Chapter 1

Gadis itu tanpa sengaja menoleh kearah sesosok pemuda bersurai merah tersebut. Wajah pemuda itu selalu menampakan ekspresi dingin dan datar, namun berwibawa. Bersama dengan kedua temannya yang mengekor dibelakangnya, yang satu bersurai Hijau berkacamata dan satunya bersurai ungu dengan postur tubuh tinggi dan besar. Gadis itu berpapasan dengan mereka bertiga, aura yang luar biasa sangat terasa sebagai anggota tim Basket Teiko terkuat. Tidak ada yang tidak mengenal mereka. Midorima Shintrou, No.1 Shooter. Murasakibara Atsushi, Center terkuat Teiko. Tidak ada lawan yang tidak bisa mereka taklukan dipimpin oleh kapten yang luar biasa. Pada saat itu juga gadis tersebut terpesona oleh keangkuhan Kapten tim basket tersebut, Akashi Seijuurou.

"Arisa…Omedeto!" Ucap seorang gadis, teman dari Arisa Shiganori dengan ekspresi bahagia karena hari ini adalah hari kelulusan mereka, Murid kelas 3 SMP Teiko.

"Omedeto!" balas Arisa tersenyum.

"Kamu sudah memutuskan mau masuk ke sekolah mana, Arisa?"

"Hai!" Arisa menjawab dengan mantap pertanyaan temannya itu.

Hari ini merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi Arisa, namun juga hari terakhir ia bisa melihat laki-laki yang membuat ia terkagum dengan basket. Selama ia masih menjadi siswi Teiko, ia hanya bisa melihat pemuda itu bermain dari lantai dua dan terkadang hanya meliriknya saja ketika jam-jam istirahat. Tak pernah sekelas, tak pernah menyapa, tak pernah saling berbicara dan tak pernah saling bertatapan langsung. Selama 2 tahun semenjak pertama kali melihat pertandingan Akashi digedung olahraga Teiko. Arisa tidak memiliki keberanian untuk berbicara secara langsung walau untuk sekedar berkenalan atau menyapanya saja. Ia Sering memperhatikan Akashi diam-diam, ketika sifat Akashi yang mulai berubah pun ia juga merasakannya. Ketika mata kiri Akashi tiba-tiba menjadi mataheterochromatic pun ia menyadarinya.

Pada hari ini Arisa hanya berpikir ini hari terakhir ia dapat menganggumnya, ia hanya pasrah sampai akhir ia tak bisa mengenal Akashi lebih jauh. Waktulah yang menentukan, jika saja waktu dapat berhenti atau berputar kembali, ia dapat mencoba sekali lagi untuk mengenalnya dan terus menganggumi pemuda itu. Tapi, itu tak akan terjadi. Waktu tak akan pernah berhenti atau pun berputar kembali.

"Kise-kun, boleh foto bareng sebagai kenang-kenangan kelulusan hari ini?!" ajak beberapa gadis yang mengepung seseorang ditengah-tengah mereka.

"Dengan senang hati-ssu.". Senyuman orang itu sangatlah menyilaukan seperti warna rambutnya yang seperti warna bunga matahari. Namun, itu wajar saja untuk model seperti dirinya. Ia adalah Kise Ryouta salah satu anggota tim basket yang dipimpin oleh Akashi.

"Arisa, kita ikut berfoto bersama Kise yuk!"

" Tidak ah. Kamu sja yang berfoto bersamanya, biar aku yang memfotokannya."

"Kamu seperti biasanya, selalu malu kalau berfoto" teman Arisa itu langsung menyilangkan kedua tangannya kedadanya. "Baiklah kalau begitu. Tapi, kameraku ada ditas…ah, Arisa tolong pegangin sebentar aku mengambil kamera ku dulu." gadis itu buru-buru memberikan tabung hitam yang didalamnya berisi gulungan ijazah miliknya dan bergegas kembali kekelas. Sedangkan Arisa, Ia binggung harus menunggu dimana. Tidak mungkinkan dia harus berdiri sendiri ditengah-tengah lapangan seperti orang ling-lung.

*Duk *…Seseorang tanpa sengaja menyenggol Arisa dari belakang.

"Ah…?!" respon Arisa yang sedikit terdorong kedepan. Membuat tabung ijazah miliknya terlepas dari gengamannya dan mengelinding menjauhinya.

