Suara musik bercampur tepuk tangan menggema di seluruh gedung itu. Di atas panggung ada beberapa pria dan wanita sedang berlenggak-lenggok gemulai memperagakan busananya. Rupanya mereka peragawan dan peragawati. Seorang pria berambut blonde dengan tubuh yang almost perfect juga berada disana. Dia Namikaze Naruto.
Naruto juga di atas panggung. Ia juga merupakan salah satu peragawan yang ikut meramaikan acara fashion yang sedang berlangsung. Saat ini ia mengenakan kemeja berwarna hitam yang dibalut dengan jas berwarna putih diluarnya, celana bahan panjang berwarna senada dengan jas menambah ketampanan wajah tan-nya.
Dengan tatapan menggoda Naruto yang dilingkupi rasa percaya diri bergaya natural semaunya, namun nampak elegan dan terkesan –err- macho? Riuh teriakan penggemarnya menambah ramai suasana. Tangannya melambai-lambai bagaikan Miss Universe newbie yang sedang memamerkan mahkota barunya. Namun tiba-tiba penonton terlihat geli dengan penampilannya. Ia langsung saja memperhatikan kemeja dan jasnya, semuanya tampak sempurna. Lalu apa?
Suara tepuk tangan pun kini berubah menjadi suara tertawaan. Naruto yang bingung masih terdiam di tempatnya, di atas panggung. Sekali lagi ia memeriksa penampilannya. Di salah satu sudut panggung terdapat sebuah cermin besar. Matanya seketika membulat, rasa malu langsung menjalarinya. Ia tak menyangka apa yang ia lihat di pantulan cermin tadi. Kepalanya yang biasanya ada rambut blonde kebanggaannya kenapa tiba-tiba bagian atasnya botak?
NARUTO FANFICTION
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Warning : Typo and OOC
Pairing: NaruHina
goGatsu no kaze present
-LETS PLAY TOGETHER, DAD-
"Boarding"
"..ou-chan. To..-chan. Tou-chan!" suara teriakan di telinga bagian kirinya membuat ia tersadar. Ia langsung memegang kepalanya. Ia mengembuskan nafas lega ketika tahu kalau rambutnya masih utuh. Ternyata tadi hanya mimpi. Untung saja!
"Tou-chaaaan!" sekali lagi teriakan itu terdengar. Kali ini ditambah dengan tepukan kecil di pipi Naruto dari tangan mungil si pemilik suara.
"Hoshi, ayah masih mengantuk. Eh, apa yang ada di tangan kananmu?" Naruto melihat tangan mungil itu menggenggam helaian rambut yang cukup banyak yang warnanya sama dengan miliknya. "Kau mencabuti rambut ayah? Ya ampun, Hoshi. Bagaimana kalau ayah jadi botak? Pantas saja ayah bermimpi jadi botak tadi," si pelaku pencabutan rambut hanya mengeluarkan cengirannya.
"Habis, tou-chan tak mau bangun. Aku mau main sama tou-chan," anak itu memeluk Naruto erat. Atau bisa dikategorikan mencekik secara tak sengaja, karena tenaganya kuat sekali. Mirip dengan Naruto.
"Kau main dengan kaa-chan saja, ya? Ayah sangat lelah, Hoshi," anak itu langsung mengeluarkan wajah cemberut.
Namikaze Hoshi, buah hati Namikaze Naruto dan Hyuuga Hinata yang kini juga berubah marganya menjadi Namikaze ini memang sangat aktif. Ia memiliki warna mata levender dan berkulit putih seperti Hinata. Satu-satunya ciri fisik yang ia miliki dari gen Naruto adalah rambut blonde-nya. Itu saja sudah untung, kalau tidak Hoshi akan dikira buah cinta dari Hinata dan pria lain. Tapi orang-orang juga tak akan mungkin berpikiran sejauh itu. Hinata terlalu setia pada Naruto.
"Kaa-chan sedang pergi kerumah Kushina-baachan. Katanya baa-chan mau minta resep sukiyaki dari kaa-chan," jelas Hoshi. Lalu Naruto dengan malas bangun dari tempat tidurnya.
Seharusnya hari ini adalah hari pelampiasannya. Hari dimana ia melampiaskan hasrat untuk tidur berjam-jam. Sebagai pemimpin dari Senju Corp. ia sangat sibuk. Bahkan sering lembur dan keluar kota atau luar negeri. Hinata bahkan waktu itu sampai sakit karena terus-terusan menunggunya yang selalu pulang diatas jam dua pagi. Maka dari itu ia melarang keras istrinya yang cantik itu untuk menunggunya jika pulang pagi.
