Genre: Drama/Hurt/Comfort ?
Cast: Huang Zitao
Wu Yifan
Zhang Yixing
Kim Junmyeon
Park Chanyeol
Rate: T
Summary: Jangan salahkan siapapun. Entah itu Tuhan, dia, bahkan dirimu sendiri. Jangan salahkan apapun termasuk garis takdir dan nasib yang mengikat. Salahkanlah aku. Aku yang tidak bisa membiarkanmu pergi. "Jangan katakan apapun, kumohon. Apapun yang terjadi kau tetap Huang Zitao. Zitao-ku."-
Warning: OOC, Boyslove, alur kecepatan, typo bertebaran, author sableng
Still
.
.
Silahkan tinggalkan page ini jika anda tidak berkenan
Dengan para cast dan warning-nya
.
Menerima Segala kritikan dan saran yang bersifat membangun
Tanpa menghancurkan semangat dan imajinasi author
.
Enjoy the story
.
.
Dulu Wu Yifan sering bermimpi. Padang ilalang dengan hamparan mahkota putih bersih tertiup angin sore yang lembut, langit dengan awan putih yang begitu memgagumkan dan tanah yang terlihat tandus tapi masih terasa nyaman tanpa alas kaki. Semuanya begitu sempurna di mata Yifan. Dia sering berbaring di tengah-tengah padang ilalang tersebut dengan senyum kecil tertoreh manis di bibirnya. Memejamkan mata dengan tangan di udara mengukir pola abstrak ke arah langit. Membiarkan rambut dan pakaian putihnya bergerak pelan mengikuti hembusan angin dengan mahkota putih kecil beterbangan di sekitarnya.
Tapi itu dulu. Dulu sekali, hingga dia bahkan lupa kapan terakhir dia memimpikan hal yang menurutnya begitu damai tersebut. Yifan bahkan berdoa akan melakukan apapun untuk membuat mimpi itu kembali lagi. Bukan mimpi yang lain. Mimpi dengan Yifan berada di hamparan kegelapan dengan kehampaan yang menyiksa. Dia tidak takut gelap, Yifan hanya benci kekosongan.
Sendirian
"Ah… selamat pagi Yifan." Suara yang menurutnya lembut dan halus menyambutnya saat dia membuka mata. Dia mengerjapkan matanya sebentar kemudian menoleh ke sisi kanannya. Tepat ke arah sosok yang saat ini tengah tersenyum manis sambil menatapnya.
"Pagi Zitao-baby…" jawabnya serak. Dia mulai mengangkat tangannya dan membelai pipi sosok yang ada dihadapannya dengan lembut. Begitu lembut seakan takut kulit itu akan rusak bila dia memaksanya terlalu lebih.
"Wake up, Dragon. Kau harus bersiap ke kantor. Aku tidak ingin kau terlambat." Sosok itu menggenggam tangan Yifan pelan, menuntunnya untuk bangun dari ranjang. Yifan mengulum senyumnya kemudian memberikan ciuman singkat di dahinya. Setelah cukup lama, dia melepaskan ciumannya dan memandang sosok itu lembut.
"Aku tidak akan terlambat, baby. Tidak, selama ada kau yang membangunkanku." Setelah Yifan mengatakan hal itu, dia beranjak ke arah kamar mandi meninggalkan sosok yang kini menatap punggungnya sendu. Tanpa Yifan sadari, sosok manis tersebut terisak pelan dengan menutup mulutnya, takut Yifan mendengar tangisannya.
"Sampai kapan?" gumamnya lirih. Dia mulai meremas dadanya pelan. Sakit sekali.
"Sampai kapan kau seperti ini?"
.
.
"Ada apa denganmu, Kris. Sepertinya kau senang sekali hari ini." Park Chanyeol memasuki ruang kerja sahabatnya dengan tampang heran. Baru saja dia berniat ingin bertemu sahabatnya untuk meminta tanda tangan persetujuan, tapi yang di dapatinya malah tingkah si empunya ruangan tengah tersenyum aneh sedari tadi. Jujur, Chanyeol merinding.
"Tentu saja aku senang. Kau tahu kenapa?" Tanya Yifan terlihat antusias. Membuat Chanyeol mengerutkan dahinya bingung kemudian menggeleng pelan. Dia mulai mendudukkan dirinya di kursi tepat di hadapan pria berambut pirang tersebut. Walaupun mereka atasan bawahan, tapi jika sedang berdua mereka akan bersikap layaknya sahabat biasa.
