WARNING!

IT'S JUST A FICTION! IF YOU DON'T LIKE BOYS LOVE/SHOUNEN AI/YAOI, PLEASE JUST IGNORE IT.

SASUNARU| SASUKE UCHIHA DAN NARUTO UZUMAKI

ROMANCE/ANGST/M/BL/OOC

MASASHI KISHIMOTO

.

~Nappeun Bamie~

Suara dentuman musik menggema pada seluruh ruang. Mengiringi tiap raga yang saling menggeliat. Bergerak mengikuti alunan melodi yang kuat. Lampu-lampu warna-warni menyala berselang saling berganti. Aroma alkohol pun menyeruak menusuk penciuman. Bercampur akan harumnya hasrat dan gairah. Tak ada lagi penghalang tak ada lagi pembatas, semua menyatu dalam indahnya nikmat duniawi.

Berlapis akan kemewahan dan terbalut akan keangkuhan. Mereka terduduk menikmati keramaian akan yang berada di bawahnya. Dengan keangunan mereka memperhatikan, tiap wanita yang menari menarik perhatian. Memandang dengan dingin dan penuh hina.

"Kau membawa adikmu, Uchiha-sama?" Ujar seorang pria bermata ular mencibir, yang baru datang dalam ruangan tersebut.

"Yap, jadi ku harap kau menyediakan yang terbaik untuk adikku tercinta ini, Orochimaru-san." Jawab seorang pria dengan surai panjang sambil merangkul pria lainnya yang ia sebut dengan adiknya.

"Hahaha.. Tenang saja, kau datang pada tempat yang tepat, Sir." Balas Orochimaru. Ia pun mempersilahkan dua orang lainnya yang sudah menunggu di luar ruangan. Setelah dipersilahkan, nampak dua orang wanita bersurai pirang memasuki ruangan.

"Sesuai permintaanmu, wanita Jepang dengan iris biru. Namanya Deidara." Tunjuk Orochimaru pada wanita dengan poni tail. Tubuhnya ramping dan kulitnya yang seputih susu, membuat siapapun tak tahan untuk menyentuhnya. Termasuk ia yang kini sedang memperhatikan dengan penuh hasrat.

"Yang satunya?" Tanya sang pelanggan.

"Ia Naruto." Jawabnya menunjuk pada wanita lainnya. Wanita itu bertubuh lebih mungil, kulitnya kecoklatan namun terlihat eksotis, membuatnya terlihat lebih sexi.

"Aku ambil Dei-chan. Kau Naruto, bagaimana Sasuke?" Tanya sang Uchiha pada sang adik yang ia panggil Sasuke.

"Hn. Terserah kau saja, aniki." Jawab Sasuke santai, tidak terlalu tertarik dengan pilihan kakaknya.

"C'min Dei-chan. Just call me Itachi." Panggil sosok pria yang ia sebut dirinya Itachi kepada Deidara. Mengajaknya untuk duduk di sampingnya.

"Ayo kita berangkat sekarang Sasuke, aku tak ingin mendapat omelan mereka karena terlambat datang." Ajak Itachi pada adiknya.

"Hn." Jawabnya dingin, namun tetap menuruti perkataan kakaknya.

"Kami pinjam dulu mereka. Kau yang terbaik." Pamit Itachi sambil menggandeng wanita tadi.

"Senang berbisnis dengan anda Uchiha-sama." Ujar Orochimaru. Mereka pun meninggalkan ruangan tersebut.

-Nappeun Bamie-

Naruto POV

Dengan balutan dress berwarna oranye dan mantel berwarna abu-abu aku meninggalkan tempat kerjaku yang mereka sebut dengan Pub. Bukan tempat yang terlalu besar atau pun mewah, namun kau bisa menemukan semua kenikmatan duniawi di sana. Sebuah tempat yang kecil namun menyimpan rahasia yang begitu besar yang tak mungkin diketahui oleh penduduk awam yang tidak mengatehui kerasnya dunia bawah.

Kini aku terduduk di kursi samping kemudi mobil mewah, Audi R8 GT Spyder. Bukan mobil termewah yang pernah aku naiki, namun interior yang cantik dan menawan yang membuatku sedikit terpukau melihatnya. Termasuk pada sosok yang sedang mengemudikannya. Kulitnya putih mulus terawat bak porselen. Semua yang melekat pada tubuhnya menggambarkan akan status dirinya. Pria tampan dengan kekayaan melimpah. Namun ekspresi wajah dan sikapnya begitu dingin. Bahkan sampai saat ini pun aku belum mendengar sepatah kata pun terdengar dari bibirnya.