Naruto lalu mengambil ponselnya. Ia menghubungi Hinata, "Moshi-moshi, Hinata."
"Moshi-moshi, Naruto. Ada apa?"
"Kapan kau pulang?"
"Aku juga tidak tahu, Naruto. Kaa-san mau mengajakku belanja."
"Apa?" Naruto terlihat kecewa. Sepertinya ia tak akan bisa istirahat hari ini, "Kenapa kau tak bawa Hoshi?"
"Tadi aku sudah mengajaknya, tapi dia bilang ingin main bersamamu. Sepertinya dia rindu bermain denganmu, Naruto."
Naruto sadar kalau posisinya sebagai pemimpin perusahaan menyita waktunya. Ia sangat jarang bermain dengan anaknya yang kini berusia empat tahun. Jadi wajar saja kalau Hoshi merengek untuk bermain dengannya saat ini.
"Kau juga sudah berjanji padanya, Naruto. Jangan ingkari janjimu. Kasihan Hoshi."
Naruto merasakan kalau ujung bajunya ditarik Hoshi, ia lalu memberikan selembar kartu berukuran 4 x 6, "Tou-chan ingat ini? Tou-chan sendiri yang memberikannya padaku. Aku mau menggunakannya sekarang," Naruto menepuk jidatnya sendiri. Yang ditunjukkan Hoshi saat ini adalah tiket reward karena dulu Hoshi pernah memijat bahunya. Ia sendiri yang menulis di kartu itu. Itu adalah tiket main bersamanya selama seharian penuh.
"Anata, sudah dulu ya. Kaa-san telah memanggilku. Jaga Hoshi," terdengar suara koneksi terputus dari ponsel Naruto. Ia lalu menggendong Hoshi, membawanya kepangkuannya.
"Baiklah, ayah sudah berjanji padamu. Kau mau main apa?" ia mengelus pipi Hoshi yang sangat chubby.
"Aku mau main pesawat-pesawatan," jawab Hoshi riang. Ia sampai-sampai mengacungkan tangannya tinggi-tinggi.
"Permainan apa itu?" tanya Naruto.
"Tou-chan jadi penumpang di pesawatku. Aku jadi peragawan dan pilotnya," jawab Hoshi lantang.
"Bukan peragawan, sayang. Tapi pramugara," Naruto meralat ucapan Hoshi.
"Oh iya, maksudku pramugara," kata Hoshi dengan kepolosannya.
-LETS PLAY TOGETHER, DAD-
Hoshi dengan sigap mempersiapkan alat-alat yang akan ia gunakan untuk bermain dengan Naruto. Ia menyeret kursi di meja makan dan membariskannya layaknya posisi tempat duduk di dalam pesawat. Di bangku yang kosong, ia meletakkan robot mainannya seolah-olah mereka adalah penumpang juga. Tak lupa ia memakai kemeja dan dasi, yang sebenarnya milik Naruto. Ukuran kemeja yang lebih besar dari tubuhnya membuatnya semakin lucu.
"Tou-chan, pertama-tama tou-chan harus beli tiket dulu," Hoshi lalu menyeret meja belajar kecilnya yang akan ia gunakan sebagai properti tempat penjualan tiket pesawat.
"Baiklah," Naruto lalu pura-pura membeli tiket pada Hoshi.
"Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu," akting Hoshi memang patut diacungi jempol. Ia sangat mendalami karakternya. Anak sekecil ini bisa dengan sangat total berakting.
"Aku mau pesan tiket pesawat keberangkatan ke Hawaii untuk hari ini. Apa masih ada?"
"Tunggu sebentar, akan saya check terlebih dahulu," Hoshi lalu berakting mengetik di atas laptop mainannya, "Ada, Tuan. Mau berapa banyak?"
"Satu orang dewasa. Aku pesan yang kelas eksekutif ya," Naruto tersenyum melihat tingkah Hoshi yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Tou-chan, kau tak boleh menghambur-hamburkan uang. Walaupun ini hanya permainan, tapi kata kaa-chan kita tak boleh boros," Hoshi memprotes perkataan Naruto.
