SWEET ENEMY
Jongin, Kyungsoo, Chanyeol
Warning : GS, Typos, Kepanjangan/?
Original Story is belong to "Sweet Enemy" by Shanty Agatha
THIS IS REMAKE
HOPE U ENJOY IT~
.
.
.
"Itu dia orangnya baru datang," Chen menunjuk dari jendela di lantai paling atas mansion itu , "Dia anak miskin itu, yang dipungut oleh mama Jongin."
"Mana?" Chanyeol ikut-ikutan mengintip di jendela dan mengernyit, "Sepertinya dia biasa-biasa saja? Apa yang membuat mama Jongin memungutnya?"
"Karena dia anak kesayangan di sekolah yang didirikan oleh mama Jongin, nilai-nilai pelajarannya paling sempurna, dan otaknya jenius, meskipun dia datang dari keluarga miskin, dengar-dengar ayahnya baru meninggal karena kecelakaan di tempat kerja, dan dia tidak punya siapa-siapa lagi, karena itulah Nyonya Kim memutuskan menjadi penyandang dananya."
Chanyeol melirik ke arah Jongin yang tampak tidak tertarik, sedang menenggelamkan diri dalam buku bacaannya. Lelaki itu tampak begitu dingin, muram dan tidak tersentuh, hanya beberapa orang yang bisa berdekatan dengannya, Kim Jongin putera dari konglomerat nomor satu di negara ini. Chanyeol dan Chen adalah sebagian yang beruntung. Mereka dekat bukan karena Jongin membuka diri, tetapi karena kedua orangtua mereka memang bersahabat dan mereka sudah berkenalan sejak kecil. Jongin bukanlah orang yang dekat dengan kedua orangtuanya. Papanya tidak pernah ada di mansion, sibuk dengan bisnisnya, dan Mamanya lebih senang berkeliaran di luar dengan kegiatan amal dan kebaikan hatinya, merasa bahagia karena dipuja orang sebagai pribadi yang darmawan. Meskipun begitu Jongin sangat menghormati kedua orang tuanya itu. Dan Kyungsoo, orang yang mereka bicarakan itu tentunya menjadi subjek terbaru mamanya untuk menuai pujian dari semua orang. Jongin mengernyit kesal. Mamanya selalu membuatnya repot, dan sekarang, dia menampung anak gelandangan itu di sini, di mansionnya. Jongin harus selalu berinteraksi dengan anak gelandangan dari keluarga miskin itu.
"Tapi dia cantik," Chanyeol bergumam lagi, kali ini mengamati dengan lebih intens, "Jongin, kau benar-benar tidak ingin melihatnya?"
"Tidak." Jongin mengangkat kepalanya dari buku, merasa terganggu karena kedua temannya itu mengganggu konsentrasinya membaca, "Toh aku akan bertemu dengannya nanti, dia akan tinggal di mansion ini."
Chen mengernyit, "Mamamu memutuskan supaya dia tinggal di mansion keluarga Kim? Aku pikir dia hanya akan menanggung biaya hidup dan pendidikannya."
"Kyungsoo tidak punya rumah, karena ayahnya begitu miskin dan tidak mampu membayar hutang, rumah mereka disita oleh bank, karena itu mama memutuskan menempatkannya di sini," Jongin mencibir, membayangkan betapa senangnya Kyungsoo mendengar keputusan mamanya.
Anak gelandangan itu pasti tidak akan melepaskan kesempatan sekalipun supaya bisa tinggal di mansion mewah, mansion keluarga Kim. Tinggal tunggu waktu saja sebelum anak gelandangan itu mencoba menggerogoti harta mamanya. Semua orang sama, semuanya mengincar harta keluarga Kim. Begitupun anak gelandangan itu, Jongin sangat yakin Kyungsoo punya rencana buruk untuk menggerogoti kekayaan keluarganya.
"Kau tidak menyukainya ya?" Chanyeol menangkap sorot kebencian di mata Jongin.
Dengan acuh Jongin mengangkat bahunya, "Aku tidak suka semua gelandangan miskin pengincar harta."
Chanyeol dan Chen saling melemparkan pandangan tahu sama tahu, akan gawat bagi Kyungsoo, kalau Jongin tidak menyukainya. Karena Jongin terkenal kejam dan tak berbelas kasihan kepada orang-orang yang tidak dia suka.
