My Beloved Big Bro

Disclaimer: Not mine

Aku masih mengantuk. Udara masih terlalu dingin ketika selimutku sedikit tersingkap, alasan yang bagus untuk tetap tidur, aku membenahi selimutku, menggeliat di dalamnya, dan kembali menggulung diri. Hanya beberapa menit sebelum sebuah ketukan halus menyentuh pintu kamarku. Aku mengabaikannya, tetap memilih selimut yang hangat.

"Tuan muda, mohon bersiap untuk sarapan.", suara perempuan disusul beberapa ketukan lagi.

Aku mengernyit, biasanya para maid itu akan menunggu sampai aku bangun dengan sendirinya sekitar jam sembilan atau sepuluh. Apa ayah pulang dan ingin sarapan dengan putra yang ditelantarkan ini?

"Tuan, tuan besar sudah menunggu di bawah. Mohon segera bersiap!"

Tepat! Orang tua itu benar-benar menyebalkan, membuatku meninggalkan ranjang sepagi ini.

"Ya!", teriakku sebelum terdengar suara ketukan lagi.

.

Aku menyantap sarapanku pelan. Sedang tidak bernafsu makan pagi ini, aku butuh tidur setelah semalaman berpesta. Tapi mana mungkin orang tua itu mengijinkanku ke alam mimpi.

Ngomong-ngomong, sepertinya ayahku itu sedang senang. Daritadi dia terus memamerkan senyumnya. Tapi pasti bukan karena bertemu denganku, aku meyakini hal itu. Lalu? Jangan bilang dia pergi bulan madu lagi? Dasar pak tua menyebalkan.

"Changmin-ah, hari ini adalah hari yang spesial", orang tua itu bicara, "Kau tahu kenapa?"

"Tidak! Memangnya ada apa sampai kau pulang segala?"

"Ya! Kau ini benar-benar tidak sopan!"

"…"

"Hari ini hyung-mu akan pulang dari Prancis. Kita akan mengadakan pesta penyambutan untuknya!", katanya dengan raut senang.

Aku menatap ayah yang tengah tersenyum. Terus kenapa? Gue harus bilang 'wow' gitu? Aku membuang muka. Ternyata Cuma itu toh.

"Min-ah, tolong kau jemput hyung-mu di bandara, ya.", kata wanita yang duduk di samping ayahku. "Yunho-ya bilang akan tiba di Incheon pukul sepuluh."

Jadi ini toh tujuannya makan bersama, cuma menyurhku jadi supirnya Yunho.

"Baik. Aku sudah selesai, permisi."

Aku meninggalkan meja makan. Lalu, menaiki tangga menuju kamarku di lantai dua sambil menggerutu.

Ngomong-ngomong, dia tiba jam sepuluh, ya? Masa bodoh. Mending tidur.

.

Aku merenggangkan badan. Rasanya segar sekali baru bangun tidur. Aku melihat jam beker yang ada di atas meja samping ranjangku, pukul satu. Lama juga aku tidur. Apalagi tadi sudah makan, nyenyak banget. Aku turun dari ranjang. Sekedar mencuci muka agar terasa lebih segar.

Aku merasa ada yang terlupa. Tapi apa? Makan siang! Sekarang melesat menuju dapur.

Seorang maid menyambutku di bawah tangga.

"Tuan muda, Tuan Yunho sudah pulang."

Oh, itu toh yang kelupaan tadi. Tidak terlalu penting. Aku hanya mengangguk pada maid itu.

"Aku ingin makan."

"Baik!"

"Minnie, aku menunggu tiga jam di bandara." Keluh sebuah suara bariton rendah ketika aku memasuki ruang makan. "Kau lupa menjemputku?", katanya sambil tersenyum.

Sengaja!

"Aku terpaksa naik taksi tadi."

Nah, itu bisa pulang sendiri.

Aku mulai menikmati makanan yang sudah tersaji di depanku. Tidak peduli dengan pria yang sedang mencoba mengajakku bicara itu.

"Minnie, kau tidak ingin bicara denganku?", ia memiringkan kepalanya.

Jangan sok imut!

"Padahal kita sudah tiga tahun tidak bertemu. Aku kangen padamu."

"Aku tidak!" batinku sambil tetap mengunyah.

"Kau sangat lapar, ya?" dia tertawa. "Baiklah, aku tidak akan mengganggumu."

Aku mulai sebal. Dia memang tidak lagi merecoki acara makanku dengan pertanyaan atau cerita bodohnya. Hell! Memangnya aku peduli. Tapi, dia terus-terusan memandangku. Mata musangnya itu mengikuti pada apapun gerakan yang kubuat.

"Ya! Jangan melihatku terus, menyebalkan tahu!"

"Akhirnya aku mendengar suaramu lagi, Minnie", katanya dengan senyum mengembang.

Menyebalkan! Aku meninggalkan meja makan. Yunho membuatku kesal.

.