"Sebentar lagi hari jadiku yang ke lima dengan Zitao, Chan. Aku tidak sabar menunggunya." Lanjut Yifan. Dia menyenderkan punggungnya di kursi yang dia duduki kemudian menatap langit-langit ruangannya. Tatapannya begitu sejuk dengan senyum kecil terlukis di bibirnya membuat Chanyeol tertegun.
"Benarkah?" Respon Chanyeol setelah beberapa saat. Dia memperhatikan sahabat dekatnya itu lekat, dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. Tangannya mulai menggenggam berkas yang ada di tangannya erat. Terlalu erat hingga nantinya dipastikan akan menimbukan bekas.
"Tentu saja. Aku benar-benar tidak menyangka hubunganku dengannya sudah sampai sejauh ini." Jawab Yifan pelan. Tidak sadar jika sedari tadi Chanyeol memperhatikan gerak-geriknya.
"Apa kau… bahagia sekarang?" Tanya Chanyeol lirih. Tatapannya berubah sendu. Matanya tiba-tiba memanas dan dia sekuat tenaga untuk tidak menitikkan air mata di depan sahabatnya. Dia tidak takut diejek atau semacamnya. Dia hanya tidak ingin Yifan mengetahuinya. Sudah cukup sosok di depannya ini menderita.
"Kenapa kau bertanya seperti itu, huh?" Yifan mengerutkan dahinya kemudian beralih menatap sahabatnya. Dia semakin bingung saat melihat Chanyeol tersenyum kelewat lebar ke arahnya. Yang Yifan tahu terlihat sedikit dipaksakan. Atau memang terlalu dipaksakan?
"Ah, jangan difikirkan. Oh ya, aku tinggal berkasnya di sini ya? Besok aku akan mengambilnya kembali." Setelah meletakkan berkasnya di meja, Chanyeol beranjak dari duduknya. Meninggalkan Yifan yang sekarang mematung di tempat duduknya.
"Kenapa kau menangis?" Tanya Yifan pelan setelah pintu tertutup. Dia tidak buta. Dia bisa melihat Chanyeol menitikkan air mata saat berbalik tadi.
"Kau tidak menangisiku kan?" tanyanya lagi. Tanpa Yifan sadari ke dua pipinya terasa basah. Sebelah tangannya terangkat dan mengusap pipinya pelan. dirinya mulai tertegun saat matanya memandang telapak tangannya yang basah.
Apa dia menangis?
"Aku sudah menunggumu sedari tadi gege. Kenapa baru pulang?"
"Maaf. Gege ada urusan penting tadi. Kau habis menangis?"
"Ti-tidak. Untuk apa Tao menangisi Gege?"
"Bisa saja. Mungkin kau cemburu pada Yixing yang hari ini pergi denganku kemudian kau menangis."
"Gege pergi dengan Yixing-ge?"
"Urusan kantor, baby."
Pandangan mata Yifan mulai tidak fokus. Kedua tangannya mulai gemetar hebat. Kepalanya tiba-tiba pusing dan sakit.
"Zitao…" panggilnya di sela rasa sakit yang menusuk kepalanya. Tangannya mulai terangkat dan meremas rambutnya pelan. Rasanya Yifan ingin membenturkan kepalanya ke tembok. Sekedar untuk menghilangkan rasa sakit yang dialaminya. Yifan melihat bayangan samar-samar muncul di kepalanya. Sosok pemuda berambut hitam lembut dengan senyum yang begitu menyejukkan hatinya. Dia ingin memiliki senyum itu.
Siapa?
Entah kenapa Yifan ingin sekali memeluknya. Sekedar untuk menghirup wangi khas yang menguar dari tubuhnya, mendekap erat sosok itu dan tidak akan pernah melepasnya lagi.
"Tao suka sekali pelukan gege. Rasanya Tao merasakan pelukan dari Baba dan Mama seperti dulu."
"Kau suka? Kalau begitu, Gege janji akan selalu memelukmu seperti ini."
"Selamanya? Gege janji?"
"Iya, apapun untukmu Panda."
Yifan beranjak dari duduknya dengan masih meremas rambutnya. Kepalanya mulai berputar-putar hebat. Bayangan kejadian-kejadian acak mulai bermunculan di kepalanya.
"Zitao… Zitao…" isaknya. Dia berjalan sempoyongan ke arah pintu ruang kerjanya. Air matanya semakin meleleh membasahi pipinya seiring banyaknya memori yang muncul.