.
.
.
Kyungsoo turun dari Limousine yang dikirimkan Nyonya Kim kepadanya, dan tertegun menatap mansion yang begitu indah di depannya. Astaga. Mansion ini besar sekali, seperti istana di negeri dongeng. Ini adalah mansion terbesar yang pernah Kyungsoo lihat, yang bisa Kyungsoo bayangkan. Tetapi kemudian Kyungsoo mengernyit, mansion ini terlalu besar, terlalu mewah dan Kyungsoo merasa tidak nyaman kalau harus tinggal di sini. Dia sudah berusaha menolak ketika Nyonya Kim memintanya tinggal di mansion keluarga Kim yang terkenal itu, setelah Kyungsoo tinggal sebatang kara karena kematian ayahnya. Tetapi Nyonya Kim bersikeras, dan Kyungsoo tidak bisa menolaknya, Nyonya Kim sudah membiayai sekolahnya, Kyungsoo sangat berhutang budi kepadanya. Saat ini, sebatang kara di dunia ini Kyungsoo sepenuhnya tergantung kepada kebaikan hati Nyonya Kim. Dia masih ingin sekolah, dan menyelesaikan pendidikannya. Itulah impian ayahnya, supaya Kyungsoo menjadi anak pintar dan berpendidikan, sehingga bisa hidup lebih baik daripada ayahnya yang tidak mengenal bangku sekolahan. Digenggamnya kalung perak di lehernya, kalung itu sederhana, dengan liontin bulat yang bisa dibuka, di dalamnya ada foto Kyungsoo bersama ayahnya. Kalung perak itu adalah benda miliknya yang paling berharga, satusatunya peninggalan ayahnya, hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas, dan dibeli ayahnya dari seluruh uang tabungannya selama bekerja sebagai buruh bangunan.
Seorang pelayan menjemputnya ke depan pintu dan membungkukkan tubuhnya dengan formal. "Selamat datang, Nyonya Kim sudah menginformasikan kedatangan anda, silahkan masuk, kamar anda sudah disiapkan."
Kyungsoo menatap pelayan itu dengan gugup,"Eh… Apakah Nyonya Kim ada di mansion?"
Pelayan itu menggeleng, "Beliau tidak ada di mansion jam-jam segini, biasanya di malam hari beliau baru ada, itu pun kalau tidak ada undangan-undangan jamuan makan malam penting, tetapi saat ini Tuan Muda ada di mansion. Mari saya antar anda ke kamar anda."
Kyungsoo mengangguk gugup, membiarkan pelayan itu mengambil kopernya, sejenak Kyungsoo merasa malu karena koper bututnya tampak tidak pantas berada di dalam mansion semewah ini. Tetapi pelayan laki-laki itu tampaknya tidak memperhatikannya. Dengan ragu Kyungsoo mengikuti pelayan itu melangkah menaiki tangga lingkar dengan pegangan keemasan yang berkilau menuju lantai dua.
"Ini kamar anda, semoga anda betah di sini." pelayan itu membukakan sebuah pintu besar dan mempersilahkan Kyungsoo masuk.
Kyungsoo masuk, lalu terpesona. Astaga. Luas kamar ini mungkin sama dengan luas rumah kecil yang dia tinggali bersama ayahnya dulu, bahkan mungkin lebih besar. Interiornya mewah, bergaya Eropa dengan nuansa keemasan. Karpet yang melingkupi seluruh lantainya juga begitu tebal, sampai-sampai Kyungsoo merasa malu karena sepatu jeleknya tampak tidak pantas untuk menginjak karpet kamar itu.
"Silahkan anda beristirahat dulu, kalau anda butuh sesuatu tinggal tekan intercom di samping ranjang, kami akan menyediakannya. Oh ya, nanti malam silahkan turun ke bawah untuk makan malam, Nyoya Kim ingin bercakap-cakap dengan anda nanti."
Kyungsoo mengangguk, dan pelayan itu melangkah pergi setelah meletakkan koper Kyungsoo di kamar, meninggalkan Kyungsoo sendirian, berdiri ditengah ranjang dan terpana, seolah-olah sedang berada di negeri dongeng.
