Ingatan Yang Tak Terlupakan

Hai! Saya Sara. Ini fic pertama saya.. maaf ya kalo jelek atau gak menarik. Saya belum menentukan judul yang tepat. Sementara ini saya beri judul seadanya. Kalau ada yang punya saran, buat senpai-senpai atau siapapun, saya tunggu via review.

Okeh, langsung aja!

Disclaimer : Naruto tuh sampai kapan pun punya nya Masashi Kishimoto-sama.

Summary : Sakura Haruno, si pemilik ingatan fotografis yang terikat dengan masa lalunya, membuat Sasuke Uchiha kesal dan berusaha menghilangkan ingatan masa lalu itu dari Sakura. (maaf gak pinter bikin summary)

Chapter 1

Sakura berjalan menyusuri jalan menuju sekolahnya. Gerbang masih terlihat jauh, tapi ia harus cepat sampai sebelum ia benar-benar terlambat. Sakura mengangkat tangan kanannya dan menatap jam yang terpasang di sana. Jam 07: 28, itu artinya 2 menit lagi bel berbunyi. Oh tidak, ia tak akan sempat, ia benar-benar terlambat. Ia mempercepat langkahnya yang kemudian terhenti karena seseorang dengan sepedanya berhenti tepat di depannya. Sakura menatap sepeda di depannya lalu beralih pada si pengendara sepeda tidak tahu aturan itu.

Seorang siswa sekolahnya—bisa terlihat dari seragam yang dipakainya—yang berambut raven hitam kebiruan bentuk pantat ayam menatapnya. Ia ingin sekali memarahinya, namun itu akan membuatnya semakin terlambat. Ia baru saja akan berlari, tapi cowok itu mencengkram tangannya. Membuat Sakura menoleh heran sekaligus kesal.

"Akan lebih cepat sampai kalau naik sepeda. Ayo naik!" ucap cowok itu. Butuh waktu beberapa detik bagi Sakura untuk mencerna apa yang diucapkan cowok itu.

"Apa?"

Cowok itu menggelengkan kepalanya, lalu menarik Sakura sehingga ia terduduk di boncengan sepedanya. "Pegangan yang erat!"

"Ap—pa?" Belum sempat Sakura memprotes, cowok itu mengayuh sepedanya dengan cepat. Membuat Sakura hampir tejengkang kalau saja ia tidak cepat-cepat memeluk pinggang cowok itu. Sakura memejamkan matanya saat sepeda itu melaju kencang, bahkan saat mereka melewati gerbang sekolah yang hampir tertutup. Begitu sepeda itu berhenti, bel pun terdengar nyaring. Sakura membuka matanya.

"Hah!"

Sakura melihat sekeliling, bukan halaman sekolah yang ia lihat. Tapi ruangan bercat pink pucat yang tidak terlalu luas—kamarnya. Sakura mengerjapkan mata beberapa kali. Mimpi? Tapi suara bel itu masih terdengar. Ia menengok ke arah jam weker yang berteriak kencang itu dengan keadaan setengah sadar. Ia kembali mengerjapkan matanya, lalu setelah sadar sepenuhnya, ia bangun dan mematikan alarmnya. Mimpi itu terasa nyata. Bahkan ia bisa merasakan hembusan angin saat sepeda itu melaju kencang. Sakura menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan ke arah kamar mandi.

Nasi goreng plus telur mata sapi, menu sarapan setiap Senin pagi di rumah Sasuke. Tapi ia tidak pernah menyukai itu. Ia benci nasi goreng, entah kenapa. Ia hanya memandang nasi goreng di depannya itu dengan lesu. Itachi yang melihat sikap adiknya itu hanya tersenyum.

"Sasuke, ayo makan sarapanmu," ucap ibunya, Mikoto, begitu melihat Sasuke hanya memandang lesu nasi goreng di hadapannya.

Sasuke mengangkat kepalanya dan melihat ibu tersenyum menyeringai kepadanya. Ugh, senyum itu, batin Sasuke. Ia mengangguk lemas dan menyendok nasi goreng itu. Ia tidak segera membuka mulutnya saat sendok berisi nasi goreng itu terangkat ke depan wajahnya.

"Tunggu apa lagi? Ayo makan sarapanmu," ucap Mikoto lagi, kali ini dengan penekanan dalam kata 'sarapan' sambil tetap tersenyum menyeringai.

Fugaku dan Itachi menahan senyum dibalik ketegangan Sasuke dan tekanan Mikoto padanya. Mereka tahu Sasuke tidak suka nasi goreng, namun mereka lebih tahu kalau menggoda Sasuke adalah hobi Mikoto. Sangat menyenangkan melihat wajah Sasuke yang merengut itu.