Aku putuskan mengalihkan pandanganku pada pemandangan lainnya. Memandang pesona malam dari balik kaca mobil yang aku naiki. Melihat keramaian kota Manhatan, New York, sebuah kota yang takkan terlihat sepi meski hari telah menjelang malam. Dari jalan 6th Avenue kami lalui menuju tempat yang telah kami sepakati. Melalui jalan Broadway dapat aku lihat keramaian kota, dengan berbagai gedung dan kios menghiasi tiap tepi jalannya dan para pelancong berkeliaran mencari hiburan.

Setelah lebih kurang 10 menit perjalanan, kami pun sampai di depan sebuah bangunan pusat perbelanjaan dan hiburan, Paramount Plaza yang berada di West 51th Street pusat kota Manhattan. Dengan tujuan utama kami adalah Gershwin Theatre. Sebuah hall teater terbesar di Broadway.

"Katakan saja kau kekasihku dan kau bekerja di bidang fashion. Mereka tidak akan bertanya banyak." Ujar Sasuke untuk pertama kalinya kepadaku sambil membantuku menuruni mobil. Pria dengan manner yang baik.

"Ha'i." Jawabku sambil melingkarkan tanganku yang sudah tak bermantel pada lengannya dengan patuh. Yah sebagai orang sewaan, aku hanya bisa melakukan semua yang diperintahkan oleh yang membayarku. Kami pun memasuki gedung tersebut bersama dengan Uchiha lainnya yang tadi berangkat bersama kami.

"Aaahh.. Kalian membawa wanita cantik sekali malam ini. Ku harap bukan pelacur lagi yang kalian bawa." Sapa seorang wanita paruh baya kepada kami. Penampilannya begitu cantik nan anggun, yang aku yakini ia adalah ibu dari Sasuke dan Itachi.

"Selamat malam, nyonya." Salamku padanya, berlaku seanggun mungkin padanya dan juga pria yang berada di sampingnya, kepala keluarga Uchiha. Sebuah marga yang sangat berpengaruh di dunia gelap, baik di Jepang mau pun negara yang kini sedang aku tinggali.

"Ayo segera masuk, pertunjukkannya akan segera mulai." Ajaknya dengan senyuman yang begitu lembut di wajahnya, seperti sebuah senyuman dari seorang yang tak pernah melihat pertumpahan darah. Pemandangan yang menggelikan.

Kami pun memasuki hall pertunjukan, sebuah hall yang cukup megah yang dapat menampung hampir dua ribu orang. Namun kini hanya terisi segelintir orang dengan berbalut pakaian mewah. Perayaan perusahaan sepertinya. Dengan topeng kebahagian mereka menikmati pertunjukkan yang disajikan. Sebuah pertunjukkan yang menjadi box office di tempat ini, Wicked. Namun lain hal dengan diriku, dari pada menyaksikan pertunjukkan yang tidak aku mengerti itu, lebih baik aku melihat wajah tampan pria yang berada di sampingku.

"Seorang Dokter. Spesialis bedahkah? Umumkah? Hanya pemilik? Atau dokter ilegalkah?" Tanyaku pada Sasuke yang sepertinya juga tidak tertarik dengan pertunjukan di depannya.

"Namamu jarang terdengar, aku hanya sering mendengar nama kakakmu. Why?" Tanyaku kembali, namun masih tak mendapat respon kembali darinya.

"Dingin sekali. Hah tak apalah. Asal kau membayar dengan harga yang pantas, Uchiha-dono." Ck, aku pun menyerah akan sikap dinginnya. Namun tetap tidak melepaskan pandanganku dari wajah tampan tersebut. Ia memang bukan pelanggan pertamaku yang tampan, namun ia yang tertampan, jadi aku takkan melewatkannya. Selama dua jam aku hanya memandanginya dan terkadang melontarkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab olehnya.

Tepuk tangan meriah menggema memenuhi hall teater tersebut. Mengapresiasi apa yang telah disajikan sang penyelenggara. Satu persatu para penonton meninggalkan tempat tersebut setelahnya. Menyisakan beberapa orang yang sepertinya akan mendapat jamuan lainnya.

"Kau mau kemana Sasuke?" Tanya Itachi saat melihat Sasuke mengenakan mantelnya.

