putri …" semua murid putri kelas tujuh yang kali ini giliran menahan napas mereka. "…yang kebetulan juga menduduki peringkat kedua tes OWL se-Inggris Raya."

Beberapa Hufflepuff mendengus menyerah karena mereka tahu mereka tidak mungkin menduduki peringkat kedua dalam tes. Sementara suasana menjadi tegang di Ravenclaw.

"Hermione Granger!"satu nama yang sukses membuat mata Draco Malfoy membulat, beberapa Slytherin yang memuntahkan isi mulutnya, seluruh Griffindor yang bertepuk tangan, plus Ron yang memberikan standing applause.

oOo

Acara di aula besar sudah berakhir. Makan malam itu, pengumuman satu setengah tahun ajaran. Dan tentu saja… pengumuman ketua murid yang mungkin akan jadi perbincangan.

Terang saja. Sejak awal Draco dan Hermione bersekolah di sini tidak pernah ada kata damai sama sekali yang keluar dari mulut mereka. Tidak juga setelah perang besar. Walaupun seingat Hermione, Draco terluka parah setelah perang karena menyelamatkan beberapa adik kelas yang ikut dalam perang, sehingga mereka tidak pernah bertemu muka apalagi saling melempar ejekan. Ya, me-nye-la-mat-kan. Kaget? Begitu juga denganku. Dan karena aksi 'me-nye-la-mat-kan'nya itulah yang menjadi alasan tangannya di perban sekarang.

Professor McGonagall sudah memberitahu kata kunci untuk masuk ke asrama ketua murid. Dan di sinilah mereka sekarang. Berdua. Hermione Granger dan… Draco Malfoy yang sedari tadi tampak kesulitan membawa koper ke dalam kamarnya yang masih harus melewati beberapa anak tangga.

"Bisa kubantu?" tawar Hermione, ramah.

"Ti-tidak, Granger. Aku bisa sendiri, terimakasih," tolak Draco, ramah. Hermione berjengkit kaget. Tidak pernah didengarnya seorang Malfoy berkata seperti itu. Tetapi ini?

"Tanganmu masih sakit dan kopermu besar, Malfoy!" Hermione menunjuk koper Malfoy yang masih diseret-seret dengan sebelah tangan.

"Tanganku yang kiri tidak sakit, kok."

Hermione mendengus. Tanpa basa-basi lagi Ia menaruh semua bawaannya di anak tangga paling bawah lalu langsung membantu Draco membawa kopernya. Ia tidak bisa membiarkan Draco sok kuat seperti itu padahal nyatanya tangannya sudah sangat perih.

Draco hanya diam. Tetapi setelah koper itu berhasil masuk ke kamarnya, Ia hanya berkata, "Terimakasih" lalu tersenyum sekilas.

"Sama-sama."

Draco hendak menutup pintu kayu tua kamarnya sebelum Hermione memanggilnya lagi.

"Ya?"

"Eh, err, itu… anu…" Draco menaikkan sebelah alisnya. "Begini, kalau kau tidak keberatan aku ingin berbincang sedikit denganmu. Nanti. Setelah kau siap tentunya…"

Draco memiringkan kepala. Ia tampak berpikir sejenak. "Apa kau tidak belajar?" Hermione menautkan alisnya, tersinggung. Draco bertanya demikian seolah kegiatannya selama hidup hanyalah belajar saja. Mengerti pandangan Hermione, Draco melanjutkan,"Yah, biasanya 'kan kau belajar benar? Aku juga ingin, tapi aku takut menganggu waktu belajarmu, Granger."

"Oh, tentu tidak. Aku yang meminta jadi aku tidak keberatan untuk kehilangan jam belajarku. Lagipula tidak setiap hari, bukan?"

"Oh, baiklah kalau begitu," jawab Draco.

"Oke. Kutunggu dibawah."

Setelah draco menutup pintu kamarnya, Hermione membereskan semua barang-barang dan dibawanya ke kamar. Ia meletakkan tas ranselnya di meja belajar lalu menggeret koper ke lemari kayu tua yang tingginya hampir sama dengan pintu oak kamarnya. Ia membuka pintu almari yang tampaknya masih nampak seperti baru –atau memang baru? Mengingat renovasi yang diadakan di Hogwarts, sepertinya almari itu baru.