Naruto memutar kedua bola mata sapphire-nya. Hinata memang selalu mengajarkan putranya ini untuk hidup hemat. Walaupun ia hidup serba berkecukupan, bahkan terbilang mewah, ia tak mau Hoshi menjadi anak yang boros. Bahkan ia tak membolehkan Hoshi jajan di sembarang tempat. Selain untuk kesehatan, ia juga mengajarkan Hoshi untuk menabungkan uang sakunya.
"Baiklah, kelas ekonomi saja," Naruto menguap. Ia memang sangat mengantuk. Tapi apa boleh buat, ia harus tetap bermain dengan Hoshi. Bahkan saat ini dia juga belum mandi.
Tiba-tiba terdengar suara deringan dari ponsel Naruto. Langsung saja ia mengambil ponselnya. Namun cepat-cepat Hoshi merebutnya, "Tou-chan, tak boleh menelepon kalau sudah di pesawat."
"Hoshi, ini hanya permainan. Ayo kembalikan ponsel ayah. Kalau itu dari kantor ayah bagaimana?" Hoshi menekuk wajahnya. Ia tak mau memberikan ponsel Naruto. Perlahan-lahan air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Tapi tou-chan sudah janji mau main dengan Hoshi seharian," Naruto melihat kalau Hoshi akan mengeluarkan senjata andalannya, menangis. Ia paling tak suka kalau anaknya menangis. Bukan karena suaranya yang berisik, tapi tangisannya tak akan berhenti sampai Hinata yang mendiamkannya. Dan kalau Hinata sampai tahu Hoshi menangis karenanya, habislah ia. Hinata yang sangat sayang dengan Hoshi bahkan pernah mendiamkan Naruto seharian karena ia membuat Hoshi menangis yang disebabkan pria berambut blonde ini tak mau mengalah dengan Hoshi ketika sedang menonton TV.
"E-eh, ba-baiklah. Kita biarkan saja ponsel itu berdering. Ayah tak tak akan mengangkatnya," cengiran langsung keluar di wajah Hoshi. Anak kecil berambut blonde itu meletakkan ponselnya jauh dari jangkauan Naruto. Naruto hanya menatap ponselnya nanar. Berharap kalau telepon tadi bukan dari rekan kerjanya.
-LETS PLAY TOGETHER, DAD-
"Pesawat sudah berada di ketinggian lima ribu kaki. Para penumpang dibolehkan untuk melepas sabuk pengamannya," Hoshi sekarang berakting menjadi seorang pilot yang sedang mengumumkan pemberitahuan.
Naruto mengambil kesempatan ini untuk meneruskan tidurnya. Namun niatnya gagal karena Hoshi yang saat ini berganti peran menjadi pramugara sedang berakting menjajakan makanan kepadanya. Ia hanya bisa pasrah dan mengikuti permainan anaknya ini.
"Permisi, Tuan," Hoshi menggerak-gerakkan tubuh Naruto yang masih setengah tertidur. Ia yang mengetahui itu langsung menggembungkan pipinya, "Tou-chan, jangan tidur lagi," protesnya.
Naruto dengan mata yang masih diambang tidur dan tidak tidur, menggumam, "Ayah tidak tidur, Hoshi," ia kembali mengusap-usap matanya agar kembali terjaga. Setidaknya permainan ini tidak sampai dua jam, 'kan? Hoshi berakting menjadi pramugara yang sedang menyiapkan makan siang. Walaupun Naruto dilanda kantuk hebat, tapi kalau urusan makanan ia berusaha membuka matanya.
Hoshi kembali berperan sebagai pilot. Saat ini ia sedang memperagakan kalau pesawatnya sedang mengalami turbulensi, "Para penumpang diharapkan memakai sabuk pengamannya kembali. Pesawat sedang mengalami tabulasi."
"Bukan tabulasi, Hoshi. Tapi turbulensi," Naruto juga pura-pura memakai sabuk pengaman, yang sebenarnya adalah ikat pinggang biasa yang dikaitkan ke kursi.
Hoshi kini memiring-miringkan badannya berakting mengikuti arah belokan pesawat. Ketika ia melihat ke belakang, ia melihat Naruto yang kembali menutup matanya,"Tou-chan! Tou-chan harus mengikuti gerakan Hoshi," anak itu kembali memperagakannya di hadapan Naruto.