Suara pintu terbuka mengagetkan Kyungsoo dari lamunannya, dia menoleh ke pintu dan terpana. Sosok yang berdiri di depannya adalah sosok yang paling tampan yang pernah Kyungsoo lihat. Lelaki itu bersandar di pintu kamarnya yang sudah ditutup dan menatap Kyungsoo dengan pandangan penuh penghinaan.
"Kuharap kau nyaman di kamar ini," suara yang keluar begitu dingin, dan tanpa sadar Kyungsoo memundurlan langkah menjauh.
"Kau… Kau siapa? Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa permisi?"
Jongin mengangkat alisnya jengkel, "Kenapa aku harus meminta permisi kepadamu? Ini mansionku."
Kyungsoo tertegun, jadi inilah dia, Kim Jongin, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Kim yang terkenal itu. Kyungsoo sering mendengar namanya disebut-sebut di berita atau di tabloid-tabloid. Kim Jongin putera mahkota kerajaan bisnis Kim yang berkepribadian buruk dan sering bertengkar dengan wartawan. Kyungsoo dulunya tidak pernah tertarik dengan berita-berita itu, dia terlalu sibuk belajar di pagi hari dan kerja sambilan di malam harinya, tetapi satu yang pasti. Kim Jongin yang asli jelas lebih tampan dari apa yang ditayangkan di televisi atau di tabloid-tabloid.
"Aku kesini untuk memperingatkanmu." Jongin melemparkan pandangan mencemooh kepada Kyungsoo, "Kau pasti merasa beruntung sekali karena mamaku mengizinkanmu tinggal di mansion kami. Tapi kau jangan terlalu berbesar hati, aku akan menendangmu langsung dari mansion ini segera setelah kau lulus sekolah nanti, karena tempat yang pantas untukmu bukanlah di mansion ini, tetapi di tempat kumuh, bersama para gelandangan sejenismu!" Jongin mengernyit menatap Kyungsoo, lalu membalikkan tubuh dan melangkah pergi meninggalkan kamar Kyungsoo, dengan pintu berdebam di belakangnya.
.
.
.
"Sepertinya kalian sangat rukun," Chanyeol tertawa geli ketika dia dan Jongin berpapasan dengan Kyungsoo di lorong mansion, lalu Kyungsoo hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas menjauh, sementara Jongin hanya menatap dengan pandangan dingin.
Jongin melemparkan pandangan marah kepada Chanyeol, "Jangan bercanda, aku benar-benar terganggu dengan kehadirannya di mansion ini."
"Tapi kau tidak berbuat apa-apa untuk mengusirnya dari sini."
"Hmmm…" Jongin tampak berpikir, "Jangan salah, aku sedang membuat sebuah rencana."
"Rencana apa?" Chanyeol menatap Jongin dengan pandangan tertarik.
"Rencana yang bisa membuat mama mengusirnya dari mansion ini."
.
.
.
Mansion itu heboh, ketika di pagi harinya Nyonya Kim berteriak marah karena salah satu kalung rubi favoritnya hilang. Kalung itu adalah benda yang berharga, selain karena harganya yang tak ternilai, kalung itu adalah kalung warisan yang diturunkan secara turun temurun kepada pengantin keluarga Kim. Seluruh isi mansion begitu heboh, seluruh pelayan ribut mencari kalung itu, dan ketika tak juga ditemukan, mereka mulai saling menuduh.
"Dulu tidak pernah ada barang yang hilang di mansion ini."
"Iya dulu mansion ini sangat aman."
"Atau jangan-jangan karena anak itu? Kau pernah lihat kan? Anak angkat Nyonya Kim yang ditempatkan di lantai dua itu, kemarin dia datang dan kalung Nyonya hilang, sungguh suatu kebetulan."
"Betul juga, sebelum kedatangan anak itu, mansion ini tidak pernah terdengar ada kejadian pencurian apapun."
Jongin kebetulan lewat dan mendengar percakapan para pelayan yang saling berbisik-bisik itu. Dia tersenyum. Bagus. Bara sudah dinyalakan, tinggal menunggu angin menghembus supaya apinya membakar Kyungsoo. Dengan langkah tenang Jongin melangkah memasuki ruang kerja mamanya yang kebetulan sedang ada di rumah.
