disc:kurobas © fujimaki tadatoshi
warning:AU; Child!AoKaga
.
Ruang kelas terasa ramai oleh perbincangan pagi itu. Seperti biasa, anak-anak perempuan mengumpul melingkar membentuk kelompok dengan susunan yang itu-itu lagi, berbisik-bisik sebentar kemudian terkikik. Sedangkan yang laki-laki lebih berisik, tertawa kencang-kencang karena berhasil menjahili si pemalu yang suka duduk di pojokan, atau membuat pesawat-pesawatan yang diambil dari bagian tengah buku tulis yang makin hari makin menipis, dan bahkan satu-dua berkejar-kejaran membuat barisan bangku yang susah-susah disusun sedemikian rupa menjadi berantakan.
Daiki berhasil datang ke sekolah tepat lima belas menit sebelum bel tanda masuk berdering. Ia memasuki kelas dan meletakkan tasnya di bangku pojok belakang yang terdekat dengan jendela, seperti biasanya, agar sewaktu-waktu ia bisa curi-curi pandang dengan leluasa kalau sedang bosan tatkala guru sedang menjelaskan.
Pelajaran pertama hari ini adalah pelajaran matematika, dan untungnya Daiki sudah mengerjakan separuh dari pekerjaan rumahnya (karena biasanya ia lebih sering lupa mengerjakan, pura-pura bilang sudah menyelesaikan tugasnya kepada ibunya padahal ada komik yang diselipkan di buku pelajarannya). Daiki melirik ke kanan kiri, mencari orang yang bersedia meminjamkan buku tulisnya dan menemukan Kuroko Tetsuya tengah menopangkan dagunya di meja; menikmati pemandangan bunga sakura yang berguguran di halaman sekolah.
"Tetsu, pinjam bukunya dong," mintanya pada Tetsuya seenaknya, tanpa menggunakan kata tolong. "Cuma tiga nomor doang kok."
"Eh, bukannya Daiki-kun biasanya belum mengerjakan semuanya?" Tetsuya menjawab dengan jujur, sambil menyelusupkan tangannya ke dalam ranselnya untuk mengambil buku.
Yang ditanya hanya bisa nyengir, langsung merebutnya dengan sigap dari tangan pemiliknya sedangkan pemiliknya sendiri belum mempersilakan. Dalam sekejap, jari-jari Daiki langsung menuju halaman yang paling terakhir ditulisi dan menyalinnya secara sempurna (masa bodoh dengan masalah benar atau tidaknya, yang penting diisi dulu) di buku miliknya.
Selesai menulis deretan angka-angka yang bahkan ia belum tentu mengerti, Daiki langsung mengembalikan buku tersebut pada Tetsuya.
"Makasih, Tetsu."
"Sama-sama." Balas Tetsuya. Mata birunya terpaku kepada wajah Daiki, takjub oleh kecepatannya yang sangat dalam menyalin tulisannya.
Beberapa saat kemudian, Daiki akhirnya menyadari bahwa Tetsuya sedang memandangnya dengan sorot matanya yang sangat mengganggu. Akhirnya, Daiki segera mencoba mencari topik lain, agar temannya yang berambut biru muda itu mengurangi hawa yang membuatnya bergidik.
"Tetsu, sudah tahu kabar baru?" ujarnya ketika mengingat sesuatu yang menarik, setidaknya bisa membuat perasaan diawasinya berkurang. "Katanya, hari ini kelas kita bakal kedatangan murid baru loh."
"Benarkah?"
"Tentu saja," Daiki merespons dengan semangat. "Kita lihat saja nanti."
"Aneh ya," Gumaman terdengar pelan dari mulut Tetsuya. Tetsuya ingat bahwa minggu ini masih permulaan April, tapi bukan hari pertama masuk sekolah. "Kenapa baru masuk sekarang, bukan ketika hari Senin kemarin?"
"Entah, tapi setidaknya dia cuma tertinggal beberapa hari, kok." Daiki mengiyakan, mencoba meyakinkan Tetsuya bahwa tak ada yang perlu dipermasalahkan dari murid tersebut.
Kemudian, terbesit suatu ide di pikirannya yang tampaknya asyik untuk dilakukan karena sepertinya hal ini cocok dengan Tetsuya. "Coba tebak Tetsu, kira-kira dia laki-laki atau perempuan?"
"Tidak tahu."
"Kalau kutebak sih… hmmm…" Wajah Daiki mencoba menampilkan ekspresi berpikir di wajahnya. "Laki-laki!"