"Pulang." Jawab Sasuke singkat. Aku pun hanya bisa menunggu bersama rekanku, Deidara.

"Ia memperlakukanmu dengan baik, Dei-ni?" Tanya ku pada rekanku.

"Perhatikan katamu saat kita sedang berpakaian seperti ini, Naruto." Jawab Deidara dengan sebuah peringatan. Membuatku terkekeh mengingat apa yang aku kenakan sekarang.

"Tenang saja. Akan ku jadikan dia pelanggan tetapku." Lanjutnya dengan seringaian khas miliknya.

"Kau yang terbaik. Sepertinya aku harus pergi duluan." Ujarku saat melihat Sasuke meninggalkan jamuan setelah berargumen dengan ayahnya. Sepertinya hubungannya dengan keluarganya kurang baik.

"Sayang sekali kau harus pulang duluan. Padahal liurmu sudah mengalir saat melihat semua makanan itu. Hahaha beristirahtlah." Ledek Deidara yang mengetahui kebiasaanku dengan baik.

"Bungkuskan aku saat kau pulang yah? Hehehe. Aku pamit." Aku pun berpamitan dengan Sasuke yang sudah menyeretku.

"Ha'i."

-Nappeun Bamie-

"Hotel atau apartemenmu?" Tanya Sasuke yang membuatku tersentak.

"Ye? Maksudmu?" Tanyaku padanya. Tidak mengerti dengan maksud pertanyaannya.

"Tempat kita akan bermalam. Where do you wanna go?" Tanyanya lagi lebih memperjelas.

"Wa.. Wait.. Aku tidak akan bermalam. Kau hanya memesan untuk pertemuan, not for one night stand." Ujarku dengan bahasa yang bercampur aduk karena terkejut. Ini tidak sesuai dengan perjanjian.

"Aku sudah membayar sisanya. Kau harus melayaniku malam ini."

"NANI? Sebaiknya kau batalkan saja. Dari pada kau harus kecewa setelahnya." Saranku padanya. Tak ingin ia kecewa setelah melihat sosokku yang sebenarnya. Ah, lebih tepatnya ku tak ingin ia menendangku saat tahu aku yang sebenarnya.

"Kenapa? Apa kau pelacur amatir?" Tanyanya sarkastik.

"Ya, Teme! Aku tak masalah kau memanggilku pelacur. Tapi kau memanggilku amatir? Hah! Haishh.." Balasku, entah mengapa aku begitu kesal dikatakan amatir. Sudah puluhan ah mungkin bahkan ratusan pria telah ku buat bertekuk lutut di kakiku. Tapi ia mengatakan aku amatir? Arhh.. membuatku kesal.

"Dobe." Celetuknya yang membuatku semakin kesal.

"TE.."

"Layani aku malam ini." Ujarnya memutus perkataanku. Ujarnya yang membuatku terdiam karena suaranya. Iris hitamnya menatapku intens, terlihat menawan namun terlihat perih ketika kau semakin memandangnya. Membuatku semakin terdiam.

"Ehh, tapi.." Aku tak tak tahu harus berkata apa.

"Tapi kau seorang pria? Aku tahu. Jadi layani aku." Ujarnya yang lagi-lagi membuatku terkejut untuk kesekian kalinya.

"Bagaimana kau mengetahuinya?" Tanyaku padanya yang mengetahui bahwa aku adalah pria. Yah aku memang seorang pria. Mengapa aku memakai pakaian wanita bukanlah karena aku seorang pelacur waria. Aku hanya akan berpakaian seperti ini jika hanya untuk layanan dating atau memang pelanggan yang memintanya. Dan sebelumnya aku dipesan hanya untuk dating, itulah mengapa aku berpakaian seperti wanita. Tapi sekarang dengan seenaknya ia mengatakan untuk melayani birahinya.

"Kau tidak bisa membodohi seorang dokter." Jawabnya masuk akal.

"Ahh.. kau benar. Jadi karena kau sudah mengetahui kebenarannya dan membayarnya, mari kita lakukan pekerjaannya. Ku harap kau menyewa hotel yang mewah untukku." Pintaku padanya, dan tanpa berkomentar ia pun melesat melaju mobilnya.

Nuansa gold dan coklat menghiasi kamar yang kami pesan. Sebuah tempat tidur dengan ukuran king size terlihat begitu empuk dan lembut untuk ditiduri. Dalam ruangan Suite yang mewah kini aku terduduk. Menunggu pergerakan dari pria yang masih setia menatapku.