"Gomen…". Ia mendengar seorang laki-laki mengatakan maaf kepadanya. Ketika Arisa menoleh kebelakang, ia tidak melihat ada seorang pun yang ada dibelakangnya. Tak ada siapa-siapa. Tubuh Arisa tiba-tiba merinding mengetahui itu.

"Sumimasen…". Arisa kembali terkejut ketika mendengar seseorang memanggilnya. Tapi, suara orang yang memanggilnya berbeda dan sangat ia kenal. Wujudnya pun Nampak. Ia berdiri tepat dihadapan Arisa.

"Ini milikmu…" ucapnya langsung mencetuskan benda itu milik Arisa walau memang itu milik Arisa tanpa ada keraguan. Arisa pun bertanya-tanya tau dari mana benda ini miliknya, jelas-jelas Arisa memengang dua tabung gulungan ijazah. Pecaya diri sekali orang itu.

Akashi Seijuurou berada dihadapanya untuk pertama kalinya. Berbicara kepadanya untuk pertama kalinya. Sepasang mata hitam Arisa saling bertemu dengan mata heterochromatic milik sang mantan kapten generation of miracle untuk pertama kalinya.

"Domoo…Arigatou." Arisa menundukan sedikit kepalanya. Ia langsung mengambil tabung tersebut dari tangan Akashi dan sedetik kemudian ia pergi begitu saja. Arisa hanya bisa menatap punggung Akashi yang mulai menghilang dibalik murid-murid lain. Pertemuan yang sangat singkat namun sangat berarti didetik-detik terakhir seperti ini bagi Arisa.

"Dai-chan, Ayo berfoto dengan yang lain ajak Mukkun juga."

"Tidak mau…mendokusei!"

Arisa mendengar keributan dari belakannya. Ia melihat seorang gadis manis bertubuh ideal brsurai pink panjang tersebut seperti sedang memaksa laki-laki berkulit cokelat itu untuk berfoto bersama dengan temannya yang lain. Mereka adalah Ace dan manajer dari tim basket grup 1, Aomine Daiki dan Momoi Satsuki.

"Hey!" seseorang menepuk bahu Arisa, " Maaf lama menunggu. Ini kamerenya!" teman Arisa tersebut menberikan sebuah kamera digital berwarna silver kepadanya. "Kise-kun!" ia juga memanggil cowo tampan itu kemari.

Teman Arisa itu cukup mengenal Kise karena dulu mereka pernah satu kelas pada kelas 2.

"Nande?"

"Boleh kami berfoto denganmu?"

"Okay-ssu!" balasnya tersenyum senang. Arisa melihat Kise, seperti ia hanya senang karena dapat berpose didepan kamera bukan karena fans atau teman-teman yang ikut berfoto dengan dia. Setelah mengambil beberapa jepretan foto. Arisa dan temannya berterima kasih pada Kise.

"Arigatou, Kise-kun."

"Domo... Oh ya…kamu tidak mau berfoto-ssu?" tiba-tiba Kise tertarik perhatian kepada Arisa yang ikut berterima kasih kepadanya padahal tidak melakukan apa-apa yang berarti. Arisa hanya bisa merasa terkejut karena Kise teryata memperhatikan dirinya.

"Tidak, terima kasih. Aku tidak terbiasa foto." Jawab Arisa malu-malu sambil terus mempertahankan lekuk di bibirnya.

"Anak ini memang pemalu Kise-kun."

"Tidak apa-apa kok, tidak usah malu-malu. Yumi-chan pinjam kameranya sebentar." Kata kise seraya mengambil kamera dari tangan Yumi, teman Arisa tersebut. Kise lalu mengangkat kamera tersebut tinggi-tinggi. Lensa kamera tersebut mengarah kearah mereka berdua. Kise menarik Arisa lebih mendekat kearahnya agar ikut terfoto.

