Aku rekomendasiin sambi dengerin lagunya Park won - all of my life

Happy Reading!

-

"Ya, saya bersedia" Dua mempelai di depan altar sana telah selesai mengucap janji pernikahan.

Saling melempar senyum dan saling memangut mesra kemudian. Tepukan bahagia dari para tamu mengiringinya.

di balik pintu gereja, Baekhyun meremat kuat dadanya menahan segala pesakitan yang dirasakannya.

"hiks. hh.hhh" Baekhyun terengah menahan isak tangisnya.

Kaki kurusnya melangkah gontai menjauhi gereja itu. Air mata setia mengalir di pipinya, sedang tangannya yang terkepal tak berhenti memukul-mukul dadanya yang sesak.

Baekhyun berhenti setelah melangkah cukup jauh dari gereja. Pertahanannya runtuh. Baekhyun jatuh bersimpuh di trotoar jalan. Meraung keras dan mencengkram kuat kemeja bagian dadanya.

Sakit sekali.

Baekhyun mencintai Chanyeol dengan begitu tulus. Menjaga hati dan dirinya dari lelaki lain hanya untuk Chanyeol. Karna Chanyeol juga sangat menjaganya. Karna Chanyeol sangat menghormati dirinya. Tapi kenapa seperti ini?

"Aku mencintai dirimu karna itu kau, Baekhyunie. Aku mencintai hatimu, bukan tubuhmu. Karna itulah aku tidak pernah menyentuhmu. Aku ingin menjagamu. Menghormati kehormatanmu. Hingga aku bisa memilikimu seutuhnya dalam satu ikatan Tuhan."

Sepenggal ucapan Chanyeol terngiang di kepalanya saat Baekhyun menanyakan perihal kenapa Chanyeol tidak pernah menyentuhnya bahkan mencium lebih dirinya.

"Maafkan aku Baek. Aku mencintaimu tapi aku tak bisa hidup bersamamu. Ahn Jaeni, dia mengandung anaku. Maafkan aku, sungguh."

Lalu kenapa Chanyeol mengkhianatinya? Dia mendua hingga menghamili kekasihnya yang lain? Lalu untuk apa semua perkataan manis Chanyeol padanya?

Baekhyun hancur. Kenapa tidak kepada Baekhyun saja Chanyeol menuntaskan hasratnya? Kenapa harus kepada orang lain?

Baekhyun sanggup jika memang harus menjadi pelampiasan hasrat Chanyeol. Asal Chanyeol tetap di sisinya. Hanya bersamanya. Bukan orang lain.

Nafas Baekhyun semakin tak beraturan. Paru-parunya seolah menyempit. Lehernya terasa tercekik. Pandangannya mengabur.

Terakhir, Baekhyun mendengar suara ibunya yang meneriakan namanya sebelum semuanya menggelap.

-

Chanyeol memasuki kediaman barunya bersama sang istri. Beberapa jam yang lalu, dirinya telah terikat dengan wanita cantik pilihannya. Ahn Jaeni.

Chanyeol menuntun lembut langkah Jaeni menuju kamar mereka di lantai dua. Membuka pintu kayu bercat putih dan mendudukan Jaeni di atas tempat tidur.

Chanyeol yang berdiri di hadapan Jaeni menyentuh lembut pipi Jaenie, dan mengecup keningnya kemudian.

"Beristirahatlah. Kau pasti lelah. Aku akan membuat makan malam untuk kita." Chanyeol meremat lembut pundak Jaenie.

Memberikan senyumannya sebelum berbalik meninggalkan Jaeni di dalam kamar.

Air mata Jaeni menetes bersamaan dengan pintu yang ditutup oleh Chanyeol.

"Maaf, Chanyeol." Ucapnya kemudian.

-

Waktu sudah menunjukan tengah malam. Chanyeol tidak dapat menutup kedua matanya. Bayangan wajah terluka Baekhyun terus menghantuinya. Sungguh, Chanyeol tidak memiliki pilihan lain.

Chanyeol memiringkan tubuhnya membelakangi Jaeni. Mengambil selembar foto dari bawah bantal dan memandanginya dalam sendu.