Namun Tetsuya adalah pengamat yang baik. Tanpa memcingkan matanya, ia menemukan bahwa mimik muka Daiki lebih terlihat seperti dibuat-buat dan dipaksakan. "Eh… Daiki-kun?"
"Eh? Apa?" Daiki tiba-tiba tertegun, menyadari tatapan Tetsuya sekarang dipenuhi dengan pertanyaan penuh selidik.
Dari sana, Tetsuya bisa langsung menyimpulkan bahwa ada yang salah dengan Daiki, padahal ia tidak bermaksud untuk mengejutkannya. "Daiki-kun sepertinya semangat sekali membicarakan murid baru itu, kali ini."
"Eh?" Tangan Daiki spontan menyentuh atas kepalanya, menggaruk-garuk rambut biru gelapnya yang tak gatal. Ah! Ucapan Tetsuya kali ini tepat sasaran. Memangnya ketahuan, ya?
"Tidak kok, kata siapa?"
"Tertebak dari suara Daiki-kun, muka Daiki-kun juga memerah karena panik saat kubilang Daiki-kun semangat." Tetsuya menjawab sejujurnya, nadanya begitu mantap. "Tebakanku benar, kan?"
"Jangan sok tahu, Tetsu!" Daiki mengelak. Apa daya, maksud mulut berbohong menutup-nutupi, tapi gelagatnya sama sekali terlihat tak mendukung. Untung kulitnya tidak seterang milik Tetsuya, jadi pipi Daiki tidak menampakkan isyarat itu begitu jelas.
Dan karena itu, Tetsuya makin yakin bahwa kesimpulannya dugaan benar. "Daiki-kun jangan bohong."
"Diam, Tetsu."
Dan Tetsuya berhenti menyelidiki Daiki. Sepertinya Daiki tak perlu ditanyai lebih jauh dan ia tidak mau untuk berdebat karena pasti akan terus mengelak, pasti ada sesuatu di balik itu. (Mana mau Daiki yang dari tadi seperti itu tiba-tiba membocorkannya?)
Diam-diam, Daiki menghela napas lega yang diusahakan sepelan mungkin, agar tidak terdengar oleh Tetsuya. Kenapa Tetsuya bisa tahu Daiki tengah (seperti) menyembunyikan sesuatu?
Daiki memutuskan untuk mengabaikannya. Di dalam pikirannya, Daiki mencatat pelajaran penting pagi ini. Lain kali, saat kau ingin bikin kejutan, usahakan buat suaramu biasa saja.
.
Bel masuk berdering dan semua bergegas ke tempat mereka masing-masing. Guru matematika masuk; murid-murid memberi hormat, dan tak lama kemudian, masuklah kepala sekolah bersama seorang anak lelaki sepantaran mereka. Semua mata tertuju kepadanya. Anak itu punya penampilan yang mencolok: tinggi di atas rata-rata mereka, rambutnya merah, dan alis bercabang yang unik.
Oh, jadi ini murid barunya? Tetsuya memperhatikan Daiki. Dan benar saja, raut muka Daiki tampak tak sabaran. Tingkah lakunya mencurigakan, sedari tadi kakinya tak berhenti dihentak-hentakan pelan, atau tidak tangannya tak kunjung diam dari mengetuk-ngetukan meja.
"Selamat pagi," sapa Pak Kepala Sekolah pada penjuru kelas. "Hari ini, kelas ini datang kedatangan murid baru. Orang tuanya sekarang pindah bekerja ke Amerika, dan dia dititipkan kepada paman bibinya. Dan mulai dari hari ini, dia akan menjadi bagian kelas ini."
Mulai terdengar suara bisik-membisik dari para murid. Wah, Amerika, kenapa orang tuanya tidak membawanya ikut saja? Wasweswos blablablabla. Murid baru itu mengerinyitkan matanya, merasa tidak nyaman dengan keriuhan itu.
"Nah, semuanya," Pak Kepala Sekolah mendehem, mencoba meredam rasa penasaran para murid yang mulai muncul. "Ada yang tahu siapa namanya?"
Mendadak kelas sepi.
Memang siapa yang tahu nama anak ini?
"Saya tahu, sensei!"
Suara itu datang dari pojok sana, dari Daiki yang sedang mengacungkan tangannya tinggi-tinggi, terdengar nada semangat dari teriakannya.