"Aku dengar kalung mama hilang," Jongin langsung menyapa dan duduk di kursi, di seberang meja kerja mamanya.
Nyonya Kim mengangkat kepalanya dari berkas dihadapannya dan mengerutkan alisnya, "Benar-benar kecerobohan luar biasa, kalung itu warisan turun temurun keluarga Kim, kalau para pelayan itu tidak bias menemukannya, mama akan memecat mereka semua."
"Mama sudah lapor polisi?"
"Belum," Nyonya Kim bersedekap, "Mama ingin para pelayan mencarinya dulu, kalau sampai malam mereka tidak bisa menemukannya, mama akan menghubungi polisi."
Jongin mengangkat bahunya, "Bukankah ini suatu kebetulan?"
"Kebetulan apa?"
"Bahwa kalung mama hilang setelah anak gelandangan itu masuk ke rumah ini."
"Kim Jongin! Jaga bicaramu." suara Nyonya Kim meninggi, "Kau tidak tahu apa yang kau tuduhkan. Kyungsoo adalah anak baik di sekolah, dan dia jenius dengan nilai tertinggi, bagaimana mungkin kau mencurigainya mengambil kalung itu?"
"Aku tidak mencurigainya, aku hanya berpikir bahwa itu suatu kebetulan." Jongin menatap mamanya dengan penuh perhitungan, "Kalung itu tidak ketemu sampai sekarang, dan kamar anak gelandangan itu adalah satu-satunya tempat yang belum diperiksa pelayan, tidak ada ruginya kan mama memeriksa kamar anak itu?"
Nyonya Kim termenung mendengar perkataan anak tunggalnya itu. Benar juga, tidak ada ruginya kan kalau dia memerintahkan pelayannya memeriksa kamar Kyungsoo?
.
.
.
Kyungsoo sedang belajar dan mencoba memecahkan soal aritmetika yang rumit ketika pintu kamarnya terbuka dan beberapa pelayan masuk, diikuti Nyonya Kim sendiri dan Jongin yang menatapnya dengan sinar kebencian yang aneh di belakangnya.
"Nyonya Kim?" Kyungsoo langsung berdiri dari kursi belajarnya.
Nyonya Kim hanya menatapnya datar, "Kau tidak keluar ya seharian ini?"
"Iya Nyonya Kim, sepulang sekolah saya langsung belajar di kamar." Kyungsoo menatap wajah-wajah yang menatapnya itu dengan bingung. Ada apa? Kenapa semua orang menatapnya dengan aneh.
Nyonya Kim berdeham sebentar dan menggumam, "Kalau begitu kau mungkin belum dengar, kalung rubiku hilang entah kemana pagi tadi, dan seluruh penjuru rumah sudah dicari, tinggal kamar ini yang belum." Tiba-tiba pandangan Nyonya Kim tampak malu, "Maafkan aku Kyungsoo, mungkin kami terpaksa memeriksa kamarmu, aku harap kami tidak akan menemukan kalung itu disini."
Wajah Kyungsoo pucat pasi antara perasaan terhina dan sedih. Kalung Nyonya Kim hilang, dan dia sebagai pendatang yang datang dari kelas miskin, harus menghadapi penghinaan karena dicurigai. Dengan pedih Kyungsoo mengangkat dagunya, "Silahkan periksa kamar ini."
Ketika para pelayan bergerak memeriksa seluruh bagian kamar, Kyungsoo sungguh yakin bahwa mereka tidak akan menemukan apapapun di kamar ini. Kyungsoo sungguh tidak mengambil kalung rubi itu, bahkan dia tidak terpikirkan sama sekali akan bentuk kalung rubi itu.
Tetapi kemudian, seorang pelayan membuka laci pakaian Kyungsoo dan terkesiap. Semua menoleh ke arah suara itu dan tertegun. Di laci baju itu, dibawah pakaian-pakaian Kyungsoo, ada kalung rubi itu tergeletak di sana.
Wajah Nyonya Kim berubah-ubah antara kekecewaan dan kemarahan, "Aku sudah berbuat baik kepadamu, aku tidak menyangka kau melakukan perbuatan yang begitu tidak terpuji."