Jung Yunho. Pria yang tiga tahun lebih tua dariku tapi tak lebih tinggi. Hah! Anak pertama ayah hasil hubungan gelapnya dengan Jung. Cerita lama yang memuakkan. Ayah akhirnya menikah dengan ibu dan lahirlah aku, anak sahnya. Ibu tahu hubungan ayah dengan Jung. Tapi, beliau terlalu mencintai ayahku hingga menutup mata tentang hal itu dan tetap menjalani rumah tangganya dengan ayah. Lima tahun yang lalu ibu meninggal dan pak tua sialan itu menikah lagi dengan Jung lalu membawa ibu dan anak itu tinggal disini. Memuakkan!

Sampai sekarang aku tidak terima dia memakai nama Shim.

Aku benci mereka. Aku benci pada ayah yang membuat ibu menderita. Aku benci pada Jung karena telah bersama ayah. Aku benci pada Yunho karena dia selalu bisa mengambil hati ayah. Bahkan, ayah mempercayakan perusahaan kepadanya. Aku benci semuanya, termasuk diriku sendiri. Aku benci karena aku tidak dibutuhkan disini. Aku adalah orang luar dalam keluarga ini. Sial!

.

Pesta ini menyebalkan. Seluruh perhatian dan pandangan kagum itu ditujukan padanya. Hanya untuknya. Lalu apa gunanya aku ada disini. Menyindirku? Heh, mereka benar-benar membuatku kesal. Pesta di tempat Jong pasti lebih menarik.

Aku sudah berada dalam Audi milikku. Bersiap berangkat ketika seseorang tiba-tiba masuk dan mengambil tempat di sampingku. Membawa campuran bau sitrus dan mint masuk ke mobilku.

"Minnie, kau mau pergi kemana?"

"Pergi"

"Kau tak suka pestanya?"

"Itu pestamu. Pergi sana!"

"Minnie, tatap aku jika sedang bicara."

"Kenapa harus?"

Aku sedang kesal. Tidak bisakah dia melihatnya? Dan demi apapun, dia adalah sumber kekesalanku. Kenapa dia tidak sadar sama sekali.

"Aku ingin kau pergi sek―"

Dia memelukku. Aku menatapnya marah dan berusaha meronta. Apa-apaan dia ini? Tapi dia malah menyurukkan kepalanya di perpotongan leherku. Sungguh! Bisakah dia berhenti membuatku kesal barang sebentar saja?

"Ya! Lepaskan aku!"

"Tidak! Aku tidak ingin kau pergi, Minnie."

"Yunho!"

"Changmin!"

"Lepaskan aku, Yunho"

Dia menatapku dengan pandangan memelas. Oh, jadi sekarang pria tua ini ingin bertingkah seperti anak kecil? Yang benar saja! Aku balas menatapnya, akan kutunjukkan kalau tidak semua orang akan menuruti semua keinginannya. Tidak denganku.

Damn! Sejak kapan mata kecilnya itu sanggup menampung seluruh bayangan wajahku? Dan wajahnya. aku baru sadar kalau jarak kami sedekat ini. Bahkan, napasnya menyentuh pipiku. Hangat. Damndamndamn. Aku mendorongnya, membuatnya meringis karena terbentur sisi dalam pintu.

"Keluar sekarang!"

"Aku ingin bersamamu. Kalau kau pergi, aku juga ikut."

Cukup sudah. Aku keluar dari mobil hitam itu, menutup pintunya kasar, kembali ke dalam rumah. Aku berjalan cepat menuju kamarku, mengabaikan orang-orang di sekitarku.

Baiklah, Jung Yunho. Jika kau ingin bersamaku, aku akan mengabulkannya. Aku menyeringai.

-tbc-

Chapter 2:

Ketika membenci seseorang dan orang itu tidak balas membenci, entah kenapa itu membuat Changmin lebih membenci orang itu. Begitu juga yang dirasakannya pada Yunho. Pengacau hidupnya itu tetap berkeras berada di dekatnya walau dia secara terang-terangan menolak. Dia ingin kehidupan damainya sendiri. Tapi, pria itu selalu mengganggunya, merebut semua kesenangannya.

Yunho bergidik terhadap perlakuan Changmin pada tubuhnya, ia merinding sempurna. Seumur hidup, ia sama sekali tidak pernah menduga tubuhnya akan dijamah oleh laki-laki terlebih adiknya sendiri, membayangkanya saja tidak. Permainan Changmin pada tubuhnya membuat Yunho sedikit bereaksi, bagaimanapun ia seorang pria. Namun, ia berusaha tetap mempertahankan kewarasannya. Hal ini tidak boleh dibiarkan.

a/n: Hello~ Shier bawa fic multichap pertama nich,, ada yang udah kenal? (enggaaaak)

lagi beneran tergila-gila sama HoMin nich.. XD

gimana ceritanya? Udah layak dapat review belum?

Oiya,, makasih buat yang udah baca n review fic aq yg sebelumnya.. ^^