Linden.

disclaimer: mobile legends: bang bang (c) moonton.

warning(s): ooc. modern au.

sinopsis: "alu-sayang, aku ci—" / "ah, ada kecoa." dilanjutkan dengan martis yang menjerit dengan suara yang naik beberapa oktaf.

note: mau coba nulis, apakah saya bener-bener ship mereka beneran apa cuma sekedar suka liat mereka berdua. akan kembali nulis zialu… nanti….

.


.

Darah biru mengalir pada nadinya.

Selain itu juga, ia adalah personifikasi dari kesempurnaan; elegan menemani tiap langkah yang ia ambil. Mencuri hati para kaum Hawa layaknya bisikan setan, cepat, efisien—kau bahkan tidak menyadari hatimu telah terbuka untuknya.

"Martis, kau memalukan."

Kecuali orang ini, yang skeptis membuka hati untuknya. Tapi yah, ia tetap membuka hatinya. Untuk Martis. Hanya. Untuk. Martis. Bukan untuk Zilong sialan itu—cih, enak saja. Ia hanya masa lalumu, kan, Alu-manis? Tentu saja ia masa lalu, sudah mantan. Sudah dibuang jauh-jauh dan diletakkan dimana ia seharusnya berada. Mereka pacaran… berapa, tiga? Empat? Tahun?

"Uh, ya. Ehem, dua, sebenarn—bi-bisakah kita tidak membicarakan ini?"

Ha.

Makan itu, bangsat. Alucard sudah melupakanmu.

"Martis, hentikan itu—sungguh, berapa umurmu?" Alucard memandang dengan sedikit risih, bukunya diletakkan terbuka dalam posisi terbalik. Ia melepas kacamatanya dan—oh, mata itu, ini gawat—bisa-bisa ia didepak dari ranjang untuk minggu ini kalau tatapan itu terus berlanjut. "Kau bilang kau tidak akan cemburu lagi."

Maaf.

"Aku dan Zilong tidak memiliki akar pahit, dan kami berteman baik sekarang." Katanya. Sabar, sabar. Jangan emosi—tunggu, mereka berteman baik?! Apakah itu artinya mereka rutin bertemu? Dimana? Dan mengapa Martis tidak tahu soal ini?!

"Ya, di kafe Regina tiga blok dari sini. Kau kuberitahu setiap kali aku ingin pergi."

Hah?

"Martis. Astaga."

Panas.

Harfiah, dan tidak.

Hatinya mulai panas. Oke, tapi ada yang lebih panas—

"Martis kau menumpahkan kopimu."

Oh.

Pantas saja dada ini terasa panas.

.


.

Ia adalah kesempurnaan.

Tidak ada yang dapat membantah itu. Keren? Tentu, dia keren. Banyak gadis yang iri pada Alucard karena ia mencetak gol yang standarnya sangat, sangat, jauh di atas dirinya sendiri. Tapi, gadis-gadis itu tahu apa? Bagi Martis, sebenarnya Alucard adalah sosok yang tingkatannya terlalu tinggi untuk dirinya.

Tidak level.

Tapi buktinya sekarang mereka bersama-sama. Alucard menggandengnya untuk menyebrang jalan—"Aku tidak akan melepaskanmu, Martis." Katanya, lalu Martis membalas, "Aw, romantis. Aku tersentuh."

"Kau menakuti anak-anak. Berhenti beranggapan aku menyukai ini."

(Ia menyukainya.)

Mereka adalah kutub yang berlawanan—bila semua orang menyukai Alucard, bagi beberapa orang Martis dianggap menakutkan. Makanya seringkali Alucard dilihat bersama-sama dengan sang kekasih, sekadar berpegangan tangan atau berada pada jarak yang (sangat) dekat—sebagai penawar aura ngeri yang sudah diasosiasikan dengan Martis.

Beberapa orang heran bagaimana kedua manusia berbanding terbalik itu bisa menemukan cinta pada satu sama lain—kadang-kadang dapat dilihat Fanny, Ruby, dan Kagura menangisi kemesraannya dengan Alucard, yang mereka pikir lebih baik bersama Zilong.

Cih. Ia dan Alucard adalah pasangan paling serasi di sini. Tidak ada yang dapat menandingi, tidak ada yang boleh menyangkal itu.

"Martis—jangan marah, tapi bahkan aku sendiri merasa aku lebih cocok bersama Zilong."

"…."

.


.

Singkat cerita, mereka putus.

Alucard memutar bola matanya dan menyebut Martis drama queen.

Martis mengancam kalau ia tak segan untuk mengakhiri hubungan mereka, lagi, bila Alucard tidak menarik kata-katanya.