"Zitao"
Yifan limbung tak sadarkan diri.
.
.
Bau rumah sakit. Yifan sangat benci rumah sakit. Dia tidak tahu sejak kapan dia tidak begitu suka dengan tempat serba putih dan berbau menyengat obat tersebut. Padahal dia waktu kecil dulu pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Dia pernah berkeinginan untuk menjadi dokter handal dikarenakan Ibu-nya yang sudah meninggal akibat penyakit ganas yang dideritanya. Tapi waktu berkata lain, Yifan malah menjabat sebagai direktur muda menggantikan ayahnya yang saat ini berada di Kanada mengurus perusahaan keluarga yang lain. Mau tidak mau, Yifan harus menerimanya karena dia anak tunggal.
Dia hafal ruangan yang sedang ditempatinya saat ini. Bukan apa-apa hanya saja dia sudah sering berada di sini. Terlalu sering hingga segala sudut ruangan dia hafal letaknya. Ironis.
"Kenapa aku berada di sini lagi?" tanyanya serak pada seorang pria berjas dokter yang saat ini memeriksanya.
"Akhirnya kau sadar juga, Kris. Chanyeol menemukanmu pingsan di depan pintu ruangan kerjamu." Balas sang dokter ramah. Pria bername tag 'Kim Junmyeon' itu tersenyum hangat ke arah Yifan.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Mana Zitao? Aku ingin bertemu dengannya." Yifan mulai bergerak gelisah. Dia memandang sekeliling guna mencari sosok yang begitu ingin dia lihat.
"Kris, tenanglah dulu."
"Tidak. Dimana Zitao?" teriaknya.
Cklek
"Ada apa? Aku tidak akan kemana-mana." Balas sosok manis yang saat ini membuka pintu dan melangkah mendekati ranjang.
Grepp
Yifan memeluknya erat. Begitu erat hingga membuatnya kesulitan bernafas. Tapi tidak apa-apa. Asalkan Yifan baik-baik saja, dia senang.
"Lihat kan? Zitao tidak akan meninggalkanmu, Kris. Biarkan dia di luar sebentar. Aku akan memeriksamu." Yifan mengangguk kemudian melepas pelukannya. Membiarkan sosok itu pergi.
"Kenapa kau tidak meminum obatmu?" Tanya Junmyeon hati-hati. Dia mulai memandang Yifan serius. Kenapa pasiennya yang satu ini susah sekali di atur?
"Untuk apa? Aku tidak sakit." balas Yifan acuh. Membuat sang dokter menghela nafas lelah.
"Kau sakit, Kris. Kalau memang tidak, lantas kenapa kau harus bolak balik masuk rumah sakit?"
"Aku tidak merasakan sakit, Suho. Aku sehat." Benar-benar Keras kepala.
"Sudahlah. Mulai sekarang kau harus minum obatmu. Atau aku akan menyuruh Zitao pergi." Katanya final. Sang dokter melangkah ke arah pintu mengabaikan tatapan membunuh yang dilayangkan Yifan padanya.
"Kapan kau akan berubah, Kris." Lanjutnya pelan meninggalkan ruangan.
"Hey, apa kau sudah baikan? Bagaimana perasaanmu?" sebuah suara lembut dari arah pintu yang terbuka membuat Yifan langsung tersenyum simpul ke arahnya.
"Baby, apa menurutmu Suho gila? Padahal aku tidak sakit. kenapa dia memaksaku minum obat?" dengusnya pelan. sosok itu tersenyum kecil ke arah Yifan kemudian duduk di pinggir ranjangnya.
"Suho-hyung tidak mungkin gila. Kalau gila, mana mungkin dia menjadi dokter." Balasnya. Yifan mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.
"Kau benar." Dia mulai memeluk sosok manis di sampingnya. memejamkan mata erat ketika sebuah tangan mengelus rambutnya sayang.
"Zitao, gege sangat mencintaimu." Gumamnya.
"…"
Biarkan aku merasakannya sedikit saja
"Baby?"
"Aku juga."
Cinta itu… sebenarnya apa?
Setahuku… cinta hanya membuat semua orang menderita
Tanpa mereka berdua sadari, Chanyeol yang melihat semua adegan di dalam, menangis dalam diam di depan pintu.
.
.
"Katakan. Apa gege sudah bosan denganku?" Tanya Zitao lirih. Dia memandang sosok berambut pirang di depannya lekat.
