1. INTRO: Boy Meets Evil

From now on, the boy's path is set.

.

Peringatan: Breath play, hampir choking.


The light in my future is getting darker.

Rasanya hangat. Dingin. Gelap di luar. Terang di ruang.

Terlepas dari bagaimana pun dunia, ia merasa hampa. Ia tahu apa yang akan menghampirinya sesaat yang akan datang. Berat tubuh di atasnya berbisik, tepat di depan telinganya. Napas yang diembus memenuhi sejagat saraf dan jiwanya. Rasanya menyenangkan. Rasanya menggoda. Kejam.

Hangat menimpa bibirnya. Meski hangat, di balik kepalanya, hati kecilnya merasakan dingin. Pria bersurai cokelat itu mengabaikannya, membutakan diri, berpasrah pada indera luar. Ia rangkul erat pria berkuasa di atasnya yang lebih pendek darinya. Pikirannya menipunya merasakan manis.

Because of an immature love, I lost my path of dream.

Ia menelan ludah. Kesadarannya masih bergantung di ujung rambut brunetnya. Ia masih waras. Setengah sadar, ia tahu ia hanya merusak dirinya.

I sharpened my knife of poisonous ambition everyday.

Telinganya geli oleh hangat dan basah. Sensasi itu menuruni tengkuknya, menuju bahu, dan berhenti di klavikula. Saat itulah, ia lupa siapa dirinya. Ia lupa kemampuannya. Ia lupa tujuannya.

Ia mendongak ke belakang, mata tertutup dari dunia kejam di luar.

But due to unbearable greed, the knife has gotten dull.

"Hobi?"

Itu dia. Suara dari pria itu membuatnya lupa cara bernapas.

I know it all. Love is another name of devil, don't hold its hand.

I screamed, betraying my conscience.

Bagaimanapun, tenggelam dalam manisnya suara dalam itu, Hoseok kehilangan niatnya untuk mendorong pria di atasnya. Pria itu gemar memanggilnya demikian, dan nama itu bermakna pujian tak terhingga.

"Yoongi…," Suara Hoseok lemah, "hyung."

Yoongi mengelus rambut yang lebih muda. Hoseok menggigil gelisah, merasa ditenangkan dan terangsang sekaligus. Melemas, tangannya jatuh dari punggung Yoongi. Yoongi memegang pergelangan tangan Hoseok, mencengkeramnya, dan memindahkannya ke samping leher yang lebih muda.

The sharpness of reality that I feel as days go by.

Ripped by reality, tinged red by blood.

Hoseok membuka mata, hanya berujung tak dapat melihat wajah pria lainnya. Gelap. Cahaya yang melambai dari jendela menyentakkannya selama sesaat. Kenyataan memanggilnya, namun semuanya hanya gumaman di telinganya. Ia terlalu tak berdaya untuk menyahut. Tenggelam terlalu dalam untuk bangun.

I didn't think greed would be a horn calling forth hell.

Saat realitas menyentak pusat kepalanya, ia kira dadanya tersobek tak kasatmata. Tetapi bibir yang menjejak kulitnya merupa air yang menyembuh derita.

Breath.

"Bernapaslah," Yoongi menyuruh dengan lembut, "selagi kau bisa."

Di kala Hoseok mengikuti ucapannya, ia merasakan dingin di lehernya, dan api menyebar dari jari menekan.

I am out of breath.

Hampir ia tersedak karenanya. Merespons tekanan yang terus mendalam, ia tersengal, kehabisan napas. Ia berbanjir peluh. Punggung, tangan, rambut, tengkuk, dan sekarang seluruh lehernya. Ia merasa melayang.

Closing my eyes every night in a twisted reality.

The music box of tragedy plays.

Hoseok menutup mata dan bertemu kegelapan. Sensasi yang tak dapat dihindari merangkul belakang telinganya, lembap dan panas. Sensasi itu menjalari rahang, pipi kiri, puncak hidung panjang, turun menuju dagunya. Ia mengerang dengan suara terserak.

But to be forgiven for this sin, to forget it, I just can't give up.

Akhirnya, sensasi itu mencapai bibirnya. Mereka bersentuh tubuh ke tubuh, bibir ke bibir. Yoongi tahu benar cara melakukannya, dan Hoseok merasa tersudut. Sakit dan stimulasi tercampur, membuatnya merasa penuh. Pandangannya kabur dan pikirannya berputar.

As those lips were just too sweet.

Hoseok kehilangan kewarasannya. Ia tenggelam dalam euforia dan mabuk oleh keinginan. Semua ini manis. Ia membencinya. Ia menyukainya.

Tangan gemetar, Hoseok meraih tengkuk Yoongi. Membenam cakarnya di sana. Di antara rangkulan erat, gigitan agresif, nafsu tak manusiawi, dan napas tertahan, Hoseok tak bisa menahannya.

My future was abandoned for the love for you.

"Aku … mencintaimu…, hyung."

When I woke up, mines were everywhere.

Untouchable cold gazes that I can't bear.

Mendadak, Hoseok menetes air mata.

I cry for miracle in this reality.

Kata hatinya tak bisa membohonginya.

I was crazily infatuated with you.

I was a fool addicted to your sweetness.

Terlepas dari perkataan Hoseok, Yoongi mengeratkan cengkeramannya dan mendalamkan ciumannya. Menjajah tiap inci sampai tak terasa apa pun lagi.

Yeah, a fool.

Yoongi menggila.

I didn't want to let go the touch of the devil.

Dan Hoseok juga.

Too bad, but it's too sweet.

Karena semuanya manis. Karena Yoongi adalah Suga. Karena Hoseok membiarkan dirinya jatuh. Karena godaan tak dapat ditahan. Karena Yoongi tak dapat ditolak. Karena itu semua, hal ini terjadi.

It's too sweet, it's too sweet.

Hoseok kehabisan napas. Pikirannya kosong. Tubuhnya melunglai. Tangannya terjatuh. Seluruh tubuhnya berhenti menegang.

It's too evil.

Seiring pandangannya menggelap, kesadaran memudar, ia merasa dadanya berdentum.

Yeah, it's evil.