Naruto lagi-lagi harus membuka matanya. Tubuhnya mau tak mau harus mengikuti gerakan Hoshi ke kanan ataupun ke kiri. Tak jarang ia menguap. Rasanya rasa kantuk ini belum juga mau hilang. Ia hanya berdoa supaya Hinata cepat pulang dan menggantikannya bermain dengan Hoshi.
"Tou-chan, perjalanan dari Jepang ke Hawaii 'kan kira-kira dua belas jam. Jadi kita mainnya selama dua belas jam juga, ya," dengan muka riang Hoshi menyampaikan berita yang menurut Naruto adalah berita duka. Ingin sekali ia membenturkan kepalanya ke dinding dan pingsan agar Hoshi merubah permainannya menjadi aktifitas dirumah sakit saja. Setidaknya kalau ia pura-pura pingsan, ia bisa berakting tidur.
-LETS PLAY TOGETHER, DAD-
Malam telah tiba. Terlihat kalau Hoshi yang kelelahan tidur di atas sofa ruang TV. Naruto baru saja selesai mandi. Ia lalu membenarkan posisi selimut yang menutupi tubuh mungil Hoshi. Dibelainya pipi anak semata wayangnya itu. Ia tersenyum melihat Hoshi yang kini tumbuh menjadi anak yang pintar dan aktif.
Ketika sedang memandangi anaknya, terdengar suara bel dari pintu masuk. Naruto langsung saja berjalan menuju pintu untuk membukanya. Ternyata yang berada dibalik pintu itu adalah Hinata, istrinya. Ditangannya terlihat bungkusan berisi belanjaannya tadi siang.
"Dimana Hoshi?" Hinata yang baru saja sampai langsung menanyakan anaknya.
"Kau ini, semenjak ada Hoshi aku selalu dinomor duakan," Naruto menggembungkan pipinya. Hinata yang melihatnya langsung tersenyum.
"Baiklah, baiklah. Bagaimana kegiatanmu hari ini, Namikaze-sama?" goda Hinata pada Naruto yang tampaknya cemburu dengan perhatian berlebihan Hinata pada Hoshi.
"Anak itu sangat aktif. Aku sampai kelelahan. Sekarang ia tertidur di sofa. Tadinya mau aku pindahkan ke kamarnya, tapi tidak tega karena ia terlalu lelap. Aku takut membangunkannya," jelas Naruto. Ia lalu membantu Hinata meletakkan barang bawaannya.
"Dia mirip denganmu, anata," Hinata kembali tersenyum.
Tiba-tiba muncul ide jahil di pikiran Naruto, "Karena aku sudah menjaga Hoshi seharian sudah sepatutnya aku diberi hadiah juga."
"Hadiah?" Hinata sedikit memiringkan kepalanya, bingung. "Hadiah apa?" lanjutnya.
"Aku mau...kau!" Naruto menyeringai jahil ke arah Hinata sampai-sampai wanita itu bergidik melihatnya.
Setelah kedatangan Hoshi, keadaan keluarga kecil mereka semakin ramai saja. Kebahagian selalu melimpahi mereka. Naruto dan Hinata sangat bersyukur mendapatkan itu semua dilihat dari perjalanan cinta mereka yang dulu penuh dengan liku. Mungkin saja keluarga itu akan semakin komplit jika ada Namikaze-Namikaze junior lainnya. Ya, kita tunggu saja kehadirannya.
-LETS PLAY TOGETHER, DAD-
Fin or Not Fin?
Hoshi = bintang
Turbulensi = goncangan yang dirasakan ketika kita naik pesawat. Biasanya disebabkan angin atau awan nimbus.
.
.
Holla, minna-san! Kaze kembali dengan cerita baru nih!
Cerita yang Kaze buat ini terinspirasi dari Komik Crayon Shinchan loh.
Fic ini merupakan sequel dari fic Kaze yang berjudul I Choose To Love You.
Bagi yang belum baca, baca dong! *ehehe, promosi colongan*
Gimana menurut kalian? Bagus, kurang bagus, biasa saja, atau malah ancur porak poranda membahana mengglegar?
Kalau kalian punya ide-ide lain tentang play time antara Hoshi sama Naruto, kalian bisa kasih tau Kaze.
Siapa tahu akan Kaze kembangin ide cerita kalian dan akan Kaze buat fic ini menjadi multichap.
Setuju? Tidak setuju? Semua ditangan para reader.
Terus semangatin Kaze ya untuk buat FanFic NaruHina yang lainnya.
Adios!
