Disclaimer : Riichiro Inagaki & Yusuke Murata
Warning : OOC, Alot, Ga nyambungNess, Mistype berkembang biak dan sebagainya yang masuk dalam golongan abstrak =u='
A/N : Otanjoubi Omedetto, Akaba! Saya selamanya cinta sama kamu! -plak!- Udah lama kepingin buat AkaKei, tapi gak pernah kesampean..
Enjoy!
.
Your Hidden Heart
By Naara Akira
.
Terik matahari tak terasa membakar kulit hari ini. Namun entah mengapa udara panas terasa terus menguar dari dalam tanah tanpa ampun, membuat jejak tetesan peluh di atas rumput yang berasal dari belasan pemain amefuto yang tengah berlarian di tengah lapangan.
Akaba menyeka keningnya, hendak mencegah sebulir keringat meluncur babas membasahi pelipisnya. Ia mendesah pelan sambil menatap rekan-rekannya yang sudah terlihat kepayahan.
Hari ini Bando Spider berlatih tanding dengan Kyoshin Poseidon. Tidak hanya hari ini, minggu lalu dan empat hari sebelumnya mereka pun melakukan latihan bersama. Kedua tim ini terbilang cukup akrab. Selain berlatih bersama, terkadang mereka dapat ditemukan tengah melahap yakiniku di resto Minotaurus atau berendam di Onsen bersama.
Tentu bagi Akaba, ini sangat menyenangkan. Karena dengan begitu, ia bisa dengan puas menatap mata biru seorang ace Kyoshin bertubuh tinggi yang entah sejak kapan telah membuatnya tertarik.
Kedua mata merah itu kini bergerak, beralih pada sosok pemuda bertubuh tinggi yang sedang menikmati minumannya. Pandangan Akaba melembut begitu menatap wajah tenang yang duduk tidak begitu jauh darinya. Rambut birunya yang sedikit memanjang meliuk ringan karena tertiup oleh angin. Kulit putihnya terlihat makin bercahaya berkat keringat yang menghujani tubuhnya. Akaba pun hanya bisa menghela nafas merasakan detak jantungnya yang berdegup aneh.
Ini tidak boleh. Akaba sadar akan hal itu. Dia mengaku salah. Hatinya tidak patut jatuh pada seorang Kakei Shun.
Bukan, bukan karena kesamaan genre. Karena ia tahu, seorang Akaba Hayato tidak pantas berdiri bersisian dengan dirinya yang begitu sempurna. Dirinya yang sangat bersinar. Dirinya yang selalu dikagumi oleh mata merah itu. Dirinya yang selalu menerbangkan akalnya. Dirinya−
"Akaba?"
Suara lembut Kakei menghantam lamunan Akaba. Mata biru pemuda itu tengah menatapnya bingung.
Ace bermata merah tim Bando itu menoleh ke arahnya, "apa?" Akaba membenahi letak sunglasses-nya, sekedar menutupi kegugupannya. Kini ia dapat merasakan jantungnya yang seolah-olah berupaya menjebol tulang rusuknya.
Kakei berkedip pelan sambil sedikit memiringkan kepalanya, "kenapa kau menatapku seperti itu?"
Akaba diam. Kakei tetap menunggu.
'Suka.'
Akaba ingin sekali memuntahkan kata itu di hadapannya. Ia sudah cukup muak memendamnya terlalu lama. Namun segalanya selalu tertelan di tengah kerongkongannya. Seandainya perasaan ini tidak memberatkannya.
Mengucapkannya, walau pun hanya sekali.
"Fuu, bukan apa-apa," kata Akaba, yang susah payah berhasil terdengar tenang dan dingin.
"Hmm.." gumaman Kakei terdengar begitu lembut di telinga Akaba. Sungguh, Akaba sangat menginginkan pemuda berambut gelap itu terbenam dalam pelukannya untuk saat ini. "Aku pulang dulu. Terima kasih untuk bantuannya hari ini," ucap Kakei. Ia berdiri bersama dengan tas sport miliknya.
Akaba hanya dapat menatap punggung itu pergi menjauhinya. Bola mata merah yang tersembunyi di balik kacamata gelapnya itu tidak beralih dari sosok tegap yang kini telah menghilang di kejauhan.
'Lagi-lagi…'
Ia menarik tas hitam yang tergolek di sisi kursi yang ia duduki. Tangannya mulai mengaduk-aduk isi tasnya untuk menarik keluar sebuah gadget hitam keluaran terbaru miliknya. Koneksi internet langsung tersambung saat ia membuka e-mail-nya. Jemari tangannya bergerak lincah, membuat rentetan kata untuk ia kirimkan pada seseorang.
'Sea, kali ini pun aku tidak berhasil berbicara dengannya..'
Akaba meletakkan ponsel-nya di sisi kursi yang ia duduki. Ia kembali terdiam, menguapkan segala angan yang ingin sekali ia curahkan. Mata merahnya terpejam lelah. Meski lelah, ia tidak dapat melepaskan perasaannya begitu saja untuk terbang tertiup oleh angin dingin yang tidak membawakannya harapan.
"Fuu, biarlah perasaanku ini mengalun bersama melodi hampa yang tenang, tanpa perlu ia ketahui kebenarannya."
.
Kakei melirik saku celanannya, merasakan getaran halus pada ponselnya. Ia pun segera mengambil tempat duduk dalam bis yang sedang ia naiki sebelum mengeluarkan ponsel-nya dari saku.
'Sea, kali ini pun aku tidak berhasil berbicara dengannya..'
Bola mata biru itu menatap sedih kalimat yang tercetak di LCD ponselnya. Jari-jarinya perlahan bergerak, memberikan balasan untuk e-mail yang di kirimkan padanya.
'Jangan patah semangat begitu, Eyes! Walau aku tidak ada di sana bersamamu, aku pasti akan selalu membantumu semampu yang aku bisa.'
Kakei menatap datar layar ponsel-nya yang kini tertera kata 'send mail'. Ia menoleh ke sisi jendela bus. Langit menangis, setelah menahan bebannya yang kini telah robek dan menumpahkan rinai hujan.
"Jangan menyerahkan takdirmu begitu saja, Eyes.."
.
TBC
.
Haha~
Maaf ya, ceritanya super duper ultra micron kuadrat Gaje.. Pendek pulak..
Pingin ngasih Bday cake buat Akaba. Ide yang bener-bener muncul waktu jam tujuh malam. Otak karatan yang skak. Tugas bahasa inggris yang bakal ditagih besok.
Semua itu dikumpulin jadi satu dan jadilah karya abstark ini..
Masih tbc, dan ceritanya juga masih rancu. Tapi bakal saya perjelas chapter depan.
Review, minna!