Airmatanya menetes. Tangannya tak berhenti mengusap lembut foto itu. Ribuan kata maaf pun di bisikannya pada foto itu.

Mengabaikan Jaeni yang juga meneteskan air matanya. Jaeni mendengarnya. Setiap bisikan kata maaf yang Chanyeol ucapkan pada sosok di dalam foto itu. Jaeni melihatnya. Bagaimana punggung Chanyeol bergetar menahan isak kesakitannya.

Jaeni tahu. Jaeni sadar. Apa yang di lakukannya telah menyakiti banyak pihak. Namun Jaeni juga tidak memiliki pilihan lain. Jaeni juga menjadi pihak yang tersakiti disini. Karna itulah, Jaeni ingin bersikap egois dengan memiliki Chanyeol.

-

Kandungan Jaeni memasuki usia tujuh bulan. Chanyeol selalu berada disisi Jaeni. Memenuhi setiap keinginan Jaeni. Memperlakukannya dengan lembut dan penuh perhatian. Mengabaikan segala pesakitan yang terus menggerogoti dadanya. Juga mengabaikan setiap airmata yang ia teteskan setiap malam.

Saat itu hujan turun dengan deras. Kilat menyambar dimana-mana. Chanyeol memeluk Jaeni yang terkejut dalam tidurnya. Mengelus lembut punggungnya kemudian.

Chanyeol disana, dan memeluk istrinya. Namun pikirannya membawa dirinya pada lelaki mungil yang kini menjadi mantan kekasihnya. Apa lelaki mungil itu baik-baik saja? bagaimana kabarnya? Chanyeol tidak pernah melihatnya lagi sejak terakhir kali.

Chanyeol rindu. Chanyeol ingin bertemu. Namun semuanya hanya harapan semu. Chanyeol tetaplah pecundang yang telah memberikan pesakitan begitu besar pada lelaki mungil itu.

-

Chanyeol menunggu Jaeni di depan ruang operasi. Istrinya tengah berjuang melahirkan bayinya. Tali pusat yang melilit di leher si bayilah yang membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal.

Chanyeol sedang menunduk dalam diam ketika suara seseorang memanggil lirih namanya.

"Chanyeol," panggilnya.

Chanyeol mengangkat kepalanya dan menemukan wanita paruh baya di hadapannya. Chanyeol terbelalak melihatnya.

Sungguh, wanita dihadapannya sudah Chanyeol anggap seperti ibunya sendiri. Chanyeol begitu menghormatinya. Namun dengan kejamnya Chanyeol malah menyakiti putranya. Ya, wanita itu adalah ibu Baekhyun.

"Bibi, apa yang bibi lakukan disini?" Tanya Chanyeol setelah sebelumnya membungkuk hormat pada wanita itu.

Wanita itu hanya tersenyum menjawab pertanyaan Chanyeol.

"Daripada itu, apa yang kau lakukan disini, nak?" Tanya wanita itu lembut.

Sungguh, Chanyeol ingin menangis mendengarnya. Dia telah menyakiti putranya. Tapi wanita itu masih sanggup berkata lembut padanya. Chanyeol semakin merasa bersalah.

"Istriku tengah melakukan operasi untuk melahirkan bayi kami di dalam, bibi." tutur Chanyeol.

"Ah, Jaeni akan segera melahirkan? operasi?" Tanya wanita itu terkejut.

"Benar, ada masalah dengan bayi kami yang membuatnya tak bisa melahirkan dengan normal." Jawab Chanyeol.

"Oh Tuhan. Semoga mereka baik-baik saja." Wanita itu menatap Chanyeol sendu.

"terimakasih, bi." Chanyeol tersenyum.

"Kalau begitu. Bibi pergi dulu, Chanyeol. Sampaikan salamku kepada Jaeni. Selamat untuk kelahiran bayi pertama kalian." Wanita itu menepuk pundak Chanyeol sebelum membalikan tubuhnya meninghalkan Chanyeol.

Namun langkahnya terhenti kala Chanyeol memanggilnya.