Anak-anak terheran-heran mendengarnya, termasuk anak baru itu sendiri. Sementara itu Daiki menahan-nahan seringai yang muncul di belakang sana.
"Siapa namanya?"
"Amm…." Daiki mencoba mengingat-ingat nama anak itu seakan dia pernah mengenal sebelumnya,
"Namanya…."
"Kagami Taiga!"
Mata merah dari anak itu langsung membulat, berbinar; dan dia tak dapat menahan senyumnya. Ia tak menyangka ternyata ada orang yang mengenalnya.
"Nah, benar! Namanya Kagami Taiga-kun. Aomine-kun sudah pernah kenal sebelumnya?" Pak Kepala Sekolah bertanya kembali, tanpa ingin tahu benar kenapa Daiki hanya menjawabnya dengan cengiran yang terus melebar. Kemudian, guru matematika yang sedari tadi memegang kapur menuliskan namanya di papan tulis. "Sambut dia di kelas ini baik-baik, ya."
Seluruh kelas memberikan tepuk tangan kepada anak itu.
"Kagami-kun, sekarang kamu bisa duduk di samping Aomine-kun," Pak Kepala Sekolah menunjuk bangku kosong yang ada di samping Daiki.
Kagami berjalan menuju bangku tersebut, melemparkan senyum kepada Daiki yang tadi telah menebak namanya. Daiki membalasnya dengan seringai nakalnya, lalu memamerkan senyum penuh kemenangannya karena berhasil membuat teman-temannya terkejut.
Sekarang Tetsuya paham kenapa tadi pagi Daiki begitu bersemangat membincangkan murid baru itu.
.
Bel istirahat berdering. Pelajaran berakhir, dan jam di dinding menunjukkan waktu istirahat.
Seluruh kelas berhamburan keluar, tapi tak sedikit anak-anak ingin berkenalan lebih jauh dengan murid baru tersebut, apalagi setelah mendengar tentang Amerika yang disebut-sebut tadi. Tapi Daiki menghampiri anak baru lebih dahulu dibanding yang lain, menarik tempat duduknya lebih dekat ke meja Kagami kemudian mengajaknya berkenalan.
"Halo, Kagami Taiga-kun." sapanya sambil tak bisa menahan senyuman yang serupa sejak tadi. "Namaku Aomine Daiki, salam kenal."
Anak berambut merah itu rupanya sama penasarannya dengan orang yang tadi menebak namanya. Mulutnya tersenyum lebar, membalas salam perkenalan itu, "Eh, Aomine…kun?" Kagami kebingungan menentukan akhiran yang tepat. "Kok kamu tahu namaku? Apakah kita pernah berkenalan sebelumnya?"
"Hehehe, panggil saja aku Daiki." tangannya menggaruk rambut biru gelapnya yang tidak gatal itu sambil cengegesan, "Aku sebenarnya juga nggak kenal kamu kok, cuma tahu namamu doang kok."
"Eh? Tahu dari mana?" Kagami menatapnya ingin tahu.
"Sebenarnya aku…" Daiki meletakkan tangannya di telinga bocah rambut merah itu, kemudian mendekatkan mulutnya dan merendahkan suaranya agar tak dicuri dengar oleh yang lain. "Tadi aku tak sengaja mendengar perbincangan tentangmu ketika lewat ruang guru."
"Lalu?"
"Dan mereka bilang ada murid baru bernama Kagami Taiga yang akan masuk ke kelasku. Jadi… kebetulan aku masih mengingat namamu biar sekelas terkejut karena mengenalmu, hehehehe."
"Ah? Hahahaha—" Demi mendengar tawa Daiki yang sangat khas, Kagami ikut terkekeh mendengarnya. Rasa penasarannya terbayar sudah. "Eh, ngomong-ngomong, panggil aku Taiga saja. Ne, Daiki, nanti siang tolong temani aku mengelilingi sekolah ya!"
"Oke!" Daiki langsung sepakat. Semoga saja Taiga bisa menjadi teman yang menarik. "Nanti kita makan siang bareng, ya!"
Kagami—eh – Taiga mengangguk senang. Ia tak menyangka hari pertama di sekolah barunya menyenangkan seperti ini. Sekarang waktunya berkenalan dengan teman-teman yang lain!
catatan
jadi ceritanya story ini mau dipenuhin sama kumpulan oneshot (atau ficlet?) Child!AoKaga; dan kemungkinan setiap cerita bisa dibaca lepas. dan chapter ini semacam introduction dulu heheheh
happy birthday Kagami Taiga!
