Kotak besar itu masih terbuka. Berisikan beberapa batang bunga segar. Di sekelilingku penuh orang berpakaian hitam, bergantian maju untuk menaburkan segenggam bunga. Menuangkan sedikit pewangi. Yang lainnya sibuk saling menghibur. Kegiatan tak berarti.
Sekejap aku masih bisa memandang wajah pucat Dylan sebelum mereka menutup kotak itu.
Kremasi selesai. Dylan tak bersisa lagi. Tidak, bahkan sehelai rambut, atau sekeping kecil kotak bekas tempatnya berbaring pun tidak. Tinggal abu. Kurasakan tangan lembut sahabatku membimbingku ke tepi kapal. Aku sendirilah yang melarung abu Dylan.
Tiba-tiba aku menangis. Sesuatu yang seharusnya sudah bisa kulakukan sejak mendengar kepergiannya. Entah mengapa baru sekarang air mataku bisa turun.
Aku bersimpuh sendirian di sudut ruangan. Mengenang kembali satu-satunya orang yang kumiliki setelah kecelakaan tragis merenggut nyawa ayah, ibu, dan adik-adikku. Semuanya nyaris tak tertahankan lagi. Kuambil segenggam obat tidur. Sudah kuputuskan untuk menyusul Dylan, tidur, selamanya...
"Aku berjanji untuk menjagamu seumur hidupmu, Mei"
Suara Dylan. Aku sudah semakin dekat dengan duniamu, Dylan. Bahkan aku bisa kembali mendengar suaramu.
"Mei, sadarlah..."
Perlahan kubuka mataku. Tertatap olehku wajah yang begitu dekat di hati.
"Aku sudah berjanji, Mei. Akan kutepati. Tersenyumlah, Mei. Hiduplah dengan bahagia. I'll be with you, now, later, and forever..."
Perlahan sosok Dylan mengabur, lalu hilang bagai asap tertiup angin. Aku tersenyum. Dylan tidak pergi. Dia akan tetap di sini, menemaniku. Now, later, and forever