"Kau menyesal menyewa seorang pria?" Tanyaku padanya yang tak bergeming.

"Aku tak tertarik dengan wanita." Jawabnya.

"Lalu?" Tanyaku lagi tak tahu harus seperti apa. Diperlakukan seperti ini membuatku terlihat seperti amatiran. Sebagai seorang budak sex, saat melihat seseorang terlihat tak tertarik padaku, membuatku jengkel.

"Aku dengar kau sangat mahir dalam hal ini. Buktikanlah!" Tantangnya padaku.

"Dengar tuan Uchiha. Sehebat apa pun milikmu, jika aku tak berniat menikmatinya, maka aku tidak akan pernah mendesah menyebut namamu." Bisikku padanya. Jemariku sedikit bermain pada kemeja di balik jasnya.

"Begitu pun denganmu. Sehebat apapun aku dalam melayani, jika kau tak berniat menikmatinya, maka milikmu takkan pernah terbangun. Jadi, bisakah kita hanya menikmati malam kita tanpa harus menahannya, hm?" Tanyaku bersamaan dengan seluruh kancing terbuka dari kemejanya.

Chup~

Ku kecup benjolan jakun pada lehernya. Mengecapnya menyusuri leher jenjang hingga rahang tegasnya. Memberikan sensasi yang dapat mengacu hasrat pada yang dikecapnya. Yang aku yakin ia pun menikmatinya. Menjadikan malam kami terasa semakin panjang. Dengan bergumul menjadi satu, saling mengucapkan nama pada setiap desahan yang tercipta karenanya.

-Nappeun Bamie-

Seminggu telah berlalu, hingga kini pun aku tak pernah lagi melihat sosoknya bahkan mendengar namanya. Yah, itu wajar, karena bagaimana pun ia hanyalah seorang pelanggan. Menyewaku hanya untuk bercinta, one night stand mereka menyebutnya. Jadi tak salah jika kami tak akan bertemu lagi setelahnya. Itu sudah menjadi hal yang biasa. Namun entah mengapa sampai saat ini, segala tentangnya masih terngiang dalam pikiranku.

"HAAAAHHH.. Lebih baik aku menikmati hari liburku."

Dengan senyum lebar aku melangkah. Menyusuri jalan setapak di Central Park kota New York. Sebuah taman lapang terluas di Manhattan, dengan pemandangan hijau yang menyegarkan sangat cocok untuk bersantai menikmati waktu senggangmu. Menikmati hari layaknya manusia normal lainnya. Hanya berjalan mengelilingi taman hingga mataku tertuju pada sebuah klinik yang berada di sebrang taman.

"Apa ia hanya pemilik klinik kecil itu?" Tanyaku membatin saat melihat sosok pria yang aku ingat dengan pasti rupanya, kini sedang berdiri melayani pasien di bagian obat-obatan. Dengan rasa penasaran aku menghampirinya.

"Jadi kau bekerja di bagian farmasi, Sensei?" Tanyaku saat berada di hadapannya yang sibuk dengan obat-obatnya. Mendengar aku bertanya padanya, ia pun menoleh. Ia menatapku dengan datar, namun dapat aku lihat pupil matanya membesar. Sepertinya ia sedikit terkejut melihatku di sini.

"Sensei? Apa kau punya obat untuk mencegah penyakit kelamin karena suka bergonta-ganti pasangan?"

"Apa ada obat agar aku bisa ejukasi lebih dari tiga kali?"

"Atau adakah obat yang dapat membunuhku secara perlahan tanpa rasa sakit, sensei?" Tanyaku frontal karena tak mendapat jawaban. Meski aku sudah tahu jawabannya.

"Dobe." Jawabnya singkat atas pertanyaan panjangku.

"Hehehe, bercanda. Walau aku berharap ada yang seperti itu." Candaku dengan cengiran yang cukup lebar.

"Maaf mengganggu waktumu sensei, Ja." Pamitku. Tak ingin mengganggunya lebih lagi. Dengan melihat dan mendengar suara orang yang telah menarik perhatianku sudah cukup bagiku.

"Huft apa yang telah aku lakukan." Dengan penyesalan dan juga senyuman aku meninggalkan tempat tersebut. Sekali lagi, sebagai seorang pelacur aku tak bisa berharap lebih. Dengan berat kakiku melangkah menjauh, hingga terasa sebuah tangan menggenggam telapak tanganku.

"Kau sudah makan siang?"

To be continue..