"Bibi... Bagaimana kabar Baekhyun? Dia baik-baik saja bukan?" Tanya Chanyeol.

Wanita itu terdiam sejenak mendengar pertanyaan Chanyeol. Dia membalikan tubuhnya menghadap Chanyeol dan tersenyum.

"Mampirlah kerumah jika kau memiliki waktu luang. Ada yang ingin bibi sampaikan padamu." Ucapnya kemudian. Lalu benar meninggalkan Chanyeol setelahnya.

-

Dua minggu setelah Jaeni berhasil melahirkan putra mereka, Jaeni mengatakan hal yang begitu mengejutkan untuk Chanyeol.

"Pergilah Chan, aku tidak akan menahanmu lagi. Terimakasih sudah menemaniku selama ini. Terimakasih telah mengorbankan perasaanmu untuku. Terimakasih sudah baertanggung jawab terhadap bayiku." Tutur Jaeni dengan derai air mata di wajahnya.

"Apa maksudmu Jaeni?" Chanyeol menatap tajam kedalam mata Jaeni.

"Aku tidak sanggup lagi Chan. Kau tidak akan bisa mencintaiku. Kau hanya mencintai Baekhyun. Cukup sampai di sini. Aku tidak ingin semakin merasa bersalah karna memisahkan kalian." Jaeni mengungkapkan seluruh isi hatinya pada Chanyeol.

"Jaen..."

"Pergi Chan. Maafkan aku. Kejarlah cintamu. Sampaikan juga maafku pada Baekhyun." Jaeni memotong perkataan Chanyeol.

Chanyeol menatap Jaeni bimbang. Chanyeol telah menikahi Jaeni. Pernikahan sakral itu bukan untuk di permainkan. Namun Chanyeol juga tak dapat membohongi hatinya yang tersiksa selama ini.

Karna itulah Chanyeol menarik Jaeni kedalam pelukannya. Membiarkan Jaeni menangis di dalam dekapannya.

"Maafkan aku Jaeni. Hiduplah bahagia setelah ini. Pintu rumahku selalu terbuka lebar untukmu. Jaga Daehwan baik-baik. Terimakasih. Terimakasih Jaeni." Jaeni hanya mengangguk di dalam pelukan Chanyeol.

Chanyeol melepaskan pelukannya dan mengecup kening Jaeni untuk terakhir kalinya. Lalu melangkahkan kakinya untuk menjemput cintanya.

-

Wanita paruh baya terlihat setelah pintu yang di ketuknya terbuka.

"Oh, Chanyeol, kau datang nak?" Sambut wanita itu dan mempersilahkan Chanyeol masuk.

Ya, dia adalah ibu Baekhyun.

"Tunggulah disini. Bibi akan mengambilkan sesuatu untukmu." Ujar wanita itu sebelum melangkah pergi.

Chanyeol merasa asing dengan rumah ini. Terasa hampa seperti tidak ada kehidupan.

Lalu, dimana lelaki mungil yang di rindukannya? Kenapa Chanyeol merasa jauh sedang dirinya berada di rumah itu?

Chanyeol tersadar dari lamunanya ketika wanita itu kembali menghampirinya. Wanita itu menyerahakan sebuah buku bersampul coklat kepada Chanyeol.

"Apa ini, bi?" Tanya Chanyeol setelah menerima buku itu.

Wanita itu tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Chanyeol.

"Sebelumnya kau pasti bertanya dimana Baekhyun dan bagaimana kabarnya, bukan?" Tebak wanita itu. Chanyeol membenarkan.

"Baekhyun sudah baik-baik saja Chanyeol. Dia sudah terlepas dari segala pesakitannya. Dia sudah bahagia sekarang" Wanita itu tersenyum menatap sendu Chanyeol.

-

Chanyeol mendudukan dirinya di bangku taman ujung pantai. Tempat terakhir kali dia meninggalkan Baekhyun.

Air mata sudah membanjiri wajahnya. Nafasnya terengah menahan sesak didadanya. Tangannya gemetar saat membuka lembaran pertama pada buku catatan Baekhyun yang diberikan ibunya tadi. Dan tulisan tangan Baekhyun tertera disana.