Ia meletakkan semua pakaian di rak-rak yang tersusun di dalam alamari tersebut. Kemudian menggantungkan mantel, jaket, jubah sekolah dengan hanger yang ada.

Setelah selesai Ia segera turun dan membuat dua cangkir coklat panas. Kurasa secangkir coklat adalah awal yang baik, pikirnya. Ia tidak tahu mengapa ada perasaan di dalam dirinya bahwa dia harus berbaikan dengan pria pirang tersebut.

Perang itu memang mengubah segalanya. Oh, Merlin! Sekali bertemakasihlah pada Pangeran-botak-tanpa-otak yang membuat dunia sihir jungkir balik seperti ini. Yang membuatnya ingin berbaikan dengan musuh bebuyutannya sendiri.

oOo

Draco barusaja selesai membereskan semua barang-barangnya. Dengan susah payah mengaturnya dengan tangan yang keduanya sakit. Tangan Draco yang diperban hanya tangan kanan, tapi 'kecelakaan' jatuh dari tangga menara astronomi demi keselamatan seseorang membuat tangan kirinya tidak lantas terbebas dari sengsara.

Pemuda berwajah runcing itu kemudian menuruni tangga. Ia dapat melihat sosok Hermione Granger, gadis berambut coklat mengembang yang juga barusaja duduk sambil meletakkan dua cangkir coklat.

Ia mengambil posisi duduk di sofa yang sama dengan gadis itu. Sofa merah panjang yang berada beberapa meter di depan perapian. Ia mengucapkan terimakasih setelah sang gadis menawarkan secangkir coklat untukknya. "Ada apa? Sepertinya serius?"

Hermione menyeruput sedikit isi gelasnya. "Hanya ingin berbincang denganmu," jawabnya lirih.

"Tentang?"
"Kamu…" jawab Hermione singkat.

"Baiklah. Kita mulai dari?"

"Bagaimana tanganmu, Malfoy?"

Draco mengalihkan pandangan ke tangan kanannya. Sakit dan perih masih sering terasa di sana. Tapi ia merasa puas karena itu berkat dari menyelamatkan orang. "Membaik. Tapi terkadang masih sakit."

"Aku… jujur aku ikut sedih," kata Hermione lirih.

Draco memiringkan kepalanya. Kemudian mendaratkan punggunnya di sofa. "Sedih? Untuk apa?"

Hermione mengangkat bahunya. Ia menaruh cangkir cangkir coklatnya di meja. "Entahlah, yang jelas aku bersimpati untukmu," Ia menunjuk tangan Draco yang berbalut perban.

"Terimakasih untuk itu." Draco menatap langit-langit ruang rekreasi asrama ketua murid itu. Semuanya tidak berubah, mereka hanya tampak seperti baru saja. "Dan aku meminta maaf karena telah memusuhimu, Miss Granger," katanya dengan nada lebih rendah dari biasanya. Ia kemudian menatap mata Hermione yang tengah membulat.

Hermione sebenarnya hanya kaget, Draco yang dulu dikenalnya tidak akan pernah berbicara seperti barusan. Dia tidak menyangka pemuda di hadapannya ini telah banyak berubah.

"Tak usah sesopan itu, Malfoy…" Belum sempat Hermione melanjutkan kata-katanya Draco menyela,"Kau pahlawan, dan sudah sepatutnya aku menghormatimu, Nona."

Hermione memutar matanya. Ia mengibaskan tangannya sekali di depan wajah. Ia tidak suka kepahlawanannya diungkit-ungkit. "Hah, jangan bicarakan hal itu!"

"Kenapa?"

"Aku tak suka."

"Baiklah…"

Hening. Sempat hening dan Hermione bingung harus berkata apa. Padahal dia yang mengajak pemuda ini berbincang, semestinya Ia punya beberapa rangkaian tema pembicaraan sekarang. "Dan…" Draco memecah keheningan. Hermione memandangnya.

Draco menyisir poninya yang jatuh ke wajah dengan jari. "Maaf lagi, aku mengalahkanmu di ujian OWL tahun kemarin."

"Tak apa," Hermione terseyum geli. Ia memang tadinya mempermasalahkan itu. Ia hanya mendapat delapan nilai "Oustanding" dan dua nilai E–"Tak Terduga" untuk ilmu hitam dan err- Ramalan. Bagi teman-teman Griffindornya, itu adalah nilai paling sempurna se-Hogwarts walaupun nyatanya pemuda yang satu ini mendapat… "Memang berapa nilaimu?"