Alucard bilang, "Kau tidak bisa mengakhiri hubungan yang sudah berakhir, bego."

Hal itu membuat Martis makin kesal—berani-beraninya, imbisil ini. Hanya karena Martis cinta padanya bukan berarti Martis akan memberikan kesempatan untuk diejek dan dihina terus-menerus. Ini hati, bukan keset, seenaknya saja diinjak-injak.

Kalau ia pikir ia lebih cocok bersama Zilong—pergi saja tidur di rumahnya!

"Ugh, oke. Aku pergi—aku sudah belikan makan untukmu, kuletakkan di kulkas." Katanya. Ia mengenakan mantel kunonya itu—Martis membuat catatan untuk membelikannya yang baru, sebagai hadiah pertama mereka dalam menjalin hubungan, nanti. Sekarang mereka masih pahit-pahitnya. "Panaskan saja kalau kau lapar."

Lalu kekasihnya pergi.

Menyebalkan sekali, bajingan itu.

Membuat Martis menjadi makin mudah merindu saja bisanya.

.


.

Oke, Martis mulai merasa kalau menyuruh Alucard tidur di rumah mantan yang jelas-jelas masih mencintainya adalah ide yang buruk.

Martis melihat, tatapan mata itu—Zilong masih mencintainya. Tentu saja—siapa yang tidak cinta pada Alucard? Martis saja, sudah putus-nyambung 12 kali (13, terhitung ini) karena hal-hal besar (sepele, sebenarnya), masih dapat menemukan cara baru untuk mencintai Alucard lagi, lagi, dan lagi, kendati kepribadian kekasihnya yang ternyata jauh lebih buruk darinya.

Ayolah, siapa yang tak menyukai kucing? Tentunya, kekasihnya. Setelah Martis mengakhiri hubungan mereka karena Alucard tak mengapresiasi binatang berbulu itu, ia menangis histeris, katanya, "AKU ALERGI KUCING, BRENGSEK!"

(Itu konflik pertama mereka sebelum putus untuk pertama kalinya.)

Dan siapa juga yang menuangkan sereal dulu sebelum susu? Tahukah ia, kalau susunya akan terpercik kemana-mana nanti karena serealnya sudah berada pada mangkuk?

Memang benar sekali, kekasihnya menjijikkan.

Oke, intinya; Zilong masih mencintai Alucard.

….

Itu inti dari beberapa paragraf—

Diam, jangan banyak tanya. Martis punya banyak pikiran saat ini—makanya rambutnya sudah memutih di usia muda.

Eh, brengsek—

"Martis?"

Siapa itu?!

"Kau salah mengetuk pintu—rumah Zilong di sebelah."

Oh, Freya—Freya? Apa yang ia lakukan di sini?

"Aku melihat Alucard datang tadi—kau mencarinya, kan? Ia bukan disini, kawan."

Ya, ya! Terima kasih! Martis sangat mengapresiasi info yang diberikan. Freya menguap, rambut pirangnya masih kusut, belum keramas. Wanita itu melambaikan tangan pada Martis yang langsung tancap gas ke rumah sebelah. Ia melompati pagar.

Ia mengintip jendela rumah Zilong—dilihat kekasihnya, duduk di atas sofa dengan air mata bercucuran.

Hm. Ah.

Ia benar-benar tak pernah memperlihatkan, tapi ternyata ia sangat sedih ya, saat mereka putus.

Tidak lama Zilong datang membawa satu kotak es krim, lalu ia duduk tepat di samping Alucard, masuk ke dalam selimut yang sama—dan matanya tidak terpaku pada televisi—oh, tidak. Benar-benar, khas sekali bajingan ini. Berani-beraninya.

Martis mengetuk pintu dengan kasar.

Beberapa saat menunggu, pintu terbuka. Zilong menatap risih. "Apa maumu?"

Pahit. Pahit. Pahit.

"Aku mau Alucard-ku pulang."

Senyum nista—kau bukan apa-apa bagiku, Zilong.

"Zilong? Itu Martis?"

"Hmm? Oh, Alu—bukan siapa-siapa, hanya orang yang tidak penting."

Zilong tersenyum sinis padanya—seperti iblis. Monster. Ia lebih buruk dari monster—seperti setan yang berhasil meloloskan diri dari neraka paling dasar dan hidup untuk menghukum Martis karena pernah merundungi teman sekelasnya waktu di kelas tiga. "Kalau ia datang, banting saja pintunya, tepat di mukanya."

Alucard, bebeb, kau tidak mungkin, kan, sekejam i—

Ah, pintunya dibanting.

(Dari jendela Zilong memberi Martis jari tengah.)

.


.

Apa istimewanya sih, Zilong itu?!