"Saat aku menyelesaikan tulisanku. Aku ingin kau kembali dan memaafkanku. Memaafkan aku yang tak sanggup mencari penggantimu, Chanyeolie."

Chanyeol mengusap lembaran itu. Lalu membuka lembaran kedua.

"Maafkan aku Chanyeolie. Aku merindukanmu. Aku mencintaimu."

Chanyeol semakin terisak. Sungguh lelaki mungil itu sangat menderita selama ini. Lelaki mungil itu tak mengerti apa-apa. Namun dirinya dengan kejam menyakitinya.

Chanyeol kembali membuka lembaran berikutnya. Namun tulisan yang sama seperti pada lembar kedua tertera disana. Pun pada lembar selanjutnya hingga hanya menyisakan satu lembar kosong di akhir.

Chanyeol meraung. Kepalanya mendongak. Memanggil nama lelaki mungil itu dalam kesedihannya.

Chanyeol mengambil pena di selipan buku itu. Dan menuliskan kalimat di satu lembar kosong terakhir.

"Maafkan aku Baekhyunie. Aku merindukanmu. Aku mencintaimu."

Membiarkan air matanya menetes membasahi tulisan yang dia torehkan pada kertas putih itu.

Chanyeol hendak menutup buku itu sebelum pandangannya teralihkan pada sebuah kertas yang terselip di balik lembar terakhir. Chanyeol mengambilnya dan membuka lipatan kertas itu.

Hati Chanyeol mencelos. Tangisannya semakin tak tertahankan. Chanyeol merasa sangat berdosa karna menyakiti lelaki selembut Baekhyun.

Itu adalah sketsa wajahnya. Begitu sempurna tanpa cacat.

Chanyeol membalik kertas itu dan mendapati tulisan tangan Baekhyun di baliknya.

"Aku berhasil Chanyeolie. Selamat ulang tahun"

Chanyeol lekas membawa kertas dan buku di tangannya kedalam pelukannya. Memeluknya erat seolah sosok mungil itulah yang tengah di peluknya.

-

"Baekhyun menderita kangker paru paru stadium akhir. Bibi telat menyadarinya. Bibi kira sesak yang sering di alaminya adalah hal yang biasa dia dapatkan saat terlalu kelelahan. Namun itu adalah gejala kangker paru-paru yang di idapnya dua tahun terakhir."

"Bibi mencarinya ke pantai saat lewat petang Baekhyun belum juga kembali. Dan Bibi menemukannya tergeletak di tanah di taman ujung pantai. Dokter menjelaskan keadannya yang kritis saat bibi membawanya kerumah sakit.

"Baekhyun harus menjalani perawatan intensif untuk menghadapi kangkernya. Tapi hari itu dia menghilang. Bibi mencarinya dan menemukannya jatuh tak sadarkan diri di dekat gereja tempatmu melangsungkan pernikahan dengan Jaeni."

"Sampai akhir dia tetap mencintaimu Chanyeol. Jangan menyalahkan dirimu. Semua sudah berada di jalan-Nya. Hanya lanjutkan hidupmu dengan baik."

Perkataan wanita paruh baya itu terngiang kembali di ingatan Chanyeol. Semuanya terlambat. Chanyeol salah mengambil keputusan.

Andai Chanyeol bisa sedikit saja menahan rasa ibanya kala Jaeni mencoba bunuh diri karena dirinya ditinggalkan lelaki keparat yang telah menghamilinya, Semuanya pasti tidak akan seperti ini. Dirinya pasti masih bahagia bersama Baekhyun. Lelaki mungil yang sangat dicintainya.

"Kau sudah menyelesaikannya, sayang. Aku sudah kembali. Kau tidak bersalah. Sungguh, akulah yang seharusnya meminta maaf disini. maafkan aku. Aku mencintaimu. Selalu mencintaimu, Baekhyunie."

Namun semuanya memang sudah terlambat. Karna hakikatnya, penyesalan memang sudah di takdirkan datang di akhir.

-

End