Draco tersenyum kecil. Hermione semakin memincingkan matanya, Ia semakin ingin tahu. "Oustanding…" jawab Draco. "Sepuluh Oustanding."

Hermione menggumamkan kata 'hah' pada Draco. Ia memajukan kepalanya dan membelalakan matanya tidak percaya. Ia tidak pernah menguasai dengan baik ramalan dan tranfigurasi, tidak pernah serius dalam pelajaran astonomi dan bahkan selalu tidur di kelas sejarah sihir, tapi bagaimana Ia berusaha untuk mengejar ketinggalannya adalah sesuatu yang brilian. "Bagaimana bisa?"

"Aku melimpahkan semua rasa tertekan dan rasa bingungku untuk belajar, jadi yah…"

"Kau keren, Malfoy! Aku akui itu kali ini," potong Hermione. Draco hanya tersenyum. Ia menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.

"Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Ron, eh Granger?" tanya Draco membuka topik lain.

"Ada apa memang? Kau bertanya seolah kami ada hubungan khusus." Hermione mengalihkan pandangannya ke perapian.

"Kukira kau pacaran dengannya. Banyak yang bilang begitu, apalagi seusai perang." Hermione mendelik tapi masih tidak memandang Draco. "Jangan marah, aku hanya bertanya. Atau lebih tepatnya… memastikan."

Hermione bersandar pada punggung sofa sekarang. Sama seperti yang dilakukan Draco beberapa menit lalu. Ia menyeruput coklat panasnya yang barusaja Ia ambil seiring Ia bersandar tadi. "Tidak, sayangnya tidak."

"Sayangnya?"

"Aku harap kau dapat tutup mulut, Malfoy!" Hermione mengarahkan jari telunjuknya di depan hidung Draco. "Baiklah," Draco mendengus. "Jadi? Apakah sebenarnya kau…"

Hermione cepat-cepat memotong perkataan Draco,"Benar, tepat sekali apa yang kau pikirkan. Aku… suka padanya."

Draco tersenyum penuh kemenangan. "Wah, aku jadi tidak ada kesempatan nih!" candanya.

"Apa?" Hermione kembali menatap Draco.

"Bercanda, Miss. Jadi apakah kau akan mengajaknya ke pesta dansa?"

"Tidak tahu. Dan jangan panggil aku 'Miss', Malfoy. Kau tahu nama lengkapku 'kan?"

Draco mengangguk. "Hermione Jean Granger, 'kan?"

Kini giliran Hermione yang mengangguk meski sedetik kemudian Ia kaget. Darimana Malfoy tahu nama tangahnya? Seakan membaca pikiran Hermione, Draco angkat bicara,"Aku lihat di perkamen Professor McGonagall saat memastikan kau yang menjadi patnerku tadi." Hermione hanya manggut-manggut mengerti. Ia kemudian menearuh gelas kaca dan melirik isi gelas Draco yang sama sekali belum berkurang volumenya.

"Kalau begitu kau bisa memanggilku dengan nama depanku saja, Draco," Hermione melirik Draco yang kaget dengan panggilannya barusan. Ia barusaja mulai untuk mengurangi volume gelasnya dan mendengar Hermione memanggilnya seperti itu, Ia malah tersedak.

"Uhuk uhuk!" Draco memegangi lehernya.

"Eh, maaf kalau itu salahku," Hermione memberanikan untuk mengelus pundak Draco, menenangkannya.

"Ah, tidak apa-apa…" Hermione menarik tangannya, memandang Draco dengan khawatir. "Kalau begitu kita bisa jadi teman, 'Mione," Draco tersenyum lembut. Membuat wajah runcing itu seakan terhias. Dan membuat Hermione memalingkan mukanya untuk menyembunyikan semburat merah.

"Ya, kita teman," katanya kemudian.

oOo

Hari itu adalah hari pertama di tahun ajaran baru sekolah sihir Hogwarts. Hermione melangkah bersama Draco menuju aula besar. Mereka yang berjalan dalam radius tidak lebih dari tiga puluh centi meter itu mengundang mata-mata publik.

Sebagian kerumunan perempuan berbisik-bisik sambil melirik mereka berdua. Draco sedari tadi mendengus karena risih dengan tatapan mereka itu.