Kyungsoo pucat pasi, sungguh tidak menyangka kenapa kalung itu ada di sana, dia sungguh tidak tahu. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin?
Kemudian dia menangkap sinar kemenangan dan seringai menghina sekilas dari Jongin dan dia sadar. Lelaki itu pernah mengancam akan mendepaknya keluar dari mansion ini. Kyungsoo sangat yakin ini adalah pekerjaan Jongin untuk memfitnahnya.
"Nyonya… Saya sungguh-sungguh tidak mengambil kalung itu." suara Kyungsoo bergetar karena semua pelayan dan Nyonya Kim menatapnya dengan menuduh, "Saya tidak tahu bagaimana bisa kalung itu berada di sana."
"Apa kau pikir kalung itu bisa jalan sendiri?" gumam Jongin dengan pandangan menghina.
Nyonya Kim menghela nafas panjang. "Kita bicarakan ini nanti, Kyungsoo, kau ikut ke ruanganku, aku harus mengevalusi kebijakanku memberikan bantuan kepadamu, kau sungguh-sungguh mengecewakanku!" dengan marah Nyonya Kim membalikkan badannya dan pergi, para pelayan langsung mengikutinya.
Sementara itu Jongin tetap tinggal di sana, bersedekap dan menatap Kyungsoo dengan santai, "Well sepertinya kau akan lebih cepat didepak dari sini, tidak perlu menunggu sampai kau lulus sekolah," gumamnya mengejek.
Mata Kyungsoo berkaca-kaca antara perasaan malu dan marah luar biasa, "Kau sungguh jahat!" desisnya penuh emosi.
Tanpa perasaan Jongin terkekeh dan kemudian matanya berubah kejam ketika melangkah mendekati Kyungsoo, membuat Kyungsoo memundurkan langkahnya setengah takut. Jongin terus mendekat sampai Kyungsoo terjebak di tembok,
"Tempatmu bukan di sini, tempatmu di sana di tempat kumuh bersama para gelandangan, aku sudah pernah bilang kan? Jadi jangan bermimpi kau bisa tinggal dan menikmati kemewahan di mansion ini." tatapan Jongin tiba-tiba tertarik ke kilatan cahaya dari dada Kyungsoo, matanya beralih dan menemukan kalung perak yang sangat bagus di sana.
"Kalung apa itu?" tangannya meraih kalung itu dan Kyungsoo dengan defensif berusaha melindungi kalung peninggalan ayahnya, tetapi Jongin memaksa sehingga rantai kalung itu lepas, dan Jongin merenggut kalung itu dalam genggaman tangannya.
"Jangan!" Kyungsoo berusaha berteriak dan meraih kalung itu, tetapi tubuh Jongin terlalu tinggi.
Jongin menatap kalung itu, lalu dengan jahat mengantonginya, "Sepertinya kalung itu sangat berharga ya? Aku akan mengambilnya, sebagai hukuman karena kau mencuri kalung ibuku."
"Aku tidak mencuri kalung itu, aku tahu kau yang memfitnahku!" Kyungsoo berteriak, berusaha mengejar Jongin, "Kembalikan kalungku!"
"Tidak, aku memutuskan akan memilikinya," dengan kejam Jongin membalikkan langkah dan meninggalkan Kyungsoo yang menangis di belakangnya.
.
.
.
Sore sudah beranjak malam ketika Kyungsoo turun dari bis. Dia diusir dari mansion itu karena di tuduh mencuri, dan Nyonya Kim mengatakan akan mencabut semua bantuannya kepada Kyungsoo, serta Kyungsoo harus berterima kasih kepadanya karena Nyonya Kim memutuskan tidak akan melaporkan Kyungsoo kepada polisi, karena kalau tidak, Kyungsoo akan dipenjara. Sekarang Kyungsoo berdiri di dekat kompleks rumah kumuh, rumahnya yang dulu. Dan bingung harus berbuat apa. Dia tidak punya rumah karena rumahnya bersama ayahnya dulu sudah disita, dan dia tidak punya siapa-siapa. Dan… Perutnya lapar, tapi dia juga tidak punya uang, yang dia bawa ketika keluar dari mansion Nyonya Kim hanyalah pakaian-pakaiannya. Sambil menekan perutnya yang mulai terasa perih, Kyungsoo melangkah ke emperan sebuah toko yang sudah tutup. Dan duduk di sana. Seperti melengkapi kepedihannya, hujan turun dengan derasnya, meniupkan hawa dingin dan cipratan air yang mulai membasahinya, emperan toko itu ternyata tidak cukup melindunginya.