"Ia bukan kau, tentunya!" Alucard membanting telapaknya ke atas meja—beberapa orang di kafe melirik mereka dengan khawatir. Percakapan baik-baik ini sepertinya akan berakhir dengan dirinya yang tersulut emosi, dan Alucard yang (lagi) meninggalkannya seorang diri, tanpa memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka.

"Kau itu menyebalkan, kau tahu? Kau tidak pernah peduli padaku."

Martis peduli—Alucard tidak tahu seberapa peduli Martis padanya.

"Sungguh, kau peduli, padaku? Kau bahkan tak pernah peduli pada apa yang kusuka." Alucard mengalihkan matanya, ia tak menganggap Martis saat ini—seperti biasa, kalau ia marah. Selalu begini. "Semua hal harus selalu tentangmu, kan? Kau… memuakkan."

Uh.

"Menyebalkan, control freak, posesif—kau ingin semua hal yang kau inginkan, tanpa mengetahui apakah aku akan menyukainya atau tidak."

Ayolah, jangan begitu—Martis tidak seperti itu.

"Tidak bagimu, mungkin. Aku yang hidup bersamamu. Kau tidak hidup bersamamu."

Mungkin.

"Setidaknya dengan Zilong… ia mencoba untuk memahami apa yang kuinginkan."

Lagi, Zilong. Martis ingin meninju dinding di sampingnya lalu menjerit ke arah matahari.

"…kau membenciku?"

Alucard tak peduli pada pertanyaannya. Ah, kalau apa yang ia katakan adalah benar, maka… mungkin… ia memang benar-benar kelewatan. Alucard tak tahu seberapa besar sayangnya—sangat besar. Martis rela memotong tangannya untuk Alucard. Tapi Alucard tak pernah melihat itu.

Yang dilihat, mungkin, hanya egonya.

"Aku tidak membencimu, Martis. Hanya saja, kadang kupikir hubungan ini tak sehat—ah, bukan, seperti… kau bukan… pacar yang baik? Maksudnya… aku juga banyak kekurangan, tapi aku mencoba memberimu yang terbaik, tapi kau… tidak seperti mencoba untuk menjadi dirimu yang terbaik untukku—"

"Alu…."

Bisakah ia mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki ini?

.


.

"Kau ingin rasa buah, atau cokelat?"

"Terserah."

"Mau wewangian lavender atau jeruk?"

"Terserah."

"Untuk sampo—"

"Martis, jangan terlalu banyak tanya. Ambil saja yang kau inginkan." Alucard mendorong trolinya ke lorong snack. Ia mengambil beberapa bungkusan kripik kentang, cokelat batangan, popcorn instan, bungkus besar permen—tidak, Martis, jaga tanganmu.

Martis menahan diri untuk tidak mengeluarkan beberapa makanan sampah itu dari dalam troli, dan membiarkan Alucard mengambil sebanyak mungkin, apapun yang ia inginkan.

Biarkan dia memilih, kita sudah berjanji padanya.

Mungkin satu-dua minggu lagi, Martis akan meluruskan kembali pola makan mereka—sayur dan buah-buahan dan segala macam itu. Untuk minggu ini, biarlah. Toh Alucard sudah jarang mendesis ke arah sayur yang Martis letakkan di piringnya.

"Alu… kurasa itu terlalu banyak." mereka bahkan belum pergi untuk mengambil buah-buahan, troli sudah penuh. "Mungkin… kripik kentang itu harus kau keluarkan dua bungkus."

"Menurutmu begitu? Ah, oke. Aku sebenarnya bingung sih, terima kasih atas masukannya." Ia mengeluarkan dua bungkusan besar kripik kentang favoritnya, lalu menukarnya dengan satu bungkus kripik jagung.

….

"Alu... tidakkah kau pikir… itu… terlal—maksudnya… tidak akan dapat kau habiskan sendirian?"

Kekasihnya berjalan ke kasir—mereka bahkan tak pergi mencari buah-buahan, pokok makanan yang sehat. Dan malah keluar swalayan dengan satu troli penuh makanan sampah yang Martis benci habis-habisan. Tahan. "Sendirian, Martis? Kau kan akan bersamaku."

…?

"Aku ingin menonton film nanti malam—kau akan menemaniku, kan?"

Oh. Ya, tentu saja—Martis mengangguk cepat, girang. Senyumnya lebar. Suatu kehormatan untuk akhirnya diajak menghabisi waktu bersama dengan Alucard.

(Itu, tentu saja, sebuah film horror. Berakhir dengan Alucard menangis bersama Martis semalaman penuh, tidak bisa tidur.)

.


.

[end.]


note: well rip i enjoy martis/alu

pls tell me im not the only one