"Tersenyumlah seperti biasa, jangan dibuat-buat." Pintah Kise mengarahkan Arisa. Arisa awalnya agak binggung, tapi ia mengikuti apa yang dipintahkan Kise untuk tersenyum jadi ia tersenyum. Beberapa detik kemudian Kise menekan tombol kamera tersebut. Arisa agak terkejut dengan cahaya lampu kamera yang tiba-tiba berkedip. Tanpa ada aba-aba dari Kise, jadi Arisa hanya membuat gaya seadanya saja atau bisa dibilang hanya tersenyum sedangkan Kise. Dengan tangan satu lagi ia membuat V dengan kedua jarinya dan mengedipkan sebelah matanya.

"Lihat…ekspresi alami orang itu memang yang paling bagus." Kise memberikan hasil foto tersebut yang terpampang dilayar kamera tersebut. Arisa baru tau kalau berfoto seperti ini tidak terlalu buruk, namun ketika melihat gaya Kise, Arisa hanya bisa tersenyum. Betapa narsisnya orang itu.

"Oiy…Kise!" tiba-tiba seseorang memanggilnya dari belakang. Semua pun tertarik perhatiannya kepada orang yang memanggil Kise. Sosok orang tersebut sedang membawa sebuah kamera ditangan kirinya dan tangan kanannya sedang membetulkan kacamatannya yang terlihat mulai turun. Ekspresi orang itu benar-benarlah dingin. Ia tidak menampakan ekspresi senang padahal hari ini hari yang berbahagia.

"Midorimacchi, apa kamu juga mau berfoto-ssu?"tanya Kise beranjak mendatangi orang tersebut. Ia juga menunjuk kearah benda yang dibawanya.

"Ini lucky item untuk bintang cancer hari ini, ramalan Oha-Asa tidak akan pernah salah." Ia mengatakannya dengan gaya yang so cool, "Lagi pula aku tidak suka berfoto-nanodayo."

Sejak Arisa kelas satu dulu, ia pernah sekelas dengan Midorima, ia juga berpikir kalau orang ini terlalu aneh, ia terlalu percaya dengan yang namanya ramalan dan selalu membawa benda yang bermacam-macam setiap harinya kedalam kelas. Sehari tidak membawa lucky itemnya, ia selalu panik dan was-was takut hal buruk akan terjadi. Ia juga terkadang mengakhiri perkataannnya dengan '-nanodayo'.

"Kita dipanggil Akashi-kun, secepatnya." Ucapnya tegas.

"Kenapa harus sekarang-ssu?! Padahal aku sedang membuat kenangan-kenangan terakhir." Kise terlihat malas mematuhi perintah mantan kapten satu timnya kali ini. Setahu Arisa ketika masih kelas 2, Kise dan anggota tim basket yang lain tidak berani melawan kapten mereka, karena jika melawan mereka sendirilah yang akan kalah telak.

"Kise-chin…Midorima-chin. Kalian dipanggil Akashi-chin cepat. Kalau tidak kalian harus berlari mengelilingi sekolah…" tak lama seseorang bertubuh tinggi dan besar itu menghampiri mereka berdua. Ditangannya penuh dengan cemilan dan tabung gulungan ijazah yang ikut tercampur didalamnya. Mendengar itu ekspresi keduanya berubah. Dengan perasaan terpaksa Kise ikut berjalan bersama mereka berdua meninggalkan Arisa dan Yumi.

"Sugoi…mereka semua memang hebat-hebat. Anggota tim basket Teiko. Sampai akhir patuh pada mantan kaptennya." Yumi terkagum-kagum melihat mereka. padahal Arisa yang sering melihat betapa beratnya latihan mereka menatap Kise kasihan. Tapi melihat mata Yumi yang berbinar-binar melihat mereka, Arisa sangat mengerti perasaan Yumi. Perasaan yang sama dengannya seperti waktu itu untuk pertama kalinya menganggumi Kapten basket tersebut. Entah perasaan kagum atau suka yang ia rasakan selama ini. Arisa masih belum menentukannya.

"Etto…Arisa, kamu mau sekolah dimana?" tanya Yumi memecah kesunyian diantara mereka ketika sedang berjalan dilorong menuju kelas lama mereka.

"Aku akan pindah ke Kyoto."

"Kyoto?! Honto ni?!" Yumi terlihat terkejut mendengar temannya akan pergi jauh. Tapi, disisi lain ia juga ikut senang dan tak heran Arisa akan masuk ke SMA disana karena nilai ujiannya tidak buruk-buruk amat. "Nama sekolahnya?"

"Rakuzan."

To be Continued...