Lapar dan sakit hati, Kyungsoo teringat akan ayahnya dan menangis. Diingatnya ketika ayahnya pulang sambil membawa jatah makan siang di proyek bangunannya untuk Kyungsoo, ayahnya berpuasa tidak makan siang supaya bisa membagi jatah makan siangnya dengan Kyungsoo, mereka lalu makan sepiring berdua, meskipun hanya makanan sederhana, tetapi karena dimakan dengan penuh rasa syukur dan bahagia, terasa begitu nikmat. Ayahnya adalah sosok malaikat dalam hidup Kyungsoo, meskipun mereka tidak beruntung dalam hal keuangan, tetapi mereka berbahagia dalam kesederhanaan, bisa memiliki satu sama lain. Kyungsoo selalu mengingat pesan ayahnya supaya dia selalu menjaga hatinya.
"Kita ini orang miskin Kyungsoo, tetapi jangan sampai kitajuga miskin hati. Isilah hatimu dengan kebaikan, maka kau akan menjadi orang kaya di hadapan Tuhan."
Dan sekarang ayahnya sudah tiada. Kecelakaan di tempat kerja, ayahnya tertimpa batu ketika sedang mengopernya ke atas, ayahnya berkerja sebagai buruh bangunan di sebuah proyek pembangunan apartment, dan ayahnya meninggal seketika. Di tengah hujan deras ini, hati Kyungsoo hancur mengingat ayahnya, dan kalung liontin kenangan ayahnya sudah direnggut oleh Jongin yang jahat itu. Air mata Kyungsoo mengalir deras. Rasanya lebih baik dia mati saja.
.
.
.
Mama masih kecewa dengan Kyungsoo, mama tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu," Nyonya Kim mendesah sedih sambil menatap makan malamnya, hujan deras turun di luar, dan dia hanya berdua dengan Jongin di meja makan yang besar itu. Tuan Kim sedang dalam perjalanan bisnisnya di luar negeri.
Jongin mendengus kesal, "Yah, mama seharusnya tahu, orang miskin biasanya memang tergoda menjadi pencuri ketika mereka dihadapkan pada barang-barang berharga."
Nyonya Kim menggelengkan kepalanya, "Dulunya mama berpikir Kyungsoo akan berbeda," Nyonya Kim mendesah, "Kau tahu, kita berhutang budi kepadanya."
Hutang Budi? Jongin mengernyit
Nyonya Kim menatap Jongin dan tersenyum lembut, "Kau masih kecil waktu itu, mungkin kau lupa." Nyonya Kim mulai bercerita, "Dulu ada seorang pemain biola terkenal, namanya Jongwoon, dia berasal dari keluarga miskin, tidak mengenal sekolah, tetapi sangat berbakat, dia sahabat papamu."
Jongin tidak mengingatnya, tetapi entah kenapa ada dorongan samar-samar ingatan di benaknya.
"Suatu hari, ada penculik, kau waktu itu sedang berumur 5 tahun, kau bermain-main sendirian di lorong kantor papamu. Di saat yang sama, Jongwoon sedang mengunjungi papamu untuk persiapan kunjungannya ke Austria, dia menerima kontrak kerja untuk tampil di konser-konser besar di seluruh dunia, masa depannya sangat cerah."
Tatapan mata Nyonya Kim menerawang, mengenang masa lalu, "Dan dia menemukan penculik itu sedang berusaha menculikmu, penculik itu sudah menyekap dan membawamu, tetapi Jongwoon mencegahnya…" Nyonya Kim menghela nafas panjang. "Penculik itu membawa pisau…dan melukai Jongwoon… Tetapi dia berhasil menyelamatkanmu, petugas keamanan datang dan penculik itu ditangkap, kau selamat, kembali dalam pelukan kami."
"Dimana Jongwoon sekarang ma?" Jongin mengernyit, dia tidak pernah mendengar pemain biola terkenal bernama Jongwoon sampai sekarang. Kalau dia memang berbakat dan bermasa depan saat itu, pasti sekarang dia sudah di elu-elukan dan terkenal sampai penjuru dunia.