Sasuke menujup mata dan meletakkan sendok itu dengan kasar. Ia buru-buru meneguk susu di depannya kemudian berlari secepat kilat keluar rumah.

"Tidak mauuuu!" teriaknya sambil berlari menghampiri sepedanya.

Fugaku, Mikoto, dan Itachi tertawa melihat Sasuke yang berlari keluar menghindari nasi goreng itu.

"Haha.. Ibu.. kasihan Sasuke kalau tiap Senin di goda begini," tegur Itachi sambil berusaha menahan tawa.

"Huh..biar saja. Habis adikmu itu aneh sekali. Ibu tidak suka sama anak yang pilih-pilih makanan seperti itu," bantah Mikoto.

Fugaku membuka koran paginya. "Ibu tidak lupa menyimpan bekal di sepedanya, kan?"

Mikoto menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak." Lalu matanya beralih pada segelas susu di hadapan Itachi. Seringai kecil terukir di bibirnya. "Itachi sayang, kalau tidak mau terlambat, habiskan sarapanmu dan juga susunya!"

Itachi melotot ngeri saat menyadari objek keisengan ibunya berpindah padanya. Aku benci susu, teriaknya dalam hati.

Sakura melempar tasnya ke salah satu bangku di barisan tengah. Suara yang di timbulkannya membuat beberapa teman sekelasnya menoleh ke arahnya. Bahkan Shikamaru—sang ketua kelas—yang tengah tertidur di bangkunya terbangun dan mengumpat pelan.

Sakura memandang Shikamaru dengan polos seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ia menghempaskan dirinya di kursi saat Shikamaru kembali tidur. Ino mendekat ke arah sahabatnya itu.

"Jidat! Ada apa? Berisik tau!"

Sakura menatap Ino kesal, "Aku sedang kesal Ino-Pig. Kau tau, orangtua ku pergi ke Chiba tanpa bilang padaku. Mereka pergi saat aku masih tidur."

Ino tertawa. Di pukulnya kepala Sakura pelan, yang dibalas dengan deathglare oleh Sakura.

"Kukira apa. Oh, boleh ku pinjam PR biologi mu? Aku lupa mengerjakannya."

"Kau ini, kapan sih kau mau mengerjakan PR biologi mu sendiri? Lama-lama aku akan menetapkan tarif tiap soal," ucap Sakura sambil mengambil buku PR biologi nya.

Dengan cepat, buku itu sudah berpindah tangan. Cewek berambut pirang itu segera menyalin isinya. Sedangkan Sakura menggelengkan kepalanya pelan.

"Nanti, kalau Orochimaru-sensei jadi muda," jawab Ino asal.

Sakura tersenyum mendengar jawaban Ino. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Mata emeraldnya menangkap barisan sepeda yang terparkir di halaman. Ia jadi ingat dengan mimpinya tadi malam.

Apa cowok berambut pantat ayam itu benar-benar ada di sekolahnya?

Pikirannya melayang membayangkan kembali mimpinya itu.

"Hei Sasuke!"

Ugh, Sasuke sedikit tersentak mendengar teriakan itu. Meskipun ia sudah terbiasa dengan teriakan itu, tapi tetap saja membuatnya kaget. Tanpa menoleh, Sasuke sudah pasti tahu siapa yang berteriak gaje dan malu-maluin kayak gitu.

"Temeeeeee!"

Brukk.. Naruto—sang peneriak—menubruk Sasuke begitu pemuda itu menoleh. Sasuke berjengit kesal. "Lepas, Dobe! Kau membuatku sesak!

Naaruto hanya menunjukkan cengiran khas-nya seraya melepas pelukan eratnya pada Sasuke yang kini men-deathglare-nya.

"Hehe. Maaf, aku terlalu bersemangat. Aku ingin cepat-cepat memberitahumu sih," ucanya sambil berjalan menuju kelas dengan Sasuke.

"Ada apa, memangnya?" Sasuke sedikit menaikan alisnya.

"Kau masih ingat rencana kita masuk klub atletik?"

Sasuke sedikit bingung namun tetap menjawab, "Ya, tentu saja. Memang kenapa?"

Naruto tidak segera menjawab. Mereka tiba di depan kelas dan berbelok memasukinya. Sasuke menyimpan tasnya di pojok kelas sedangkan Naruto di sebelahnya. Saat Naruto melanjutkan percakapan mereka, ia menopang dagunya dan memandang ke luar jendela.