Saat Ia melewati kerumunan Ravenclaw yang sedang memandangnya seperti ayam kalkun lezat untuk makan malam, Ia berkata sedikit berteriak kesal,"Apa lihat-lihat? Mau kupotong poin asramamu?" Dan yang ditanya hanya menggelengkan kepala.

Sementara Hermione juga sempat mengancam tiga orang anak kelas empat Griffindor. Asramanya sendiri. "Kenapa? Apa aku aneh hari ini?"

"Tidak kok!" jawab salah satu dari ketiganya sambil menundukkan kepala sedikit.

"Lalu apa yang kau lihat?"

"Kau dan Malfoy," jawab anak yang lain santai. Hermione mendelik.

"Apa? Mau kuberi detensi?" Ya kalau pengurangan poin, otomatis asramanya sendiri kan yang kena? Kemudian pertanyaan itu dijawab dengan ketiganya yang menggelengkan kepala.

"Merlin! Kalian kenapa sih?" belum ada semenit Hermione mengurusi tiga orang anak kelas empat, Draco sudah kembali berteriak pada sekumpulan Hufflepuff.

"Ka-kami ti-ti-tidak kenapa-ke-kenapa," jawab seseorang dari mereka tergagap. Hermione memegangi lengan kiri Draco.

"Draco, sudahlah, lebih baik kita langsung ke aula besar. Jangan hiraukan mereka!"

Dan kedua anak manusia itu pun langsung melesat ke aula besar untuk menyantap sarapan mereka. Kelas sejarah sihir adalah kelas pertama hari ini, jadi mereka harus benar-benar sarapan, kalau tidak atau kebanyakan sarapan mereka akan tertidur lagi selama pelajaran.

"Mione!" Ginny dan Parvati melambaikan tangan mereka saat Hermione terlihat memasuki aula besar. Draco langsung melesat ke mejanya dan segera disambut dengan ceria oleh Blaise Zabini.

Hermione langsung mengambil tempat duduk di antara Ginny dan Parvati. Selama dirinya makan, dua orang di sebelahnya hanya menatapnya dengan wajah berbinar-binar. Ia mendengus. Ia meminum isi pialanya lalu menatap Parvati dan Ginny bergantian.

"Ada apa?"

Paravati menautkan alisnya. "Ada apa? Justru kami yang seharusnya bertanya ada apa."

Hermione memasang wajah bingung. Ginny mengisi mulutnya dengan sesuap sup. "Kau sudah berbaikan dengan pangeran-Slytherin-tampan itu eh, Mione?" tanya Ginny sakarstik.

"Dan apakah semalam terjadi sesuatu sehingga kalian berjalan di radius KURANG dari satu meter?" tanya Parvati lengkap dengan penekanan di kata 'kurang'.

"Yah, dia yang minta maaf padaku duluan, girls, jadi bagaimana bisa aku tidak memaafkan seseorang yang meminta maaf padaku dengan nada lembuuuut sekali ditambah panggilan 'Nona Granger'?" Hermione menjelaskan dengan penuh ketenangan.

Parvati terbelalak. "Malfoy? Minta maaf?" Hermione mengangguk. Ginny melanjutkan pertanyaan Parvati,"Padamu?" Hermione kembali mengangguk. "Dengan nada yang sangat lembut?" Parvati memanjangkan kata 'sangat'.

"Memanggil Nona?" Hermione memutar bola matanya sebelum kembali mengangguk. "Jenggot Merlin, Mione!" jerit Ginny.

"Kau wanita paling beruntung!" sambung Parvati.

"Eh?"

"Anak perempuan di Hogwarts banyak yang mengejarnya! Apalagi setelah tindakan 'pahlawan'nya saat perang." Jelas Parvati bersemangat. "Dan susah sekali untuk mendapatkan perhatian dari seorang Malfoy entah karena apa."

"Jadi kalau kau berkesempatan menjadi temannya sekarang, kaulah wanita paling berutnung di antara mereka-yang-tergila-gila-pada-Draco-Malfoy," jelas Ginny.

Hermione hanya terkekeh. Ia kemudian mengisi mangkoknya dengan sup panas yang ada. "Entahlah, aku sama sekali tidak tertarik dengannya. Aku hanya ingin memperbaikki hubungan kami saja." Ginny dan Parvati kembali menatapnya serius. "Hubungan pertemanan, girls, tidak lebih!" lanjutnya saat mengerti pandangan teman-temannya.