"Apa maksudmu, baby? Sampai kapanpun gege tidak akan pernah bosan padamu." Jawab Yifan tegas. Dia mulai melangkah mendekat, tapi sosok di depannya berjalan mundur. Sosok berambut hitam itu meremas sesuatu yang berada di genggamannya erat. Matanya mulai memanas.
"O-ohh? Kalau begitu, bisa jelaskan maksud dari foto ini?" Zitao melempar foto yang ada di tangannya. Semua foto itu menyebar di depan tubuh Yifan. Membuat sang empunya syok dan tidak bisa bergerak sedikitpun. Darimana Zitao mendapatkannya?
"Bisa jelaskan gege?" lanjutnya. Air mata mulai menetes dari mata indahnya. Senyum pahit terukir di bibir cantiknya membuat sosok yang ada di depannya mematung seketika. Rasanya Yifan ingin membunuh dirinya sendiri saat melihat senyum Zitao yang begitu berbeda.
Perih
Ini sangat Sakit
Tuhan, Siapa yang tega membuat sosok yang begitu murni itu menangis?
Siapakah iblis itu?
Apakah …. Dia?
"Zi-Zitao, gege bisa jelaskan. Kumohon, dengarkan gege." Yifan mulai terisak pelan. dia mulai beringsut mendekat. Sedangkan Zitao menggeleng pelan kemudian mundur.
"Apa artinya 4 tahun kita bersama gege? Apa artinya untukmu?" Tanya Zitao serak. dia mulai meremas dadanya pelan kemudian mendekap mulutnya dengan sebelah tangan. Dia tidak ingin menangis kencang. Untuk apa dia menangisi sosok yang bahkan sudah sering membuatnya menangis? Tidak ada gunanya.
"Apa sebenarnya arti diriku untukmu, ge? Apa aku sebatas patung di hidupmu?" tanyanya lagi. Sudah terlalu lama dia bertahan. Apa dia boleh menyerah sekarang? Sudah berapa banyak air mata dia keluarkan untuk Yifan?
Dia bahkan tidak tahu. Yifan terlalu sibuk mengurusi selingkuhannya di luar sana. Selingkuhan yang bahkan lebih penting daripada dirinya yang sering menangis karena ditinggalkan.
"Zi… Kumohon…"
"Aku melepasmu, ge. Aku merelakanmu dengan Yixing-ge. Jadi berbahagialah, biarkan aku bebas." Zitao berjalan mundur perlahan-lahan kemudian berbalik pergi. Meninggalkan Yifan yang jatuh berlutut meremas rambutnya.
Tidak
Tidak mungkin Zitao meninggalkannya kan?
Tidak boleh
Tidak!
"Arrgghhhhh…. Ja-jangan pergi, kumohon." Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuh Yifan. Dia menggeliat dalam tidurnya.
"Zitao, ukhhh…"
"Aku tidak akan meninggalkanmu, Yifan. Ssttt, tenanglah."
Yifan membuka matanya kemudian memeluk sosok itu erat. dia menangis. Benar-benar menangis.
"Zitao, Zitao, Zitao…"gumamnya terus menerus. Seperti sebuah mantra, dia tidak ingin sampai melupakan nama itu. Nama dari orang yang begitu berharga dalam hidupnya. Dulu, sekarang dan Sampai kapanpun.
"Jangan membuatku takut, baby. Jangan lakukan hal itu lagi." Gumam Yifan lirih. Dia semakin mengeratkan pelukannya. Membuat sosok yang dipeluknya menangis dalam diam. Sakit melihat orang yang dicintainya menderita seperti itu. Tuhan boleh menyiksanya, Tuhan boleh menghukumnya tapi tidak dengan Yifan. Kenapa Tuhan menyakiti mereka dengan cara seperti ini? Dia sudah lelah dengan semua ini, sungguh. Dia ingin berhenti. Tapi, bagaimana dengan Yifan?
'Maaf'
Dengan diam walaupun dengan tubuh gemetar, dia membalas pelukan tersebut.
'Maafkan aku'
.
.
.
TBC
Ini Cuma twoshoot. Dibuat disela-sela kesetresan author karena skripsinya yang gak kelar2. Sebenarnya mau menjadi oneshoot tapi entahlah… ngikutin mood -_-
Maafkan segala kesalahan author yg sableng ini
Jaa~~~
REVIEW?
