Kami berdua hanya baru bertemu, kedua bibir saling mengucap nama, kedua kepala saling tertunduk, malu, tak berani menatap mata masing-masing. Namun, diam-diam, aku tersenyum. Begitu juga dirinya.

Perasaan aneh muncul di dadaku ketika jari-jari kami tanpa sengaja bersentuhan, Dengan cepat kami menemukan jalan ke jemari satu sama lain, bertautan, saling menggenggam erat, tak akan terpisah oleh apapun.

Semakin lama kami mulai memberanikan diri untuk merengkuh bahu masing-masing, saling merasakan kehangatan tubuh yang mulai menjalar ke setiap saraf dan nadi kami. Aku terkejut bagaimana tubuh mungilnya terasa nyaman di antara lenganku. Jujur, aku menikmatinya. Kami berdua sama-sama menikmatinya. Perasaan aneh itu lama kelamaan berkembang menjadi keinginan yang tak tertahankan.

Dimana keinginan yang tak tertahankan itulah yang disebut sebagai hasrat; awal mula dari nafsu.

Dalam pikiranku, bukan hanya sekali aku membayangkan bagaimana rasa kulitnya di dalam mulutku, bagaimana setiap erangan-erangan lemahnya yang memanggil namaku membuat bulu halus di tengkukku berdiri, merinding, sementara aku menikmati wajahnya yang semakin memerah setiap satu sentuhan atau satu sapuan lidah..

Aku mulai menginginkan sesuatu yang lebih dari hanya sekedar kontak sentuhan. Pada dasarnya, aku menginginkan dirinya.

Karena itu akhirnya kucoba untuk mengelus bibir pink-nya perlahan. Kulihat matanya mengerjap sekali, lalu balik menatap mataku dengan bingung sementara aku dengan gugup meletakkan jari-jari gemetarku di dagunya dan dengan lembut menariknya mendekat.

'Sedikit lagi..' batinku, wajahnya tinggal berjarak beberapa senti lagi dari wajahku. Kuberanikan diri untuk menghapus jarak itu. Bibir kamipun bertemu untuk pertama kalinya..

Ragu-ragu aku menjilat bibirnya, ia mendesah. Kesempatan itu kugunakan untuk menginvasi mulutnya. Lidah kami bersentuhan, saling membiasakan diri dengan bagian yang belum pernah kami jamah sebelumnya.

Dan disaat itulah api bernama nafsu itu mulai berkembang dalam diri kami, menjalar ke setiap saraf kami, dan mematikan fungsi otak dan akal sehat kami. Hingga kami bahkan tak menyadari bahwa kami layaknya boneka yang dikendalikan oleh nafsu.

Aku memutuskan untuk melepas ciumannya dan mulai menelusuri dagunya, rahangnya, hingga ke leher dengan mulutku, meninggalkan jejak basah di setiap sapuan lidahku dan tanda merah di tempat-tempat dimana aku menghisapnya atau menggigit kulitnya. Ia mengerang pelan, tanpa sadar memiringkan kepalanya sehingga memudahkanku untuk menyerang lehernya lagi, sementara kedua tangannya kini melingkar erat di punggung dan pinggangku, menarikku mendekat. Tanganku yang sedaritadi kuposisikan di rambutnya ikut menelusuri lebih lanjut. Awalnya hanya berupa sentuhan, namun semakin lama sentuhan itu semakin lama semakin 'berbahaya' ketika aku mulai meremas dadanya atau mengelus perlahan daerah diantara kedua kakinya. Ia kembali mengerang, kali ini lebih keras dan penuh kenikmatan.

Rasanya seperti hal-hal yang dulu hanya bisa kudapatkan dalam mimpi dan khayalanku kini menjadi kenyataan.

Hingga saat api itu padam seiring waktu dan kami mendapatkan kembali akal sehat kami, kami berdua tersadar.

Kami tak bisa melanjutkan hubungan seperti ini.

Hubungan seperti inilah yang orang-orang sebut sebagai 'terlarang'. 'Tabu'..

Bisa kudengar ia terisak, menangis, mempermasalahkan bahwa ia tak mau lepas dariku, tak mau hubungan ini berakhir..

Aku menghapus air matanya, berusaha menenangkannya, dan mengatakan padanya bahwa aku tak mau peduli dengan kata-kata orang lain, dan aku tak mau melepaskan orang yang selalu muncul di mimpiku selama ini.. Tapi kenapa airmata ikut menetes dari mataku..?

Biar kukecup bibirnya sekali lagi, dan kudekap tubuhnya sekali lagi untuk memastikan ciuman dan sentuhan yang pertama kalinya kami lakukan sebelum ini bukanlah sekaligus yang terakhir. Justru, bagiku tak akan pernah berakhir.

Karena kami telah terikat, bagaikan magnet.

~~end~~