Nyonya Kim menyusut air matanya, "Jongwoon…Penculik itu mencabik tangan kirinya dengan pisau, dan mengenai saraf yang paling penting, luka itu membuat Jongwoon tidak akan pernah bisa bermain biola seumur hidupnya. Karirnya hancur dan seluruh masa depannya hancur, papamu sebenarnya berusaha menolongnya, tetapi dia menolak semua bantuan dari papamu, dia menghilang." Nyonya Kim menatap Jongin sendu, "Dua puluh tahun kemudian, tanpa sengaja aku bertemu dengan Kyungsoo dan melihat kemiripannya dengan Jongwoon…"
"Apakah maksud mama…?" wajah Jongin memucat ketika berhasil menarik kesimpulan.
"Ya Jongin, Kyungsoo adalah anak perempuan Jongwoon, dan kita punya hutang budi yang begitu besar kepada keluarga mereka, karena menyelamatkanmulah Jongwoon kehilangan masa depannya, membuatnya dan anak perempuannya hidup miskin selama ini." Tiba-tiba tatapan mata Nyonya Kim berubah tajam, "Mama tahu bukan Kyungsoo yang mencuri kalung mama."
Wajah Jongin yang sudah pucat mendengar informasi itu semakin memucat, "Apa?"
"Kau yang melakukannya." Nyonya Kim menatap tajam, "Mama tahu Kyungsoo tidak akan berbuat begitu, dia terlalu jujur dan polos untuk mencuri."
"Kalau begitu kenapa mama mengusirnya dari mansion ini?" suara Jongin berubah cemas. Dia telah salah paham selama ini, dia telah membuat Kyungsoo terusir dari rumah ini, karena pandangan jahatnya pada kemiskinan Kyungsoo. Padahal semua penderitaan yang menimpa Kyungsoo, semuanya berakar kepadanya! Karena ayah Kyungsoo berusaha menyelamatkannya!
"Mama ingin kau belajar dari kesalahanmu, supaya kau tidak gegabah bertindak, dan menilai orang dari kaya dan miskinnya… Jongin, mau kemana kau."
Jongin bahkan tidak menoleh ketika tergesa meninggalkan ruangan, "Aku akan mencari Kyungsoo!" Dan Nyonya Kim duduk di ruang makan itu, melap bibirnya dengan elegan dan tersenyum, Jongin rupanya telah belajar menjadi dewasa.
.
.
.
TBC
.
.
.
MUA HA HAHAHAHAAAAA /ketawa ala penyihir jahat/
Haihaihaii readerdeul~hai cewe2 penghuni ffn yang hobinya ngayal jadi pemeran utama di fanfic2 ;P kita sama kok kkkkk xD
Udah berapa lama ya ga buka ni akun, ckck…di tengah kesibukan sebagai seorang mahasiswa rajin… eaaaaakk :v saya mau mencoba berbagi ini cerita karya mbak pengarang novel yang karangannya paling banyak diremake sama author sejagat ffn /? Yak siapa lagi kalau bukan pemilik blog anak cantik Shanty Agatha :* /jadi narrator/
Lagi ga bias ngarang cerita apapun :" sumpah otaknya ga mau jalan, alhasil bikin remake aja -,-
Ngehehehe…menurutku ini bukan novel karangannya yg paling bagus karena itulah kupost disini /ngga nyambung/ xD …ini novel mbak Shanty yg paling complicated sih mnurut saya, saya aja capek bacanya/? :v tapi enak kok seruu…semoga reader sekalian suka ndeeee :*
Awalnya emang mau bikin Kaisoo, tp bingung mau siapa yg dijadiin jadi ayahnya Kyungsoo :v jago biola lagi dduhh…td mau bikin Henry, tapi kan Henry begini -.- sedangkan Kyungsoo O.O wkwkwkwkkwkwkw :v
Yaudah deh absurd absurdlah sekalian/? Makasi yang udah mampir dan menyempatkan untuk membaca :DD
Oiya…terakhir…selamat ulang tahun buat bang Lay, Zhang Yixing :* semoga semoga semoga dan semoga….. :D