Sementara itu di meja lain, yang terletak di paling kanan…

"Kau sedang memikirkan apa sih?" Blaise Zabini, prefek Slytherin itu bertanya pada sahabatnya yang tampak sedang berpikir.

Draco menggeleng,"Bukan apa-apa. Hanya saja…"

"Hanya saja?" ulang Blaise.

"Kenapa semua orang melihatku dengan pandangan aneh tadi pagi?" Draco menengkurapkan sendok supnya. Ia kemudian menjauhkan mangkok kosong itu beberapa senti di depannya, kemudian melipat tangannya dan siap untuk mendengarkan Blaise.

Blaise menepuk jidatnya, "Hell, Draco! Kau tidak sadar?" Ia memandang Draco yang merespon dengan mengangkat bahunya. "Astaga! Itu karena kau dan Nona itu," Blaise memberi isyarat menunjuk meja Griffindor dengan kepala.

"Hermione?"

Blaise mengangguk. "Kau bahkan sudah tidak memanggilnya 'Granger' atau 'Mudblood' atau 'Nona-serba-tahu' kan? Dan kau telak menang dengan sepuluh nilai Oustanding untuk mengalahkan Gryffindor Princess itu!" Blaise menjelaskan panjang lebar.

"Lalu itu yang jadi bahan buah bibir semua orang?"

"Yap!"

Tiba-tiba Theodore Nott, Gregory Goyle, dan si gendut Vincent Crabbe duduk di seberang kedua sahabatnya. Mereka langsung menghujani Draco pertanyaan.

"Wow wow wow!" Draco mengangkat dua tangannya untuk memberi isyarat teman-temannya agar diam. "Kujawab satu-satu!" Draco menarik napas dan menghembuskannya panjang.

"Ya, aku belajar giat untuk OWL tapi bukan untuk mengalahkannya, aku dan dia sekarang teman, kami tinggal berdua di asrama ketua murid, kuulangi, berdua," Draco menekankan kata-katanya. "Tapi tidak satu kamar tentunya!" bantahnya saat melihat Theo dan Blaise yang langsung menujukkan muka mesum mereka.

"Dan kau sekarang berteman dengan si Granger itu? Wow!" Goyle heboh sendiri. Crabbe nyengir sambil menggelengkan kepala. "Jangan sampai kau cerita pada kami bahwa suatu hari kau jatuh cinta dengannya, Drake!" sahut Crabbe yang langsung dapat deathglare gratis dari Draco.

"Tidak akan!"

Goyle mengibaskan tangannya di depan Draco. "Oh, ayolah Drake! Lagipula Granger tidak buruk, malah kuakui dia itu sebenarnya manis, " Goyle menengok ke belakang untuk melihat meja Gryffindor. Pernyataan Goyle tersebut langsung disambut dengan anggukan dari yang lain.

"Kalau kalian mau boleh kalian ambil," sahut Draco risih dengan godaan teman-temannya.

Theo tertawa sekilas. "Ah, tidak terimakasih."

Draco menarik sudut bibirnya membentuk sebuah cengiran. "Tumben? Setahuku kau paling suka dengan wanita, Theo."

"Yah, memang. Tapi kurasa dia hanya tertarik padamu," Theo menunjuk Hermione dengan jempolnya. Draco menengok ke arah Hermione. Yap! Hermioe Granger sedari tadi sedang meliriknya!

"Aku setuju dengan Theo!" Blaise terkikik.

"Sebentar lagi ada yang akan jatuh cinta, nih!" goda Crabbe.

"Oh, Crabbe kurasa kau benar, aku jatuh cinta padanya!" sahut Goyle dengan suara yang dibuat-buat seolah-olah dia adalah Draco.

"Diamlah kalian!" bentak Draco. Sementara yang lain masih tertawa.

"Ah, aduh," Blaise memegangi perutnya. Untuk urusan ejek-mengejek Draco Malfoy serahkan pada orang ini. "Ah, oh, ya! Draco, ngomong-ngomong kau akan pergi ke pesta dansa dengan siapa?"

oOo

To be continued…

oOo

Maaf kalau aneh. I'm newbie dan masih butuh bantuan para senior sekalian.

So, review, please? :)