"Tadi aku sengaja lewat ke depan ruang klub atletik, katanya dibuka pendaftaran baru. Kita kan mau ikut klub itu, jadi kita mesti daftar ke Kabuto-senpai, anak kelas 2-3."

"Hn."

"Jadi, bagaimana kalau nanti pas istirahat kita temui dia?"

"Hn."

Naruto sedikit mengerutkan dahinya begitu menyadari ucapannya yang terakhir. "Tapi istirahat nanti aku sudah janji pada Hinata-chan untuk makan siang bersama."

"Hn."

Pikiran Sasuke melayang seiring dengan rentetan ucapan Naruto. Baginya melihat langit lebih menyenangkan dan menenangkan daripada mendengar ocehan sahabatnya itu.

Perlahan-lahan ia memejamkan matanya. Menikmati semilir angin yang berhembus melalui jendela kelas yang sengaja di buka.

Baru saja ia akan terlelap kalau saja Naruto tidak berteriak tepat di telinganya.

"Hei Teme kau dengar tidak sih!"

Sasuke mendelik kesal ke arah Naruto.

"Ber—"

"Ehem. Bisakah kita memulai pelajaran, Naruto? Kau tak dengar bel berbunyi barusan?" seru Orochimaru yang tidak sengaja menyela seruan Sasuke. Ia bersedekap di depan meja guru sambil mendelik ke arah Naruto tajam.

Naruto hanya tersenyum kaku sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal itu. "Gomen ne, Orochi-sensei."

Sasuke tersenyum dalam hati. Lalu ia kembali menatap awan begitu Orochimaru menyuruh para murid membuka buku pelajaran.

"Wah, aku tidak menyangka kalau senpai-senpai kita banyak yang tampan. Coba lihat senpai yang di pojokkan sana Jidat", bisik Ino ketika mereka—ia, Sakura, dan Tenten—makan siang di kantin.

Sakura hanya memutar bola matanya bosan dengan tingkah sahabatnya dari kecil itu. Sedangkan Tenten hanya cekikikan geli karena menurutnya Ino sangat norak.

Beberapa siswa peremuan yang lain mendelik ke arah mereka. Bahkan beberapa senpai perempuan mereka memberikan deathglare yang pastinya tak akan mempan pada Ino.

"Kya.. Lihat senpai itu tersenyum padaku, " pekik Ino pelan namun dapat didengar oleh mereka berdua.

Kontan Sakura dan Tenten menoleh penasaran ke arah sempai yang ditunjuk Ino. Memang di sana ada yang sedang tersenyum pada Ino. Andangan mata mereka bertiga bertemu dengan pemuda itu. Sakura membalas senyum itu setipis mungkin dan langsung berbalik.

"Itu bukannya Sai dari kelas sebelah?"

Ino memandang tak mengerti pada Sakura dan Tenten bergantian.

"Dia masih satu tingkat sama kita Ino. Dia sekelas sama Hinata, kelas 1-1," jelas Tenten.

Ino mendesah lesu, tapi kemudian tersenyum kembali. "Tak apa, yang penting dia cakep."

Sakura kembali melirik Sai. Matanya terbelalak melihat orang yang ada di sebelah Sai. Rambut pantat ayam?

Sakura menggelengkan kepalanya dan memejamkan mata. Tidak mungkin, serunya dalam hati. Perlahan ia membuka matanya, namun apa yang di lihatnya menghilang. Lho?

Ino dan Tenten saling pandang, bingung dengan kelakuan Sakura yang mendadak aneh.

"Ada apa, Sakura?" Tanya Tenten sedikit khawatir.

Sakura menoleh ada sahabatnya itu dan mendapat pandangan bingung dan penuh tanya dari mereka. Lalu ia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak ada apa-apa."

Melihat senyum Sakura, mereka merasa tenang dan hanya mengedikkan bahu.

Sakura kembali meminum jus-nya yang masih penuh. Namun pikirannya kembali pada mimpinya dan apa yang dilihatnya barusan.

Mungkin cuma halusinasi, batinnya.

"Sudah kubilang Teme, aku ada janji dengan Hinata-chan. Kenapa kau malah menyeretku ke kantin," rengut Sasuke begitu mereka berjalan di koridor kantin.

Sasuke mendengus kesal, "Aku lapar, Dobe!"

"Sekarang waktu istirahat hamir selesai. Mana kita harus menemui Kabuto-senpai, bla..bla..bla.."

Naruto masih saja menggerutu sampai mereka masuk ke kelas mereka. Sedangkan Sasuke, hanya berpura-pura tidak mendengar.

To Be Continued